NovelToon NovelToon

My Story Of Becoming A Werewolf

Amnesia

Ini novel pertamaku yang perna aku tulis 4 tahun lalu. Saat itu aku belum punya hp, apa lagi apk mangatoon. Aku menemukannya secara tidak sengaja saat membongkar tumpukan buku lama di lemari. Buku kusam di tulis mengunakan pensil. Cerita yang dikarang oleh seorang pemula dengan imajinasi yang menurutku terlalu kekanak-kanakan waktu itu. Karna hal inilah yang membuatku berhenti melanjukanya.

Tapi sekarang aku ingin melanjutkannya. Tidak ada perubahan sama sekali dari jalan cerita dan nama tokoh, hanya penggunaan kata-katanya yang sedikit aku ubah. Aku menambah bab baru dari novelku ini. Awalnya hanya dua bab kini aku menambakan satu bab lagi tentang perang melawan Vampire. Satu bab terdiri dari beberapa episode.

Bab 1 : Jati diri

Bab 2 : Rahasia masa lalu

Bab 3 : Menyatukan dunia malam

Aku harap kalian suka.

*******************************

Ini adalah sebuah kisah yang menceritakan sudut pandang berbeda dari makhluk malam. Contohnya manusia serigala. Mereka sering disebut sebagai makhluk berdarah dingin dan brutal. Diwujudkan sebagai manusia setengah serigala yang menyeramkan, berkeliaran pada malam bulan purnama mencari mangsa. Tapi bagaimana kalau manusia serigala itu tidak seseram apa yang kita lihat di film-film fantasi. Mereka hidup layaknya manusia biasa, bersekolah, berkerja, memiliki keluarga dan teman-teman sepermainan dan berusaha menyembunyikan identitas mereka dari masyarakat luas.

Kalau vampire? Makhluk penghisap darah yang lengendaris. Digambarkan sebagai manusia berkulit pucat, memiliki taring dan selalu menyerang manusia untuk dihisap darahnya agar bisa bertahan hidup. Ayolah ini bukan abad pertengahan lagi. Berburuh dengan cara seperti itu sudah sangat primitif. Kami para vampire lebih suka membelinya dari pada menghisap nya langsung dari tubuh korban. Bukan tampa alasan. Membeli darah yang sudah dikemas lebih aman bagi kami. Kami tidak perlu khawatir darah yang kami beli berasal dari orang yang sakit atau memiliki gangguan lainnya yang bisa mengurangi nafsu makan kami dan juga kami dapat memilih rasa apa saja dari golongan darah yang berbeda. Praktis bukan.

********************

"Sherina... Sherina..."

Dalam kegelapan aku mendengar suara. Suara seorang wanita seperti memanggilku. Suara yang begitu sedih semakin jelas terdengar. Aku membuka mataku perlahan, begitu berat namun tetap aku paksakan. Dari gelapnya pandanganku, mulai muncul sinar putih yang semakin terang. Hal yang pertama aku lihat adalah seorang wanita berlinang air mata. Wajah tanpa riasan dengan mata sebam akibat menangis dalam jangka waktu yang lama. Wanita itu menggegam erat tanganku, diciumnya beberapa kali. Air mata tidak henti-hentinya mengalir membasahi pipinya. Ingin rasanya aku mengusap air mata itu namun aku tidak memiliki tenaga untuk melakukannya.

Di samping wanita itu ada seorang pria dengan mata biru tajam menatap redup ke arahku. Ia tidak menangis, tapi dari raut wajahnya jelas ia menahan itu. Aku berusaha untuk berbicara. Rasanya sulit sekali, seperti ratusan tangan menutup mulutku. Air mata menetes di ujung mataku. Wanita itu mengusapnya lembut. Rasa hangat yang terpancar dari telapak tangannya sedikit memberiku tenaga. Pria disamping wanita itu pindah ke sebelah kiri ku. Ia melepaskan alat bantu pernapasan yang menutupi hidung dan mulutku agar mereka dapat mendengar apa yang ingin aku katakan.

"Si... Siapa... Kalian?" akhirnya aku dapat mengatakannya.

Mereka berdua saling menatap dan kembali melihat ke arahku dengan raut wajah bingung.

"Nak. Ini kami, ayah dan ibumu. Kau ingat?" kata wanita itu lembut.

Aku mengangkat sebelah alisku. Aku mencoba mengingat-ingat apa saja yang terjadi. Tapi tidak ada satupun ingatan yabg terlintas di kepalaku. Hanya ada kabut dan samar-samar suara. Semakin aku memikirkannya, itu membuat kepalaku sakit.

"Tidak. Sttt... Aku tidak ingat."

"Jangan di paksakan. Istirahat lah. Kau membutuhkan itu," elus lembut pria itu di kepalaku.

Aku masih meras ragu untuk memanggil mereka ayah dan ibu. Tapi rasa keterikatan yang kuat dan kehangatan yang mereka berikan, membuatku pasti. Aku melihat ayahku sedang berbicara dengan seseorang yang mengenakan jas putih panjang. Aku tidak mendengar percakapan mereka. Ayahku tampak gelisah. Beberapa kali ia berpikir dan berbicara lagi dengan pria itu. Ibuku mendekat, sepertinya bertanya. Ayahku mencoba menjelaskan dan kulihat ibuku menangis kembali. Aku memejamkan mataku ketika ibuku menoleh dengan tatapan sedih. Tak lama kemudian aku tertidur.

.

.

.

.

.

.

.

.

ξκύαε

Pulang

Dua minggu berlalu, akhirnya aku keluar dari rumah sakit ini. Selama dua minggu sebelumnya, ibuku banyak bercerita tentang masa kecilku, teman-temanku, sekolah, sepupu kecilku Mia dan anggota keluargaku yang lain. Tapi percuma, semua itu tidak membantu. Aku masih tidak bisa mengingat apapun.

Mobil melaju tenang di jalan yang tidak terlalu ramai. Aku melihat keluar jendela mobil yang menyajikan pemandangan kota yang terasa begitu asing bagiku. Aku merasa berada di tempat baru dengan identitas baru. Selama perjalanan ibu bercerita dan menunjuk sana-sini. Aku hanya tersenyum dan beberapa kali bertanya disela-sela cerita ibu.

Mobil terus melaju melewati jembatan dengan sungai yang terbentang luas. Tanpak perahu-perahu kecil menari-nari di atas ombak yang mereka ciptakan sendiri. Ada perbedaan siknifikan antara dua daratan yang terpisakan sungai ini. Tempat yang baru saja kami tinggalkan begitu padat dengan bangunan pencangkar langit dan suara kebisingan kota biasa. Sedangkan tempat yang akan kami tuju di penuhi hutan pinus dan kawasan perumahan dengan ketenangan damai.

Mobil memasuki areh dan berhenti di salah satu rumah kuno tiga lantai dengan halaman luas. Terdapat air mancur berukuran besar tepat ditegah-tengah halaman. Aku meneliti rumah ini sepertinya tidak asing, walau hanya samar-samar di kepalaku. Di depan pintu, kami disambut seorang gadis kecil berumur 5 tahun yang aku kenal sebelumnya. Ia adalah Mia sepupuku. Di belakangnya ada bibi Emely dan paman Alan orang tua Mia. Selain itu ada paman Fang sebagai pengurus rumah dan beberap orang yang tidak aku kenal.

"Kakak.....!" teriak Mia sambil berlari menghampiriku dan langsung memelukku.

"Mia kakakmu baru keluar dari rumah sakit."

"Tidak apa bibi," aku menggandeng Mia masuk ke dalam rumah.

Aku teperangak melihat isi rumah. Ini lebih mengagumkan dari pada bagian luar. Interior klasik, terawat dengan sangat baik. Ruang luas terhubung dengan lantai satu dan dua. Terdapat tangga besar membentuk huruf Υ dengan akuarium raksasa berbentuk tabung. Akuarium itu berdiri kokoh di antara tangga atau lebih tepatnya tangga tersebut mengelilingi akuarium yang tingginya dua lantai. Aku melihat kelangit-langit, tepat di tengah-tengah tergantung lampu lilin besar abat petengahan yang tidak digunakan lagi tapi sepertinya masih berfungsi. Masuk ke rumah ini seperti pindah ke zaman abat pertengahan. Aku tidak percaya di sini tempat bermainku waktu kecil. Sumua ini lebih dari apa yang aku bayangkan ketika mendengar cerita ibu.

"Selamat datang kembali ke rumah Sherina!!"

Tiba-tiba sesosok bayangan putih seorang gadis seumuran denganku melesat begitu cepat dari tangga ke arahku. Tubuhnya yang transparan hanya sesenti lagi dari wajahku membuatku terkejut.

"Uuaaaa...........!!!" teriakku kaget sampai terjatuh. "Ha... Hantu...!!!"aku menujuk ke arah gadis itu dengan tubuh gemetar dan ketakutan. gadis itu melayang di udara.

"Liz........!!!" geram ibuku pada sosok itu. Gadis itu hanya terkekeh. Ia menyatukan telapak tangannya meminta maaf. "Tidak apa sayang Liz memang suka bercanda," ibuku membantuku berdiri.

"Ta.... Tapi..... Hantu...." kataku gemetar. Aku masih tidak mengerti sama sekali. Bagaimana bisa ada hantu di rumah ini? Apa ia pemeluk rumah kuno ini di masa lalu?

"Dia teman ibu. Ia baik kok."

"Hai..." hantu itu melambai padaku.

"Dulu kau sering bermain dengannya. Ya walau tidak akur."

Kenapa aku merasa aku tidak ingin mengembalikan ingatanku. "Tapi bagaimana bisa aku melihat hantu? Apa yang lain bisa melihatnya juga?"

"Tidak Rin, hanya kau dan ibumu saja yang dapat melihatnya," kata bibi ku kemudian.

"Iya kau mewarisi kemampuan itu dari ibumu," sambung paman.

"Jangan terlalu di pikirkan. Perlahan-lahan kau akan mengerti semuanya," kata ayahku. Ia mengacak-acak rambutku. "Dan kau Liz! Jangan lakukan lagi seperti tadi," lirik tajam ayahku salah arah. Hal itu membuatku yakin kalau ayah tidak dapat melihatnya.

Ibu mengantar ku ke kamar bersamaan dengan hantu bernama Liz ini. Kamar ku terdapat di lantai dua. Aku masih terkagum-kagum dengan desain rumah ini. Banyak barang antik tersebar di setiap sudut ruangan dan lorong, seperti guci berukir berbagai ukuran dan beberapa lukisan. Entah siapa semua orang yang ada di dalam lukisan itu. Tampaknya bukan orang biasa. Mereka lebih mirip penguasa-penguasa zaman dahulu. Apa keluargaku memiliki keterkaitan dengan raja dan ratu?

Rumah ini seperti labirin dalam ruangan. Untuk sampai di kamarku saja harus melewati beberapa lorong dan tikungan. Apa aku masih bisa kembali ke kamar lagi kalau aku keluar. Di lorong terakhir akhirnya aku sampai di kamarku sendiri. Ibu membuka pintu. Kamar yang cukup luas dengan prabotan lengkap, seperti tempat tidur, lemari, kamar mandi, kursi sofa berserta tv, meja belajar, lemari penuh buku dan stiker bintang yang memenuhi langit-langit kamar.

Aku keluar menuju balkon. Pemandangan di atas sini sangat indah. Balkon kamarku mengarah langsung ke halaman tengah yang terhubung sampai halaman belakang. Ada tiga bangunan

🌲🌲🌲🌲🌲 lagi. Dua diantaranya ada di sisi

.......🏡🏡... kiri dan kanan, sama besar dan

..🏠......🏠.. satu bangunan memanjang tepat

.......🏠....... ada di halaman belakang Aku

.......⛲....... baru menyadari tidak ada rumah

lagi selain hutan pinus yang luas. Ibu berjalan ke arahku dan berhenti di samping ku.

"Apa kau mengingat sesuatu dari tempat ini?"

"Tidak. Tapi aku merasa begitu aman ketika aku memasuki kawasan rumah."

"Tidak ada bahaya yang akan mengintaimu disini. Rumah adalah tempat teraman di dunia ini sayang."

Aku sedikit bertanya pada ibu mengenai beberapa bangunan lain yang ada di belakan rumah ini. Bangunan sebelah kanan adalah rumah keluarga kecil Decaprio atau rumah paman dan bibiku. Di sebelah kiri, itu adalah rumah juga tapi tidak ada yang mehuninya. Karna ayah ku cuman memiliki satu adik perempuan yaitu Emely. Rumah itu terawat dengan baik dan prabotanya lengkap. Yang terakhir bangunan memanjang tepat di halaman belakang, itu adalah asrama para pelayan.

"Ibu, apa ibu bisa jelaskan sedikit tentang penampakan ini?" aku menunjuk pada Liz yang sendiri tadi melayang di luar balkon. Aneh kenapa ada hantu di hari yang panas ini.

"Sembarangan kau mengataiku penampakan!!" protes Liz tidak senang.

"Lalu apa? Kau memang penampakan."

"Eee......! Dasar kau Sherina.....!!!" Liz menggeretakan giginya. Entah dari mana air sebaskom tiba-tiba mengguyurku, membuatku basah dari ujung rambut sampai kaki. Liz hanya tertawa terbahak-bahak setelahnya.

"Liz......!!!" dasar kau ini. Kemari kau! Aku akan membuatmu merasakan rasanya Mati dua kali," aku mengejar Liz yang terbang masuk ke rumah. Aku benar-benar kesal dibuatnya dan ia masih sempat-sempatnya mengejekku. Tunggu saja kau!!!

"Sudah cukup...!!!!" bentak ibuku mengerikan. Aku dan Liz hanya terpaku mendengar perintah. "Kalian berdua ini tidak perna akur setiap kali bertemu walau hanya sedetik saja!!"

"Ibumu sangat mengerikan saat marah. Aku do'a kan kau tidak akan masuk rumah sakit lagi," Liz langsung menghilang tanpa jejak.

"Hei... Liz tunggu aku. Kenapa kau meninggalkan aku dengan singa ini," aku melirik ke arah ibu. Astaga benar-benar sangat mengerikan, aku merasakan hawa membara disekelilingku. Aku tidak menyangka sosok yang begitu lembut adalah orang yang sama di depanku ini. Ibu dimana kelembutan mu tadi? Apa ini akhirnya? "Eh.... Mau jalan-jalan sebentar?"

"Cepat ganti bajumu....!!!!"

.

.

.

.

.

.

ξκύαε

Necromancy and Conjuration

Aku bergegas mengganti bajuku sebelum ibu benar-benar mengamuk. Dari balik kelembutan yang ibu berikan terdapat hal seram yang ibu sembunyikan. Setelah ganti baju dengan pakaian yang kering, ibu mengajakku berkeliling rumah sambil menjelaskan beberapa tempat dan ruangan. Aku seperti anak baru di suatu sekolah. Tapi memang itu yang aku rasakan sekarang ini. Aku tidak merasa lelah sedikit pun setelah berkeliling, seminggu berbaring atau duduk-duduk saja di ranjang rumah sakit sangat membosankan.

Kami melanjutkan ke halaman tengah rumah. Halaman ini jauh lebih besar dari penampakannya di atas balkon. Terdapat pohon ek di sisi paling ujung taman. Kami hanya berjalan-jalan santai mengitari taman di bawah pohon rindam yang tersebar di setiap jalan. Udara begitu segar disini. Angin sejub bertiup membawah kehangatan. Ingin rasanya aku berlari, melompat dan terbang meluapkan semua tenagaku yang sudah lama tersimpan suatu aku di rumah sakit. Beberapa hari itu aku tidak diperbolehkan melakukan apapun. Tentu saja karna ibuku terlalu menghawatirkan diriku. Aku bahkan tidak boleh menggunakan sendokku sendiri. Ini benar-benar sangat memalukan. Untung semua itu sudah berlalu. Sekarang aku bisa menjalankan kehidupanku seperti biasa walau sedikit bingung.

Selama perjalanan ibu sedikit bercerita tentang kemampuan yang aku miliki. Kemampuan ini disebut Necromancy.

"Necromancy merupakan penyihir yang memiliki berbagai mantera untuk menghidupkan kembali tubuh dan jiwa yang sudah mati hingga mengontrol pasukan kematian tersebut untuk menyerang para musuhnya. Bahkan seorang Necromancy kerap dihubung-hubungkan dengan mayat, kematian dan ritual gelap," jelas ibuku.

"Mayat, kematian dan ritual gelap. Kenapa kemampuan ini terdengar sangat mengerikan. Bagaimana kalau aku tidak bisa mengendalikannya?" kataku sedikit ketakutan dengan dampak buruk yang mungkin terjadi.

"Tenang saja sayang, itu hanya pendapat masyarakat luas. Mereka menolak pemikiran bahwa manusia dapat berkomunikasi dengan arwah yang telah meninggal dan menyatakan bahwa arwah tersebut adalah iblis yang menyamar. Karena itulah Necromancy dianggap sebagai salah satu cabang ilmu hitam paling berbahaya dan mulai menangkap semua yang mempraktekkannya." ibu berhenti sebentar dan melanjutkan.

"Necromancy bisa ditemukan dalam berbagai mitologi-mitologi, Necromancy sebenarnya adalah bentuk ramalan (divination) dimana mereka yang menggunakannya akan memanggil arwah untuk mendapatkan perlindungan atau ilmu pengetahuan. Necromancy sendiri berasal dari bahasa Yunani ; Νέρος (Nekros) mati dan Μάντεια (Manteia) ramalan. Para Necromancer di Babylonia disebut Manzazuu atau Sha’etemmu, sementara roh yang dipanggil disebut Etemmu.

Jadi bisa disimpulkan bahwa Necromancy bukan merupakan ilmu yang digunakan untuk melakukan kejahatan. Namun sejak memasuki abad pertengahan, makna dari Necromancy itu sendiri menyimpang jauh menjadi ilmu yang digunakan untuk memanggil iblis atau membangkitkan orang mati demi tujuan buruk. Image tersebut terus melekat hingga sekarang dan membuat Necromancy dianggap sebagai salah satu ilmu hitam paling berbahaya."

"Jadi,..."

"Jadi ibu sarankan kau jangan mengunakan kekuatanmu di depan semua orang. Jika kau tidak ingin dianggap sebagai pengunah ilmu hitam dan hukum mati," kata ibuku sambil tersenyum.

"Bisa tidak ibu jangan tersenyum! Itu mengerikan!!"

"Bercanda. Kemanpuan yang kita miliki sedikit berbeda dari penjabaran Necromancy yang sebenarnya."

"Eh.... Apa yang beda?"

"Kan ibu sudah jelaskan Necromancy itu adalah salah satu ilmu sihir yang dipelajari seseorang. Sedangkan kita mendapatkan kemampuan ini sejak lahir. Kita tidak perlu mengunakan mantra atau simbol lingkaran apapun untuk memanggil arwah. Karna kemampuan mirip dengan Necromancy. Jadi ibu sebut saja begitu. Apa kau mengerti?"

"Katakan saja kalau kemampuan kita ini tidak memiliki nama. Kenapa harus menjelaskan ilmu sihir segala."

"Tidak apakan, lagi pula sama. Terlebih lagi hanya kita berdua saja yang memiliki kemampuan ini."

"What! Bukannya kemampuan ini turun-termurun? Bagaimana dengan orangtua ibu?"

"Ibu ceritakan lain kali saja ya."

"Baiklah." kataku sedikit kecewa.

Hening sebentar tidak ada percakapan lagi di antara kami.

"Apa aku harus melatih kemampuan ku ini?" kataku memecah keheningan.

"Tentu saja. Tetapi sejauh yang ibu tahu kau sudah sangat pandai mengendalikannya."

"Benarkah? Apa aku bisa memanggil orang mati? Atau membangkitkan pasukan zombie?"

"Jangan berpikir hal aneh. Sebaiknya kau tidak melakukan hal itu untuk sementara waktu."

"Aku juga tidak tahu caranya," kataku sambil menunduk. Ibu berhenti berjalan membuatku menoleh. "Ada apa bu?"

"Sherina jangan risau. Ibu pasti akan membantumu memulihkan ingatanmu kembali."

"Tidak apa-apa ibu. Aku pasti mengingat semuanya secara perlahan-lahan."

"Ibu sayang padamu," ibu mengusap lembut rambutku. "Mari kita temui Mia, sepertinya mereka sedang bersantai."

Aku melirik ke arah dimana ibu lihat. Tepat di pondok kecil depan rumah. Aku melihat Mia sedang asik bermain krayon dan kertas ditemani langsung oleh orang yang paling di percaya, ibunya. Sedangkan paman Alan sibuk dengan leptopnya. Keluarga kecil itu sedang bersantai menikmati udara yang hangat. Aku dan ibu menghampiri mereka.

"Mia gambar apa?" sapaku pada gadis kecil kuncit dua ini.

"Kakak lihat ini aku gambar kelinci," Mia menunjukan Lukisannya yang hampir selesai. Gambaranya cukup bagus untuk gambaran seusianya.

"Wah... Bagus. Mia mrmang hebat," pujiku.

"Ada apa kak?" tanya bibi Emely pada ibuku yang mengambil tempat duduk di sebelahnya.

"Tidak ada hanya menemani Rin jalan-jalan kecil."

Aku meladeni gadis ceria yang satu ini. Mia sangat mahir bermainkan warna-warna cerah. Hasilnya cukup memuaskan. Lukisan akhirnya selesai. Dua ekor kelinci putih dan hitam sedang asik menikmati rumput di padang penuh bunga. Mia sangat senang dapat menyelesaikan lukisannya. Ia memperlihatkannya pada semua orang yang ada disini termasuk ayahnya. Aku sedikit bingung dengan kalimat yang Mia ucapkan pada ayahnya.

"Ayah tolang hidupkan," pintak anak manis itu pada ayahnya manja.

"Hidupkan?" kata itu terdengar sangat aneh ditelingaku.

"Baiklah sayang," paman Alan meletakkan leptopnya di atas meja dan mengambil lukisan putrinya tersebut. Paman Alan mulai menirukan gaya seorang penyihir yang ada di film-film atau mala mirip pesulap. "Dengan kekuatan yang di percayakan padaku. Aku minta pada leluhurku untuk menghidupkan kelinci di lukisan ini. Σηκωθίτε (Sikotheite)"

Aku mengirah paman Alan hanya bercanda untuk menghibur putrinya. Tapi tanpa diduga setelah paman menjentikan jarinya. Kelinci pada lukisan itu benar-benar hidup. Melompat keluar dari kertas, menari-nari kesana kemari seperti holongram. Kelinci itu melayang di udara melompat mengitariku. Nampak dari raut wajah Mia sangat gembira, tertawa sambil mengejar kelinci-kelinci itu yang melompat ke halaman. Aku mengikuti Mia. Ini sangat menakjubkan. Aku masih tidak percaya dengan apa yang aku lihat.

"Wah.... Luar biasa. Tapi, bagaimana bisa?" tanyaku pada Paman yang berjalan mendekat ke arah kami.

"Ups. Hampir lupa. Pamanmu yang tampan ini adalah seorang penyihir yang sangat berbakat," kata paman Alan dengan gaya aneh.

"Kenapa aku mala tidak bisa mempercayainya," kataku datar.

"Ayoklah keponakanku. Apa kau tidak mempercayai paman mu ini?" paman Alan merangkul bahuku dan mencubit pipiku.

"Tidak," jawabku tampa mengubah espresi. "Paman aku ini perempuan," aku sedikit meronta mencoba melepaskan rangkulan pamanku.

"Perempuan apanya. Paman saja tidak perna melihatmu pakai make up," paman Alan melepaskan rangkulannya. "Lihat ini," paman Alan merentangkan telapak tangannya di hadapanku tak lama muncul bola salju di telapak tangan paman hal itu membuatku melongok. "χιονόπτωση (Chionoptosi)"

Perlahan-lahan bola salju itu mengecil dan menghilang. Tapi menghilangnya bola dalju itu dibarangi dengan turunya salju di seketar kami. Aku kembali takjub dibuatnya. Ini sungguh luar biasa. Hawa yang tadinya panas kini menjadi dingin. Salju semakin tebal memenuhi rerumputan.

"Aku masih tidak mengerti apa yang terjadi. Tapi aku menyukainya."

"Sekarang kau percaya kalau pamanmu ini adalah penyihir yang hebat.....," dan paman mulai lagi dengan sombongnya.

Tapi belum selesai paman berbicara tiba-tiba satu bola salju mendarat di wajahnya. Ia melirik tajam padaku. Aku langsung menunjuk ke si pelaku, Mia yang ada disamping ku. Ia hanya memalingkan muka dan menyembunyikan kedua tangan kebelakan tubuhnya. Paman pun membalas dengan melempar bola salju ke sembarang arah sampai-sampai lemparannya mengenai istinya sendiri. Tidak tinggal diam bibi Emely ikut bergabung dalam perang salju bulan agustus ini. Ibu juga ikut bergabung karna aku tidak sengaja mengenainya juga. Hihihi..... Maaf.

.

.

.

.

.

ξκύαε

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!