NovelToon NovelToon

In Times Of Rain

Maila Rasnalita.

Maila Rasnalita, itu namaku. Atau sering di sebut dengan nama Maila. Hobiku adalah bernyanyi, bermain musik, dan melukis. Atau lebih tepatnya aku suka dengan seni.

Kini aku sedang berada di mobil pribadi ayahku, bersama dengan ayah dan juga ibu. Aku adalah anak satu-satu nya dari mereka.

Aku menatap sisi jalanan di kaca mobil di sebelahku. Mobil terus melaju untuk menuju tempat tinggal rumah lamaku, karena sudah lima tahun aku tinggal di Singapura karena bisnis ayah di sana. Dan kini di hari ini juga aku kembali ke indonesia, tepatnya di Jakarta, karena alamat rumahku di sana. Tempat dimana sebelumnya aku tinggal di Singapura, dan tanpat dimana aku di lahirkan. Semenjak aku tinggal di Singapura aku rindu indonesia, begitu juga dengan teman kecilku yang aku cintai.

Ayah yang sedang menyetir mobil langsung membelokan mobilnya ke sebelah kiri, yang di depanya terdapat rumah lumayan besar. Lalu setelah masuk ke kiri, ayah langsung menghentikan mobil tersebut tepat di depan rumah lamaku. Setelah di hentikan, aku langsung membuka pintu mobil, dan langsung keluar. Aku terdiam sesaat dengan menghirup suasana di rumah lamaku. Suasana yang ku rindukan sekarang kembali lagi.

Aku mengambil koperku yang berisi pakaian dan lainnya yang merupakan kebutuhan pribadiku. Lalu aku langsung masuk ke dalam rumah, yang pintu nya sudah di buka oleh ayah karena di kunci.

Aku beranjak menaiki anak tangga ke atas, untuk memasuki ruang tidurku dengan merapihkan barang-barang yang ku bawa. Kamarku sedikit berdebu karena tidak di tempati. Tapi semenjak aku tinggal di Singapura, tempat lamaku ini di huni oleh kakek dan nenek ku, begitu juga dengan pembantu di rumah disini. Sepertinya nenek dan kakek sudah pulang ke rumah nya sejak kemarin, jadi mereka berdua tidak ada di sini. Untung ayah punya kunci cadangan rumah, jadi tidak harus repot-repot ke rumah kakek dan nenek untuk mengambil kunci.

"Maila! Turun nak!" teriak ibuku di bawah, aku pun langsung beranjak ke bawah dan menghampiri ibu yang sedang merapihkan barang-barangnya di ruang tamu.

"Apa bu?!" sahutku, menghampiri ibu.

"Kamu beli pengharum ruangan dong! Kamar ibu bau debu, setelah di lihat tadi." Ucapnya.

"Sama mamang aja bu, Maila capek. Baru aja pulang." Ucapku sedikit mengeluh. Mamang adalah supir di sini, dia sudah lama menjadi supir sampai saat ini.

"Capek apanya? Kita ke sini kan naik pesawat, terus naik mobil, dan bukan jalan kaki. Lagian mamang lagi sibuk juga ngurus barang-barang di sini."

Aku hanya menghela nafas," yaudah mana kunci mobil sama uangnya?" aku menyodorkan tangan kananku di depan ibu.

"Nggak usah naik mobil, naik motor yang ada di garasi aja." Ucapnya sambil memberikan kunci motor dan uang seratus ribu.

" Motor siapa? Memangnya ayah punya motor?" tanyaku sambil menerima kunci dan uang yang di berikan.

" Motor kakek mu! Udah sana buruan beli!" uruhnya.

"Lah kok, motor butut itu?" tanyaku.

"Sudah sana beli!" tegasnya sedikit kesal, sementara aku hanya mendengus sebal.

Aku beranjak ke garasi untuk mengambil motor butut milik kakekku. Setelah sampai terlihat motor berwarna merah, yang warnanya masih bagus dan terlihat mengkilat walaupun sudah sedikit butut. Mungkin kakek selalu merawat motor tersebut, sehingga masih terlihat cantik walaupun sudah lama. Motor tersebut adalah motor skuter milik kakek.

Aku menghampiri motor tersebut. Ku ambil helm yang berada di atas jok, lalu menaiki motor tersebut. Ku masukan kunci motor tersebut ke dalam lubang kuncinya, setelah itu aku menghidupkannya. Suaranya sedikit tidak enak di dengar. Setelah itu aku langsung menggaskannya untuk menuju Indomart membeli pengharum ruangan.

Aku melajukan motor tersebut dengan kecepatan sedang. Setelah mengendarainya tidak cukup lama, karena indomart tidak begitu jauh, aku langsung memakirkan motornya di depan. Lalu beranjak masuk ke dalam indomart tersebut. Setelah mrmbelinya, aku langsung menaiki motorku dan tidak lupa memakai helm kembali setelah di lepas saat hendak masuk ke indomart.

Aku melajukan motorku dengan kecepatan sedang, karena aku tidak suka ngebut, kecuali dalam situasi genting aku akan menaiki kecepatan saat mengendarainya. Aku melewati jalan yang begitu sepi, banyak pepohonan disini, orang yang lewat pun tidak ada.

Setelah sedikit menilik sekitar, mataku tertuju ke depan yang membuat mataku terbelalak. Terlihat seorang anak laki-laki yang umurnya mungkin seumur denganku, ia mungkin habis pulang sekolah, karena ia masih mengenakan seragam SMA nya dengan Almamater yang di pakainya. Anak laki-laki itu sedang di pukuli oleh ketiga preman yang tubuhnya agak kekar.

Sebenarnya aku sedikit panik, entah harus apa, di jalan ini sepi dan mana mungkin aku mencari pertolongan. Aku sedikit berfikir dan akhirnya aku tahu harus apa. Aku menekan klakson motor yang ku kendarai.

Tiiiiiddddd!!!!

Suara klakson motor milik kakekku sangat keras dan nyaring, sehingga ketiga preman dan juga orang yang sedang di pukuli oleh mereka bertiga sontak langsung mengarah padaku. Sungguh aku merasa panik karena takut mereka bertiga akan memukuli ku juga. Tapi pada saat motorku hampir mendekat ke arah mereka, ketiga preman tersebut langsung lari kepanikan mengambil motor mereka, dan langsung pergi begitu saja.

Aku menhentikan motorku tepat di depan cowok yang baru saja di pukuli.

"Lo nggak kenapa-kenapa kan?" tanyaku sedikit khawatir. Ia hanya meringis ke sakitan di area pipinya yang sedikit bonyok. Dan sedikit darah segar yang keluar dari sisi bibirnya.

"Ssttt, awwww...mata lo rabun atau emang pura-pura nggak liat?! Orang gue bonyok begini di bilang nggak kenapa-kenapa." Jawabnya dengan ketus sambil memegang pipinya yang sedikit berwarna biru pucat dengan salah satu tanganya. Aku hanya mendengus kesal padanya, bukannya bilang makasih malah bilang ketus begitu.

" Bukannya bilang makasih kek, masih mending gue tolongin." Gerutuku sedikit sebal epada orang ini.

"Ouwww, sasakittt...." Rintihnya kesakitan memegang bibir yang mengeluarkan darah.

Aku pun yang melihatnya merintih kesakitan mulai panik dan khawatir. Aku turun dari atas motor." aduh! Gue beli obat merah dulu ya?!" Ucapku yang memang panik dan khawatir.

"Nggak usah!" tolaknya.

"Terus gimana dengan bibir dan pipi lo? Jangan di biarin aja!" Tegasku, sambil beranjak lagi ke atas motor dan mulai menghidupkannya.

"Lo tunggu aja di sini!" lanjutku sambil menjalankan motorku untuk menuju apotik, sebenarnya aku tidak tahu apotik di mana, tapi setelah membeli pengharum ruangan di indomart aku tidak sengaja melihat apotik di sebelah indomart tersebut.

Setelah membeli obat merah di apotik, aku langsung kembali ke tempat semula cowok tersebut. Untung ia menurutiku dan masih berada di situ dengan duduk di pinggir jalan.

"Sini gue obatin." Ucapku sambil beranjak mendekat ke arahnya yang sedang duduk. Aku duduk di sebelahnya. Membuka tutup obat merah, sambil membeli kapas yang kebetulan aku beli bersamaan. Aku menuangkan cairan obat merah ke atas kapas, lalu langsung ku obati bibir nya yang mengeluarkan darah, tapi darahnya sudah di seka olehnya. Ia merintih kesakitan saat aku menoelkan kapas yang sudah di beri obat merah.

"Aw aw, ssakit... " Rintihnya.

"Bisa nggak sih, lo ngobatinnya yang bener!" protesnya.

"Memangnya ini nggak bener ya? Mau gue benyek-benyek itu luka nya?" keluhku sedikit kesal.

"Auw," rintihnya.

Entah kenapa saat aku mengobatinya, ia terus menatapku seperti pernah melihatku.

"Sudah!" ucapku menyelesaikan mengobatinya. Aku merapihkan sisa-sisa kapas, lalu memasukannya ke dalam plastik beserta obat merahnya.

"Nih, bawa buat lo di rumah." Ucapku sambil memberikan plastik yang berisi obat merah dan kapas. Ia langsung menerimanya.

"Terima kasih." Ucapnya padaku, dan aku hanya mengangguk sebagai jawaban dan langsung beranjak naik ke atas motor dan menghidupkannya.

"Gue mau pulang, nanti ibu gue marah-marah karena kelamaan beli pengharum ruangan." Ucapku padanya.

"Oh ya, kalo ada orang yang ngeroyokin lo lagi. Lo tingga bilang kalo bapak lo polisi." Ucapku sambil melajukan motorku.

"Nama lo siapa?" tanyanya yang terdengar walaupun aku sudah melajukan motorku.

"Nggak perlu tau!" sahutku sambil terus pokus mengendarai motor.

Jangan lupa like, komen, vote, dan rate

Larbi Geovano.

Larbi POV

(Flashback on)

Larbi Geovano, itu namaku. Umurku baru berusia 17 tahun. Hobiku adalah bermain bola Basket, aku juga terpilih menjadi kapten Basket di eskulku yang ku pilih di sekolah. Nama sekolahku yaitu SMA Nusa Bangsa. Aku duduk di bangku kelas 12 IPA 2.

Kring...kring... Kring...

Bel untuk pulang berbunyi, semua orang di kelasku langsung bergemuruh heboh sambil memasukan alat tulis dan buku mereka masing-masing ke dalam tas, begitu juga denganku.

"Jam pelajaran ibu sudah selesai, silahkan di masukan alat tulisnya dan bukunya masing-masing ke dalam tas. Sampai jumpa di pelajaran Biologi berikutnya, pelajari dan pahami materi yang sudah ibu ajarkan tadi." Seru ibu Wati guru pelajaran Biologi, yang merupakan guru yang masih muda dan cantik. Setelah itu ia langsung pulang terlebih dahulu.

"Lar, gue duluan ya!" ucap Zio teman sebangkuku, dan aku hanya mengangguk menanggapinya.

Setelah Zio pulang terlebih dahulu. Aku pun pulang setelah membereskan buku-buku dan alat tulis ke dalam tas. Aku melewati koridor sekolah untuk menuju ke gerbang untuk mengambil motor sportku yang terparkir di sana. Parkiran cukup ramai, karena banyak orang mengambil kendaraan masing-masing mereka. Aku hanya terdiam berdiri menunggu parkiran sampai akhirnya cukup sepi. Setelah mereka semua sudah mengambilnya, dan parkiran lumayan cukup sepi. Akhirnya aku beranjak mengambil motor sportku. Aku memakai helm terlebih dahulu, kemudian baru memasukan kunci motor ke dalam lubang kunci motor tersebut untuk menghidupkanya. Setelah di masukan baru aku menghidupkannya. Aku menggaskannya dengan kecepatan lumayan cukup tinggi.

Aku memberhentikan motorku tepat di depan warung bakso. Warung bakso yang memang langgananku. Setelah memarkirkan motorku di depan warung tersebut, aku beranjak ke dalam warung, lalu langsung duduk dengan bersebelahan dengan seorang nenek-nenek yang sudah lumayan tua umurnya.

"Bang, bakso nya satu!" Ujarku ke padagang tukang bakso yang sedang menyiapkan bakso pembeli yang lain.

"Iya den." Sahutnya.

Ku perhatikan nenek yang berada di sebelahku banyak memakai perhiasan di badannya, seperti cincin, kalung, gelang, dan anting. Dan juga tas lumayan cukup besar. Aku masih heran dengan nenek tersebut, apa dia tidak takut kecopetan?

Tiba-tiba saja, orang yang bertubuh agak kekar, mereka bertiga. Ku lihat sepertinya orang tersebut preman, di tangannya memakai tato, dan anting di telinga nya. Mereka memakai baju seperti preman juga, dan aku pikir mereka bertiga adalah preman.

Mereka bertiga tiba-tiba saja duduk berhadapan denganku dan juga nenek yang berada di sebelahku. Kedua orang tersebut duduk berhadapan dengan kami, sedangkan yang satu nya duduk di sebelah nenek yang di sebelahku.

Mereka bertiga duduk dengan santainya, sambil menatap satu sama lain. Dari tingkah mereka yang ku lihat, mereka sedikit aneh dari gerak-geriknya. Ku lihat mereka bertiga penuh dengan kecurigaan. Mataku tak awas dari penglihatan, ku lihat preman yang duduk dengan nenek di sebelahku terlihat tangannya mengendap-endap dan meraba tas nenek-nenek tersebut, sedangkan nenek tersebut tidak tahu, karena ia pokus terhadap bakso yang ia lahap.

Ternyata kecurigaanku terhadap mereka benar. Mereka adalah preman yang ingin mencopet tas nenek di sebelahku. Aku sedikit geram sih dengan tingkah mereka.

Brugh!!!

Aku menggeprak meja di depanku dengan cukup keras sambil berdiri dengan tatapan tajamku ke arah mereka bertiga.

"BANG! KALO NGGAK PUNYA DUIT, KERJA DONG! JANGAN NYOPETIN NENEK-NENEK YANG UMURNYA HAMPIR SAKARATUL MAUT!!!!" Ucapku dengan nada yang sangat tinggi. Sehingga ketiga preman tersebut terkesiap dengan ucapanku. Mereka mulai menegang.

Pembeli bakso pun yang sedang menunggu dan menyantap bakso langsung melihat ke arah kami, karena ucapanku yang begitu tinggi. Dan bodohnya salah satu preman di antara mereka bilang.. .

"Ampun! Ampun jangan masukkan saya ke penjara! Saya terpaksa melakukan ini karena mereka!" Ucapnya sambil mengangkat kedua tangannya ke atas seperti sedang menyerah. Dengan menatap kedua preman temannya.

"Yaudah, kalo nggak mau masuk ke penjara, masuk ke neraka aja bang!" Sahutku sambil terkekeh mendengar ucapan preman tersebut.

Karena mendengar tuduhan dari temannya. Kedua preman tersebut beranjak berlari ke motornya yang terparkir di depan warung bakso, dan di susul dengan satu temannya yang baru saja menuduh temannya sendiri.

Para pembeli langsung mengepung ketiga preman tersebut.

Sini woy!

Jangan lari kau, dasar preman b*d*h!!

Preman yang tak punya skill untuk mencopet!!!

Dasar!! Belajar dari bocah ya kau!!

Sudah, sudah, preman itu susah kabur. Dan tas nenek ini tidak kecopetan.

Ucap pembeli bakso yang mengepung preman itu membuatku terkekeh mendengarnya.

"Udah nek, udah nggak papa! Lain kali kalo mau beli bakso doang, jangan bawa tas yang gede-gede, di umberkan! Untung ada adek cakep ini, udah baik hati, cakep lagi!" Ucap seorang ibu-ibu pembeli bakso kepada nenek di sebelahku sambil memujiku. Nenek tersebut hanya menunduk merasa bersalah karena perbuatannya yang memang membuat dirinya terancam.

"Nih den, baksonya." Ucap pedagang bakso sambil menyodorkan semangkok bakso ke atas meja di hadapanku, dengan sigap aku lansung meraih bakso tersebut.

" Wah, hebat aden nih melabrak copet tadi!" lanjutnya sambil memujiku, lantas aku hanya tersenyum ke arahnya. Karena aku merupakan pembeli langgananya, aku akrab dengan pedagang bakso tersebut.

"Terima kasih bang!" Ucapku. Pedagang tersebut pun hanya tersenyum sambil beranjak menyiapkan bakso untuk pembeli lainnya.

Ku raih sebotol saus dan sambal di meja di depanku, dan ku tumpahkan saus dan sambal tersebut ke atas mangkok yang berisi bakso. Ku aduk-aduk dengan sendok dan garpu agar rasa pedasnya merata. Ku cicipi kuah bakso, dan rasanya sangat pedas. Ku lahap bakso tersebut dengan wajahku yang mulai berkeringat, karena bakso yang pedas yang ku makan. Sedangkan nenek di sebelahku sudah pulang terlebih dahulu.

Setelah mengabiskan satu mangkok tersebut, aku beranjak ke pedagang bakso yang tengah duduk di kursi pembeli, seperti sedang rehat, karena tidak ada pembeli lagi yang datang untuk memesan.

"Bang!" aku menyodorkan uang sepuluh ribu ke arahnya. Tapi ia langsung menolaknya dengan salah satu tangannya.

"Nggak usah den, udah di bayar sama nenek-nenek yang hampir kecopetan tadi." Ujarnya.

"Ah yang bener bang, entar boong lagi!" Godaku.

"Bener den."

" Ok, terima kasih bang!"

"Jangan ke abang atuh, terima kasihnya. Harusnya ke nenek yang bayarin adek."

"Kan yang bikin bakso abang!" Ucapku sambil beranjak pergi menuju motor sportku di depan warung, sedangkan pedagang bakso tersebut hanya terkekeh.

Ku pakai helm yang ku taruh di atas jok motorku. Setelah itu menghidupkannya setelah memasukan kunci. Aku mulai mengendarainya. Untuk pulang biasanya aku mengambil jalan pintas agar cepat, jalan yang ku lewati sangat sepi, banyak pepohonan, dan jarang orang melewatinya.

Di saat-saat aku mengendarai motorku, aku terkesiap saat melihat ke depan. Ketiga preman di warung bakso mencegatku di depan, dengan tatapan yang penuh amarah. Tapi kenapa mereka bisa tahu jika aku akan melewati tempat ini? Seketika aku menghentikan motorku.

"WOY TURUN LO!! BOCAH BR*NG*EK!!!" Tegas salah satu dari antara mereka dengan nada yang tinggi.

Aku turun dari atas motor, dengan masih memakai helm di kepalaku. Apakah mereka tahu jika aku adalah orang menggagalkan rencana mereka mencopet, walaupun aku memakai helm?

Aku membuka kaca helm sambil menatap ke arah mereka. Tatapan mereka begitu penuh amarah, sambil menggepalkan tangan mereka masing-masing seperti ingin menonjokku.

"Kenapa bang? Marah, karena rencana copetnya gagal?!" Ucapku sambil berusaha bersikap santai dan tidak takut untuk berhadapan dengan mereka.

"Oh, ternyata lo nggak takut ya sama kami bertiga!" Ucap salah satu preman di antara mereka dengan badannya yang pendek dan kepalanya yang botak.

"Ngapain takut! Lo manusia, makan nasi lagi! Sama seperti gue!" ejekku. Dan itu membuat mereka bertambah marah padaku.

"S*AL*N LO!!! Lo udah tiga kali menggagalkan rencana kami!! Dan lo juga harus menikmati akibatnya!!!" Ucap salah satu di antara mereka. Aku hanya terdiam sambil berfikir yang di maksud mereka. Apa mungkin ketiga orang rampok di indomart itu yang pernah ku labrak bersama satpam indomart itu mereka? Karena waktu itu mereka memakai topeng khusus rampok. Jadi aku tidak tahu kalo itu mereka. Dan yang kedua adalah aku pernah melabrak ketiga maling motor di depan toko mainan anak-anak, dan orang tersebut pun masih memakai topeng tersebut. Dan yang ketiga adalah mereka ingin mencopet tas nenek-nenek yang akhirnya gagal olehku di warung bakso tadi. Wah!!! Ternyata skill mereka memang b*d*h!!!

Mereka bertiga semakin memajukan langkahnya ke arahku, sambil menggepalkan tangan mereka kuat-kuat, yang sudah siap untuk menonjokku. Mereka berhenti di depanku, kini mereka sudah berada di depanku. Aku menelan salivaku, mereka benar-benar marah padaku.

Aku menghela nafas, agar terasa lega.

"Bang! Janda bohay noh di belakang!" Ucapku mengalihkan mereka bertiga untuk siap-siap menghajar mereka.

Dengan bodohnya, mereka langsung melihat ke belakang. Dengan tanpa aba-aba aku langsung menghajar mereka bertiga satu persatu, sambil menendang badan mereka dengan kaki kanananku dengan kuat-kuat, sehingga mereka tersungkur jatuh ke belakang. Aku memasangkan gerakan kuda-kuda untuk melawan mereka.

"Kalo ketawa dosa nggak ya? Hahahaha.. Ups!!! Sengaja!!" ejekku sambil terkekeh. Sementara mereka hanya geram padaku.

"Janda aja masih diliat-liat! Nggak kasihan ya sama istri sendiri di rumah? Kalo ketahuan bisa kewalat pas di rumah, di tampol pakai panci gosong!!!" ledekku.

Jangan lupa like, komen, vote, dan rate

Di Sekolah.

Larbi POV

(Flashback on)

"Janda aja masih diliat-liat! Nggak kasihan ya sama istri sendiri di rumah? Kalo ketahuan bisa kewalat pas di rumah, di tampol pakai panci gosong!!!" ledekku.

Mereka malah menambah geram dengan ledekanku. Mereka langsung berdiri dengan mata merah geram dan tangan yang di gepalkan sangat kuat. Mereka langsung menghampiriku bersamaan dan langsung menghajarku, tapi aku langsung menghindar dari serangan mereka dan langsung menghajar balik ke arah mereka satu persatu, dengan menendang mereka sampai akhirnya tersengkur ke belakang. Mereka tidak mau menyerah untuk melawanku, walaupun kami menyerang tiga lawan satu, dan aku harus sendirian untuk melawan mereka bertiga, aku tahu cara untuk menyerang dan menghindar dari teknik pencak silat yang pernah ku pelajari saat SMP, bahkan aku sudah mempraktikannya. Jadi, bagiku lumayan mudah untuk melawan mereka, walaupun sendirian.

Mereka tidak ada habisnya untuk menyerangku, walaupun sudah ku lawan. Tiba-tiba saja aku tidak menyadari salah satu di antara mereka menyerangku dari arah belakang, dengan memelukku dari arah belakang dengan erat dan keras dan membuka helm yang ku pakai. Padahal helm tersebut untuk melindungiku dari mereka, dan bahkan aku tidak bisa untuk bergerak, karena kedua tanganku di gepalkannya dengan kuat . Sehingga kedua temannya langsung menonjok perutku sehingga membuatku kesakitan, mereka memukuli wajahku dengan lumayan keras, dan kemungkinan wajahku sudah sedikit bonyok oleh mereka, dan bahkan sisi bibirku mulai mengeluarkan darah akibat pukulan kedua preman tersebut. Sakit sekali, benar-benar membuatku geram sekali.

Tiiiiiddddd!!!!

Tiba-tiba saja terdengar suara klakson sebuah motor, yang suaranya sangat keras. Aku menoleh ke arah suara tersebut begitu juga dengan ketiga preman meresahkan ini. Nampak seorang gadis yang mungkin umurnya sama denganku, tapi kelihatanya lebih muda dariku. Ia memakai motor skuter berwarna merah, yang menurutku terlihat antik. Ia hampir menghampiri kami, tapi ketiga preman ini tiba-tiba menegang, dan kemungkinan takut. Mereka bertiga kemudian berlari ke motornya dan langsung pergi begitu saja.

Aku hanya meringis kesakitan dengan memegang perutku akibat tonjokan dari mereka.

"Lo nggak kenapa-kenapa kan?" tanyanya sedikit khawatir dengan keadaanku. Aku hanya meringis ke sakitan di area pipiku yang sedikit bonyok. Dan sedikit darah segar yang keluar dari sisi bibirku.

"Ssttt, awwww...mata lo rabun atau emang pura-pura nggak liat?! Orang gue bonyok begini di bilang nggak kenapa-kenapa." Jawabku dengan ketus sambil memegang pipiku yang sedikit berwarna biru pucat dengan salah satu tanganku. Sementara ia hanya mendengus kesal padaku.

"Bukannya bilang makasih kek, masih mending gue tolongin." Gerutunya sedikit sebal kepadaku.

"Ouwww, sasakittt...." Rintihku kesakitan memegang bibir yang mengeluarkan darah.

Ia pun yang melihatku merintih kesakitan mulai panik dan khawatir. Ia turun dari atas motor." aduh! Gue beli obat merah dulu ya?!" Ucapnya yang memang panik dan khawatir padaku.

"Nggak usah!" tolakku. Karena memang aku tidak mau merepotkannya.

"Terus gimana dengan bibir dan pipi lo? Jangan di biarin aja!" Tegasnya, sambil beranjak lagi ke atas motor dan mulai menghidupkannya.

"Lo tunggu aja di sini!" lanjutnya sambil menjalankan motornya entah mau kemana.

Aku yang sedari tadi berdiri langsung

beranjak duduk di pinggir jalan, jalan ini sangat sepi sekali, jarang orang-orang melewatinya. Sehingga untuk meminta bantuan pun susah di saat aku mulai hampir babak belur oleh mereka bertiga. Untung ada gadis itu yang menolongku.

Aku masih terdiam duduk termenung sambil menyeka darah segar di bibirku. Rasanya perih sekali. Tidak cukup lama gadis itu datang dengan motornya yang antik itu. Ia turun dari atas motor setelah melepaskan helm yang ia kenakan. Ia membawa sebuah sekantong plastik putih kecil dengan tertera nama Apotik di plastik tersebut, aku yakin dia dari apotik habis membeli obat untukku. Ia menghampiriku dan duduk berdekatan di sebelahku.

"Sini gue obatin." Ucapnya. Ku lihat ia mengeluarkan obat merah dan kapas dari kantong plastik tersebut. Ia membuka tutup obat merah, lalu menuangkan cairan obat merah ke atas kapas, lalu langsung ia obati bibirku yang mengeluarkan darah. Aku merintih kesakitan saat ia menoelkan kapas yang sudah di beri obat merah.

"Aw aw, ssakit... " Rintihku, karena memang terasa perih dan sakit.

"Bisa nggak sih, lo ngobatinnya yang bener!" protesku.

"Memangnya ini nggak bener ya? Mau gue benyek-benyek itu luka nya?" keluhnya sedikit kesal.

"Auw," rintihku.

Aku terus menatapnya walaupun aku sedang merintih kesakitan, dari wajahnya yang berkulit putih, bulu mata yang lentik, bibir tipis, mempunyai hidung mancung dan mungil, dan terlebihnya lagi ia memang terlihat cantik. Membuatku teringat seseorang, dan pernah melihat gadis ini. Tapi entah di mana.

"Sudah!" ucapnya menyelesaikan mengobatiku. Ia merapihkan sisa-sisa kapas, lalu memasukannya ke dalam plastik beserta obat merahnya.

"Nih, bawa buat lo di rumah." Ucapnya sambil memberikan plastik yang berisi obat merah dan kapas. Aku langsung menerimanya.

"Terima kasih." Ucapku padanya, sementara ia hanya mengangguk sebagai jawaban dan langsung beranjak naik ke atas motor dan menghidupkannya.

"Gue mau pulang, nanti ibu gue marah-marah karena kelamaan beli pengharum ruangan." Ucapnya padaku.

"Oh ya, kalo ada orang yang ngeroyokin lo lagi. Lo tingga bilang kalo bapak lo polisi." Ucapnya sambil melajukan motornya.

"Nama lo siapa?" tanyaku, dan entah kenapa aku penasaran dengan namanya.

"Nggak perlu tau!" sahutnya sambil terus pokus mengendarai motor.

Larbi POV end

(Flashback off)

...***...

Aku beranjak ke bawah dengan menuruni anak tangga satu persatu, aku menghampiri ibu dan juga ayah yang sedang duduk di kursi meja makan. Ibu sedang menyiukan nasi ke atas piring untuk ayah beserta lauk pauk yang sudah di hidangkan di meja. Aku duduk di kursi berdekatan dengan ayah sambil mengambil piring untuk mengambil nasi dan juga lauk pauknya. Setelah mengambil sepiring makanan, aku langsung melahapnya setelah membaca doa sebelum makan.

Ayah nampak sudah menghabiskan makan malamnya setelah cukup lama melahapnya. Ia mengambil segelas air putih yang sudah di letakan oleh ibu untuk ayah di depannya.

"May, besok kamu udah masuk sekolah." ayah mulai berucap setelah menekluk segelas air putih.

Aku yang sudah menghabiskan makananku, lantas langsung menoleh menatap ayah." Sekolah? Cepat sekali ayah, Maila kan baru aja tinggal ke sini lagi, apa nggak ada istirahat dulu bersenang-senang liburan di sini lagi?" Ucapku sedikit menolak apa yang di ucapkan ayah.

"Kamu kan sudah beritirahat beberapa jam yang lalu, kalau mau bersenang-senang liburan hari pekan saja."

"Ayah barusan sudah mendaftarkanmu di SMA baru kamu. Bahkan kepala sekolahnya adalah teman ayah. Ayah dan ibu juga sudah membeli seragamnya, karena SMA di Singapura dulu kamu berbeda seragamnya dengan yang disini." Lanjutnya.

"Terserah ayah saja, Maila cuman ngikutin perintah ayah." Sahutku dengan memasangkan wajah yang mematut.

"Nanti kamu nggak boleh bawa mobil sendiri! Harus di antar sama mamang."

"Loh kok begitu?! Masa nggak boleh bawa mobil sendiri?!" protesku sedikit sebal.

"Nanti kalo kamu sudah dapat SIM sendiri baru boleh. Tapi kalo kamu nggak mau diantar sama mamang, terpaksa harus naik motor kakek yang di garasi."

"Motor butut yang hampir punah!" Gerutuku sambil meledek.

"Motor itu sudah di berikan kepadamu sama kakek, loh!" ucap ayah tiba-tiba saja meledekku.

...***...

Aku bangun dari tidurku setelah mendengar Adzan Subuh berkumandang di masjid. Aku mengeliat sambil menguap setelah dari bangunku. Aku beranjak ke kamar mandi untuk berwudhu, setelah berwudhu aku mengambil mukena dan sajadah di dalam lemari yang sudah ku rapihkan. Aku memakai mukena tersebut dan melebarkan sajadah di atas karpet lembut.

Setelah melaksanakan sholat shubuh aku ikut joging bersama ayah mengelilingi komplek di sini. Aku memakai baju Hoodie, celana training, dan sepatu olahraga berwarna putih. Keringatku mulai bercucuran di wajah dan bahkan di badan karena lari joging yang lumayan cukup melelahkan. Setelah habis joging aku bergegas untuk mandi, membersihkan badanku yang terasa bau asam, dan terasa lengket akibat keringat.

Sehabis mandi aku bergegas mengenakan seragam SMA baruku, beserta merapihkan dan menyisir rambutku yang acak-acakan. Setelah seragam yang sudah kupakai rapih beserta sepatu dan kaus kaki yang kupakai sudah di kenakan, aku mengambil tas di atas meja belajarku yang sudah ku isi dengan buku-buku beserta alat tulisnya.

Aku bergegas ke bawah menuruni anak tangga, menyusul ayah dan ibu yang sudah makan terlebih dahulu. Aku duduk di kursi meja makan sambil mengambil sehelai roti tawar dan langsung ku olesi dengan selai kacang.

Ayah sudah terlebih dahulu pergi ke kantor, sedangkan ibu juga sudah pergi terlebih dahulu ke butik. Aku pun bergegas ke garasi mengambil motor kakek yang sudah jadi milikku.

Aku menuju sekolah SMA baruku, kata ayah semalam, nama SMA nya adalah SMA Nusa Bangsa, dan sudah ku cari lokasi tersebut di google map semalam. Jadi aku tidak kebingungan untuk mencari sekolah tersebut.

Terlihat dari kejauhan gerbang sekolah tersebut, lumayan besar juga sekolahnya. Setelah sampai aku masuk ke dalam gerbang, lalu memarkirkan motorku di tempat parkiran sekolah. Aku turun dari atas motor sambil membuka helm yang ku pakai.

Aku masuk ke dalam sekolah, aku hanya terdiam dengan clingak-clinguk entah mau kemana. Kata ayah aku dapat kelas 11 IPS 2. Aku mengambil jurusan IPS.

Sekolah ini sangat luas di dalamnya, sehingga membuatku bingung untuk mencari kelas baruku. Entah siapa yang harus ku tanyakan pada orang-orang di sini. Dari tadi mereka hanya menatapku dengan aneh.

Jangan lupa like, komen, vote, dan rate

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!