Hinggar binggar suara pendemo silih berganti antara suara orator yang menyampaikan orasi , suara arahan dari petugas keamanan melalui toak , gemuruh tepuk tangan dan teriakkan pendemo saling bersahutan disusul semburan air dari moncong mobil water canon , basah kuyup dan rasa perih dimata karna asap gas airmata .
" mbak jangan kesana , disono udah rusuh !." teriak seorang pemuda berseragam jas almamater kepada Priandini yang saat itu sedang berlari kearah kerumunan mahasiswa didekat gerbang gedung parlemen .
" Saya harus kesana , temen-temen saya butuh bantuan ." Priandini balas berteriak sambil terus berlari .
"Dinii , tolong bantu gue ." suara seseorang memanggil namanya dari arah kerumunan peserta demo , Dini menoleh kearah suara , dilihatnya seorang gadis menggenakan seragam almamater kampusnya melambaikan tangan sembari memanggil namanya , segera Priandini berlari kearah gadis itu .
" loe bawa alat medis ngga ? ."tanya cowo yang ada disisi gadis yang memanggilnya tadi pada Priandini yang baru sampai dihadapan mereka dengan wajah penuh tanya .
" aku cuman bawa kotak P3K dan stateskop doang ," sahut Priandini sembari berjongkok disebelah pemuda dengan memakai jaket almamater seperti dirinya yang sedang memangku seorang pemuda dalam kondisi pingsan dan pakaian yang basah .
" dia kenapa ?." tanya Priandini sembari memperhatikan pemuda itu , keningnya tampak berdarah , wajahnya terlihat pucat .
"Dia Rendra anak Fisip , tiba - tiba dia pingsan , kita udah upaya ngebangunin tapi tetep nggak berhasil." gadis manis yang ternyata bernama Wulan menjelaskan kondisi Rendra pemuda yang terbaring diatas pangkuan rekannya .
" ayo kita angkat dulu ketempat aman dan longgar ." Priandinj berkata sembari meletakkan kepala Rendra dikedua tangannya , beberapa pemuda dengan sigap membantu mengangkat Rendra ketrotoar sedikit menjauh dari konsentrasi masa pendemo dan petugas pengamanan .
Priandini memeriksa denyut nadi Rendra , lalu dia mengambil posisi untuk melakukan CPR , Priandini berusaha menyadarkan untuk bisa menyadarkan pemuda itu .
Setelah 30 kali hitungan akhirnya Rendra berhasil siuman , Priandini memberi sebotol air dan memeriksa luka dikening Rendra .
" lukanya ngga parah , ngga perlu dijahit , aku akan mengobatinya ." kata Priandini sembari mengeluarkan kotak P3K dari dalam ranselnya dan mulai menangani luka dipelipis Rendra dengan hati - hati .
Setelah selesai Priandini kembali ketujuan awalnya mencari adik laki-lakinya yang ikut dalam barisan mahasiswa . Priandini mengarahkan pandangan kearah kerumunan mahasiswa yang terdorong mundur oleh semburan water canon .
Tiba - tiba matanya menangkap sosok yang dicarinya , segera dia berlari kearah dimana orang yang dicarinya itu berada .
" Danuuuu ." teriak Priandini ketika dilihatnya sosok yang dicarinya terhuyung sembari memengangi wajahnya untung ada seorang rekannya yang berdiri disisinya menahan tubuhnya agar tidak jatuh diatas aspal jalan .
Priandini tiba - tiba terdorong oleh massa yang berlarian , hampir saja dia jatuh kalau saja tidak ada sebuah tangan kekar yang menariknya.
" Lebih baik nona kembali ketempat aman daripada nanti celaka ." suara bariton terdengar jelas ditelingannya , Priandini segera mendongakkan kepalanya ternyata yang menariknya adalah seorang pria berpakaian seragam doreng TNI . Pria itu pun menatap Priandini dengan ekspresi datar ,tampak raut ketegasan wajahnya .
" Maaf , aku justru mau membawa adikku menjauh dari sini , bukannya mau cari celaka atau jadi superhero ." sahut Priandini sembari memjauhkan wajahnya dan melepaskan diri dari lengan kekar pria itu yang melingkari pinggangnya saat dia hampir terjatuh tadi .
" Ok yang mana adik kamu ?." tanya pria tersebut . Priandini menunjuk pemuda berjaket biru yang sedang dipapah rekannya yang juga nampak kewalahan .
Pria berseragam militer itu menggandeng tangan Priandini dan berjalan mendekati pemuda yang dimaksud .
" Biar saya yang bantu , dia adik saya ." ujar Priandini sembari memapah adiknya , pemuda yang awalnya memapah Danu mengangguk lalu kembali berlari untuk menolong rekan lainnya .
" Kamu masih kuat jalan kan dek ?." tanya Priandini , Danu hanya mengangguk pelan , namun tiba - tiba tubuhnya merosot jatuh membuat Priandini terpekik kaget dan ikut tertarik jatuh , sementara pria berseragam militer itu dengan sigap menahan kepala Danu agar tidak membentur aspal .
" Biar saya saja yang menggendongnya ." ucap pria berseragam militer itu langsung mengangkat tubuh Danu dipunggungnya dan berjalan cepat keluar dari kerumunan , Priandini segera berdiri dan sedikit berlari mengikuti langkah cepat sang prajurit .
Prajurit itu membawa Danu ke barisan pasukannya berada dimana banyak juga peserta Demo yang tampak terbaring di tandu atau sedang duduk diatas aspal setelah mendapat pertolongan atas cidera yang mereka alami , rekan-rekan prajurit itu segera menolong Danu yang pingsan , sementara Priandini tampak terduduk diatas trotoar .
"Minumlah , kamu sudah terlalu banyak berlari membantu rekan-rekanmu , jangan sampai malah kamu yang digotong mereka ." pria berseragam militer itu berdiri dihadapannya yang tampak menjulamg seperti tower pemamcar signal provider , Pria itu membuka segel botol air mineral lalu memberikan kepada Priandini .
Priandini menerimanya , setelah mengucapkan terima kasih diminumnya air itu dengan perlahan .
"Adikmu udah nggak apa - apa , lebih baik kamu bawa pulang saja ." pria berseragam itu berkata sembari ikut duduk disebelah Priandini , lalu mengulurkan tangannya , " saya Kapten Guntur Yumajaya ."
"Priandini Larasati ." sahut Priandini sembari membalas uluran tangan Guntur sembari mengangguk dan tersenyum .
"Kamu tim medis dari aksi mahasiswa ini ?." tanya Guntur sembari menunjuk stateskop yang masih menggantung dileher Priandini dengan dagunya .
Priandini segera menoleh kearah yang dimaksud Guntur .
" Oh bukan , saya bukan tim medis mereka , saya hanya kesini mencari adik saya dan kebetulan saja kampus saya juga ikut demo ini ." sahut Priandini segera menarik stateskop dari lahernya dan memasukkannya kedalam tas ransel yang dibawanya.
Guntur tampak mengangguk mengerti ,lalu pandangannya kembali mengarah ke kerumunan massa .
" Kamu naik apa kesini ?." tanya Guntur memecah keheningna yang sempat terjadi diantara mereka .
" Kami ngga bawa kendaraan aku tadi bareng temen yang adiknya juga ikut demo ." sahut Dini .
" Tunggu sebentar disini ." Guntur berkata lalu berlari kearah belakang truk Militer .
Tak lama dia sudah kembali bersama seorang pria .
" Pak tolong antar nona ini dan pemuda itu ketujuannya ya ." Guntur berkata kepada bapak yang bersamanya tadi .
" Baik pak ." sahut Bapak itu dengan Hormat . Lalu Bapak itu berjalan kearah dimana dia datang sementara Guntur memapah Danu dan disebelahnya Priandini mengikuti .
Setelah mengucapkan terima kasih Priandini membawa Danu pulang . Sementara Guntur kembali ke pasukannya mengamankan jalannya demontrasi mahasiswa .
****
Priandini Aprillia Larasati seorang gadis cantik berambut ikal sebahu , seorang aktifis kampus yang juga seorang Dokter muda .
Priandini orangnya asik walau klo kumat cueknya dia bisa berubah menjadi sedingin es .
Putri kedua dari 4 bersaudara , ayahnya bernama Mahesa Subrata memiliki Bisnis Ritail dan Garmen khusus Batik khas Wonogiri kalau yang ini bisnis almarhum ibunya Dini sementara istri ke dua papanya memiliki toko roti di daerah Bekasi .
Priandini memiliki kakak laki-laki yang sudah menikah bernama Brama Baskara , lalu seorang adik perempuan bernama Prahesti Yandira berusia 25 tahun , seorang adik laki-laki bernama Pramudanu Batara berusia 19 tahun .
Sebuah keluarga bahagia sebelum Priandini bertemu dan bertunangan dengan Rendy seorang dokter muda dan tampan Wakil Direktur Rumah Sakit Swasta .
Dari sinilah semua cerita bahagia dan sedih yang menyakitkan bagi Priandini pun dimulai.
Hingga dia bertemu dengan Guntur Yumajaya Seorang Kapten Angkatan Darat berusia 32 tahun , tampan , mapan namun dingin walau kadang sedikit usil kalau moodnya sedang bagus .
*****
Jam 5.30 pagi Priandini sudah rapi dengan kostum olahraganya , training hitam , kaos jersey club idolanya the blues Chealse dan sepatu sneakers putih .
Menaiki sepedanya Priandini mulai mengayuh memutari komplek perumahan dimana dia tinggal menuju taman olahraga yang berada di depan komplek .
Sejak resmi menyandang gelar dokter 1 tahun yang lalu Priandini memutuskan untuk memilih tinggal sendiri terpisah dari orangtuanya .
Dengan uang tabungan dia selama kuliah dan bekerja paruh waktu di kafe milik teman SMAnya akhirnya Priandini bisa memiliki rumah type 80 bergaya minimalis .
Jauh dari kesan mewah seperti rumah orangtuanya di Pondok Indah .
Walau kecil dan berada dikomplek perumahan biasa namun Priandini sangat betah , selain suasananya yang nyaman , tetangga yang jauh dari kata julid juga dia nga harus mendengar keluhan , umpatan juga juga sindiran yang setiap hari dia dengar selama tinggal di rumah orangtuanya .
Priandini menghentikan sepedanya di gerobak penjual susu kedelai ,setiap minggu pagi dia selalu menyempatkan diri untuk membeli susu kedelai buatan tangan bapak paruh baya yang sangat ramah .
"pagi pak man ." sapa Priandini sembari menyetandartkan sepedanya didekat bangku beton sebelah gerobak susu kedelai .
" pagi nak Priandinj , sudah berapa putaran bersepedanya ?." sahut ramah bapak penjual susu kedelai itu , sembari melayani pembeli .
"cuman 3 putaran aja pak , lumayan dapat keringat dikit ." sahut Priandinj sembari tertawa kecil menampilkan lesung pipinya .
Bapak penjual susu kedelai itu pun ikut tertawa , dia senang dengan kehadiran Priandinj di kiosnya karena dengan begitu dia mendapat teman ngobrol yang asik , asik karena Priandini selalu memberi tips - tips sehat seputar kesehatan diri maupun makanan sehat .
"seperti biasa ya pak ." ujar Priandini lagi sembari membuka ponselnya . Ada puluhan chat di ponselnya baik pribadi maupun grup .
" ini nak , susu kedelai original seperti biasa ." bapak penjual itu menyodorkan segelas besar susu kedelai kearah Priandini, lalu duduk dikursi plastik di depan Priandini.
" nga dinas nak ." tanya bapak itu sembari memperhatikan Priandini meminum susu kedelainya .
" dinas sore pak ." sahut Priandini setelah menghabiskan separuh susu digelasnya .
" nak dini , bapak kok penasaran ya , ponakan bapak yang bekerja di Cikarang sudah kena stroke padahal usianya baru 30 tahun ." bapak penjual yang bernama samsu itu bertanya dengan penuh minat .
Priandini tersenyum mendengar pertanyaan pak samsu , dia senang berkunjung ke gerobak susu kedelai pak Samsu karna selalu ada saja pertanyaan yang membuatnya rajin belajar dan menambah wawasan . Selain itu lapak jualan pak Samsu selalu bisa menjadi tempat sosialisasi tentang kesehatan kepada pengunjung yang ada disekitar situ.
Pukul 8.30 pagi Priandini pamit pulang karena siang nanti dia ada janji ngumpul dengan sahabat cantiknya semasa SMA dulu .
Baru selesai mandi , ponsel yang berada diatas meja kopi berbunyi .
Ada 5 kali panggilan dari pemanggil yang sama .
Dengan malas Priandini menjawab telp itu , diaturnya nada suaranya agar tidak terdengar dingin.
" ya ma ." sahut Priandini menjawab panggilan itu ,suara wanita diseberang nampak kesal karena Priandini baru menjawab panggilannya .
"nanti malam acara adikmu , kamu harus hadir dan jam 10 pagi ini papamu ingin kamu kerumah ." ujar mama setelah mengomel panjang lebar seperti biasa .
" maaf ma , Dini hari ini dinas malam ,tapi jam 10 pagi ini Dini kerumah ." sahut Priandini dengan nada biasa , walau hatinya kembali sakit saat mengingat acara apa yang dimaksute mamanya .
Nama Dini adalah panggilan bagi Priandini Aprillia Larasati , semua keluarganya memanggil dengan nama itu karena lebih mudah dalam pengucapannya kecuali sepupunya yang seumuran atau lebih muda dari dirinya akan tetap memanggil dengan nama depannya .
Dini hanya ber oh ah ria saja ketika mamanya masih betah bercerita tentang acara nanti malam. Diliriknya jam dinding diatas TV flat udah menunjukkan pukul 9.20 itu berarti sudah 30 menit mamanya mengomel dan bercerita entah apa , sudah saatnya memutus pembicaraan.
" ma sudah jam 9.20 , Dini mau siap-siap kerumah ." Dini mengatakan dengan nada suara datar , dia nga perduli mamanya bicara apa dan langsung menutup telp dan menuju dapur membuat sarapan .
****
Keadaan rumah papanya tampak sepi tidak ada kesibukan sebagaimana halnya orang yang mau ada tamu besar .
Dini memarkir motor meticnya di garasi , dia langsung berjalan kepintu samping yang langsung keruang keluarga . Dini nga perlu memindai keadaan rumah dia cukup menuju kamar dimana papanya berada .
Dibukanya pintu kayu berwarna putih itu perlahan , dilongokkannya kepalanya untuk melihat kondisi didalam kamar , sunyi itu kesan yang didapat .
Dini memasuki kamar tidur yang tidak terlalu besar itu , berjalan perlahan langsung menuju balkon tempat biasa papanya duduk menikmati matahari pagi .
"pa , mataharinya sudah mulai terik , lebih baik papa masuk ." pria berusia awal 60an itu menoleh lalu tersenyum , lalu bangun dari duduknya, Dini membantu papanya dan mendudukkannya diatas kasur .
" bagaimana keadaan papa hari ini ?." tanya Dini sembari mengeluarkan alat tensi dan stateskop dari dalam tas ransel kulit warna hitamnya .
"papa sering mual saat pagi hari , dan kalau malam sering keringat dingin ." sahut pria paruh baya itu sembari pandangannya tak lepas dari wajah putrinya ini .
" tekanan darah papa tinggi pagi ini , dan nafas papa juga sedikit sesak ." Dini membantu papanya bangun dan menyandarkannya kekepala tempat tidur mengganjal punggungnya dengan bantal .
" mual yang papa rasa karena ginjal papa yang memang sudah nga bisa berfungsi dengan baik , papa harus menjalani cuci darah dan untuk keringat dingin itu normal saat kerja jantung papa dipacu lebih cepat , apa yang membuat papa banyak berpikir ? ," tanya Dini lembut sembari memijit kaki papanya yang terlihat bengkak .
" Din , apakah kamu baik - baik saja ?." tanya papa Mahesa sembari memandang putrinya yang tampak menunduk , dia tau itu pertanyaan konyol yang nga perlu ditanyakan .
Siapa yang akan baik-baik saja ketika pria yang dicintai selama 3 tahun akhirnya pergi untuk menikah dengan adik kandungnya . Dan Mahesa merasa gagal sebagai seorang ayah untuk putrinya .
" Dini baik-baik saja pa , dan mulai bulan depan Dini sudah mulai mengambil ujian untuk dokter spesialis neurologi pa , papa nga perlu khawatirin dini , justru papa harus tetap bahagia agar terus bisa sehat hingga akhirnya Dini mendapat pria yang benar-benar jodoh dini ." ketika kalimat itu terucap ada rasa sakit yang teramat dalam dihatinya , tapi dia berusaha untuk bersikap biasa dan tetap tersenyum , agar papanya tidak larut dalam rasa bersalahnya .
Papa Mahesa tersenyum , ada airmata yang jatuh dipipi tuanya , Dini beringsut mendekat kepapanya dengan ibu jarinya dia menghapus airmata itu .
" papa jangan menangis , tidak ada kesalahan yang papa buat , ini semua sudah jalan cerita dari takdir dini , dini hanya minta papa selalu sehat dab doain dini untuk tetap bisa hidup dengam bahagia ." tampa bisa ditahan dada Dini yang sesak akhirnya pecah dengan turunnya airmata dipipinya .
Papa Mahesa memeluk anak gadisnya dengan erat , dia nga perduli dengan pandangan seorang laki-laki tak boleh menangis , ya dia menangis kali ini , tangis yang sudah ditahannya lama .
"maafkan papa nak , kalau saja papa lebih tegas dan berani tentu kamu nga akan mengalah untuk yang kedua kalinya ." Papa Mahesa menangis dipundak Dini , gadis itu menepuk - nepuk pundak papanya lembut .
Setelah saling melepas tangis , Priandini berusaha mengajak papanya bercerita apa saja agar papanya sedikit bisa teralihkan dari rasa bersalahnya .
" Danu mana pa ?." tanya Priamdini basa basi walau sebenarnya dia sudah hafal jadwal setiap minggu adiknya klo hari minggu pasti ngumpul dengan teman organisasinya dikampus .
"Danu , dia pasti ada dikampus , entahlah anak itu sejak kamu keluar dari rumah , dia juga jadi jarang dirumah lebih banyak ngumpul dengan teman2 kampusnya." sahut papa sedikit murung .
Ya diusianya yang hampir senja Mahesa harus merasakan hidup kesepian ,istrinya sibuk dengan kegiatan sosialitanya , anak sulungnya Brama sudah menikah dan tinggal di kota lain karena usahanya disana , anak keduanya Priandini memilih tinggal terpisah dengan alasan ingin mandiri , Prahesti anak ketiganya sibuk dengan urusannya sendiri , sementara Danu sibungsu pun lebih nyaman berada dikampus daripada di rumah sendiri .
Suara pintu kamar terbuka ,masuklah seorang wanita paruh baya ,dia adalah tante Miranti adik bungsu pak Mahesa yang rumahnya hanya beda 1 blok dari rumahnya .
" ehh ada dini , sudah lama ?." sapa wanita usia 40an itu dengan senyum manisnya .
" Lumayan tante ," Priandini menjawab sembari berdiri menyalami tante Miranti , lalu duduk kembali di sofa bersama Papanya .
" Acara nanti malam hadirkan din ?." tanya Tante Miranti sembari meletakkan teh hangat untuk papa keatas meja kopi .
" Nggak tan , Dini tugas sore ." sahut Dini singkat , dia tersenyum dalam hati memgingat bagaimana dia harus merayu Devina teman sekerjanya untuk bersedia tukar shif , Devina yang keukeuh tidak mau tukar karna dia satu shif dengan Ryan dokter muda tampan bertubuh jangkung incaran Devina . Dini meluluhkan Devina dengan makan siang di kafe tempat biasa mereka ngumpul .
" Bukan karna menghindar kan ?." selidik tantenya langsung kematanya .
Priandini sejenak kaget namun dia berusaha untuk tetap bersikap wajar.
" Ngga lah tan , buat apa menghindar toh sudah terjadi ." sahut Dini dengan senyum manisnya .
" Kamu selalu bisa membodohi kami dengan senyum dan sikap wajarmu , tante paham kok ." Miranti menghela nafas sembari menepuk pundak Priandini pelan .
Dia sangat hafal dengan sifat ponakannya ini yang keras kepala namun humble dan tegar , jarang sekali Miranti melihat ponakannya ini menangis mulai dia kecil dulu hingga sekarang .
" Pa , tante maaf Dini mau pulang , ada janji dengan teman jam 1 siang ini ." Priandini berkata sembari berdiri ,sebelumnya mengeluarkan
Tas plastik putih kecil bertuliskan nama apotik ternama dari dalam tasnya .
" ini obat rutin papa ,tolong tante bisa kasih tau sama mang asep untuk tidak telat mengingatkan papa minum obat ."
" baiklah , nanti tante sampaikan ." sahut Miranti sembari menerima plastik obat itu dati tangan Priandini .
Priandini lalu berpamitan pulang karena dia ada janji dengan sahabatnya .
Sepulang dari rumah papanya Priandini langsung melajukan motornya menuju kafe tempat biasa dia berkumpul dengan kedua sahabatnya .
Tampak Rianti dan Syafa sudah duduk manis dikursi yang biasa mereka duduki .
" Kok lama kemana aja ?." tanya Rianti saat Dini baru meletakkan pantatnya dikursi , dia menatap Rianti dengan cuek.
" Tadi mampir kerumah papa , biasa cek up rutin ." sahut Dini sembari memanggil pelayan untuk memesan makanannya .
" Trus ntar malam kamu hadir diacara adekmu ." Shafa simata segaris mencondongkan wajahnya kearah Dini , Dini mengangguk .
" Gila loe , berarti loe kudu melindungi hati loe dengan baju besi biar nga hancur berantakan ." sahut Rianti dengan wajah seriusnya .
" Emang hati gue tentara Mongol yang kudu pake baju jirah ." sahut Dini sembari menonyor kening Rianti .
" Lagian buat apa aku nangisi laki-laki tak punya hati macam itu , stock cowok ganteng dan baik masih banyak diluar ." ucapan Dini di iyakan kedua sahabatnya .
" Sebenernya yang nggak punya hati itu adek loe si Hesti, udah tau Rendy kekasih kakaknya ehh masih diembat juga ." sungut Rianti kesal .
" Kalau menurut gue dua-duanya sama aja gebluknya , walau digoda ama Hesti semestinya si Rendy kan bisa menghindar dan bilang secara tegas kalau dia pacarnya kakaknya , udah beres ." Syafa tak kalah sengitnya .
" Udah - udah kenapa malah bahas itu sich , bikin nggak mood makan aja ." lerai Dini sembari menyendok nasi rawon kemulutnya .
" Eh din , bang Ronald punya temen cogan loh , aku pengen ngenalin kamu kedia ." ujar Rianti disela aksi makan steaknya .
" Emang itu perlu ?." sahut Dini tampa minat .
" Ya bagiku perlu , sapa tau kamu bisa cepet move on dari sibrengsek Rendy ."
" Ntar aja dech klo aku udah perlu , saat ini aku cuman mau fokus ama karier dan kerjaan aku aja ."
" Kamu jadi ngambil Spesialis neurologi Din ?." tanya Shafa , Dini mengangguk dia sudah menghabiskan semangkuk besar rawon .
" Emang kamu nggak cape apa belajar terus Din ?."
" Nggalah Fa , belajar itu wajib bahkan sampai kita menjelang ajal , kan ada kalimat Tuntutlah ilmu sampai kenegeri cina , Belajarlah mulai dalam buaian hingga mendekati ajal ." sahut Dini enteng membuat kedua sahabatnya meringis mendengar jawabannya .
" Belajar terus lalu cari jodohnya kapan ." sela Rianti sedikit kesal , menghadapi gadis maniak belajar dan kerja seperti Priandini memang butuh kesabaran ekstra kalau tak mau nerima kuliah umum darinya .
" Jodoh akan datang dengan sendirinya asal kita yakin pada keputusan Allah ." sahut Dini membuat Rianti menarik nafas frustasi .
Drrrrtt drrrtt
Ponsel Dini berbunyi sebuah notif masuk keponselnya .
Dr Eza , SpB
Din bisa segera kerumah sakit segera
Ada kondisi urgent .
Bunyi pesan dari rekan sejawatnya cukup membuat Dini segera berdiri dari duduknya .
" Sorry my ladies , ada panggilan darurat dari Rumah Sakit , aku pergi dulu ya ." ucap Dini terburu-buru dikeluarkannya 3 lembar uang seratus ribu dan diletakkan ditangan Shafa .
" Oke hati-hati Din ." sahut Rianti dan Shafa bersamaan .
Karena terburu - buru Dini sampai tak melihat arah didepannya , alhasil dia menabrak seorang pria yang memegang gelas berisi capuccino ditangannya .
" Asthafirullah , maaf mas ! Saya nggak sengaja ." seru Dini kaget , dadanya terasa hangat dan basah ditundukkannya kepalanya dan dia melihat kemeja biru yang dipakainya kotor karena kena tumpahan capuccino .
" Ngga apa nona , saya juga minta maaf ." sahut pria bertubuh tegap itu .
" Bajumu kotor nona ."
" oh ngga apa. Saya pake jaket kok , maaf saya buru-buru ." sahut Dini sembari menundukkan kepala , pria itu membalasnya dengan sopan dan menatap Dini yang sedikit berlari menuju parkiran .
Priandini duduk menangkup wajahnya diatas meja ruang istirahat dokter , lelah tentu saja . Tapi lelah yang amat sangat dirasakannya dihati . Hatinya lelah , hatinya sakit namun juga bahagia .
Lelah karena menjalani hubungan cinta berakhir diluar impian , sakit harus menerima kenyataan hanya sebagai penjaga jodoh orang selama 3 tahun dan bahagia melihat adik dan mantan pacarnya menikah .
Flasback On
Sore yang teduh di awal musim hujan mengantar Priandini untuk ikut duduk santai disebuah kafe , kakinya pegal karena hampir 2 jam berdiri dan berkeliling diantara rak buku di toko buku sebuah Mall .
Sebenarnya dia sudah janjian akan mencari bahan tesis bersama kekasihnya dokter Rendy , namun tiba-tiba Rendy batal menjemput apalagi menemaninya karena suatu hal . Ya Priandini sangat paham kesibukan kekasihnya itu selain berstatus Dokter Spesialis Othopedi dia juga direktur Rumah Sakit dimana dia kerja yang merupakan Rumah Sakit Swasta milik Ayahnya Rendy .
Priandini menyipitkan matanya saat melihat siluet tubuh seseorang yang sangat dikenalnya duduk 1 meja didepannya dengan posisi membelakanginya .
Dan mata Priandini membola saat dia melihat siapa yang duduk didepan pria itu dan memegang tangannya dengan mesra , pasangan yang sangat romantis .
Priandini memgeluarkan ponselnya dan mencoba menelphone Rendy , dia dapat melihat Rendy menatap ponselnya yang kemudian merijeknya itu terulang sampai 5 kali panggilan , akhirnya Priandini memutuskan mengirim chat ke Rendy .
Priandini
" Kamu dimana ? Apa masih sibuk ?
Rendy
" Iya aku masih sibuk ."
Priandimi
" Dikantor ."
Rendy
" Iya ."
Priandini
" Menolehlah kebelakang ."
Rendy membaca pesan itu ,lalu segera menoleh kebelakang , dan ekpresi terkejut mewarnai wajah tampannya.
Priandini hanya tersenyum menanggapi raut terkejut Rendy , lalu menunjuk keponselnya .
Priandini
"Jelaskan apa ini dan temui aku di tempat biasa kita menghabiskan sore ."
Rendy
" Kau duluan , aku segera menyusul ."
Priandini hanya tersenyum masam lalu segera berdiri dan meninggalkan kafe itu dengan seribu pertanyaan dan gelisah .
Langkahnya menuju tempat parkir , tiba - tiba langkahnya terhenti .
Ditepuknya keningnya sambil tertawa kecil .
" Astaga , aku kan nga bawa motor ."
Priandini kembali berjalan keluar dari tempat parkir dan menuju kelobby untuk nunggu Taxi .
Suasana pinggir pantai tempat biasa Priandini menikmati Sunset bersama Rendy saat ada waktu luang tampak tidak terlalu ramai , gerobak pedagang makanan sudah rapi berjajaran , Priandini menuju meja yang dekat dengan pantai , karena pemandangan matahari senja dapat terlihat sempurna .
Dibukanya ponsel untuk membaca artikel kesehatan atau berita gosip selebriti sebagai selingan .
" Maaf menunggu lama ." ucap Rendy yang baru datang dan langsung duduk di hadapan Priandini .
" no problem ! Aku juga baru sampai kok ." sahut Priandini lalu menutup ponselnya dan memnggil pelayan .
" Seleramu belum berubah kan ?." tanya Priandini sambil menuliskan pesanannya .
" Tidak , kamu masih mengingatnya dengan baik din ." sahut Rendy tatapan matanya menatap sendu kearah dini .
" Untuk saat ini aku masih mengingatnya tapi sebentar lagi harus aku lupakan ." jawab Priandini sembari tersenyum tipis , dia melihat Rendy menghela nafasnya kasar .
Setelah pelayan pergi ,Mereka saling diam , sibuk dengan pikiran masing -masing , sampai akhirnya Rendy membuka mulutnya .
" Din , mungkin kamu nga akan memaafkan aku , aku memang salah dan tak pantas meminta maaf darimu ."
Priandini hanya menatap Rendy dengan tatapan penuh tanya .
" Langsung saja keintinya ." suara Priandini datar .
Rendy terlihat gelisah , diusapnya keringat dikeningnya , memgatur nafasnya agar terdengar normal .
" Aku ketemu Prahesti di pesta ulang tahun pernikahan orangtuaku , ternyata dia teman kuliah adikku , dan apakah kamu ingat 4 bulan lalu aku pernah ingin mengenalkanmu pada seluruh keluargaku namun kamu saat itu sedang ujian akhir spesialis bedahmu sehingga keinginan itu kubatalkan dan berniat akan membawamu saat acara orangtuaku ." Rendy menceritakan dengan suara pelan dan tertata dengan baik .
" Tapi aku datang kepesta itu walau disaat akhir acara dan aku tak menemukan dirimu , kau juga tak menjemputku padahal kamu sudah janji ." Priandini menyela cerita Rendy dan membuat Rendy mengeryitkan keningnya .
" Kau datang ? Kenapa tak menelphoneku ?." tanya Rendy wajahnya jelas tergambar raut bingung .
" Aku sudah menelphonemu tapi telphonemu terlalu sibuk dan selalu dialihkan ."
" Bukannya kau sedang keluar kota bersama papamu ?." Tanya Rendy , kini ganti Priandini yang bingung.
Rendy menyadari kebingungan Priandini , dia langsung menjelaskan maksudnya ," kata hesti dan mamamu sewaktu aku datang menjemputmu , kamu sedang mengantar papamu kebogor ."
" Ke Bogor ? Aku tidak kemana-mana aku ada dikamar papa ." ucap Priandini dan perlahan dia paham skenario cerita yang disusun Hesti juga mamanya ," Dan kau percaya begitu saja ucapan mereka ?."
Rendy mengangguk dengan berat , penyesalan muncul dihatinya .
" Lalu apa yang terjadi setelah itu ?."
Tanya Priandini setelah memahani kemana cerita ini berlanjut .
" Akhirnya aku pergi bersama Hesti dan orangtuaku mengenalnya sebagai teman Resa adikku , entah apa yang terjadi tiba-tiba mamaku menemukan aku tidur dengan Hesti dalam keadaan setengah telanjang , yang kuingat aku memang minum wine saat itu dan aku yakin aku tak akan mabuk hanya meminum 3 gelas wine karna toleransi alkoholku tinggi , tapi itulah kejadiannya , 1 bulan kemudian Hesti mengatakan kalau dia hamil , akhirnya oramgtuaku meminta aku segera menikahi Hesti sebelum perutnya membesar ."
" Apakah kau yakin Hesti hamil anakmu ?." tanya Priandini pelan sambil meminum jus alvokatnya pelan , Rendy tertegun sejenak lalu ikut meminum teh tariknya .
" Sebenarnya aku nga yakin , tapi demi memikirkan orantuaku akhirnya aku ngalah , maafkan aku din , aku terlalu lemah dalam.hal ini ." Rendy menunduk dalam , dia malu hanya untuk menatap wajah kekasihnya ini , ya mereka masih sepasang kekasih mereka belum putus .
Priandini mengalihkan pandangannya ke arah senja yang perlahan mulai menghilang , hatinya sakit dan impiannya pun hancur .
" Priandini , walau aku akan menikah dengan Hesti tapi rasa cintaku kekamu nga bisa aku hilangkan begitu saja , kalau kamu bersedia aku ingin tetap mencintaimu dan menikahimu , kita bisa pindah kelain kota untuk bisa hidup bersama , aku mohon din ." pinta Rendy tampa terduga , Priandini tersenyum sinis .
" Kamu gila Ren, Kau ingin menikahi kakak beradik ? Walau aku dan Hesti bukan saudara kandung tapi tetap saja kami terikat keluarga karna pernikahan papaku dan mamanya ." sahut Priandini sembari menahan tangisnya , lalu kembali berkata dengan suara serak ," Aku tak mau menyakiti hati siapa pun Ren, walau aku yang tersakiti ."
" Din ." Rendy mengenggam tangan Priandini erat . Mereka mencoba menahan tangisnya .
" Lebih baik kita pulang Ren , aku harus masuk kerja malam ini ." ajak Priandini sembari berdiri , Rendy yang melihat itu ikutan berdiri .
" Kau naik apa din ?."
" Taxi , karna tadi siangkan kamu janji mau menjemputku kan ." sahut Priandini sembari berjalan mendahului Rendy .
" Biar aku antar kamu pulang ." Rendy berkata sembari menggandeng tangan Dini dan berjalan kearah mobil HRVnya , Dini hanya menurut tampa protes .
Mereka hanya diam dalam.perjalanan Priandini lebih banyak mengalihkan pandangannya keluar jendela , sesekali dia memghapus airmata diujung matanya dengan punggung tangannya , Rendy yang melihat itu tak bisa berbuat apa - apa , hingga sampailah mereka didepan rumah Dini . Priandini langsung keluar dari mobil tampa menoleh ke arah Rendy .
Rendy yang melihat itu mengejar Priandini yang sudah memasuki halaman rumahnya .
" Din , tak adakah kata-kata yang kau ucapkan untukku ?." pinta Rendy sembari mencekal lengan Priandini yang akan masuk kedalam rumah .
Priandini hanya diam , merasa Dini tak merespon pertanyaannya , Rendy memajukan tubuhnya mendekati Dini sembati tangannya menutup pintu lalu Dibaliknya tubuh Dini hingga menghadap kedirinya .
" Katakan sesuatu din , makilah aku atau pukul aku din, karna aku pantas mendapatkan itu darimu ." ucap Rendy , diangkatnya wajah Dini yang basah dengan airmata , direngkuhnya tubuh mungil itu kedalam pelukannya , dia merasakan tangisan Dini semakin kencang dan tampa dirasa dia pun ikut menangis ,
diciumnya puncak kepala Dini .
Akhirnya Dini melepaskan diri dari pelukan Rendy , dipandangnya wajah Rendy yang tampak kacau .
" Kenapa kau tidak mengatakan ini sejak awal Ren ?."
" Aku belum siap mengatakannya Din, aku berencana akan jujur padamu setelah kau selesai dengan ujianmu , walau kutau itu salah ."
Priandini memgumpulkan kekuatannya untuk tersenyum ,ya senyum diatas luka .
" Yang sudah terjadi biarlah ,aku harap kamu bahagia dengan pernikahan mu dan jangan jadikan aku sebagai alasan untuk tidak bahagia ."
Priandini melepas tangan Rendy pada bahunya , dan menepuk pundak Rendy pelan ," Pulang dan istirahatlah kau akan menikah dan kau juga harus tetap berpikir tenang untuk pekerjaanmu , ingat pasien - pasienmu menunggu ."
" Terima kasih Din , tapi tolong jangan salahkan aku jika aku tetap mencintaimu , karena aku tak bisa melepas cinta ini , kamu adalah wanita pertama yang aku cintai dan aku ingin tetap kau yang aku cintai ."
Ucap Rendy mengecup kening Priandini dengan penuh rasa sayang .
Priandini mendorong tubub Rendy keluar dari rumahnya , menatap Rendy sesaat sebelum menutup pintu . Tangis kembali pecah saat punggung kokoh itu hilang bersama mobilnya . Punggung dan Bahu yang kokoh tempatnya bermanja dan beristirahat dari rasa lelah , tapi kini bahu itu bukan lagi miliknya ,ya dia harus benar-benar ikhlas melepas Rendy ,melepas cinta pria itu yang merupakan cinta pertamanya .
Hubungan cinta selama 3 tahun berakhir tak seindah mimpi mereka .
Biarlah sang waktu yang akan menyembuhkan luka ini .
Falsback off
Priandini tersadar dari lamunannya saat tangan lembut menepuk bahunya pelan .
" Kenapa tidak tidur di ranjang ?." suara lembut Dr Monika Wang memyadarkannya , Priandini menoleh lalu tersenyum pada dokter cantik itu .
" Ngga apa dok , tadinya hanya sekedar mau duduk santai ehh ternyata malah ketiduran " sahut Priandini sambil terkekeh , Dr Monika Wang pun ikut terkekeh
" Kalau gitu saya pulang sekarang dok ." pamit Dini sembari mengambil tasnya dan meletakkan Snellinya kedalam tas .
" Baiklah , hati -hati dijalan , sampai ketemu besok lagi ." sahut Dr Monika Wang , Priandini lalu melangkah keluar dari ruang operasi bergegas kearah parkiran untuk mengambil motor birunya dan memacunya pulang kerumah mungilnya .
Setelah membersihkan diri, Dini berupaya untuk tidur sejenak sebelum nanti terbangun saat sepertiga malam untuk bermunajat dan berkeluh kesah pada yang maha pemberi kehidupan.
Ya , selain kepadaNya, Dini tidak memiliki tempat lain untuk mengadu. Dia pribadi tidak ingin menjadi beban bagi orang lain saat dia menceritakan duka hatinya.
Cukup dia dan Tuhan saja yang tau kalau dirinya saat ini sedang terluka sangat parah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!