NovelToon NovelToon

MARLA

Bertemu Tak Terduga

BIMA

Tidak terfikir akan jatuh cinta, di tepi danau yang berpasir putih itu. Bertemu di acara muda mudi gereja dengan dia ada di sana. Gadis semampai dengan rambut ikal terurai. Saat aku melihat dia, aku hanya ingin mengenalnya,tak lebih dari itu. Namun ketika kita saling bercerita aku mulai menyukainya.

Kita bercerita tentang banyak hal, bertukar tanya tentang banyak hal, berbagi kisah tentang beberapa hal. Aku lalu menyadari, bahwa aku sudah jatuh cinta padanya. Pada pribadinya yang ramah, sopan dan menghargai. Jiwaku seperti menemukan gadis yang tepat di waktu yang tepat. Mungkin ini yang disebut cinta pandangan pertama. Entahlah.

Waktu itu niatku hanya ingin istirahat sejenak karena lelah mengikuti beberapa kegiatan yang diadakan di acara itu. Aku melayangkan pandangan ke arah tenda dan melangkah kesana, tapi niatku tadi batal saat melihat gadis itu duduk di sana.

Dia duduk menekuk lutut lalu berkutat dengan ponselnya, sambil sesekali melambai ke arah orang di tengah acara. Aku mengikuti arah lambaian itu dengan pandanganku dan aku menemukan sosok Lina di sana. "Oh...,berarti dia teman Lina. "Tebakku dalam benak.

Lalu aku duduk di bawah pohon rindang yang dekat dengan tenda. Dari sana aku bisa mengamatinya dengan leluasa. Sapuan angin menyingkap rambut ikal di sisi kanan wajahnya. Membuat aku bisa melihat dengan jelas wajah nan ayu itu.

Lalu aku tau, ternyata aku tidak mengenalnya. Sepertinya dia orang baru. Rasa penasaran menggerakan langkahku mendekat ke arahnya. Dia belum menyadari aku berada di sana.

"Seru ya acaranya." Kataku menarik perhatian.

Dia menoleh dan menjawab. "Iya..., seru."

Melihat dia memberi respon, aku lalu duduk di samping kanan nya.

"Sering ikut acara begini ?" Tanyaku menggali informasi.

"Oh enggak bang, ini baru pertama kalinya aku ikut. " Jawaban itu menjawab penasaranku. Dipangil dengan sebutan bang, aku senang sekali. Aku merasa dihargai dengan sebutan itu.

"Ohhhhhh..., pantas saja aku kok kayak ga kenal. Soalnya muda mudi di sini aku kenal semua." Jelasku padanya.

Dia hanya tersenyum merespon kalimatku barusan.

"Oh iya, kenalkan aku Bima...." kataku menyodorkan tangan perkenalan ke arahnya.

"Marla bang." sambutnya cepat membalas salamku.

"Sendiri saja ?" Tanyaku membuka cerita.

Dia mengangguk cepat dan tersenyum ramah. Meletakkan ponsel di atas pangkuan nya. Seolah memberi ijin untuk aku temani cerita.

"Kok ga ikut acara ?" Tanyaku sambil membenarkan posisi dudukku.

"Habis jaga malam bang, masih capek. Tadinya mau baringan di tenda, cuman ga nyaman aja, karena tendanya terbuka begini. Jadi duduk duduk ajalah bang, sekalian jaga tas dan barang barang yang diletak di tenda." Jelasnya panjang.

"Oh gitu..., kerja dimana ?" tanyaku.

"Dinas di rumah sakit bang?" Jawab Marla menghargai.

"Perawat atau dokter ?"

"Perawat bang?"

"Wah..., aku salut dengan pekerja medis. Apalagi perawat, pekerjaan yang tidak mudah."

"Ahhh, biasa aja bang." Jawabnya masih dengan senyum sopan.

Pembicaraan kami berlanjut panjang. Dia bercerita lika liku pekerjaan nya. Cerita bagaimana dia menghadapi pasiennya. Cerita tentang keluarganya. Tentang bagaimana dia sampai ada dan bekerja di kota ini. Tentang pengharapan dan impian impiannya.

Cara dia bercerita sangat menarik, dan aku senang mendengarnya. Dia tidak mendominasi pembicaraan, tapi juga menggali kisahku dan membuat aku mudah menceritakan diriku, dan semua hal tentangku. Dia menjadikan suasana bercerita ini menjadi hidup dan menyenangkan. Baru kali ini aku bertemu gadis seperti dia, yang nyambung ngobrol sampai panjang.

Mendengar suaranya, bahasanya dan ceritanya aku jadi ingin lebih mengenalnya. Rasanya nyaman bercerita dengan nya, tatapan nya ramah, sikapnya yang sopan dan rendah hati membuatku merasa nyaman bercerita.

Namun waktu seakan cepat berlari, acara outdoor itupun selesai, saatnya kami berpisah. Di akhir pertemuan, kami hanya 'say good bye'. Tidak teringat bertukar nomor telepon sama sekali.

Setiba di rumah kontrakan aku bergegas mandi, sudah sangat gerah rasanya seharian di udara panas. Setelahnya aku lalu masuk ke kamar dan

mengutak atik ponselku, sambil mengusap rambutku yang basah sehabis mandi dengan handuk.

Aku lalu tersadar, kalau tadi lupa bertukar nomor dengan gadis itu.

"Aduhhh..., kok bisa lupa sih aku !" Sesalku menepuk jidat sendiri.

"Minta sama siapa ya nomornya ?"Tanyaku dalam hati.

Aku menggeleng dan berdecak kesal tak ada ide akan tanya sama siapa nomor ponsel gadis itu.

"Ahhhhhh...." Aku melepaskan nafas kesalku sambil berbaring di tempat tidur, lalu memandangi langit langit kamarku. Terlengkung senyum tipis di wajahku kala mengingat gadis itu. Gadis bernama Marla sedang menyita konsentrasiku saat ini.

"Marla...." Sebutku mengulang nama itu, seolah olah aku takut lupa. Gadis sederhana yang menarik. Tidak terlalu cantik, tapi manis dan enak di pandang. Aku suka suaranya, tutur bahasanya yang sopan dan rendah hati. Ketika gadis itu memanggilku 'bang', aku seperti tersanjung.

"Semoga lain waktu bisa bertemu kamu lagi Marla." gumamku sambil memejamkan mata. Mencoba mengingat kembali sosok gadis itu. Membiarkan fikiranku diisi memori tentang dia, senyumannya dan kenangan pertemuan tadi. Membayangkan akan bertemu Marla lagi di lain waktu, dengan suaranya yang memanggilku 'bang'. Sekali lagi aku tersenyum bahagia, membawa ingatan wajah gadis itu menghantarkanku sampai terlelap.

______________

MARLA

Setiba di kamar kost, aku berbenah sebentar lalu pergi mandi. Melihat kasur tipis si lantai kost itu, aku tergoda untuk segera rebahan.

Sebentar fikiranku teringat Bima, pria yang aku temui di acara muda mudi gereja tadi siang.

Bagaimana rasa kagumnya dengan pekerja medis sepertiku, karena dulu dia sering sakit. Besar sebagai anak yatim piatu di usia belia dan terlahir menjadi anak paling kecil dari 3 bersaudara, memaksanya harus mandiri.

Karena sering diremehkan dan disepelekan, Bima mengakui bahwa itu membuatnya tidak percaya diri bergaul dengan orang lain. Termasuk berkenalan denganku tadi. Aku tersenyum haru mengingatnya. Terselip empati dalam hatiku tentang hidupnya.

Cerita hidup Bima memberiku kekuatan baru, bagaimana hidup di perantauan , apa yang kualami ini, belum seberapa dibandingkan apa yang Bima sudah lewati.

Bagiku itu seperti penggalan cerita penyemangat hidup. Untuk bertahan di kota besar ini seorang diri. Jauh dari keluarga dan orangtua, aku harus mandiri dan menjaga diriku sendiri. Mencukupkan diri dengan apa yang ada. Mencari peruntungan dengan caraku sendiri. Berkenalan dengan Bima memberiku pelajaran hidup yang sangat berarti.

Kuhentikan lamunanku sampai disitu, berhubung besok aku harus masuk pagi di tempat pasien rawat rumah. Sekarang juga aku membujuk mataku untuk terlelap. Tapi sepertinya tidak mudah menjemput kantuk.

Lalu kuraih ponselku dan memutar kompilasi lagu lagu rohani kesukaan. Lagu sendu yang menenangkan hati. Berharap lagu lagu itu bisa menghantarkanku ke alam mimpi.

Dan harapan itu sepertinya terkabul. Perlahan namun pasti akupun mulai terlena. Entah di putaran lagu keberapa aku sudah melayang tak sadarkan diri. Terlelap dengan sisa sisa lelah yang ingin kupulihkan dengan tidurku. Dan aku berharap bisa menyambut pagi besok dengan kekuatan yang baru.

Misi Bertemu Marla 1

BIMA

Aku berkutat dengan nomor nomor di ponselku. Bertanya ke beberapa orang yang mungkin kenal dengan Marla. Tapi ternyata tidak ada yang kenal Marla, hanya sekedar tau tapi tidak kenal, bahkan tidak menyimpan nomornya.

"Hahhhhh..., ck " kecewa sekali rasanya. Tak habis fikir, kok bisa tak ada yg tau nomor Marla. Masa iya tak ada yang kenal, pikirku.

Sampai akhirnya aku mendial nomor seseorang.

"Hai Sam..., sibuk dirimu ?" tanyaku basa basi.

"Lumayan..., kenapa coy?" suara Samuel di seberang.

"Ada tau no Marla ?" tanyaku cepat.

"Marla ??" Sam berhenti bicara sejenak mungkin dia sedang coba mengingat. "Marla yang perawat maksudmu ?" lanjutnya kemudian.

"Iya, iya betul..., ada simpan nomornya?" sambarku senang tak terkira.

"Oh..., kalo itu tanya Lina coba, setahuku itu temannya Lina."

Aku menepuk jidatku . "Oh iya, kok bisa ga ingat sih. "Gerutuku dalam hati. Kan kemarin dia pulang dengan Lina.

"Oh iyaaaa..., ok Sam thanks ya bro."

"Ok. Ada simpan no Lina kan ?"

"Ada ada bro. Thanks ya Sam. "

Segera kuhubungi nomor Lina.

"Hallo...?"

"Hai Lin..., Bima ini ."

"Oh..., Bima...." Lina melirik nomor barusan di ponselnya. Nomor baru sepertinya. "Ganti nomor lagi kamu Bim ?"

"Ha ha ha..., iya. Tapi ini ga akan ganti lagi kok. Yang kemarin sempat bermasalah nomorku. "

"Ohhh, gitu. Ok, aku save yg ini berarti ya. Nomor lama ga pake lagi ?"

"Enggak engak. Sekarang udah pake yang ini."

"Ada apa telepon bos ? Tumben banget ."

"Ha ha..., iya nih..., apa kabar dirimu Lin ." Jawabku kikuk. Memang iya juga sih, ga pernah telepon. Sekalinya telepon karena ada perlu aja.

"Baik baik. "

"Ini Lin, aku mau tanya no Marla, ada simpan nomornya ?" sambungku cepat.

"Oh..., Marla..., ada. Bentar ya. Mau kamu catat atau aku kirim nih ?"

"Bacakan aja Lin, biar aku catat." Jawabku bersemangat, lalu mengambil pena dan kertas mencatat nomor yang Lina sebutkan.

"Ok ,thanks ya Lin." Setelah berbasa basi sebentar aku menutup panggilan. Senang rasanya, akhirnya aku bisa dapat nomor ponselnya.

Aku mengetik nomor Marla di ponselku,menyimpan nomornya dan menghubunginya segera.

Akhirnya dapat juga nomornya, gumamku girang dalam hati.

Kucoba mengatur nafas sambil menunggu panggilan dijawab.

"Halo...?" Marla menjawab dengan hati hati.

"Hai..., Marla...?"

"Iya benar..., ini siapa ya ?"

"Ini Bima. Yang ketemu di acara muda mudi kemarin. Ingat saya ga ?"

"Ohhhhh,iya iya Bang Bima. Ingatlah bang. Baru ketemu kemarin. Ha ha ha." jawab Marla ceria.

"Syukurlah..., he... he... he.... Kirain udah dilupakan."Kataku bercanda.

"Enggaklah bang, ingatlah pasti. Ada apa bang ?" Tanya Marla.

"Oh..., iya..., ini La..., besok sore kita mau hangout sama anak anak. Marla bisa ikut ?" Dalam hati aku sangat berharap.

"Besok ya ? Jam berapa bang ?"

"Sore sekitar jam 6. Bisa kan La ?" Kejarku memastikan.

"Oh ok, bisa bisa bang, jam 6 sore bisa. Dimana bang? Biar aku yang datang ke sana."

"Kami jemput aja besok ke tempat kamu." Aku menawarkan diri, sekalian aku mau tau dia tinggal di mana.

"Oh gitu..., boleh bang, jemput ke kost aja. Thanks ya bang." Marla menyambut baik usulanku.

"Siippp..., besok jam 6 sore ya. Kirim aja alamatnya." Sambungku senang.

Setelah pembicaraan selesai Marla mengirimkan alamatnya. Sepertinya bukan alamat yang sulit ditemukan, pikirku.

___________

MARLA

Setiba di kamar kost aku langsung masuk ke kamar mandi menyegarkan diri. Mendinginkan diri dari udara panas sepanjang perjalan pulang dinas tadi.

"Ahhh..., enaknya...." Badanku berbaring lega di atas kasur. Setelah mandi rasanya memang lebih nyaman. Kupijit betisku bergantian, meletakkannya di atas travelbag kosong agar posisinya lebih tinggi. Lumayan mengurangi rasa pegal di kakiku.

Kulirik jam di pergelanganku, masih ada 1,5 jam lagi sebelum jam 6. Lumayan bisa tidur sebentar pikirku. Kuambil ponsel memutar alarm 1 jam kedepan, agar tak tidur kebablasan.

Menggeliat badanku sejenak, bersiap untuk terlelap.

Alarm ponselku berbunyi tepat di samping kepalaku. Menyadarkan aku dari tidurku yang lelap. Dengan malas aku duduk ,mata masih terpejam seolah berat melawan kantuk. Aku memilih terjaga dengan segera, mengingat harus bersiap untuk pergi jam 6 sebentar lagi. Untungnya besok dapat libur dinas, sedikit menghibur rasanya.

Ponselku berbunyi nyaring, dengan ringtone penggalan lagu kesukaanku. Tertulis Bang Bima memanggil.

"Halo...." jawabku segera.

"Halo La..., kami sudah mau jalan ini. Nanti alamat kamu patokannya apa ya ?"

"Oh iya bang, nanti..., bla..., bla..., bla...." Aku menjelaskan sedetil mungkin, mengarahkan mereka menemukan alamatku.

Setelah telepon terputus aku semakin mempercepat prosesku beberes kamar dan beberes diri.

___________

BIMA

Entah kenapa hatiku senang tak terkira. Seperti mendapatkan hadiah yang berharga. Tak sabar ingin segera bertemu Marla. Kulaju sepeda motorku bersama Join dan Lexi beriringan.

"Jemput Marla aja kan Bim ?" Lexi memastikan.

"Iya." kataku

"Kenapa harus di jemput sih Bim ? Ga bisa dia datang sendiri aja ? " Join bertanya penasaran.

"Bisa..., aku yang tawarin mau jemput. Ga apa apalah, searah juga kok tempatnya." Jawabku diplomatis.

"Ngerti ajalah Jo..., target masa depan si Bima ini." Lexi menggodaku. "Iya kan Bim ? Yang satu ini mau di seriusin kan ?" Lexi menggodaku sambil tertawa senang.

Aku hanya tersipu tak menjawab. Tiba tiba jantungku berdegup lebih keras. Tadinya tak terfikir begitu. Tapi Lexi seperti memperjelas arahku mendekati Marla.

"Ohhhhhh..., bilanglah dari tadi." Join ikutan menggodaku. "Kalo gitu, aku kan bisa ngerti. Asal jelas ajalah nanti. " Mereka berdua tertawa senang menggodaku.

Setibanya kami, terlihat Marla sudah menunggu. Sepertinya sudah bersiap dari tadi. Aku serahkan helm untuk dia kenakan. Dia naik di boncenganku dan kami berangkat ke lokasi kumpul.

Sepanjang jalan kami bercerita ringan. Kadang kami tertawa bersama di sela sela cerita cerita lucu.

Tiba di tempat kami kumpul kumpul, aku kenalkan Marla ke mereka. Marla segera menyesuaikan diri, berbaur dengan cerita beberapa orang yang ada di sana. Semua pada kaget waktu tau kami kenalnya di acara muda mudi waktu itu. Karena mereka tidak tau kalau Marla hadir di sana juga.

Sejak kami tiba di kumpul kumpul sampai akhirnya kami antarkan Marla pulang, teman teman tak berhenti menggoda dan meledekku. Ada perasaan malu diledek begitu. Tapi tak mengurangi rasa senangku karena ada Marla di sana.

Marla sangat bijaksana menanggapi ledekan anak anak, membuat aku tak terlalu disudutkan. Bahasanya yang diplomatis dan sikapnya yang dewasa membuat aku merasa di bela.

"Makasih ya bang sudah jemput dan antar aku." Kata Marla menghargai begitu kami tiba di depan kostnya

"Ah biasa aja itu La. Masak udah diajak ga diantar pulang." Joint menjawab. Matanya sambil mengerling menggoda ke arahku. Aku hanya geleng2 saja merespon kalimat itu.

"Abang juga makasih, dirimu mau kita ajak."

"Ciieeee..., abang ya...." Lexi cepat menyambar kalimatku. Aku langsung garuk kepala di goda begitu. Kikuk dan serba salah jadinya.

Marla hanya tertawa kecil saja menanggapi ledekan itu.

Setelahnya kami berpamitan pulang. Dengan beriringan menuju pulang Join dan Lexi masih lanjut meledekku. Sampai akhirnya kami berpisah di persimpangan rumah masing masing.

Sesampainya di rumah kontrakan, aku berberes diri, lalu masuk kamar. Sambil rebahan di tempat tidur, aku chat Marla, sekedar mau bilang kalau aku sudah sampai di rumah.

"Aku udah sampai rumah ini. Thanks ya untuk hari ini." Pesan ku kirim.

Tak lama pesan di balas.

"Ok bang. Thanks juga hari ini sudah diajak. Pake diantar jemput lagi. " Balasnya dengan emoji senyum.

"Lain kali kita boleh ajak lagi ga ?" pesan kukirim.

"Dengan senang hati bang, asal ga lagi dinas aja." Pesan dibalas.

Senang sekali membaca pesannya. Beberapa saat kami saling chat. Sampai akhirnya

'say good night'.

Aku tersenyum bahagia mendekap ponselku. Memandang langit langit kamarku dengan perasaan berbunga bunga.

Misi Bertemu Marla 2

BIMA

Terhitung 2 minggu tak bertemu Marla lagi, setelah pertemuan terakhir kami. Meski setiap hari selalu chat dengannya dan beberapa kali bicara lewat telepon tak bisa memuaskan rasa rindu dalam hati ini.

Aku lalu berfikir mencari cara, bagaimana bisa bertemu dia lagi. Baru teringat acara valentine bersama malam minggu ini. Group muda mudi daerah selatan ada acara 'dating' massal . Karena aku bukan anggota komunitas area sana, maka harus minta ijin dengan penanggungjawabnya.

Ku hubungi nomor seseorang yang cukup kukenal. Pemimpin group yang mau ku tuju.

"Halo Sam...,"Sapaku segera setelah telepon tersambung.

"Oi...,halo bro...,"jawab Samuel akrab.

"Sabtu malam acara 'dating' kalian jadi bro ?"

"Oh.., jadi dong. Udah booking tempat kami. Ada banyak yang ikut. Kenapa boss, mau gabung ?"

"Iya.., masih bisa kira kira ?"

"Bisa aja. Tinggal bayar ke panitia nanti."

"Oh, Ok, ok..., aman itu. Aku pastikan couple-ku dulu ya. Segera aku kabari. "

Singkat cerita Marla OK dan rencana tersusun dengan rapi. Tinggal menunggu hari H. Tak sabar rasanya hari cepat berganti.

"Sabar Bima, hanya tinggal 2 hari lagi." Kucoba menenangkan hati yang bergemuruh penuh rindu.

Hari itu pun tiba, kupersiapkan segala sesuatunya, termasuk sekotak coklat untuk Marla nanti. Aku bersiap lebih sore, mematut diriku di depan cermin, memastikan penampilanku sudah yang terbaik.

Seperti sebelumnya, Join dan Lexi menemaniku menjemput Marla. Sepeda motor kami beriringan di jalan menuju tempat Marla.

Gadis yang kurindukan itu terlihat sudah menunggu menyambut kami tiba. Marla terlihat berbeda dengan gaya casual namun menarik. Sepertinya dia juga berdandan untuk malam ini. Dia terlihat cantik.

"Langsung jalan ?" Tanya Marla memastikan.

"Yuk....." Kataku sambil memberikan helm.

Darahku berdesir hangat saat dia menaiki boncengan di belakang kemudiku. Spesial sekali rasanya membawa wanita cantik di boncengan. Dan lebih spesial lagi karena wanita cantik itu adalah Marla.

Setiba di lokasi, aku dan Marla mengambil duduk sebelah dalam. Tempat itu sebenarnya cafe yang sederhana, namun karena ditata cukup menarik sehingga terlihat seperti restoran berkelas. Mungkin panitia acara ini ikut andil menyulap dekorasi menjadi manis. Komunitas muda mudi kami sering buat acara seperti ini, agar dalam komunitas bisa kenal satu dengan yang lain lebih personal.

Aku dan Marla, dapat tempat duduk sedikit ke ujung. Agak jauh dari spiker yg memandu acara. Cukup tenang untuk ngobrol berdua. Di samping meja kami ada Lexi dan couple-nya juga.

"Baru kali ini aku ikut acara seperti ini." Marla terlihat antusias.

"Oh ya ? Belum pernah ikut sebelumnya ?" Dia menggeleng. "Nanti kalo ada acara seperti ini lagi, mau aku ajak ?"

"Mau dong..., dengan senang hati." Dia mengangguk mantap. "Biasanya orang orang pergi berdua dua aja, meski bukan pacaran. Kalo rame rame begini jadi seru, dan lebih nyaman."

"Iya benar, lebih aman juga. Yang berpacaran juga ada beberapa yang gabung di sini." Aku sambil menunjuk beberapa couple yang memang sedang berpacaran.

Sepanjang acara, kami lebih banyak bercerita, tidak fokus lagi pada acara. Rasa ingin mengenal lebih personal membuat kamu lupa sedang dalam acara bersama yang lain. Aku lalu sampai pada satu kesimpulan, bahwa Marla adalah gadis yang cocok untukku. Berbincang dengan Marla terasa apa adanya. Membuatku tenang, nyaman, sekaligus menggetarkan.

Di tengah cerita, aku sampaikan rasa terimakasihku padanya. Marla sudah menjadi pendengar yang baik buatku. Rasanya seperti ada beban yang lepas dari diriku, rasanya aku telah menemukan orang yang bisa mengerti aku.

"Ini buat kamu." Kuberikan sekotak coklat yang tadi telah kusiapkan.

"Hah...? Ini apa ?" Dia mengernyitkan keningnya bingung. "Pake dikasi hadiah segala ?" Marla melihatku tak mengerti.

"Kalau acara seperti ini biasanya kami siapkan hadiah buat couple dating ."

"Oh gitu...? Aduh..., sory..., aku ga ada siapkan apa-apa buat abang. Gimana dong ?"

"Ga apa-apa, ga apa-apa. Kan aku yang ajak, jadi aku dong yang kasi."

"Gitu ya..., so sweet sekali. Terimakasih bang." Marla mengambil sekotak coklat itu dengan wajah bahagia. Aku bisa melihat wajah bahagianya dengan jelas. Dia melihatku terharu dan sangat berterimakasih.

"Aku ga pernah dapat sesuatu seperti ini sebelumnya. Rasanya spesial sekali. Terimakasih ya bang " Marla melihatku lagi, masih dengan wajah bahagia penuh haru itu. Aku menatap lekat kearahnya yang menghindari pandanganku. Seperti ada kegetiran yang ingin dia sembunyikan.

"Makasih ya La, sudah mau aku ajak. Kamu..., aku...." Marla menunggu sisa kalimatku. "Aku senang bisa ajak kamu." Hampir saja aku bilang kalau dia cantik sekali malam ini.

Marla tersenyum mendekap hadiah yang kuberikan. Wajah manis itu berseri dibawah sorotan lampu. Tingkah barusan membuat jantungku berdegup kencang, sangat kencang, rasa yang tak pernah ada sebelumnya. Ingin sekali hati ini memberikan semua yang terbaik di dunia ini untuk Marla. Sehingga gambaran bahagia itu selalu bisa kutemukan di wajahnya.

Kupandangi lagi wajahnya begitu lekat, dia tertunduk mengaduk aduk minuman dalam gelas, menyembunyikan wajahnya yang merona. Aku terbawa oleh suasana syahdu, terselip cintaku yang semakin mendalam. Rasa sayangku yang ingin melindunginya , ingin membahagiakannya. Ahhhh..., kenapa tiba tiba terasa sesak, seperti ingin meledak, seperti ingin melamarnya sekarang juga. Oh Bima......, please sadarkan dirimu. Aku mengingatkan diriku sendiri.

Beberapa saat kami hanya terdiam, tenggelam dalam fikiran sendiri. Aku yang terpaku padanya, dan dia yang bersembunyi dibalik kegiatannya mengaduk aduk minuman digelasnya.

Marla lalu menormalkan suasana kami kembali dengan pertanyaan pertanyaan ringan, dengan candaan candaan sederhana, dengan topik topik menarik. Dengan cerita demi cerita. Sampai waktu bersama usai.

Sehabis acara, Marla kuantar pulang, masih ditemani Lexi dan Join yang juga membonceng couple ngobrolnya tadi di acara. Aku melihat Lexi lewat kaca spion motorku, sesekali mereka terlihat tertawa bersama. Mungkin ada hal lucu yang mereka bicarakan, pikirku. Berbeda dengan kami, aku dan Marla justru banyak diam. Memilih menikmati fikiran dan perasaan kami masing masing mungkin. Aku sendiripun tidak tau mau bicara apa, takut saja kalau perasaanku saat ini membuat aku salah bicara, jadi aku memilih diam.

"Makasih ya bang." Kata Marla terdengar sangat tulus dan menghargai. Sambil menyerahkan helm ke tanganku. Kuletakkan helm barusan di lengkungan motor sebelah depan. Kulihat lagi dia yang berdiri tak jauh dariku, rasanya berat sekali ingin pergi.

"Kamu cantik malam ini." Ucapku spontan.

Kalimat yang kemudian kusesali kenapa sampai keluar. Ingin rasanya kutarik kembali kata kata itu. Untung saja Lexi dan Joint tidak dengar, mungkin mereka sedang fokus ngobrol dengan pasangan masing masing. Kalau tidak..., pasti sudah habis aku dibuli.

"Aduh..., makasih pujiannya bang." Jawab Marla malu malu. Meski berusaha dia sembunyikan.

"Kami pulang dulu ya." kataku cepat sambil mengajak Lexi dan Joint bergerak.

"Ok, hati hati di jalan bang." Marla memandangi kami berlalu hingga tak terlihat lagi.

______________

MARLA

Jantungku berdegup kencang tak beraturan mulai dari acara tadi. Apa yang Bima lakukan tadi sungguh manis. Belum pernah aku di perlakukan se-spesial ini. Bima sukses membuat aku meleleh. Sekarang sajapun jantungku masih berdebar, hanya saja sudah mulai teratur iramanya.

Aku melangkah masuk ke kamar kostku setelah Bima dan teman temannya pergi. Menutup pintu kamarku perlahan dan bersandar sejenak di baliknya. Mengatur nafasku sambil memeluk sekotak coklat pemberian Bima tadi. Sepertinya hatiku sedang berbunga bunga. Untuk beberapa menit aku biarkan diriku menikmati romantisme itu.

"Ah.....,dia hanya teman yang berbaik hati saja Marla. Please sadar diri." tepisku sambil menggeleng gelengkan kepala. Aku seperti tersadar dan menolak suasana romantis itu. Seperti ada ketakutan yang menghantuiku. Takut kalau perasaan Bima terhadapku tak seperti yang kupikirkan. Takut kalau Bima ternyata hanya berusaha bersikap baik saja. Takut kalau perhatian ini akan membuat aku jatuh cinta dan tersakiti. Dan ketakutan ketakutan yang lain yang sulit kujelaskan.

Cepat cepat aku meletakkan kotak coklat di atas kasurku. Masuk ke kamar mandi dan menyegarkan diri. Aku harus bisa menguasai diri, pikirku lagi. Jangan sampai dipermainkan perasaan yang tidak pasti, kataku dalam hati.

Selesai mandi sepertinya otakku lebih logis berfikir, mengalahkan hatiku yang terbawa suasana. Entah kemana hilangnya perasaan berbunga bunga tadi. Kubuka kotak coklat tadi, mulai memasukkan nya satu persatu ke dalam mulutku. Sambil merenung ke masa lalu. Masa lalu yang membuatku takut menjalin hubungan asmara.

Tanpa kuminta sebuah nama muncul di memoriku. Laki laki bernama Rey. Seorang yang aku berharap banyak, tempat kugantungkan harapku, seseorang yang kuberikan cintaku sepenuhnya. Pada akhirnya menghianatiku dengan kembali ke mantannya yang dulu.

2 TAHUN LALU

"Jadi apa arti hubungan kita selama ini Rey ?" Tanyaku kala itu. "Kamu masih menjalin hubungan mesra dengan dia, sedangkan kita masih berpacaran. Kalau memang masih mencintai dia, kenapa memintaku menjadi pacarmu, kenapa tidak jujur padaku. Kamu bilang kalian sudah putus sebelum kamu mendekatiku. Tapi kenyataannya kamu masih jalan dengan dia, sembari jalan denganku. Kenapa...?" Kalimatku terputus sampai disitu.

Kenapa aku baru tau ini setalah aku jatuh cinta sepenuhnya padamu. Kalimat itu yang ingin kuucapkan, kulanjutkan hanya di dalam hatiku. Terlalu bodoh rasanya kalau aku mengakui cintaku padanya sementara dia dengan jelas meminta putus dariku. Harga diriku rasanya seperti tercabik cabik.

Sekarang jelas sudah perasaan Rey sebenarnya. Lalu selama ini perasaan apa yang dia punya untukku ? Hubungan pacaran seperti apa yang kami jalani sebenarnya ? Pertanyaan demi pertanyaan itu hanya tersimpan di dalam hatiku, tak sanggup lagi kutanyakan padanya. Aku takut kalau jawabannya akan menyakitiku lebih dalam lagi.

Tanganku mengaduk aduk makanan dihadapanku tak berselera. Aku hanya diam tak bisa berkata apa apa. Sekuat tenaga aku menahan air mataku agar tidak tumpah. Mencoba mengatur nafasku, meredakan gemuruh hebat di dalam dada.

"Berarti selama ini, aku hanya tempat pelarianmu saja ?" Tanyaku dengan suara lirih penuh amarah yang tertahan. Mengepalkan tanganku menahan sakit di hati. Berharap dia tak perlu menjawabnya.

Dia hanya diam. Namun sikap diamnya itu semakin membuatku marah dan mendidih. Tapi aku tidak bisa berbuat apa apa. Aku hanya berharap, setidaknya dia minta maaf padaku, karena telah menyakitiku dengan cara seperti ini.

"Mulai sekarang, anggap saja kita tidak pernah kenal." Tegasku penuh amarah.

Bergegas aku berdiri dan meninggalkan tempat itu. Berlari ke pinggir jalan menghentikan angkutan kota menuju pulang.

Masuk ke angkutan lalu duduk paling sudut sebelah belakang. Bersyukurnya keadaan di angkutan kota sedang sepi. Hanya ada aku dan supir. Segera kutumpahkan tangisku, aku menangis tanpa suara. Hanya air mataku mengalir deras tak terbendung lagi.

Butuh waktu lama bagiku untuk sembuh. Bila kuhitung, kejadian itu mungkin sudah 2 tahun yang lalu. Tapi ingatanku akan itu masih begitu jelas, hatikupun masih terasa sakit . Kali ini aku tidak mau tersakiti lagi, tidak mau jatuh di tempat yang sama lagi. Tak ingin itu terulang lagi. Karena rasa itu sungguh menyakitkan, begitu membekas sangat dalam.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!