NovelToon NovelToon

Istri Kedua Bukan Pelakor

*1

"Awas mbaaak ...."

Seorang gadis menarik tangan perempuan yang sedang ingin menyebrang jalan raya. Untung saja, gadis itu menarik tangan wanita yang akan menyebrang tadi dengan cepat. Jika tidak, mungkin wanita itu sudah tertabrak sebuah mobil yang melaju dengan kencang melewati jalan itu.

"Augh."

"Aduuuh .... "

Wanita dan gadis itu sama-sama terjatuh di samping jalan. Itu lebih baik dari pada tertabrak mobil yang baru saja melintas tanpa ada rasa bersalah sedikitpun. Jangankan menanyakan keadaan mereka berdua, berhenti saja tidak sama sekali.

"Kamu gak papa?" tanya wanita itu ketika melihat tangan gadis itu tergores dan berdarah.

"Gak papa mbak. Mbak sendiri?" tanya gadis itu balik. Ia berusaha menahan sakit di tangannya.

"Aku gak papa. Tangan kamu berdarah, ayo ikut aku ke mobilku. Di sana ada kotak obat," kata wanita itu sambil membantu sang gadis yang telah menyelamatkannya untuk bangun.

"Aku beneran gak papa kok mbak. Aku senang kalo mbaknya baik-baik aja."

"Tapi kamu terluka. Tolong jangan tolak niat baikku. Kamu terluka juga karena aku."

Gadis itu tidak enak hati untuk terus menolak ajakan wanita yang ia tolong untuk mengobati tangannya yang luka. Ia dan wanita itu sama-sama menyebrang jalan untuk menuju ke mobil wanita itu yang berada di seberang jalan.

"Ngomong-ngomong, nama kamu siapa?" tanya wanita itu sambil mengobati luka sang gadis.

"Nama saya Natasya mbak. Tapi, saya biasa di panggil Nana oleh orang-orang yang mengenali saya. Nama mbak siapa? Kalo boleh saya tahu."

"Aku Yulia. Kamu bisa panggil aku mbak Yuli aja."

"Baik mbak Yuli," kata Nana dengan sopan.

Jarak umur antara Yulia dan Nana mungkin sekitar lima atau enam tahun. Terlihat jelas kalau Nana lebih muda dari Yulia. Yulia sudah agak sedikit dewasa walau dengan make-up yang ia pakai membantu menyembunyikan kerutan di wajahnya. Tapi tetap saja, yang namanya sudah dewasa tetap akan terlihat dewasa.

"Udah selesai. Nana, alamat rumah kamu dimana? Biar mbak antarin kamu pulang sekalian," kata Yulia.

"Eh, gak usah mbak."

"Kenapa Nana?"

"Aku gak mau ngerepon mbak Yuli."

"Gak papa Nana. Aku gak merasa kamu repotin sama sekali kok. Lagian, jika gak ada kamu, mungkin aku sekarang sedang berada di rumah sakit."

"Ah, mbak Yuli gak usah ngomong gitu mbak. Semua itu sudah takdir yang mahakuasa untuk menyelamatkan mbak. Aku hanya perantara yang kebetulan dipilih sama yang mahakuasa aja kok mbak."

"Iya deh. Apapun itu, yang penting jangan tolak niat baik aku ya Nana. Kalo kamu tolak, aku yang malahan merasa semakin gak enak sama penolakan kamu itu," kata Yulia tak ingin kalah dengan gadis yang ada di sampingnya saat ini.

Akhirnya Nana mengalah. Ia mengatakan dimana alamatnya pada Yulia. Yulia pun menjalankan mobilnya untuk menuju alamat yang Nana katakan. Tapi sebelum itu, Yulia bertanya, adakah tempat yang Nana ingin kunjungi sebelum pulang ke rumah?

"Gak ada mbak. Aku memang ingin pulang tadinya," jawab Nana.

Dalam perjalanan, Nana dan Yulia ngobrol banyak. Tentang kehidupan mereka berdua, tentang keseharian yang mereka jalani dan sedikit hal-hal pribadi mereka.

Ternyata Nana adalah gadis yatim piatu. Kedua orang tua Nana meninggal saat Nana baru berusia lima tahun. Orang tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan beruntun waktu itu.

Nana kecil akhirnya tinggal bersama nenek dari sebelah mamanya. Yaitu ibu sang mama Nana. Keluarga sebelah papanya tidak ingin menganggap Nana ada karena pernikahan sang mama dan papa tidak pernah mendapat restu dari kedua orang tua papanya.

Dan ... Nana pun harus terasingkan dari keluarga papanya. Setelah papa Nana meninggal. Semua aset perusahaan milik sang papa semuanya diambil keluarga papa. Nana tidak mendapatkan sepeserpun dari kekayaan yang papanya miliki.

Neneknya hanya bisa mengandalkan apa yang ia punya untuk merawat Nana. Hingga Nana besar dan tumbuh menjadi gadis cantik yang mandiri. Tapi, ia hanya bisa menamatkan sekolahnya di bangku sekolah menengah pertama saja (SMP). Karena sang nenek tidak punya biaya untuk melanjutkan sekolah Nana sampai bangku SMA apalagi bangku perkuliahan.

Dan setahun yang lalu, nenek pun harus meninggalkan Nana sendirian. Ia pergi untuk selama-lamanya dari dunia ini. Nana tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya mampu merawat taman bunga yang neneknya warisi. Itulah satu-satunya sumber pendapatan Nana untuk bertahan hidup.

Tanpa sadar, Nana telah bercerita banyak pada orang yang baru saja ia kenal. Entah mengapa, Nana bisa seterbuka itu pada Yulia. Biasanya, ia akan menyimpan cerita hidupnya yang pahit secara rapat-rapat. Tapi tidak dengan Yulia kali ini. Cerita hidupnya terbuka dan mengalir begitu saja.

*2

Seakan terbawa suasana, Yulia tanpa sadar menjatuhkan buliran bening dari matanya. Yulia menangis mendengarkan kisah pilu yang Nana jalani.

Ternyata, kisah hidupnya masih tak bisa ia bandingkan dengan kisah hidup Nana. Ia yang selama ini selalu mengeluh dengan hidupnya yang dibenci oleh mertuanya, masih merasa beruntung. Ia masih punya suami dan orang tua yang selalu ada buatnya.

Suaminya yang sangat mencintai diri Yulia dengan semua kekurangan yang Yulia miliki. Papa dan mama yang selalu memberikan Yulia semangat jika sang mertua selalu menyalahkan Yulia akan ketidak bisaan Yulia memberikan keturunan buat keluarganya.

Semua itu masih sangat beruntung bagi Yulia. Dari pada Nana yang hidup sebatang kara. Yang tidak pernah dianggap ada oleh keluarga sebelah papanya. Harus bertahan hidup dengan mengandalkan keringatnya sendiri.

"Kenapa mbak Yuli menangis mbak? Apa ada yang menyakiti hati mbak Yuli saat mendengarkan apa yang saya ceritakan? Maafkan saya mbak," kata Nana dengan perasaan bersalahnya.

"Nggak kok, eh ... maafkan aku Nana. Ini bukan salah kamu. Hanya saja, cerita hidupmu ini sungguh luar biasa. Kamu adalah gadis yang paling kuat Nana," kata Yuli memuji Nana dengan tulus.

"Mbak Yuli bisa aja. Saya hanya mencoba berdamai dengan hidup ini saja mbak. Oh iya, itu rumah saya sudah sampai mbak," kata Nana sambil terus tersenyum ceria.

Yulia menghentikan mobilnya dengan cepat. Karena asik ngobrol, ia lupa alamat yang Nana katakan. Jika saja Nana tidak mengatakan kalau mereka sudah sampai, maka Yuli akan tetap melajukan mobilnya lurus ke depan.

"Mampir dulu mbak," kata Nana ramah.

"Gak usah Na. Lain kali aja mbak main ke rumah kamu ya. Ini udah siang, mbak masih ada urusan lain soalnya."

"Oh, ya udah mbak. Lain kali Nana tunggu kehadirannya ya," kata Nana masih tetap ceria.

"Iya. Kalo ada waktu, mbak pasti main ke rumah kamu. Sekali lagi, terima kasih banyak ya Na. Kamu udah nyelamatin nyawa mbak hari ini."

"Mbak ini gimana sih, Nana kan udah bilang kalo itu hanya kebetulan aja mbak. Gak usah di ungkit-ungkit lagi. Nana jadi gak enak."

"Ya udah ya Na. Mbak jalan dulu," ucap Yulia sambil melambaikan tangan pada Nana. Nana pun membalas lambaian tangan Yulia.

Sepanjang perjalanan, Yulia terus terpikirkan soal Nana. Gadis itu mampu membuat Yulia berpikir kalo dia adalah orang yang cocok untuk masuk kedalam keluarganya. Gadis yang luar biasa, tidak menyerah dengan hidup keras yang ia jalani. Dan, yang selalu tersenyum dan ceria padahal hidupnya sangatlah buruk untuk tetap bahagia.

Yulia sampai dirumahnya. Ia melihat mobil suaminya sudah terparkir di garasi rumah. Di samping mobil suaminya ada sebuah mobil yang sangat ia kenali. Itu mobil mama mertuanya.

Yulia bergegas memarkirkan mobilnya dan masuk kedalam rumah. Benar saja, seperti apa yang ia duga saat melihat mobil sang mama mertua, ia pasti akan dapat tatapan tidak suka dari mama mertuanya.

"Assalamualaikum." Yulia memberi salam pada penghuni rumah.

"Waalaikumsalam," jawab mama mertuanya dengan ketus.

"Mama udah lama ma?"

"Udah dari tadi. Kamu kemana aja sih? Keluyuran melulu deh kerjaannya. Suami pulang bukannya ada di rumah. Eh malah keluyuran gak jelas di luar."

Yulia hanya bisa diam mendengarkan omelan dari mama mertuanya. Ini bukanlah yang pertama kali mama mertuanya menceramahi nya. Bisa di katakan setiap bertemu muka, mama mertuanya akan terus mengomeli Yulia.

Mama mertuanya akan mencari setitik saja alasan untuk memarahinya setiap kali bertemu. Sebenarnya, mama mertua Yulia tidak begini. Ia adalah mertua yang baik dan hangat ketika Yulia dan suaminya baru menikah dulu. Tapi, semuanya berubah sejak tahu kalau Yulia tidak bisa hamil. Yulia tidak bisa memberikan keturunan buat melangsungkan keturunan keluarganya. Sejak itulah mama mertua Yulia berubah drastis.

"Dimana mas Arya sekarang ma?" tanya Yulia malah tidak menghiraukan omelan sang mertua.

"Dasar menantu gak ada sopan santunnya. Dibilangin malah cari alasan yang lain buat mengelak."

"Ma, ada apa sih ini ribut-ribut?" tanya Arya baru keluar dari kamarnya. Ternyata, Arya baru pulang dan baru selesai ganti pakaiannya di kamar.

"Ini, istri kamu malah cari-cari masalah. Udah gak ada di rumah saat kamu pulang. Udah gitu gak bisa di bilangin lagi."

"Ma, Yulia kan juga punya kesibukan tersendiri. Gak papa lah kalo sesekali dia gak ada saat Arya pulang."

"Kamu itu ya, selalu saja belain setiap kesalahan yang istri kamu buat. Pantas saja istri kamu ini manjanya bukan main. Sampai sama mama aja gak ada sopan santunnya."

*3

"Kamu itu ya, selalu saja belain setiap kesalahan yang istri kamu buat. Pantas saja istri kamu ini manjanya bukan main. Sampai sama mama aja gak ada sopan santunnya."

"Ma .... "

"Udah mas, jangan dilawan lagi. Tolong," kata Yulia dengan pelan meminta suaminya untuk tidak berdebat dengan mama mertuanya.

"Mama kecewa sama kamu. Mama sangat kecewa," kata mamanya sambil beranjak meninggalkan rumah Yulia.

"Kejar mas! Cepat!"

Arya mengikuti apa yang Yulia katakan. Walaupun ia merasa sangat kesal dengan sikap mamanya yang selalu menyalahkan Yulia. Tapi, ia juga tidak bisa apa-apa. Dia sayang istrinya, dia juga sayang mamanya. Dua orang itu tidak mungkin ia lukai hatinya.

Yulia terduduk di kursi ketika Arya mengejar mamanya. Yulia benar-benar tidak bisa terus-terusan merasakan hal ini lagi. Mungkin, apa yang ia pikirkan selama ini harus ia wujudkan secepat mungkin.

___

Selesai makan malam, Yulia dan Arya seperti biasa, duduk di sofa ruang keluarga. Mereka akan ngobrol berdua, menceritakan tentang kesibukan apa saja yang telah dilewati hati ini. Obrolan ringan itu terjadi seperti biasa pada awalnya, hingga Yulia memberanikan diri untuk bicara serius dengan sang suami.

"Mas, ada hal penting yang ingin aku bicarakan sama kamu."

"Hal penting apa Yuli? Bicarakan saja, tidak perlu terlalu serius seperti itu," kata Arya sambil merangkul pundak istrinya.

"Aku ingin tanya, apa kamu sayang sama aku mas?"

"Pertanyaan macam apa itu sayang? Sudah tidak perlu aku jawab lagi bukan? Aku itu sangat amat menyayangi kamu Yulia."

"Benarkah kamu sayang aku mas?"

"Yuli, ada apa denganmu ini. Kenapa kamu meragukan rasa sayang dan cinta yang aku punya untuk mu."

"Aku tidak meragukan rasa sayang kamu mas. Aku hanya ingin memastikan saja rasa sayang itu. Masih sama kah seperti dulu, atau tidak."

"Dari dulu hingga saat ini, rasa sayang itu tetap untuk mu Yulia. Tidak ada yang berubah sedikitpun. Sama sekali tidak ada."

"Kalau begitu, bisakah kamu penuhi satu permintaanku mas?"

"Permintaan apa sayang? Ayo katakan! Jangankan satu, semua permintaan kamu akan aku usahakan untuk memenuhinya. Asalkan, aku sanggup memenuhi apa yang kamu pinta."

"Kamu sanggup kok mas. Aku mintanya masih hal yang wajar aja kok."

"Ya udah, apa yang kamu inginkan dari aku? Ayo katakan istriku sayang," kata Arya sambil mencubit hidung Yulia.

Berat memang, tapi Yulia berusaha untuk meloloskan kata-kata itu dari mulutnya. Ia menarik napas dalam-dalam agar tidak ada beban saat ia mengucapkan apa yang menjadi permintaannya kali ini.

"Mas Arya, aku ingin kamu menikah satu lagi."

"Apa!?"

Arya terhenyak dengan permintaan yang Yulia buat. Ia tak percaya kalau istrinya meminta ia untuk menikah lagi. Bukankah semua istri tidak pernah ingin di madu? Mengapa istrinya meminta ia menikah lagi?

"Kamu jangan bercanda keterlaluan sayang. Aku gak suka dengan candaan mu yang seperti itu."

"Aku gak bercanda mas Arya. Aku serius."

"Tidak! Aku tidak bisa memenuhi permintaanmu yang ini. Ini tidak benar Yulia."

"Mas, jika kamu sayang sama aku, maka lakukan apa yang aku minta."

"Yulia, aku memang sayang sama kamu. Aku akan penuhi jika kamu minta harta dari aku. Tapi, untuk menikah lagi, itu bukan permintaan seorang istri pada suaminya."

"Mas, aku mohon, menikahlah satu lagi," kata Yulia dengan tatapan memohon.

"Yulia, apa kamu sudah bosan menemani aku? Apa kamu tidak ingin hidup bersamaku lagi? Apa kamu sudah tidak ada rasa cinta lagi padaku? Katakan dengan jujur Yulia, tidak perlu meminta aku untuk menikah lagi kalau memang iya."

"Mas Arya! Aku tidak pernah bosan untuk hidup bersamamu. Aku juga tidak pernah mengurangi sedikitpun rasa cintaku untukmu sejak pertama menikah hingga detik ini. Tapi ...."

"Tapi apa!? Ayo katakan!"

"Tapi aku tidak kuat lagi. Kamu tahu apa kelemahan yang aku miliki. Kamu juga tahu kalau pernikahan kita ini selalu berada diambang badai mas."

"Jadi karena hal itu kamu ingin aku menikah lagi? Tidak akan Yulia. Tidak akan."

"Mas!"

"Aku sudah bilang padamu sejak awal. Aku siap menerima semua kekurangan yang kamu miliki Yulia. Tidak perlu menikah lagi, kita hanya perlu mengadopsi anak dari panti asuhan saja."

"Mas, anak dari panti asuhan itu bukan anakmu. Keluarga kamu tidak akan pernah terima hal itu."

"Yulia, yang menikah dan hidup dengan kamu itu bukan keluargaku, tapi aku."

"Aku tahu mas. Tapi bagaimanapun, tanpa mereka, maka kamu tidak akan pernah ada."

Suasana hening. Arya tidak tahu harus berkata apa lagi pada istrinya. Yulia terlalu keras untuk ia lawan jika berdebat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!