NovelToon NovelToon

RINDU TAK BERTUAN

Belum Tersentuh

Kisah bermula dari enam tahun silam...

Kirania Ambarwati ( 21 tahun )

Seorang Mahasiswi Fakultas Ekonomi & Bisnis di salah satu Universitas di kota Jakarta, Dia sebenarnya memiliki sifat introvert, irit bicara dan tak pandai bergaul terkecuali dengan kedua sahabat di kampusnya, Hasna dan Sabilla.

Dirgantara Poetra Laksmana ( 22 tahun )

Kakak tingkat dari Kirania, seorang cowok Flamboyan, sangat diidolakan hampir sebagian besar mahasiswi di kampusnya. Tentu saja bukan karena tampangnya yang rupawan, tapi juga karena dia anak salah seorang pengusaha kaya raya. Sudah pasti banyak menjadi rebutan cewek-cewek yang berlomba berebut untuk menjadi kekasih pria itu.

_________________________________

" Taraaaaaaaa ... Mie yamien pesenan kamu, Has. Baso kuah tanpa saos dan kecap pesanan Kirania. Dan baso campur punya aku ..." Sabilla membawa nampan berisi tiga mangkuk makanan pesanan mereka dengan dua gelas es teh manis dan satu botol air mineral.

Kirania langsung mengambil mangkuk yang disodorkan Sabilla. " Thank's, Bil." Tangannya lantas menambahkan tiga sendok sambal ke dalam mangkuk baso-nya.

" Istighfar dong, Ran." Hasna mengomentari saat dengan santainya Kirana mencampurkan sambal ke makanannya.

" Kalap dia kalau lihat sambal," sindir Sabilla dengan senyum mengejek.

Kirania tersenyum. " Makan kalau nggak pedas, terasa hambar di lidah," sambungnya.

" Hati-hati lambung kamu, Ran." Hasna mengutarakan kekhawatirannya.

" Iya, nggak ingat tahun kemarin sampai menginap di rumah sakit gara-gara maag kamu kambuh." Sabilla menggerutu.

" Ssssttt ... sudah jangan pada berisik! Cepat pada makan." Kirania mulai memasukkan baso ke dalam mulutnya, diikuti kedua temannya.

" Sayang kita duduk di sana saja, ya?" Suara seorang wanita dengan nada manja tiba-tiba terdengar. Tidak hanya oleh Kirania dan kedua temannya, tapi juga beberapa orang yang ada di kantin baso itu.

" Kita di sini saja." Terdengar suara seorang cowok yang berhenti di meja seberang meja Kirania dan teman-temannya. Tentu saja kedatangan cowok itu di kantin baso ini menyita perhatian mahasiswi lain. Karena cowok itu adalah sang idola kampus mereka, Dirgantara Poetra Laksmana. Sedangkan cewek cantik yang bersamanya itu adalah Naura, yang diketahui sebagai kekasih dari Dirga.

" Oke deh, kita di sini." Naura mau tak mau mengalah. " Sayang kamu mau pesan apa? Aku pesankan dulu ya, makanannya."

" Pesan seperti biasa saja."

" Baso nggak pakai saos dan kecap, kan? Minumnya air mineral atau mau pesan yang lain?" tanya Naura lagi.

" Air mineral saja."

" Oke, aku pesankan dulu, ya." Naura pun dengan langkah bangga melewati beberapa mahasiswi yang melihat dengan tatapan iri kepadanya.

" Idih ... jadi jongos saja dia bangga." ketus Sabilla melirik sinis ke arah Naura.

" Dia pacar Kak Dirga. Gila saja kau bilang jongos." Hasna memutar bola matanya. " Kalau sampai ucapan kamu tadi terdengar oleh Kak Dirga, habis kau nanti, Bil."

" Pacar? Aku malah melihat dia itu seperti pelayanannya Kak Dirga," sahut Sabilla sambil meneguk es teh manisnya.

" Coba saja kamu yang jadi pacar Kak Dirga. Pasti kamu juga akan melakukan hal yang sama seperti Naura itu," ejek Hasna.

" Aku sama Aldi saja nggak begitu banget, deh." Sabilla mengedikkan bahunya.

Hasna terkekeh. " Lagian kamu membandingkan pacar kamu sama Kak Dirga. Jauh banget, kaya bumi dan langit."

" Sialan kamu, Has." Sabilla ikut terkekeh. " Gitu-gitu juga cowok aku itu cowok sholeh. Nggak seperti Kak Dirga, yang suka ganti cewek, sering keluar masuk lubang," bisik Sabilla kemudian.

" Iya, aku juga dengar begitu. Awalnya aku nggak percaya. Aku pikir masa iya Kak Dirga seperti itu. Tapi waktu Kak Deni bilang pernah melihat Kak Dirga sekamar sama cewek, aku jadi mulai percaya," ungkap Hasna. Menceritakan apa yang pernah dilihat kakaknya yang bekerja sebagai Bellboy di salah satu hotel di Jakarta.

" Memang Kak Deni kenal sama Kak Dirga?" tanya Sabilla dengan menautkan kedua alisnya.

" Kak Deni 'kan sering jemput aku kalau giliran dia tugas siang. Atau kalau sekalian pulang pas tugas malam."

" Oh, iya-ya ..." Sabilla menganggukkan kepala berulang-ulang. " Kalau ceweknya, Kak Deni tahu nggak siapa? Cewek kampus sini juga?" tanyanya penasaran.

" Kalau ceweknya, Kak Deni nggak terlalu paham bilangnya. Aku juga sempat penasaran, sih."

" Kalian berdua sadar nggak, Malaikat sudah mencatat dua keburukan yang baru kalian lakukan?" Kirania yang sedari tadi hanya menjadi pendengar akhirnya angkat bicara setelah dia selesai menghabiskan semangkuk baso.

Hasna dan Sabilla langsung menoleh ke arah Kirania.

" Memangnya Malaikat bisikin kamu apa?" tanya Sabilla disambut tawa Hasna yang meledek.

Kirania mendengus kesal melihat respon kedua sahabatnya. " Kalian itu punya dua kesalahan, pertama bicara saat makan, kedua berghibah."

" Kayaknya dia mesti ganti Fakultas, Has." Sabilla mengomentari.

" Iya, mestinya ke pondok pesantren." Sabilla terkikik.

" Astaghfirullah adzim ... kalian ini dikasih tahu yang benar malah meledek." Kirania mencebik.

" Bercanda, say ... bercanda." Sabilla langsung memeluk Kirania. " Jangan dibawa serius omongan kita."

" Sayang ini pesanan kamu. Nggak pakai micin, kan?!" suara Naura kembali terdengar. Dia menaruh mangkuk baso ke hadapan Dirga, dan juga membukakan seal air mineral kekasihnya itu.

" Wekkk ... ingin muntah rasanya. Lebay banget." Sabilla memutar kedua bola matanya.

" Namanya juga cinta ... hahaha ..." Hasna menimpali.

" Eh, kalau dilihat-lihat selera Kak Dirga sama kaya selera kamu, Ran. Baso tanpa saos, kecap dan micin," ucap Sabilla lagi.

" Iya, aku juga tadi dengar. Aku juga mikir ke situ, Bil. Jangan-jangan nanti kalian berjodoh, deh, " ledek Hasna memainkan kedua alisnya turun naik

" Aamiin ..." sahut Sabilla.

" Kalian ngomong apaan, sih?! Nggak jelas banget." Kirania bersungut- sungut.

" Nggak jelas, ya? Sini aku bisikin." Hasna mendekatkan mulutnya ke arah telinga Kirania, sehingga membuat Kirania merinding.

" Bisikinnya nggak usah dekat-dekat gitu, deh ! Geli tahu nggak, sih !" Kirania mengedikkan bahunya.

" Ya ampun, sama cewek saja kamu merinding gini, apalagi sama cowok," sindir Sabilla.

" Itu artinya masih perawan, Bil." Hasna menyahuti.

" Bukan perawan lagi dia, sih. Belum tersentuh laki-laki tepatnya. Pacaran saja nggak pernah," ledek Sabilla dibarengi tawa.

" Kalian senang banget ya, kalau urusan ngebully aku?!" Kirania memberengut.

" Kita nggak ngebully, say. Kita itu menyemangati kamu supaya lebih semangat buat punya pacar. Sayang 'kan, cantik gini terabaikan gitu saja. Benar nggak, Has?" Sabilla meminta pendapat Hasna.

" Cocok! Aku setuju sama Sabilla. Biar kita bisa kencan bareng bertiga. Selama ini 'kan kamu kalau kita ajak hangout bareng selalu nolak. Nggak asyik tahu, kita bertiga bersahabat tapi kamu jarang mau ikut kita happy-happy." Hasna menimpali.

" Lagian kalian kalau pergi pada bawa cowok, males banget. Aku disuruh jadi nyamuk gitu?!" Kirania memutar bola matanya.

Ucapan Kirania langsung disambut tawa keras kedua sahabatnya. Tanpa mereka sadari jika ternyata sedari tadi ada sepasang mata elang mengawasi interaksi mereka bertiga. Lebih tepatnya sorot mata tajam itu asyik memperhatikan sosok Kirania, yang terlihat lebih pendiam dari kedua temannya itu.

*

*

*

Bersambung...

Happy Reading😘

Kecopetan

Dirga menarik kursi kemudian duduk di atasnya. Sedangkan Naura terlihat sibuk melayaninya, menanyakan apa yang akan dipesannya. Sebelum akhirnya pergi memesankan makanan untuk dirinya.

Entah berapa banyak wanita yang bertingkah seperti Naura. Mengagungkan dirinya layaknya seorang raja yang perlu dilayani. Mungkin bagi mereka bisa melayani seperti ini adalah hal yang membanggakan, walau jujur saja Dirga sendiri kadang muak melihat wanita-wanita seperti Naura ini.

Dirga mengedar pandangan ke setiap sudut ruangan kantin. Hampir semua wanita yang ada di sana sedang mencuri pandang ke arahnya, termasuk para wanita yang ada di meja seberangnya. Terlihat tiga orang wanita, dua di antaranya sedang berbisik sambil sesekali waktu melirik ke arahnya, kecuali satu wanita yang terlihat fokus menyantap baso tanpa memperdulikan kedua temannya yang sibuk bergosip. Wanita itu adalah Kirania.

" Sayang ini pesanan kamu. Nggak pakai micin, kan?!" Tiba-tiba Naura sudah kembali di hadapannya dengan membawa pesanan makanan mereka..

Dirga menyantap baso tapi sorot matanya masih tertarik memperhatikan Kirania yang terlihat sedang digoda Sabilla dan Hasna. Dirga bisa melihat ekspresi ketika Kirania terlihat kegelian saat teman-teman Kirania berbisik di telinga Kirania. Dan saat terdengar teman dari Kirania berkata,

" Bukan perawan lagi dia, sih. Belum tersentuh laki-laki tepatnya. Pacaran saja nggak pernah."

Satu sudut bibirnya sedikit terangkat. ' Belum pernah pacaran? Untuk wanita secantik itu, Benarkah? " Menarik ..." gumamnya. Dirga juga merasa heran kenapa wanita itu tiba-tiba saja menarik perhatiannya. Mungkin karena sikap acuh Kirania yang sedari tadi tak melirik apalagi memandangnya sedikit pun. Mungkin di antara para wanita yang ada di kantin ini, hanya wanita itulah yang terlihat tidak perduli dengan kehadirannya.

***

" Ran, mau ikut pulang sama aku nggak. Mumpung Hasna dijemput Kak Deni?" tanya Sabilla saat mata kuliah terakhir selesai.

" Aku mau ke perpus dulu. Kamu kalau mau pulang ... duluan saja nggak apa-apa." Kirania menyahuti.

" Ya sudah kalau begitu, kita duluan, ya," pamit Sabilla yang juga diikuti Hasna akhirnya berlalu meninggalkan Kirania, yang kemudian melangkahkan kaki ke arah perpustakaan.

" Yah, sudah hilang ... padahal kemarin aku masih lihat ada bukunya di sini," gumam Kirania, setelah dia sampai di perpustakaan dan mencari buku yang dia ingin baca ternyata tidak ada. " Telat, deh ...." Kirania tertunduk lesu.

" Cari buku apa?" bisik suara terdengar halus di telinga Kirania, hingga membuat dia terperanjat dan bulu kuduknya berdiri tegak, karena suara yang membisikinya. meskipun terdengar sangat pelan tapi itu milik suara pria.

Dengan reflek Kirania menoleh ke arah asal suara tadi. Dan kembali dia terperanjat saat didapati pria yang menjadi incaran mahasiswi kampus inilah yang sedang berada di belakangnya kini.

Seketika Kirania dibuat menegang, karena posisi pria itu begitu dekat berdiri di belakangnya. Bahkan jarak wajahnya dengan pria yang masih menatapnya itu, kurang dari sepuluh sentimeter.

" Cari buku apa?" bisik Dirga lagi pelan. Bahkan hembusan nafas pria itu terasa hangat di kulit wajah Kirania, hingga membuat darahnya berdesir. Juga membuat jantungnya berdegup tak beraturan.

" Eh, hmmm ... bukunya nggak ada," sahut Kirania pelan. Kemudian hendak berlalu dari Dirga, tapi tubuh Dirga dengan cepat menghalangi. " Nama kamu siapa?" tanya Dirga masih dalam mode berbisik.

" Kak, permisi aku mau lewat," sahut Kirania, juga dengan nada pelan tak perdulikan pertanyaan Dirga.

" Kasih nomer ponsel kamu dulu, baru aku kasih jalan."

Kirania mendengus kesal dengan cepat dia mendorong tubuh Dirga dan setengah berlari keluar dari perpustakaan.

Sampai di luar kampus, Kirania sedikit membungkukkan tubuhnya. Dengan kedua telapak tangan bertumpu pada kedua lututnya. Nafasnya tersengal-sengal, karena sejak dari luar perpustakaan dia berjalan agak cepat keluar dari kampus.

Dan saat dia sedang mencoba mengatur nafasnya, tiba-tiba sebuah tangan kokoh menyodorkan sebotol air mineral tepat di depan mukanya.

" Minum dulu, nih. Kenapa pakai lari segala? Kamu seperti dikejar setan saja." suara pria yang tadi dia temui di perpustakaan atau lebih tepatnya pria yang sengaja dia hindari kini malah sudah berada di sampingnya.

" Kamu ngapain ikutin aku?" tanya Kirania dengan nada jutek.

" Siapa yang ngikutin kamu, sih? Aku memang jalan mau pulang, terus lihat kamu ngos-ngosan begitu. Aku kasih kamu minum, karena aku tahu kamu pasti kehausan 'kan, habis lari maraton?" sindir Dirga menaikkan sudut bibirnya ke atas. " Ambil, nih! Tenang saja ini nggak ada racunnya, kok. Masih bersegel, sama kayak kamu." Dirga menyodorkan lagi air mineral seraya menyeringai.

Kirania yang memang sudah kesal dengan sikap Dirga semakin dibuat kesal dengan ucapan Dirga yang absurd tadi. " Nggak perlu." Kirania menepis botol itu hingga membuat botol air mineral itu terjatuh. Dan dengan cepat Kirania berjalan meninggalkan Dirga yang terlihat mengembangkan senyumannya melihat sikap Kirania yang terlihat marah dan salah tingkah karena ulahnya. " Bener-bener beda ini cewek," gumamnya kemudian.

***

Kirania baru saja melipat mukenanya selepas menjalankan ibadah sholat Isya, saat terdengar pintu kamar diketuk. Dia melangkahkan kaki untuk membukakan pintu kamarnya.

" Bude? Ada apa?" tanya Kirania heran.

Bude Arum bergegas masuk ke kamar Kirania. " Ran, Mamamu sudah transfer uang bulanan belum? Kalau sudah Bude pinjam dulu, ya. Pakde kamu belum gajian. Buat bayar hutang di warung. Nggak enak Bude sudah janji awal bulan lunas,. ternyata pakde kamu belum terima gaji. Kalau sudah bayar 'kan enak kalau mau ambil barang keperluan sehari-harinya," ungkap Bude Arum menerangkan.

" Bude mau pinjam berapa? Aku masih ada simpanan kok, Bude." Kirania melangkah mengambil tas untuk mengeluarkan dompetnya.

" Bude pinjam lima ratus ribu saja, Ran. Kamu ada?"

" Kalau segitu, aku mesti ambil di ATM dulu, Bude. Aku cuma ada uang tunai dua ratus ribu. Bude butuh sekarang? Kalau sekarang, biar aku ke ATM sebentar, ya."

" Nggak usah sekarang. Besok pagi saja nggak apa-apa, Ran," ucap Bude Arum.

" Sekarang saja ya, Bude. Besok pagi barangkali aku telat nggak sempat ke ATM." Kirania langsung mengambil sweater-nya. " Kunci motor pakde mana? Rania pinjam motornya buat ke ATM." Bude Arum kemudian keluar dari kamar Kirania.

" Nanti Bude ambilkan. Sini kamu ikut Bude sekalian." Kirania pun mengekor di belakang Budenya.

***

Kirania mengecek sisa saldonya di ATM, masih ada sisa dua juta rupiah sebelum dia mengambil uang yang akan dipinjam budenya. Setelah selesai melakukan transaksi dia buru-buru keluar gerai ATM tersebut. Saat dia keluar pintu, secara tiba-tiba ada seseorang dengan gerakan cepat mengambil uang dan kartu ATM dari tangannya.

" Copeeeettt ... !!" teriak Kirania yang langsung sadar jika dia kecopetan. Dia hendak mengejar pencopet itu ketika seorang menghalangi langkahnya.

" Kenapa, Mbak?" tanya pria yang menghalangi Kirania tadi.

" Saya kecopetan, Mas. Itu tadi orangnya yang pakai jaket hitam yang lari ke arah sana," tunjuk Kirania.

" Ya sudah, Mbak tunggu di sini saja, biar saya yang kejar pencopetnya, Mbak nggak usah ikut kejar, takutnya dia bawa senjata tajam, bahaya ..." ucap pria itu.

" I-iya, Mas ..." Kirania menyahuti, sebelum akhirnya pria itu berlari ke arah yang sama dengan si pencopet.

Kirania menunggu sambil berjalan mondar-mandir di depan gerai ATM tersebut. Sudah lima menit berlalu, tapi orang yang tadi bilang akan membantu tak juga muncul, membuatnya semakin terlihat cemas. Kirania khawatir jika uang dan ATM nya itu tak kembali. Dia merasa tak enak hati pada budenya, karena budenya itu butuh uangnya segera. Kalau mesti urus ATM hilang, baru bisa besok siang selesainya.

" Neng kenapa, dari tadi kelihatan seperti orang bingung?" tanya seorang pria paruh baya memperhatikan Kirania yang terlihat gelisah.

" I-itu, Pak. Saya baru saja kecopetan."

" Waduh ... lalu copetnya kabur ke mana?"

" Ke arah sana, Pak. Tadi saya mau kejar, tapi ada orang yang larang. Dia bilang, dia saja yang nanti mengejar dan suruh saya tunggu di sini,"

" Wah, itu sih pasti sesama komplotannya, Neng. Dia suruh Neng tunggu di sini, ya biar Neng nggak kejar, dan mereka bisa pergi bebas," ucapan bapak-bapak paruh baya di depan Kirania membuatnya semakin gusar.

" Hahh ... begitu ya, Pak?"

" Iya, biasanya modus kejahatan gitu, Neng. Kadang mereka berkelompok nggak bekerja sendiri."

Kirania dibuat melemas dengan keterangan yang disampaikan oleh pria paruh baya itu. Tangannya mengelus tengkuknya. Dia juga menggigit bibir bawahnya menandakan dia sedang dalam mode cemas,

" Ada apa ini, Pak?"

Tiba-tiba suara pria yang terasa familiar terdengar di telinga Kirania, membuat Kirania tersentak apalagi setelah dia mendapati sosok pemilik suara tadi kini muncul di hadapannya.

*

*

*

Bersambung....

Semoga kalian suka dengan kisah Rindu Tak Bertuan ini, ya. Makasih🙏

Happy Reading😘

Gotcha !

Dirga berniat berhenti di depan gerai ATM beberapa bank. Dia berencana mengambil uang tunai untuk mengisi dompetnya. Saat dia melihat seorang wanita mengunakan piyama karakter tsum-tsum berwarna pink terbalut sweater warna broken white dengan rambut dicepol asal, terlihat kebingungan di depan ATM. Sedetik kemudian terlihat seorang pria paruh baya menghampiri wanita itu.

Dirga langsung mendekat. ingin tahu apa yang terjadi, saat pria paruh baya itu berkata, " Iya, biasanya modus kejahatan gitu, Neng. Kadang mereka berkelompok, nggak bekerja sendiri."

" Ada apa ini, Pa?" tanya Dirga kemudian.

Belum sempat pria paruh baya itu menjawab pertanyaan Dirga, wanita berpiyama itu sudah menoleh ke arahnya. Dirga dan wanita itu sama-sama terperanjat saat mata mereka saling beradu pandang.

" Kamu?? Kamu kenapa?" tanya Dirga berusaha senormal mungkin mengatasi rasa kagetnya

" Neng ini bilangnya kecopetan, Mas." Pria paruh baya itu yang menjawab.

" Kecopetan?" Dirga menautkan kedua alisnya. " Apa saja yang diambil pencopet itu?" tanya Dirga. " Berapa banyak uang kamu yang diambil?" tanya Dirga lagi pada Kirania yang masih mengatupkan bibirnya tak memberi jawaban.

Kirania memang tak berniat menjawab pertanyaan Dirga. Dia malah sibuk mencari nomer kontak Bude Arum.

" Assalamualaikum, Bude ..." sapa Kirania saat teleponnya tersambung.

" Waalaikumsalam ... kenapa, Ran?" sahut Bude Arum.

" Bude, Aku kecopetan ..." suara Kirana terdengar sedikit bergetar.

" Astaghfirullahal adzim. Kenapa bisa begitu, Ran?" Bude Arum terkejut mendengar penuturan keponakannya itu.

" Nggak tahu, Bude. Tadi pas keluar dari gerai ATM tiba-tiba ada orang merebut uang sama ATM yang aku pegang."

" Terus kamu gimana? Kamunya nggak kenapa-kenapa, Ran?" tanya Bude Arum khawatir.

" Aku nggak kenapa-kenapa, cuma lemas saja rasanya, Bude. Uang itu 'kan Bude perlu banget, sedangkan kalau urus bikin ATM baru paling bisa besok siang," Kirania merasa bersalah tidak mendengar ucapan Bude Arum yang menyuruh ke mesin ATM nya besok pagi.

" Iya sudah, nggak apa-apa, Ran. Yang penting kamunya nggak celaka. Sekarang kamu pulang saja, ya." pinta Bude Arum.

" Iya, Bude. Assalamu'alaikum ...."

" Waalaikumsalam ..." Sambungan telepon Kirania dengan budenya pun terputus.

" Kamu sudah hubungi call center banknya?" tanya Dirga saat dia melihat Kirania sudah memutus hubungan teleponnya.

Kirania menatap ke arah Dirga kembali. Masih tanpa ucapan yang keluar dari mulutnya.

" Kamu nggak bisu, kan? Kenapa susah sekali jawab pertanyaan aku? Kamu pikir aku ini seorang penjahat?" Dirga sedikit kesal melihat tatapan mata tak suka yang terlihat dari sorot mata Kirania.

" Kamu pakai bank apa? Untuk blokir ATM kamu yang hilang tadi. Biar nggak disalah gunakan orang yang tak bertanggung jawab," ujar Dirga kemudian meraih ponsel dari sakunya.

" Bank xxx ..." sahut Kirania singkat.

" Biar aku sambungkan ke call center banknya." Dirga langsung menyambungkan ponselnya ke call center bank yang dimaksud Kirania,

" Selamat malam, dengan Dewi ada yang bisa kami bantu?"

" Malam, Mbak. Mau pelaporan pemblokiran kartu debit bisa mbak?"

" Bisa, Pak ... maaf sebelumnya, dengan bapak siapa saya bicara?" tanya Customer Service itu ramah.

" Sebentar ..." Dirga menyodorkan ponselnya kepada Kirania. " Kamu yang bicara sendiri dengan customer service banknya "

Dengan ragu Kirania menerima ponsel dari tangan Dirga.

" Hallo ..." ucap Kirania.

" Selamat malam, Ibu. Maaf saya panggil dengan Ibu siapa?"

" Kirania ...."

" Ibu Kirania, ada yang bisa kami bantu?"

" Hmmm, iya ... saya mau blokir kartu ATM saya, Mbak. Saya baru saja kecopetan," jujur Kirania berkata.

" Baik Ibu, bisa disebutkan nomer rekening Ibu Kirania?"

" 1xx xxxxxxx ..." Kirania menyebutkan nomer rekening tabungannya.

" Baik, kami samakan datanya terlebih dahulu ya, Bu.

" Boleh, Mbak ...."

" Maaf, nama lengkap Ibu Kirania?

" Kirania Ambarwati ...."

" Tempat, tanggal lahir?"

" Cirebon, sembilan Juni, seribu sembilan ratus sembilan puluh empat."

" Alamat yang tercantum di KTP?"

" Jalan xxxxxxx Cirebon.

" Maaf, nama Ibu kandung Ibu Kirania?"

" Saraswati Wahyuningsih."

" Nomer telepon yang terdaftar yang bisa dihubungi?"

" 081x xxxx xxxx "

" Maaf, Ibu Kirania ingat kapan dan di mana melakukan transaksi terakhir?"

" Hari ini, Mbak. Penarikan tunai lima ratus ribu rupiah di gerai ATM jalan xxx ...."

" Baik kami cek sebentar ... benar ibu masih sama, belum ada transaksi lagi." sahut Customer Service tadi. " Saya buat laporannya terlebih dahulu, mohon ditunggu sebentar jangan ditutup dulu ya, Bu Kirania."

" Baik, Mbak ..." Ekor mata Kirania mengarah ke arah Dirga yang kemudian masuk ke dalam gerai ATM.

Tak berapa lama, Kirania kembali tersambung dengan Customer Service tadi.

" Hallo, Ibu Kirania ... terima kasih sudah menunggu, kami sudah buatkan pelaporannya. Silahkan Ibu catat nomernya." Customer service itu menyebutkan beberapa angka dan huruf. " Besok Ibu Kirania bisa mendatangi kantor cabang terdekat di kota Ibu untuk pembuatan kartu ATM baru. Ada lagi yang bisa kami bantu, Ibu Kirania?"

" Tidak, sudah cukup, Mbak. Terima kasih."

" Sama-sama Ibu, selamat malam, Ibu Kirania. Selamat beraktivitas."

Kirania kemudian menyerahkan kembali ponsel milik Dirga, saat dilihatnya pria itu sudah kembali di hadapannya.

" Terima kasih," ucap Kirania tanpa banyak basa-basi.

" Ini untuk ganti uang kamu yang diambil pencopet tadi. Ambillah ..." Dirga kemudian menyodorkan uang sejumlah lima ratus ribu rupiah kepada Kirania. Sebenarnya dia ingin memberikan lebih dari jumlah itu. Tapi mengingat seperti apa wanita yang dihadapinya. Dia hanya memberikan sejumlah uang yang dicopet, walaupun dia tidak yakin uang itu akan diterima atau tidak.

Kirania melirik ke arah uang yang disodorkan Dirga, kemudian menatap Dirga. " Nggak usah, makasih." Kirania kemudian melangkah ke arah motor pakdenya yang dia pakai tadi.

" Jangan bandel banget, deh ! Terima saja, Kamu pasti butuh, kan? Kalau nggak butuh, nggak mungkin malam-malam ke ATM." Dirga langsung meraih tangan Kirania, membuka telapak tangan Kirania yang mengepal, menaruh uang di sana dan menutup tangan Kirania agar kembali mengepal.

Kirania tersentak ketika tiba-tiba tangannya dipegang oleh tangan kokoh Dirga, seketika jantungnya berdebar kencang. Dia hendak menarik tangannya tapi tangan kokoh Dirga tidak mengijinkan.

" Ambil saja ... kalau kamu tidak mau merasa berhutang. Besok kalau kamu sudah ganti ATM yang baru, kamu bisa balikin uangnya ke aku. Sementara ini pakai saja uang dariku dulu. Tolong jangan ditolak, ya! Dan tolong jangan jutek banget. Jangan menganggap aku ini seperti musuh kamu. Kita ini satu kampus, kamu adik tingkat aku. Kita ini mestinya saling perduli, kalau perlu saling menyanyangi." Dirga menarik satu sudut bibirnya ke atas.

Kirania mendelik mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Dirga. Dengan cepat dia menepis tangannya dari genggaman Dirga dan hendak mengembalikan uang yang diberikan pria itu tapi dengan cepat Dirga berkata, " Bercanda, jangan terlalu dibawa serius, deh. Kamu itu harus sering bercanda, biar sering tersenyum. Sayang banget, kalau wajah cantik kamu ini ditekuk terus." Dirga terkekeh.

" Oh iya, kamu naik apa ke sini? Mau aku antar sekalian?" Dirga menawarkan diri mengantar.

" Nggak usah! Aku bawa motor," jawab Kirania masih dengan nada ketus.

" Oh gitu, ya sudah sana buruan pulang. Hati-hati ya, jangan sampai kecopetan lagi," goda Dirga lagi.

Kirania memutar bola matanya kemudian menyalakan mesin motornya.

" Hati-hati, ya. Jangan ngebut bawa motornya." Kalimat Dirga itu sempat terdengar di telinga Kirania sebelum motornya pergi meninggalkan Dirga.

Dirga menatap kepergian Kirania dengan seulas senyuman di bibirnya. Kemudian dia menatap ke arah ponselnya. " Gotcha !" (Kena kau)

*

*

*

Bersambung...

Happy Reading😘

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!