NovelToon NovelToon

Dinikahi Konglomerat Sejagat

Pertemuan

Sinar matahari masuk melalui jendela kamar seorang wanita cantik. Namanya Nadin, berusia 21 tahun. Dia bangun dari tidurnya, lalu mengusap wajahnya dan tidak lupa membaca doa bangun tidur.

"Alhamdulillahiladzi ahyaanaa ba'da ma amaatanaa wa ilaihin nushur."

Dia segera berjalan keluar kamar lalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah selesai dengan aktivitasnya dia menghampiri mamak dan bapaknya.

"Mamak, nanti Nadin mau pergi berjualan lagi."

"Jangan lama-lama, karena hari ini ada temanmu yang mau ke rumah."

"Siapa Mak?"

"Masak kamu lupa, itu loh temanmu si Niken. Kemarin dia sudah ke sini tapi kamu tidak ada, mamak menyuruhnya datang hari ini saja."

"Baiklah Mak, nanti aku pulang lebih cepat."

Di sisi lain, ada sebuah gedung yang megah. Berlantaikan berlian, berdinding emas, dengan atap dari kristal. Seribu mobil dan motor yang berjajar di dalam bagasi. Bahkan rumah itu memiliki seribu kamar, seribu toilet serta kamar mandi. Di dalam rumah yang seperti istana itu, seribu pelayan tengah sibuk menyiapkan makanan untuk tuan mudanya. Majikan di rumah itu orang yang disegani oleh para pekerja, bahkan oleh seluruh masyarakat. Tuan muda itu bernama Argan, konglomerat sejagat yang mempunyai perusahaan di setiap negara. Argan berwajah tampan, dengan bentuk tubuh yang nyaris sempurna. Usianya yang menginjak 25 tahun, masih terbilang muda. Dua asisten pribadi yang bernama Dera dan Heru, berdiri tidak jauh dari tempat duduknya.

"Kalian duduklah, temani aku makan."

"Baik tuan muda." jawab Dera dan Heru bersamaan.

Dera dengan ciri khas arogannya, dingin, dan memerintah hanya dengan bahasa isyarat tubuhnya. Dia perempuan kaku yang paling segan didekati oleh para pria. Namun sebaliknya, Heru adalah laki-laki yang humoris. Dia ramah kepada siapapun, suka menolong, namun profesional saat bekerja. Tidak mau banyak bicara, takut tuan mudanya akan murka.

Kring kring!!!

"Es jagung, es jagung!" ujar wanita berhijab syar'i, sambil menaiki sepeda.

Seorang wanita paruh baya memanggilnya. "Tunggu Mbak, saya mau beli."

Nadin menghentikan laju sepedanya, tepat di depan gerbang sebuah rumah mewah. Wanita paruh baya yang memanggilnya tadi, berjalan menghampiri.

"Berapa beli es jagungnya?" tanyanya ramah.

"Beli 10 iya Mbak."

"Iya Bu." Nadin tersenyum, sambil memasukkan es ke dalam sebuah plastik.

Tiin tiin!

Saat gerbang terbuka, suara klakson mobil terdengar berkali-kali. Nadin yang berada di sana, merasa terkejut.

"Siapa dia? Menghalangi jalanku saja. Dera, cepat usir perempuan itu." titah Argan, pada asistennya.

Dera menjawab. "Baiklah tuan muda."

Argan memicingkan matanya ke arah pintu mobil, pertanda menyuruh Dera untuk cepat keluar dari mobil. Argan orang yang bersikap dingin, merasa berkuasa, tidak suka kesalahan dalam bekerja sekecil apapun itu.

Dera membuka pintu mobil dan menghampiri Nadin. "Bisakah kamu jangan berjualan di sini. Ini mengganggu mobil tuan mudaku yang mau lewat." ucapnya, dengan spontan.

"Aku hanya menumpang sebentar, karena ada pembeli yang mau beli dagangan ku."

Dera menuding dahi Nadin. "Lain kali jangan singgah di depan rumah ini, cari tempat lain saja." celetuk Dera, dengan tatapan mata yang tajam.

Nadin menghempaskan telunjuk Dera. "Lihat saja nanti, aku tidak bisa janji." Nadin membuang pandangannya dengan santai.

Dera merasa kesal dengan Nadin, lalu melangkah membuka pintu. Segera Nadin dorong sepedanya, membiarkan mobil sport berwarna merah itu lewat. Sudah pulang dari berjualan, segera menghampiri Niken yang duduk di teras bersama ibunya.

"Niken, kamu sudah lama menungguku?" tanya Nadin.

"Tidak Nadin, santai saja. Aku ke sini hanya mau berbicara penting sama kamu."

Nadin duduk. "Tentang hal apa itu?"

"Aku ingin mengajakmu bekerja di hotel Bintang Delapan."

"Oh, hotel yang terkenal itu."

"Iya, kita hanya ditugaskan untuk bersih-bersih."

"Tapi ...."

Kalimatnya menggantung tatkala Niken memotongnya. Memang seperti itu watak sahabatnya, suka spontan kalau bicara.

"Tidak perlu tapi-tapian, kamu harus mau."

"Hehehe, maksa ini ceritanya." Bercanda.

"Biarin, aku memang harus memaksa sahabatku biar tidak jualan es jagung terus. Hidup perlu perubahan!" Menempeleng kepala Nadin.

"Niken, ih jahilnya kambuh." jawab Nadin, dengan diiringi tawa kecil.

Sore hari pukul 17.00

"Aku merasa nyaman berjualan es jagung. Aku akan tetap menjualnya besok, sebelum pergi dengan Niken." Nadin menopang dagu, dengan tangannya.

"Anak Mamak yang cantik, ngapain melamun?" Menyodorkan piring yang berisi tumpukkan tempe goreng.

"Aku memikirkan ajakan Niken Mak. Apa keputusan yang aku ambil ini sudah tepat?"

"Kamu memutuskan apa sekarang?"

"Aku ikut saja. Semoga ini keputusan yang terbaik."

"Aamiin. Sekarang kamu makan dulu tempe gorengnya. Masih hangat ini, enak untuk dimakan."

"Iya Mak." Nadin menyunggingkan senyuman dari bibir manisnya.

Setelah selesai dengan aktivitasnya di dapur, Nadin masuk ke dalam kamarnya.

"Niken mau mengajak aku kerja di mana iya?" Nadin bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

Tiba-tiba saja dia teringat dengan asisten pribadi tuan muda konglomerat sejagat itu. Merasa heran, kenapa dia semarah itu untuk hal yang sepele.

”Berapa dia dibayar, kenapa harus sampai menuding dahi ku dengan telunjuknya.” batin Nadin.

Sementara Argan yang sedang berada di kamar pribadinya, juga terpikir oleh Nadin.

”Siapa gadis itu? Berani-beraninya dia singgah di depan gerbang rumah istana ini. Kalau sampai aku menemukan kembali, aku tidak akan membiarkannya lepas. Aku akan menendang sepedanya, tidak peduli jika bannya harus bocor.” Argan menatap dingin ke sembarang arah.

Tok! Tok! Tok!

Terdengar suara ketukan pintu, pada kamar Argan. Argan memicingkan matanya ke arah pintu. "Masuk!" ucapnya, dengan setengah berteriak.

Heru masuk ke dalam kamar, dia mengantarkan makanan untuk Argan. "Tuan muda, ini aku bawakan makanan." ucapnya.

Argan melirik sebuah nakas cantik di samping ranjang tidur. Heru mengerti maksudnya, dia segera meletakkan makanan tanpa banyak bertanya. "Tuan muda, ada satu pelayan rumah istana ini yang mengundurkan diri. Aku akan mencari pelayan baru lagi." ucapnya.

Argan mengangguk, pertanda dia menyetujui. Tetap saja tidak berbicara banyak, kecuali tentang pekerjaan.

"Tuan muda, aku permisi keluar dulu." Heru berpamitan.

Argan menunjuk pintu arah keluar. Heru segera melangkahkan kaki, membuka pintu kamar lalu menutupnya kembali.

"Sepertinya tuan muda sangat kehilangan mamanya. Dia juga ditinggalkan oleh kekasihnya, lihatlah dia seperti tidak ada semangat untuk hidup." monolog Heru.

Dia merasa kasian dengan Argan. Sudah lama dia mengabdi sebagai asisten pribadinya itu. Kembali ke ruangan kerja, inilah yang dituju sekarang. Seperti biasa menyelesaikan berkas-berkas.

"Dera, kamu sedang apa?" tanya Heru.

"Membuat laporan perusahaan Rentala Group." jawabnya datar.

"Apa ingin aku bantu?" tanya Heru.

"Terlalu banyak basa-basi akan membuatmu mendapatkan masalah." jawab Dera, dengan menatap tajam.

"Aku tidak basa-basi, bila bukan hal penting." jawab Heru.

Dijebak Teman

Kring Kring Kring!!!

"Es jagung, es jagung!" teriak Nadin dengan lembut.

"Mbak stop, kami mau beli es jagungnya." Ibu-ibu berumur sekitar tiga puluhan, mendekat bersama teman yang lainnya.

”Kenapa setiap ada yang menyinggahi harus di depan gerbang rumah ini. Tapi tuan rumahnya tidak keluar juga, berhenti sejenak saja mungkin tidak apa-apa.” batin Nadin.

"Mbak, esnya 40 iya." ujarnya.

"Iya Ibu." Nadin memasukkan es-es jagungnya ke dalam plastik.

Tiin Tiin!!!

Bunyi klakson mobil sport berwarna merah keluar ketika gerbang dibukakan oleh pengawal. Argan merasa kesal melihat perempuan itu lagi pikirnya. Dia keluar dengan ekspresi wajah yang ingin menelan mangsanya.

Bruk!!!

Sepeda Nadin terjatuh karena ditendang oleh Argan. Sepasang mata itu kini bertemu karena berhadapan, lalu Nadin segera menundukkan pandangannya.

"Anda bisa mengamuk pada benda mati yang tidak bersalah, sungguh mengerikan." Nadin berbicara tanpa menoleh.

"Kamu sengaja iya, ingin mencari masalah denganku? Minta maaf cepat!" Memberi titah seenaknya.

"Untuk apa minta maaf denganmu." Nadin santai.

"Belum tahu kamu siapa aku!" Tunjuk-tunjuk, dengan emosi.

Nadin menoleh ke arah Argan. "Apa perlu aku tahu?"

"Sabar tuan!" Heru menghalangi Argan, yang sudah menggebu-gebu.

Nadin wanita yang baik, namun dia juga bisa tegas untuk lawan bicaranya yang tidak bisa menyesuaikan keadaan. Contohnya saja, dengan hal yang baru Argan lakukan.

”Cih, berani sekali dia mempermalukan aku di depan ibu-ibu komplek. Awas kamu, akan aku cari tahu kehidupanmu.” batin Argan.

"Dera!" Panggil Argan dengan suara beratnya.

"Iya tuan."

"Bereskan perempuan pencari masalah ini."

Dera mengangguk, segera dia menyeret Nadin ke tempat yang sedikit jauh. Dia memberontak dan berusaha melepaskan cengkraman kuat itu.

"Lepaskan aku!"

Dera menghempaskan lengan Nadin dengan kasar. Sepasang bola matanya melotot ke arah Nadin.

Dera menjentikkan telunjuknya pada kening Nadin "Aku peringatkan kamu sekali lagi, jangan mengganggu tuan muda. Bila kamu melakukannya lagi, aku tidak akan segan-segan untuk menghancurkan keluargamu hari ini juga." Ancam Dera.

"Aku tidak pernah mengganggu. Namun, diganggu duluan membuatku tidak tahan ingin melawan." Menjawab sesingkat-singkatnya, namun membuat kesal asisten Dera.

Pukul 17.00 pergi bersama Niken.

"Kenapa, menemui atasan begitu sore iya Niken?" tanya Nadin.

"Memang sore. Ka...karena pagi-pagi atau siang dia sibuk." jawabnya gelagapan.

”Kenapa Niken menjawab dengan gelagapan seperti itu iya? Apa ada yang sedang dia sembunyikan.” batin Nadin.

Tak berselang lama, motor yang dikendarai oleh Niken sampai disebuah hotel besar.

"Ayo kita masuk!" Niken melepas helem yang dikenakannya.

Nadin juga melepaskan helem yang dikenakannya. Dia mengikuti langkah Niken yang sudah berjalan terlebih dulu. Niken menghampiri kamar hotel 307, dengan santainya memencet bel.

Pintu terbuka, seorang pria tersenyum "Halo, ini Niken iya?"

Niken tersenyum "Iya benar."

"Silahkan masuk." jawab pria tua itu ramah.

"Maaf tuan, apa tidak bisa berbicara di luar saja." Nadin merasa was was, takut menjadi fitnah. Memangnya apa yang akan dibicarakan sehingga harus di dalam kamar pikirnya.

"Maaf tidak bisa, ini adalah tugas penting yang rahasia."

Niken menyenggol tangan Nadin "Kamu jangan membuat malulah Nadin, ayo cepat masuk. Lagipula 'kan ada aku juga, kamu tidak berdua dengannya." bisik Niken.

"Iya Pak, tidak apa-apa. Kami akan masuk ke dalam." Niken menoleh ke arah pria tua itu.

Niken memegang tangan Nadin, mereka masuk bersama sampai ambang pintu. Tiba-tiba saja tanpa aba-aba, Niken mendorong Nadin hingga tersungkur ke lantai. Dia segera berlari keluar, dan pria tua itu tersenyum penuh kemenangan. Pintu dikunci, dia menghampiri Nadin dengan menatap wajahnya.

"Imut sekali kamu, kita akan bersama di dalam kamar ini sampai besok pagi."

Nadin berusaha menenangkan dirinya, sadar dia telah dijebak oleh sahabat sendiri. Terasa sakit hatinya, bagai teriris-iris tidak terkira. Dengan cara cerdik, dia berusaha berani menghadapi pria di depannya. Yang terpenting dia bisa keluar, dan meminta bantuan.

Nadin mengangguk, dia menghampiri ranjang tidur. Mencari-cari alat apa yang bisa membantunya membasmi hidung belang itu.

"Ayolah pijat aku terlebih dahulu. Kamu sudah aku beli 200 juta." Pria itu hendak menyentuh Nadin.

Nadin mengambil semprotan obat merek Baygon di atas meja nakas. Menyemprotkannya ke wajah pria itu, hingga dia terbatuk-batuk. Nadin berlari menghampiri pintu, memegang gagang pintu, tapi tetap tidak bisa terbuka.

"Hahaha, kuncinya ada di aku sayang. Kamu ingin menipuku, tapi kurang pintar."

”Kuncinya di dalam kantong celananya, bagaimana aku bisa mengambilnya bila dia tidak pingsan.” Nadin berusaha mencari-cari ide baru.

Pria asing itu mendekat dengan wajah garangnya. Dia ingin memberikan pelajaran kepada Nadin. Tanpa pikir panjang Nadin segera mengambil lampu di atas meja, dan memukulnya pada pria itu. Dia mengambil kunci pada kantung pria itu, lari terbirit-birit meraih gagang pintu.

"Tolong! tolong!" teriak Nadin.

Pria tadi masih bisa mengejar dengan luka di kepalanya. Pegawai hotel penuh keheranan, melihat Nadin yang berlari-lari.

"Kamu berhenti di sana, atau aku buat orangtuamu masuk penjara." Mengancam dengan berteriak.

Seketika Nadin berhenti. "Apa yang harus aku lakukan, aku tidak mau kembali ke kamar itu. Lebih baik aku menikah muda, daripada harus meladeni pria hidung belang itu." Bergumam.

Nadin segera melanjutkan langkahnya walaupun tidak beraturan, kepalanya menoleh ke belakang dan ke depan.

Bruk!!!

Nadin menabrak seorang pria berjas hitam. Tanpa pikir panjang dia mengucapkan sesuatu, tidak menoleh lagi wajahnya.

"Tolong aku tuan, aku mohon. Ada orang jahat yang mengejar ku, dia memaksaku untuk masuk ke dalam kamar hotel." Nadin terlihat ketakutan.

Pria yang tak lain adalah Argan, dia tersenyum samar saat Nadin menunduk. "Baiklah, aku akan menolongmu dengan satu syarat."

Nadin mendongak, memberanikan diri untuk melihat siapa orang yang ada dihadapannya. "Tu...tuan." Berucap gelagapan.

”Bisa-bisanya aku memohon pertolongan padanya.” batin Nadin.

"Sampai jumpa kembali pencari masalah." Argan menyeringai.

Sementara Dera dan Heru diam saja di samping tuan mudanya. Heru dengan sigap meraih sebuah tangan yang hendak menyentuh pundak Nadin. Ternyata dia adalah pria yang mengejarnya dari tadi.

"Lepaskan aku, kalian jangan ikut campur urusanku. Dia sudah aku beli dengan harga 200 juta." Berbicara dengan intonasi tinggi.

Heru terus menahan tubuh pria itu. "Hei, siapa yang menyuruhmu bicara nada tinggi, dengan tuan muda kami." teriak Heru.

"Memangnya tuan muda kalian siapa?"

"Apa kamu tidak tahu, dia adalah pemilik hotel ini. Dia adalah Argan Sebastian."

Seketika matanya melotot, langsung menunduk memberi hormat. "Maafkan aku tuan, aku tidak tahu." Mengatupkan tangannya.

"Heru kamu urus dia, berikan uang 200 juta padanya. Dan kamu Dera, bawa perempuan ini ke ruangan pribadiku." titah Argan.

"Baik tuan."

”Siapa perempuan ini sebenarnya? Atau dia kekasih tuan Argan.” batin Nadin.

Tiba-tiba saja Dera berbicara, setelah sebelumnya menjadikan Nadin bagai kacang tak disentuh. Dia sibuk bermain ponsel, menerima pesan masuk yang ternyata dari Argan.

"Tuan muda bilang, bahwa kamu harus menikah dengannya lusa." ujar Dera.

"Hah, secepat itu?" Nadin bingung.

"Lebih baik kamu menurut saja. Jangan banyak bicara, karena itu akan menambah masalah."

"Dera, kenapa dia tidak mengatakannya langsung padaku."

"Dia tidak suka basa-basi." Masih tidak memberi senyum.

Nadin mengangguk berbicara dalam batin. ”Tapi dia bisa basa-basi denganmu, bahkan berkirim pesan. Atau jangan-jangan, dia ini kekasihmu.”

"Apa aku boleh pulang?"

"Tidak bisa, minta KTP aslimu terlebih dahulu!"

Nadin membuka resleting tas, dan mengeluarkan KTP miliknya. Malas untuk ribet dengan segala hal, bisa keluar dari dalam kamar hotel saja dia sudah bersyukur.

Meminta Izin

Sudah sampai di rumah mengucapkan salam. "Assalamualaikum." ucap Nadin.

"Waalaikumus'salam." jawab emaknya Nadin.

"Kamu kenapa terlihat lesu Nadin? Ada apa sayang?"

"Ada yang mau aku bicarakan pada Emak." Nadin langsung memeluknya.

"Ayo masuk dulu, kita bicarakan bersama. Kamu tenang iya sayang." Hana mengelus kepalanya, yang berbalut hijab.

Bapak Nadin bingung melihat putrinya, yang datang-datang menangis. "Nadin, kamu kenapa Nak? Mana Niken, kenapa pulang sendiri." tanya Komar.

"Emak, Bapak, ternyata Niken menjebakku. Dia menjual aku, kepada pria hidung belang."

"Astaghfirullahaladzim, kenapa dia tega melakukan ini padamu." Hana hampir tidak percaya.

Sebagai orangtua, Komar sudah naik pitam mendengarnya. Komar mengepalkan kedua tangannya "Apa pria itu sudah menodai kamu?"

"Belum Bapak, aku tadi berhasil kabur darinya. Aku memukul kepalanya, dengan lampu yang ada di kamar itu. Sebelumnya aku menyemprotkan Baygon pada wajahnya." Nadin sebenarnya tidak ingin menceritakan semuanya, tapi tidak mungkin pernikahannya dengan Argan dirahasiakan.

"Alhamdulillah, kamu selamat sayang. Emak mengkhawatirkan kamu Nadin."

"Iya Mak, maafkan aku yang tidak sempat mengabari tadi. Pria itu mengancam akan memasukkan Emak dan Bapak ke penjara karena aku telah melukainya. Dia juga meminta ganti rugi, atas uang 200 juta yang telah dikeluarkannya."

Komar langsung berdiri "Kurang ajar si Niken, berani-beraninya dia mendzalimi anakku."

"Bapak tolong tenang, jangan langsung kebakaran jenggot." ujar Hana.

Nadin berusaha menenangkan Komar. "Bapak yang sabar iya, anggap saja ini ujian untukku. Aku memang berhasil lepas dari jebakan itu, tapi aku harus menikahi pria muda yang telah menolongku."

"Siapa? Kenapa tidak datang ke rumah?" tanya Komar.

”Aku tidak mungkin menceritakan sikapnya yang angkuh itu.” batin Nadin.

"Nadin, kalau kamu terpaksa, jangan melakukan pernikahan ini." Hana mengira Nadin terpaksa.

"Emak, aku sudah mengiyakan tawarannya. Aku terdesak, karena dikejar pria hidung belang itu. Aku tidak mungkin ingkar janji, aku harap Emak dan Bapak mengizinkan ku."

"Baiklah, bila itu keputusanmu. Tapi Bapak ingin bertanya satu hal."

"Apa itu Bapak?" tanya Nadin penasaran.

"Apa dia baik?"

Nadin hanya mengangguk.

Sementara di sisi lain, ada percakapan tersendiri. Argan makan kue kering, dengan perlahan-lahan.

"Apa dia menyetujui untuk menikah denganku?" tanya Argan.

"Iya tuan, dia menyetujui. Ini KTP miliknya, sengaja aku pinta agar dia tidak kabur." jawab Dera.

Dia meletakkan KTP Nadin di atas meja kerja Argan, setelah sebelumnya diperlihatkan.

"Oh Nadin namanya." Tersenyum samar.

”Ini pasti sangat menyenangkan, dia polos dan imut. Apalagi kalau pakai payung, pasti tambah lucu. Dia 'kan pendek, mirip jamur.” Argan berbicara dalam batin, tanpa terasa dia senyum-senyum sendiri.

Heru bergidik ngeri dan menyenggol Dera. "Kenapa tuan muda Argan seperti itu, apa dia kesambet roh di hotel?" bisik Heru.

"Kamu jangan sembarangan bicara, kamu mau tuan muda mendengarnya?"

"Payah bicara sama kamu, bagaikan bicara sama kucing tersedak saat lagi hamil." ledek Heru.

"Tuan!" Dera memanggilnya sampai tiga kali.

Heru langsung berhenti cekikikan tidak jelas, ketika Argan sadar dari lamunannya.

"I.. iya." jawabnya bingung.

"Tuan kenapa?"

"Aku tidak apa-apa, silakan kalian beristirahatlah."

"Baik tuan." Dera segera membalikkan badan, diikuti oleh Heru.

Di luar ruangan ada Fendi dan Andi sedang tertawa-tawa bersama. Mereka adalah kepala pelayan dan kepala pengawal.

"Eh botak!" seru Fendi.

"Apa kriwil!" jawab Andi.

"Ngapain kita berdiri di depan kamar tuan muda ketawa-tawa lagi." ujar Fendi.

"Kelupaan, gara-gara kamu cerita tentang janda kembang desa, yang dekat dengan mamang sate." jawab Andi.

Dera keluar dari ruangan bersama Heru. Tatapan menyeramkan dari Dera membuat kedua orang yang sibuk itu diam. "Tuan muda ingin istirahat, jangan berisik di sini."

"Iya asisten siaga." jawab mereka secara bersamaan.

Heru dan Dera melangkahkan kakinya pergi meninggalkan mereka, yang menatap Dera hingga menghilang dibalik tembok pembatas.

"Seram banget tuh wajah asisten, apa pas mengandung ibunya mengidam pergi ke kuburan?" celetuk Fendi.

Andi menempeleng kepalanya. "Jangan sembarangan loh, walaupun seperti itu dia bisa siaga tidak seperti kamu."

"Iya iya, mereka memang selalu siap antar jaga." Fendi melengos pergi.

"Mau ke mana kamu, main pergi-pergi saja."

"Mau ke toilet, memangnya kamu mau ikut?" Fendi cekikikan.

"Pergi sana sendiri kriwil pesing."

Di sebuah kosan, yang lumayan besar. Seorang perempuan selalu nyengir sepanjang hari, karena berhasil menjalankan rencana awal.

"Hore, aku berhasil mendapatkan uang dua ratus juta ini. Aku kaya raya!" Niken melompat kegirangan, menghamburkan uang-uang nya di atas udara.

Mbek! Mbek! Mbek!

Bunyi nada dering ponsel Niken. Dia segera menggeser menu berwarna hijau.

"Halo!" ucapnya.

"Hei kamu sudah menipuku. Temanmu itu berhasil kabur, dan aku ingin kamu mengganti uangku."

"Itu urusanmu, bukan urusanku." Niken langsung mematikan sambungan telepon, tanpa pamitan.

Sementara orang di seberang sana mengeluarkan sumpah serapahnya. Cacian dan makian dia lontarkan pada Niken, niatnya ingin mendapatkan uang dua kali lipat, malah tidak berhasil.

"Nadin berhasil kabur? Hah, kenapa bisa seperti ini. Bagaimana caranya dia bisa kabur, dari kamar yang terkunci." Niken bertanya-tanya sendiri.

Niken melemparkan semua barang-barang di kamarnya. Merasa kesal karena gagal menghancurkan hidup Nadin. Berteriak-teriak tidak jelas, rasa dengki itu semakin kuat di dalam hatinya. Sangat senang melihat orang susah, tapi merasa sebaliknya. "Kenapa sih dia harus berhasil kabur. Aku ingin, semua orang memandang jijik terhadapnya. Aku berencana bergosip ria, saat dia sudah berbadan dua. Aku benci dengan rencana yang gagal ini. Kali ini kamu bisa lolos Nadin, tapi kapan-kapan aku akan mencobanya lagi." monolognya.

Nadin tersenyum-senyum sendiri, dengan rencana yang ada di kepalanya. "Misi untuk membuat suami jatuh cinta. Menikah adalah hal terindah, untuk sekali seumur hidup. Aku harus memikirkan, sebuah cara jitu."

Catatan perencanaan :

Selalu tersenyum.

Menggoda suami.

Memberi kejutan tidak terduga.

Selalu merias diri.

Menawarkan untuk menyuapi saat makan.

Mengenakan baju sopan dan keren.

Harus mandi bersama.

Mengantarkan suami sampai depan pintu saat kerja.

Meminta maaf saat bersalah.

Izin saat pergi, lalu menyalami tangannya.

Setelah selesai menulis, Nadin menutup buku pribadinya. Dia menghembuskan nafasnya dengan kasar. Argan tersenyum-senyum sendiri, membuat catatan perencanaan untuk mengerjai Nadin.

Catatan Perencanaan :

Selalu dingin.

Jangan tergoda.

Tidak mempedulikan kejutan.

Abaikan riasannya.

Cuek saat makan.

Tidak mempedulikan penampilannya.

Tidak boleh mandi bersama.

Tidak mau diantar sampai depan pintu saat hendak pergi kerja.

Jangan meminta maaf duluan.

Bersikap jual mahal, saat dia ingin bersalaman.

Argan menutup bukunya sambil tersenyum. "Hahah... permainan akan segera dimulai. Kamu lihat saja perempuan berhijab, berani-beraninya mempermalukan di depan umum. Setelah menikah, kamu mungkin mati kesal menghadapi aku."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!