Renata Andrean, seorang gadis muda berusia 25 tahun. Berparas cantik dengan bentuk tubuh sempurna yang selalu menjadi pusat perhatian lawan jenisnya, daya tariknya selalu menjadi pesona bagi setiap orang yang melihatnya. Tidak hanya kaum Adam saja, tapi kaum Hawa pun turut mengagumi karya tangan Tuhan yang terukir indah dalam diri gadis manis itu.
"Ren, nanti siang sekitar jam dua tolong gantikan aku ya. Ada meeting dengan calon klien, nanti lokasinya aku share via whatsapp."
Tanpa menanyakan lebih detail, Renata mengangguk menyanggupi permintaan Airin atasannya di kantor. Kebetulan hari ini jadwalnya tidak terlalu padat, jadi Renata tak ragu menerima tugas itu.
Pekerjaannya di sebuah perusahaan Wedding Organizer menuntutnya untuk memiliki waktu yang fleksibel, dunia kerjanya memang menyediakan jasa untuk mengurusi pernikahan pasangan yang ingin momen terindah dalam hidupnya dikemas dalam sebuah perayaan yang tak terlupakan.
Empat tahun berkutat dengan segala macam hal yang berbau dengan sebuah momen yang dinamakan pernikahan, membuat Renata nyaris hapal setiap seluk beluknya. Bukan makanan baru baginya untuk menciptakan kesempurnaan dalam sebuah event spesial yang sengaja kliennya percayakan pada perusahaan tempatnya bekerja ini.
Semua hal ditangani dengan baik secara detail, dimulai dengan meeting awal untuk mendeteksi keinginan klien secara spesifik. Suatu event merupakan satu proyek besar yang harus dikerjakan tanpa cela sedikitpun, hanya yang terbaik yang dipersembahkan untuk sepasang kekasih yang mengikrarkan janji setianya di hari spesial mereka.
Meskipun Renata belum pernah menikah, tapi pengalamannya berkutat di bidang wedding organizer telah membuatnya mahir mengatur sebuah pernikahan yang membuat kliennya puas dengan momen yang tercipta pada saat mereka menikah.
Sebuah notifikasi pesan whatsapp masuk ke ponselnya, Renata sedikit melirik ponsel yang terletak di meja kerjanya tersebut. Pesan itu berisikan lokasi pertemuan dengan calon klien seperti yang dititahkan oleh Airin, atasan sekaligus sahabat terbaiknya.
Dia bergegas menyiapkan beberapa dokumen yang diperlukan untuk kepentingan meeting tersebut, dengan beberapa pilihan katalog venue dan vendor yang dibutuhkan untuk mendukung acara penting calon kliennya itu. Beberapa pilihan tema pernikahan juga dipersiapkan agar bisa disesuaikan dengan pilihan calon pengantin. Jadi perusahaan wedding organizer tempatnya bekerja tidak hanya menawarkan pengaturan acara saja, tapi juga termasuk dekorasi yang diperlukan.
Setelah segala sesuatunya siap, Renata memasukkan semua yang telah dipersiapkannya ke dalam satu tas kerja miliknya. Tidak ketinggalan sebuah laptop milik pribadi yang beberapa tahun terakhir ini mendukung performa kerjanya. Jam di lengannya sudah menunjukkan pukul 12 siang, dia harus berangkat sekarang karena lokasi pertemuannya lumayan jauh jarak tempuhnya, di salah satu venue yang paling sering dijadikan tempat pemberkatan dan resepsi pernikahan.
"Data calon kliennya sudah aku kirimkan via email ya, Ren. Ini klien kakap, jangan sampai lolos. Mereka berani bayar mahal asalkan sesuai dengan kualitas," ujar Airin yang tiba-tiba sudah berdiri di depan ruangan kerjanya.
"Siap, ibu bos."
Setelah memberikan tanda oke dengan menautkan ibu jari dan telunjuknya membentuk sebuha lingkaran kecil, Renata segera pergi menuju lokasi pertemuannya.
***
Jam sudah menunjukkan pukul satu lebih tiga puluh menit ketika Renata tiba di lokasi, dia diantar oleh supir perusahaan tempatnya bekerja yang memang sudah hapal di luar kepala setiap jalan-jalan yang ada di wilayah Bali ini.
Sebuah villa cantik dengan beach view merupakan pilihan yang sangat baik untuk sebuah venue yang akan mendukung acara sakral bertajuk sebuah pernikahan, tampak sempurna untuk momen sekali seumur hidup
Setelah menemui manajer villa yang memang sudah kenal baik dengan Renata, dia diantar menuju ruang tamu yang tepat menghadap ke pantai pemandangannya
"Tunggu sebentar ya, bu. Saya akan infokan kepada calon klien bahwa anda sudah datang," ujar Wayan, manajer yang memegang villa tersebut.
"Baik, pak Wayan. Saya akan menunggu di sini," balas Renata sopan pada manajer yang merupakan putra asli Bali.
Sambil menunggu calon kliennya, Renata mempersiapkan semua berkas yang dibutuhkannya agar bisa lebih efisien ketika meeting berlangsung. Sudah berlalu sepuluh menit dan dari ujung selatan villa di mana tertata rapih kamar-kamar tempat tamu menginap, nampak seorang gadis muda berambut panjang dengan kulit putih bersinar yang sedang berjalan menuju tempatnya duduk menunggu.
Gadis itu mungkin usianya tak jauh berbeda dari Renata, namapk cantik dengan balutan dress pantai berwarna kuning cerah yang menunjukkan kesempurnaan lekuk tubuhnya. Renata berdecak kesal, dia lupa membuka email yang berisikan data calon kliennya yang tadi dikirimkan oleh Airin. Tidak ada waktu lagi untuk mengecek email ketika gadis itu sudah berdiri di hadapannya dan mengulurkan tangan padanya, spontan Renata berdiri dan membalas uluran tangan gadis cantik itu.
"Pingkan," ucap gadis itu lembut memperkenalkan namanya.
"Saya Renata, perwakilan ibu Airin karena beliau tidak bisa datang untuk saat ini."
"Tidak masalah, Airin sudah mengkonfirmasikannya padaku. Kami bersahabat sudah cukup lama, itulah sebabnya aku memilih WO miliknya untuk acaraku ini. Dan atas referensinya juga, Airin mengatakan kau sangat handal dalam bidang ini. Tak perlu canggung, kau boleh menyebut namaku tanpa embel-embel di depnanya ya, karena aku yakin kita seumuran."
Renata tersenyum sambil mendengarkan suara Pingkan yang terdengarvlembut dan akrab, gadis ini terbilang ramah dan cukup supel. Dia mampu mencairkan suasana yang ada.
"Baiklah, Pingkan. Semoga kita bisa bekerja sama," Renata mempersilahkan Pingkan duduk di sofa besar berwarna putih tepat di hadapannya.
"Tunggu sebentar ya, calon suamiku segera menyusul. Tadi dia sedang mandi, Suhu Bali sangat panas, membuatnya berulang kali mengguyur tubuhnya supaya segar," Pingkan mengucapkannya sambil terkekeh geli.
"Iya santai saja, aku juga tak terburu-buru. Oh iya, asli darimana?" Tanya Renata.
"Aku asli dari Manado, calon suamiku asli Jakarta. Kau sendiri berasal dari mana? Tidak mungkin asli dari sini kan?"
Renata mengangguk membenarkan dugaan Pingkan. "Aku berasal dari Jakarta."
"Wah, kebetulan sekali daerah asalmu sama dengan calon suamiku," seru Pingkan antusias. "Nah itu dia datang."
Dengan refleks mereka berdiri bersamaan, Renata membalikkan tubuhnya ke arah yang ditunjuk oleh Pingkan, di mana calon suaminya sedang berjalan ke arah mereka. Tertegun memandang seorang pria bertubuh atletis dengan wajah tampan bersih terawat, kulitnya yang putih menjadi nilai tambah untuk pria itu.
Masih terpaku di tempatnya berdiri ketika Renata melihat Pingkan menghampiri calon suaminya dan memeluknya dengan mesra, pemandangan yang manis untuk sepasang insan yang akan segera menyatukan cintanya dalam sebuah ikatan pernikahan.
"Sayang, kau lama sekali. Kasihan Renata terlalu lama menunggu," Pingkan bergelayut manja pada prianya.
Ketika mata Renata melihat dengan jelas wajah pria calon kliennya itu, seketika wajahnya menjadi pucat. Keringat dingin mulai membasahi pelipis dan telapak tangannya. Mimpi buruk itu datang kembali.
***
From author :
Hai good people, jumpa lagi di kisah baruku ya. Semoga bisa membuat kalian senang dan penasaran dalam waktu bersamaan untuk membacanya. Untuk saat ini satu chapter dulu ya, sambil aku teruskan juga novelku yang masih ongoing (BUKAN CINTA BIASA).
Sambil menunggu apdetan selanjutnya, boleh jg kunjungi novelku yang sudah tamat ya (HARD TO SAY GOODBYE), pokoke happy reading ya, semoga kalian suka.
Jangan lupa juga follow IG ku ( @lannytan2020 ) untuk tahu apdetan-apdetan terkini dariku.
Thx all, luv u as always,
Lanny Tan
Tujuh tahun yang lalu
Nathan meremas sebuah kartu undangan pernikahan yang baru saja diterimanya, tidak perlu membaca secara detail isi dari undangan tersebut sudah cukup membuatnya meradang. Chelsea Andrean, wanita yang belum lama mengakhiri statusnya sebagai tunangannya akan menikah dengan Timothy Gunawan, sahabat baiknya sendiri.
Dikhianati oleh tunangan dan seorang sahabat itu sangat menyakitkan, Nathan merasa dikuliti hidup-hidup. Harga dirinya terasa dicabik seperti daging yang dilepas dari tulangnya. Tidak sampai sebatas mengkhianati saja, mereka terang-terangan meresmikan hubungan itu ke jenjang yang lebih serius. Mereka akan segera menikah, mengikat janji suci di hadapan Tuhan, di mana seharusnya dialah mempelai prianya.
Satu bulan sebelum Nathan menerima undangan tersebut, semua masih terlihat baik-baik saja. Dia mengingat benar momen di mana sebuah rencana candle light dinner romantis sengaja dipersiapkan untuk memberi kejutan pada hari ulang tahun Chelsea saat itu, dia ingin memberikan kesan yang tak akan terlupakan bagi kekasih hatinya itu.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, Chelsea begitu antusias menyambut undangan makan malam spesial dari Nathan. Dia sengaja memilih gaun terbaik dengan riasan simpel namun terlihat elegan, penampilannya malam itu lebih cantik dari biasanya. Makan malam berlangsung romantis, Nathan memberikan hadiah berupa seuntai kalung emas dengan liontin berbentuk dolphin. Chelsea sangat berterima kasih dengan hadiah istimewa itu, dia memang sangat menyukai karakter dolphin sejak masih kanak-kanak.
"Happy birthday, Chels. I love you so much," ujar Nathan kala itu setelah memakaikan kalung pemberiannya di leher jenjang Chelsea.
"Thank you, Nathan. Kau selalu baik padaku, aku sungguh tak dapat membalas semua kebaikanmu. Maafkan aku."
Nathan sempat dibuat bingung dengan kalimat yang diucapkan oleh Chelsea, saat itu dia sungguh tak mengerti apa maksudnya, dan untuk apa meminta maaf.
"Meminta maaf untuk apa, sayang?" Tanya Nathan semakin bingung ketika air mata mengalir di pipi mulus tunangannya itu.
"Aku ingin hubungan kita berakhir sampai di sini, Nathan. Kita tidak bisa melanjutkannya lagi."
Bak suara petir yang menggelegar di tengah cerahnya langit, Nathan syok mendengar ucapan Chelsea. Rasanya dia yang ingin memberi kejutan pada Chelsea di hari ulang tahunnya, namun justru yang terjadi malah sebaliknya, dia yang dibuta terkejut.
"Aku tidak mengerti maksud dari ucapanmu," Nathan menarik napas dalam-dalam.
"Aku mengkhianatimu, Nathan. Aku bermain curang di belakangmu, aku memiliki kekasih yang lain."
Chelsea mengucapkan kata demi kata dengan tegas dan lugas disela tangisnya, telinga Nathan tidak kurang tajam untuk mendengar pernyataan yang sangat menyakitkan hatinya itu dengan sangat jelas.
"Kau bercanda kan, Chels? Ada apa sebenarnya? Kau adalah tunanganku, tahun depan kita akan menikah. Kau tidak mungkin melakukan itu."
Dengan keras Nathan menolak setiap perkataan yang keluar dari mulut tunangannya, dia masih berpikir ini hanyalah gurauan Chelsea saja yang sengaja ingin mengerjainya. Ya, gadisnya berpura-pura selingkuh. Itulah yang sesungguhnya terjadi, ini tidak lebih hanya sebuah prank konyol yang dilakukan oleh calon istrinya. Tapi air mata itu seperti sungguhan.
"Sekali lagi aku minta maaf, Nathan. Aku tidak bisa terus menerus berbohong dan mencurangimu, tapi inilah yang sesungguhnya, ini faktanya. Aku mencintai laki-laki lain, maafkan aku."
Menatap Chelsea yang sedang melepaskan cincin pertunangan yang tersemat di jari kirinya, Nathan sadar ini bukan prank, ini nyata dan sungguh terjadi. Chelsea juga membuka kalung yang baru saja terpasang di lehernya, dan Nathan diam terpaku di tempatnya. Matanya nanar menatap kalung dan cincin yang teronggok di meja.
"Kau pantas bahagia, Nathan. Meski bukan aku yang mendampingimu," Chelsea tak kuasa membalas tatapan tajam Nathan, tunangan yang telah dia sakiti dengan pengkhianatannya.
"Siapa?" Tanya Nathan dengan suara beratnya karena menahan emosi.
Dia hanya mendapati gelengan kepala dari Chelsea, padahal dia ingin mendengar sebuah nama. Nama seseorang yng telah beraninya merebut tunangannya, dia akan membuat perhitungan pastinya.
"Katakan siapa dia yang telah berani menggodamu? Akan kuhabisi dia," Nathan mencengkram tangan Chelsea sementara sang empunya terus menggeleng.
Belum saatnya Chelsea mengungkap identitas laki-laki yang telah membuatnya berpaling dari tunangannya, dia hanya ingin mengakhiri hubungan yang sudah tak sehat ini karena Nathan adalah pihak yang paling dirugikan olehnya. Dia mengkhianati Nathan, itu sudah jelas. Semua adalah murni kesalahannya karena tak setia pada tunangannya itu, jadi rasanya tak perlu dia melibatkan laki-laki yang telah membuatnya mendua.
"Aku yang sepenuhnya bersalah dalam hal ini, aku yang menduakanmu dan tak bisa setia pada cintamu. Aku hanya ingin mengakhiri semua ini, aku tak ingin terus melukaimu."
Cekalan tangan Nathan mengeras, dan Chelsea meringis menahan sakit karenanya.
"Apapun alasanmu, aku harus tetap mengetahui siapa laki-laki itu. Aku akan benarhbenar menghajarnya sampai tak bersisa," suara Nathan mulai meninggi.
Untung saja lokasi tempat mereka dinner sangatlah private, jadi tidak mungkin ada orang lain yang mendengar perdebatan mereka.
"Akulah orangnya, Nathan. Akulah yang membuatnya berpaling darimu," sebuah suara bariton yang tak asing terdengar oleh Nathan.
"No, Timothy. Biar aku yang menyelesaikannya, kenapa kau menyusulku kemari?" Chelsea berkata serak.
Cekalan tangan Nathan mengendur, kejutan apalagi ini? Sahabat baiknya adalah laki-laki yang dimaksud oleh Chelsea? Yang telah membuatnya berpaling dan tak setia? Lelucon macam apa ini? Senyum sinis terukir tipis di bibir Nathan.
"Apa-apaan ini? Kalian berdua sedang memainkan peran apa? Sungguh lelucon yang kalian mainkan tidak lucu," suara Nathan mulai bergetar karena amarah yang siap meledak.
"Inilah faktanya, Nathan. Aku dan Chelsea memiliki hubungan di belakangmu, kami mencurangimu. Kami saling mencintai, maafkan aku."
Tanpa basa-basi Nathan melayangkan bogem mentahnya ke wajah tampan Timothy, sahabat baiknya yang juga perebut kekasihnya. Dia terus melayangkan pukulannya tanpa memberi Timothy kesempatan untuk membalas sedikitpun, sementara suara teriakan Chelsea tak cukup untuk menghentikannya.
Timothy babak belur, wajah tampannya lebam dan darah menetes dari hidung dan bibirnya yang pecah akibah pukulan dari Nathan. Akhirnya dua orang security yang entah sejak kapan ada di sana berhasil meringkus Nathan setelah melerainya dari Timothy yang sudah terkapar menahan sakit.
Masih berusaha meronta dari cekalan kedua security itu, Nathan membuang ludahnya kasar ketika menyaksikan gadis pujaan hatinya menangisi laki-laki lain yang sedang terkapar tak berdaya. Napas Nathan tersengal, dia cukup puas melampiaskan emosinya dan berhasil merusak wajah serta meremukkan tubuh Timothy.
Tapi ada yang aneh, tadi sekalipun Timothy tidak membalas setiap pukulan yang dilayangkan padanya. Dia seperti mengijinkan hal itu terjadi, entah karena rasa bersalah, ataukah hanya akting belaka supaya Chelsea menaruh simpati padanya? Nathan tidka ingin memikirkan itu, yang jelas saat itu Chelsea semakin membencinya sepertinya.
***
From author :
Makin penasaran kan? Cuzz ketik favorit supaya dapet notif untuk next chapter. Selamat mbaca ya, semoga suka.
Thx all, luv u...
Lanny Tan
Renata menatap jam tangan di lengan kirinya, sudah pukul sembilan malam dan Timothy calon suami kakaknya belum juga menampakkan batang hidungnya sedikitpun, padahal dia berjanji akan menjemputnya. Rintik gerimis mulai membasahi bumi, Renata berteduh di lobi hotel bagian depan yang terlindungi kanopi agar tidak kebasahan, dia sengaja menunggu di sana agar Timothy mudah menemukannya.
Hari ini Renata menghadiri acara perpisahan sekolahnya, menjelang usianya yang hampir 18 tahun, dia berhasil lulus dari jenjang pendidikan sekolah menengah atas. Dan malam ini adalah puncak acara perpisahan yang digelar sekolahnya di sebuah hotel bintang lima, dia datang sendiri ke acara ini karena kedua orang tuanya sedang sibuk menjelang pernikahan kakak kandungnya yang akan digelar dua hari lagi. Tapi Timothy sudah berjanji akan menyempatkan diri untuk menjemput adik kesayangannya itu.
"Ren, aku antar saja. Mungkin kak Timo terjebak macet, lagipula mulai hujan lho. Kaukabari saja calon kakak iparmu itu," tawar Sheren sahabat baiknya.
"Iya, sudah malam lho. Bahaya sendirian, sebentar lagi hujannya deras pula. Ayo ikut saja," ibunya Sheren yang ramah juga turut menawarkan.
Renata menggeleng sopan. "Terima kasih tante, tapi kak Timo sebentar lagi juga tiba ini sudah di jalan katanya. Biar saya menunggu saja."
Renata terpaksa berbohong, sesungguhnya Timothy belum bisa dihubungi sama sekali, ponselnya tidak aktif. Mungkin sinyal sedikit terganggu karena hujan mulai deras. Dia bisa saja ikut dengan mobil orang tua Sheren, tapi jalan menuju rumah mereka tidak searah. Renata tidak ingin merepotkan orang tua sahabatnya itu, jadi dia menolaknya dengan halus.
"Baiklah, kami duluan ya Renata. Salam untuk ayah dan ibumu, sampai jumpa di acara pernikahan Chelsea dan Timothy dua hari lagi. Kami akan datang," pamit ayahnya Sheren.
"Baik om, tante. Sampai jumpa lagi, Sheren. Hati-hati ya," Renata melambaikan tangannya.
"Kau juga hati-hati, chat aku jika kau sudah di rumah ya," Sheren membalas melambaikan tangannya dari dalam mobil.
Sepi kembali menyapa ketika Sheren sudah tak terlihat, hanya gemericik air hujan yang kian terdengar deras. Renata kembali menghubungi Timothy, Chelsea kakaknya, dan orang tuanya secara bergantian, tapi lagi-lagi nomor mereka tidak aktif. Renata menghela napas, apakah sebaiknya dia memesan taksi online saja? Malam semakin larut, dan Renata tidak terbiasa berada di luar rumah di waktu selarut ini sendirian.
Suara klakson menyentak Renata yang sedang fokus membuka aplikasi taksi online, dia sedikit terkejut dan mengarahkan tatapannya pada sebuah mobil yang tiba-tiba sudah berhenti di depannya. Sepertinya dia pernah melihat mobil ini, terlihat familiar.
"Ren, ayo masuk," ajak seseorang yang membuka kaca mobilnya dan memanggilnya dengan akrab.
"Ya ampun, kak Nathan. Pantas saja aku seperti mengenali mobil ini, mengagetkan saja. Tidak apa, kak. Aku sedang menunggu kak Timo, kakak sedang apa di sini?"
"Naiklah, Chelsea yang memintaku menjemputmu. Dia sedang ada keperluan mendadak katanya, tidak bisa menjemputmu. Lagipula dia sedang sibuk mengurus pernikahannya yang tinggal dua hari lagi itu."
Renata bimbang sejenak, dia tidak mendapatkan pesan apapun dari Timothy. Apakah dia harus ikut dengan Nathan? Tapi bukankah Nathan sahabat baik Timothy? Rasanya wajar saja jika laki-laki itu memang dimintai tolong oleh Timothy untuk menjemput calon adik iparnya. Mengenyahkan rasa tak nyaman yang sempat mampir, Renata akhirnya memilih naik ke mobil Nathan. Bukankah lebih aman diantar oleh orang yang sudah dikenalnya dengan baik, daripada dia harus memesan taksi online yang tidak jarang sering ada berita negatif mengenai keamanan penumpangnya.
Akhirnya Renata duduk di samping Nathan, dia tersenyum polos. Sebenarnya Renata sedang menormalkan detak jantungnya yang tak terkontrol, setiap kali begitu setiap berada dekat dengan mantan kekasih kakaknya itu. Ya, sudah sejak lama Renata memiliki rasa terpendam pada Nathan, laki-laki pertama yang mampu menyentuh hatinya yang masih polos itu.
Tapi Renata hanya mampu memendam rasa cintanya untuk Nathan di dalam hati saja, dua tahun berlalu dan dia hanya mencintai dalam diam. Terlebih karena saat itu Nathan sudah memiliki tunangan yang akan segera dinikahinya, Nathan sudah bertunangan dengan Chelsea yang notabene adalah kakak kandungnya sendiri.
Entah bagaimana caranya dan apa cerita yang ada dibaliknya, kini Chelsea yang adalah tunangan Nathan sebelumnya, justru akan resmi menikah dengan Timothy dua hari lagi. Dan mungkin fakta yang lebih menyakitkan terutama buat Nathan, tunangannya berpaling dan meninggalkannya untuk menikah dengan sahabat baiknya sendiri.
Apakah kisah cinta orang dewasa harus serumit itu? Mengapa tidak bisa sesederhana caranya mencintai Nathan? Renata tak ingin memikirkannya, dia tidak terlalu berani untuk ikut campur ke dalamnya
Diliriknya laki-laki tampan di sampingnya yang selalu menggetarkan hatinya itu, wajahnya tampak kuyu. Renata paham apa yang sedang dirasakan oleh Nathan, kecewa dan patah hati tentunya. Tapi sehebat itukah dia hingga masih bisa bersikap biasa saja pada adik mantan tunangannya yang telah mengkhianatinya? Sekali lagi pikiran Renata tak sampai kesana, apalagi dia merasa itu bukan ranahnya.
"Kakak tadi pasti ditelepon kak Timo ya untuk menjemputku? Apakah itu tidak merepotkan?" Tanya Renata memecah keheningan.
Nathan menggeleng sambil matanya tetap fokus ke jalan. "Kau ini seperti orang asing saja."
Ketika Nathan membuka suaranya, bau minuman keras yang menyengat menguar dari mulutnya, membuat Renata mau tidak mau memiringkan tubuhnya menghadap Nathan.
"Kakak habis minum ya?" Tanya Renata dengan nada tak suka.
Tak ada jawaban, Renata masih menatap Nathan dengan bingung. Ketika matanya melihat jalanan di samping Nathan, Renata tersadar bahwa ini bukan jalan menuju rumahnya.
"Kak, ini bukan jalan menuju rumahku. Kita mau kemana?" Perasaan Renata mulai tak enak.
Seringai jahat terlihat di wajah tampan Nathan, laki-laki itu menatapnya tajam. Matanya merah, dan fix laki-laki itu setengah mabuk sepertinya.
"Aku mau pulang kak, tolong antarkan aku ke rumah. Ini sudah larut dan orang tuaku pasti kuatir," bersamaan dengan itu ponsel Renata berdering.
Dengan cepat Renata mengambil ponsel dari dalam tasnya, dan nama Timothy tertera di layar ponselnya, sedang melakukan panggilan telepon padanya. Sejenak dia menatap Nathan yang masih fokus menyetir walau dalam keadaan setengah mabuk.
Ketika Renata hendak menyambut panggilan dari Timothy, Nathan merebut ponselnya secara tiba-tiba, menonaktifkannya kemudian menyimpannya dalam saku celananya.
"Kak, berikan padaku ponselnya," Renata mulai panik.
Nathan mengabaikannya, dia memasuki parkiran sebuah gedung apartemen mewah dan memarkirkan mobilnya di sana. Setelah itu dia keluar dari mobil dan menarik Renata secara paksa untuk keluar dari mobil.
"Lepas, aku mau pulang. Kakakku pasti mencariku," Renata berusaha bertahan dan menolak Nathan yang menyeretnya tanpa perasaan.
Nathan tak kunjung melepasnya, dia menarik gadis belia yang polos itu ke tempat yang agak sepi dan menggunakan lift khusus untuk naik ke atas tanpa memancing kecurigaan orang-orang di sekitarnya. Kebetulan sekali malam ini suasana nampak lengang, mungkin orang-orang sibuk bergelung di balik selimutnya terbuai dalam mimpi indah yang diiringi hujan.
Di dalam lift Renata terus meronta menolak Nathan yang menatapnya dengan seringai jahat, habislah dia malam ini pikirnya.
***
From author :
Segini dulu ya guys, kepoin next chapter yang bakalan lebih seru lagi. Semoga kalian suka y...
Thx all, luv u as always...
Lanny Tan
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!