NovelToon NovelToon

Perfect'S My Husband

01.Sadar Emily

" Jangan berkhayal terlalu tinggi Emily..." gumam Carry.

"Sesekali berkhayal tak apa lah." sahut Emily.

Carry tertawa renyah, "Bukan nya sesekali, tapi kau hampir setiap hari mengkhayalkan bos kita yang duda itu. sadar Emily, kau hanya seorang clening servis sedangkan dia adalah bos besar yang memiliki berbagai macam bisnis." gumam Carry membuat senyum yang mengembangkan di wajah Emily tiba-tiba redup.

"kau ini, bukan nya memberi ku semangat malah menyudutkan ku." ucap Emily kesal.

"Sadar Emily, Edwin bahkan membuang mantan istri nya ketika mantan istri nya di ketahui sudah tidak perawan. Apa lagi yang jenis seperti kita ini, miskin dan orang pinggiran." ujar Carry kemudian pergi begitu saja.

Emily mendengus kesal, wanita yang memiliki nama lengkap Emily Casandra itu terus menggerutu dengan sikap sahabat nya. Emily kemudian melanjutkan pekerjaan nya membersihkan lantai delapan yaitu lantai keramat karena hanya dua ruangan khusus milik Edwin.

Edwin Arnold Egalia adalah pria yang berusia tiga puluh tahun dan berstatus duda tanpa anak. Pernikahan yang baru berumur dua hari kandas karena kekecewaan Edwin terhadap mantan istri nya.

Wajah dingin, juga sikap kasar Edwin membuat tak banyak wanita yang mendekati pria itu. Memiliki perusahaan besar membuat Edwin sangat di takuti para pebisnis. Egalia Company, adalah perusahan besar milik keluarga Egalia yang mencakup berbagai macam bisnis termasuk dunia bawah tanah.

"Tuan, siang ini ada meeting dengan klien dari negara itali." beritahu Clara sekretaris Edwin.

"Batalkan, aku ingin pulang cepat hari ini." perintah Edwin dengan suara datar nya.

"Tapi tuan, mereka memaksa untuk bertemu dengan tuan bahkan mengancam." ucap Clara takut.

Edwin mendelik, menatap tajam pada sekretaris nya. "Katakan pada mereka, aku tidak takut." gumam Edwin kemudian beranjak dari kursi kebesaran nya.

Pria itu memutuskan untuk pulang karena sebenarnya tubuh nya sedang kurang enak. Edwin melajukan mobil Bugatti nya. Edwin sedikit memijat pelipis nya karena kepala nya cukup pusing sekarang.

Sesampai nya di rumah Edwin langsung merebahkan diri di atas tempat tidur tangan berukuran king size itu.

"Ambil cuti, kau terlalu lelah Edwin." tegur suara berat dari ambang pintu kamar.

"Pekerjaan ku sangat banyak, aku tidak mungkin mengambil cuti." gumam Edwin dengan mata terpejam .

"Kau anak papi satu-satu nya, sudah saat nya kau memikirkan kebahagiaan mu." ucap tuan Theo. "Sudah satu tahun kau menyendiri, carilah pasangan. Papi juga ingin menimang cucu."

"Keluarlah pi, aku ingin istirahat." gumam Edwin lalu menutup wajah nya dengan bantal.

Theo menutup pintu kamar anak nya, pria paruh baya itu sudah sangat bosan menasehati anak tunggal nya itu.

Malam menjelang, Emily terkejut melihat siapa yang datang ke apartemen murahan milik nya. "Ayah...." lirih wanita itu seperti ketakutan.

"Bagi aku uang..." pinta pria setengah mabuk itu.

"Aku tidak punya uang. Aku belum gajian..." ucap Emily gugup.

"Jangan bohong! apa kau lupa jika ibu mati dan membuat ku menjadi miskin seperti ini?" bentak Frans dengan mata merah nya.

Emily yang ketakutan akhirnya menyerahkan semua uang kepada ayah tiri nya itu. Uang untuk jatah makan nya satu bulan kini lenyap tanpa sisa.

Emily hanya bisa menangis, sejak kematian ibu nya satu tahun yang lalu kehidupan nya kehidupan nya juah berubah. Ayah tiri nya selalu menuntut untuk meminta ganti rugi pada Emily atas biaya yang ia keluarkan ketika ibu nya di rawat di rumah sakit.

Pagi menjelang, dengan langkah lesu Emily berjalan menuju kantor yang berada tak jauh dari perusahaan raksasa itu. Wanita itu langsung mengambil seperangkat alat kebersihan lalu menaiki lantai delapan yang mana kata nya lantai keramat milik Edwin.

"Kau kenapa Em? apa kau punya masalah?" tanya Carry khawatir.

Emily memeluk sahabat nya itu, "Ayah tiri ku mengambil semua uang ku." lirih Emily sedih.

"Kenapa ayah tiri mu itu suka sekali mengganggu mu? kau harus hati-hati Em, seperti dia bukan orang baik."

Emily melepas pelukan nya, "Entahlah, setiap kali aku pindah dia selalu berhasil menemukan ku." gumam Emily kesal.

"Ya sudah, ayo kerja." ujar Carry.

Jam menunjukkan pukul dua belas siang, sudah waktu semua orang pergi ke kantin untuk makan siang. Namun tidak dengan Emily yang harus rela menahan lapar hari ini.

Wanita itu duduk di ruang kecil tanpa pintu tepat di samping ruang kerja milik Edwin. Ini adalah tempat favorit Emily,karena ia bisa melihat pemandangan indah dari lantai delapan.

"Makanlah, kau pasti lapar." ucap Carry sambil menyodorkan sepotong roti dan sebotol susu.

"Terimakasih Carr, kau sangat baik." ujar Emily lalu mengambil bungkusan itu.

Emily makan dalam diam, cukup lah bagi nya hidup sebatang kara tanpa keluarga karena semua saudara nya tega mengacuhkan Emily. Terlahir dari keluarga miskin membuat Emily di jauhi oleh saudara-saudara dari pihak ibu maupun ayah kandung nya.

Di lain tempat, Edwin sedang melakukan makan siang di restoran biasa ia makan. Di temani oleh Darren sebagai asisten pribadi sekali gus sahabat nya.

"Apa kau dengar berita terakhir mantan istri mu?" tanya Darren hati-hati.

"Biarkan saja, wanita yang gila kepuasan seperti dia membuat ku semakin jijik melihat nya." ucap Edwin ketus.

"Bukankah Catrina masih mengejar mu?"

"Aku tidak peduli..! berhenti bicara atau kau keluar saja." ancam Edwin dengan sorot mata tajam.

Darren menelan air liur nya kasar, meski mereka bersahabat sudah lama tapi tetap saja Derren sangat takut dengan murka nya Edwin ketika sedang marah.

Selesai makan siang Edwin dan Darren kembali ke kantor untuk melanjutkan pekerjaan mereka. Emily yang masih lapar karena sepotong roti tidak mampu menahan perut nya yang kosong terus meminum air agar kenyang.

"Tahan Emily, malam akan segera datang." batin wanita itu.

Entahlah, di letakkan di lantai delapan yang konon kata nya harus di bersihkan setiap satu jam sekali membuat semua karyawan mundur kecuali Emily dan Carry yang mampu bertahan.

Kebersihan yang selalu di jaga bahkan secuil sampah pun dapat memancing marah Edwin. Untung saja ruangan Edwin ada karyawan khusus yang akan membersihkan nya.

"Apa kau butuh uang Em...?" tanya Carry.

"Tidak usah Carr, malam ini aku gajian." tolak Emily halus.Wanita itu sebenarnya melakukan dua pekerjaan, jika siang ia akan menjadi tukang bersih-bersih dan jika malam ia akan menjadi pelayan di cafe.

Lelah sudah pasti, namun apa daya karena ayah tiri nya terus datang untuk memeras Emily. Sungguh, wanita itu sudah tidak tahu cara apa lagi agar ia bisa terbebas dari ayah tiri nya.

02.Sabar Emily

"Terimakasih bos...!" ucap Emily ketika ia menerima gaji nya.

Wanita yang berusia dua puluh tujuh tahun itu akhirnya bisa bernafas lega karena ia bisa menutupi kebutuhan nya satu bulan ke depan. Tubuh nya sangat lelah itu sudah pasti, namun apa daya Emily harus rela bekerja siang malam.

Jam menunjukkan pukul sepuluh malam, Emily berjalan kaki menuju apartemen nya. Apartemen yang ia sewa sangat murah dan tentu nya sebanding dengan harga.

Butuh waktu dua puluh menit untuk Emily berjalan menuju tempat tinggal nya. Namun ketika ia baru dapat setengah perjalanan ia di hadang oleh ayah tiri nya. Seketika tubuh Emily lemas, ia tahu jika ayah tiri nya akan meminta uang nya kembali.

"Beri aku uang...!" perintah Frans dengan keadaan setengah mabuk.

"Aku sudah tidak punya uang. Bukan kah anda telah mengambil semua nya kemarin?" ujar Emily ketakutan.

Frans menjambak rambut Emily lalu merampas tas selempang kecil milik nya.Namun dengan cepat Emely berontak dan mendorong tubuh Frans hingga terjungkal.

Frans yang naik pitam kembali berdiri lalu menampar wajah wanita itu hingga keluar darah dari sudut bibir nya.

"Beri aku uang....!" bentak Frans masih mencoba merampas tas Emily.

Emily dengan sekuat tenaga mempertahankan uang nya karena jika itu di ambil oleh ayah nya ia akan benar-benar berpuasa satu bulan. Dengan penuh keberanian Emily menendang Frans hingga lelaki itu terjungkal kembali.

Frans yang semakin emosi kembali bangkit dan hendak menghajar anak tiri nya. Namun entah datang dari mana, tiba-tiba Edwin langsung mengajar Frans hingga babak belur. Sedangkan Emely yang sudah tidak berdaya hanya bisa menangis sambil melihat adu jotos di depan nya.

Frans yang kalah langsung kabur, sedangkan Emily hanya duduk lemas karena wajah nya sudah babak belur di hajar oleh Frans. Edwin memapah wanita itu lalu memasukan nya ke dalam mobil.

Emily belum sadar jika yang menolong nya adalah pria yang selama ini ia kagumi. Edwin bergegas membawa Emily ke rumah apartemen nya. Pria kemudian mengambil alat kompres juga saleb luka.

"Aaaaa.....perih..." lirih Emily.

"Apa yang kau lakukan di tengah malam begini?" tanya suara dingin itu membuat Emily mendongak.

Terperangah kaget, Emily terhenyak ketika melihat dengan jelas siapa laki-laki yang sudah menolong nya ini. Emily terkagum-kagum pada ketemapan pria itu.

"Tuan Edwin...." lirih Emily membuat Edwin mengerutkan kening nya dalam.

"Siapa kau? kenapa kau tahu nama ku?" tanya Edwin dengan tatap curiga.

"Saya karyawan tuan di kantor." jawab gugup Emily.

"Karyawan? bagian apa? kenapa aku tidak pernah melihat mu?" rentetan pertanyaan yang keluar dari mulut Edwin.

"Saya hanya seorang cleaning servis. Saya bekerja di lantai delapan." jawab Emily dengan wajah menunduk. Wanita itu cukup malu menampakan wajah memar nya.

"Siapa laki-laki tadi? apa dia sedang merampok mu?" tanya Edwin membuat Emily terdiam. Tidak mungkin jika Emily berkata jujur apa yang telah terjadi pada nya.

"Maaf tuan, saya akan pulang." ucap Arumi gugup.

Edwin menarik tangan Emily ketika wanita itu hendak beranjak dari duduk nya. Sejenak mata mereka saling memandang. Emily, tak bisa berbohong jika jantung nya sedang berdegub kencang.

"Sudah malam, wajah mu bahkan terluka." tegur Edwin.

"Tidak apa-apa, saya sudah biasa." ujar Emily.

"Duduk....!" perintah Edwin.

Ragu, Emily sedikit takut ketika melihat sorot mata Edwin yang sangat tajam. Wanita itu kembali duduk sambil menahan perih di wajah nya. Edwin kemudian mengompres kembali luka memar di wajah Emily.

"Biar saya saja tuan..." ujar Emily meraih handuk kecil dari tangan Edwin.

"Diam...!" perintah Edwin membuat Emily terdiam.

Setelah selesai, Edwin meminta kepada Emily untuk menunggu nya sebentar karena pria itu akan membeli makanan. Apa ini? kenapa seorang Edwin keluar tengah malam hanya untuk membeli makanan?

Tak berapa lama Edwin kembali, lelaki itu sudah mendapati Emily tertidur di sofa dengan tubuh meringkuk menahan dingin nya malam. Lekat, Edwin menatap wajah Emily. Lelaki itu bisa menabak jika Emily sedang menanggung beban berat dalam hidup nya. Gurat wajah lelah Emily tak bisa di bohongi, entah kenapa hati Edwin tiba-tiba merasa terenyuh melihat wanita itu.

Edwin memindahkan Emily ke dalam kamar, bahkan wanita itu sudah tidak merasakan jika saat ini ia sedang berada dalam gendongan seorang Edwin Arnold Egalia.

Sedangkan Edwin memilih tidur di kamar nya, lelaki itu juga merasakan lelah di tubuh nya yang mengharuskan ia tidur cepat.

Pagi menjelang, Emily perlahan membuka mata nya. Wanita itu memijat kepala nya sakit, ia memandang kesekeliling. Deg...Emily sadar jika ia sedang berada di mana sekarang.

Wanita itu kemudian langsung keluar kamar dan mendapati jas Edwin masih berada di sofa. Emily melirik jam tangan nya, masih pukul lima pagi. Emily menulis secarik kertas untuk Edwin kemudian pergi begitu saja.

Ini lah perbedaan nya, meski apartemen nya dan apartemen milik Edwin tidak terlalu jauh, namun kemewahan nya lah yang menjadi perbedaan.

Emily langsung pergi mandi, selesai mandi wanita itu menutupi bekas memar dengan menggunakan foundation. Setelah memar nya tersamarkan Emily langsung bergegas pergi kerja.

Di apartemen, Edwin tersenyum tipis ketika membaca catatan kecil dari Emily. Edwin kemudian berangkat ke kantor seperti biasa nya. Lelaki itu sangat penasaran dengan apa yang di ucapkan oleh Emily jika ia adalah salah satu karyawan di lantai delapan.

Tempat favorit Emily, wanita itu melamun tentang arah kehidupan nya sekarang. Ingin rasa nya ia menangis sekencang nya, namun untuk apa air mata di buang percuma.

"Wajah mu....kenapa Em...?" tanya Carry panik.

"Aku tidak apa-apa."jawab nya dengan senyum yang selalu ia pancarkan.

"Apa ini perbuatan ayah tiri mu lagi?" tebak Carry geram.

"Em...sebaiknya kau pindah saja." ujar Carry.

"Pindah ke mana? kau tahu sendiri Car, meski aku masuk ke lubang semut sekali pun om Frans selalu menemukan ku." gumam Emily sedih.

"Apa gaji mu tadi malam aman?" tanya Carry.

"Iya aman..." jawab Emily namun wanita itu tidak menceritakan apa siapa yang telah menolong nya tadi malam.

"Sabar Em...semoga kau bisa menemukan kebahagiaan mu nanti." ucap Carry membuat Emily menangis tersedu. Memiliki Carry saja ia sudah sangat bersyukur, hidup sebatang kara tanpa sandaran membuat Emily sudah terlatih dengan yang nama nya penderitaan.

Tanpa mereka sadari jika sejak tadi Edwin mendengarkan pembicaraan ke dua wanita itu. Tak ingin keberadaan nya di ketahui, Edwin memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan nya.

03.Rumah Sakit

Siang berganti malam, Emily kembali bekerja di cafe seperti biasa nya. Tubuh nya sangat lelah namun ia sudah terbiasa melakukan itu semua. Ingin rasa nya menjerit, protes pada semesta yang sedang tertawa namun apa daya, cukup hati nya yang tahu semua.

Seperti biasa, pukul sepuluh malam Emily akan pulang berjalan kaki. Tubuh nya sedikit tidak enak karena bekas tamparan itu masih sangat membekas. Namun tiba-tiba wajah Emily berubah ketakutan ketika ia di hadang kembali dengan Frans dan dua orang teman nya.

"Berikan semua uang mu!" bentak Frans.

"Aku tidak punya uang..." ucap Emily ketakutan, tangan nya erat menggenggam tas selempang kecil milik nya.

Frans maju lalu merampas tas Emily, namun Emily terus berusaha mempertahankan uang nya. Ke dua teman Frans langsung memegang ke dua tangan Emily hingga Frans berhasil merampas tas kecil itu lalu mengambil uang nya.

"Bos, apa boleh kami mencicipi tubuh anak tiri mu ini?" tanya seorang teman Frans dengan mata jelalatan nya.

"Terserah mau kalian apakan. Toh dia sudah tidak berguna lagi." ucap Frans membuat Emily semakin ketakutan. Wanita itu berontak dengan menendang salah satu ******** orang yang memegang nya tadi.

Emily berusaha kabur namun dengan cepat Frans menangkap nya. Emily berontak kembali hingga membuat ia lari ke tengah jalan dan brukkkk....tubuh Emily di hantam mobil Buggati mewah hingga membuat tubuh nya terpental beberapa meter.

Frans dan ke dua teman nya langsung kabur ketika melihat kejadian itu. Sedangkan sang pemilik mobil langsung keluar dan mendapati Emily sudah tidak sadarkan diri dengan sejumlah luka di wajah dan tangan nya.

Edwin, laleki itu bergegas membawa Emily ke rumah sakit. Terlihat jelas jika pria itu sedang khawatir sekarang. Sesampai nya di rumah sakit, Emily langsung mendapatkan pertolongan pertama.

"Kau menabrak orang?" tanya Dion sahabat Edwin yang bekerja di salah satu rumah sakit nya.

"Aku tidak sengaja menabrak nya." jawab Edwin dingin.

"Kau sudah mencari tahu keluarga nya?" tanya Dion kembali.

Benar, siapa yang akan Edwin hubungi sekarang? karena pria itu juga tidak mengemis siapa Emily. Akhirnya Edwin meminta Darren untuk menghubungi Carry salah satu karyawan yang ia lihat bersama Emily tadi siang.

Carry yang datang bersama Darren terus menangisi sahabat nya. Wanita itu sangat tahu bagaimana keadaan Emily.

"Apa kau teman nya?" tanya Edwin.

"Iya tuan, saya sahabat Emily." jawab Carry.

"Aku tidak sengaja menabrak nya. Dia sedang di ganggu beberapa orang di jalan."

"Itu pasti ayah tiri Emily, dia selalu meminta uang pada Emily." ucap Carry geram.

"Lalu kenapa teman mu itu keluar menemui nya di malam hari. Seharusnya dia menghindar!" ujar Edwin kesal. Karena menurut nya Emily sangat bodoh tidak menghindar.

"Jika malam Emily akan bekerja di cafe xxxx. Dia akan pulang pukul sepuluh malam dan jika siang dia akan bekerja di kantor tuan." ucap Carry memberi tahu.

Edwin mengangkat alis nya sebelah, pria itu tahu nya jika Emily adalah karyawan nya dan tidak tahu jika Emily bekerja di salah satu cafe milik nya juga.

Sebenarnya Carry merasa takut, karena secara tidak langsung ia telah mencari masalah dengan Edwin. Bos yang terkenal galak dan juga dingin.

"Bagaimana keadaan nya?" tanya Edwin pada Dion yang baru saja keluar dari dalam ruangan.

"Dia baik-baik saja. Hanya syok dan luka-luka nya juga tidak terlalu parah." jawab pria yang menggunakan jas putih itu.

Edwin, Darren dan Carry masuk untuk melihat keadaan Emily. Wajah nya pucat mata nya terlelap. Rasa nya Cerry tak sanggup melihat keadaan sahabat nya itu.

"Apa dia tidak punya ibu atau saudara lain nya?" tanya Edwin.

"Tidak ada!" jawab singkat Carry lalu menjelaskan siapa Emily sebenarnya. Hati Edwin terenyuh, ia menatap wanita yang masih belum sadarkan diri di atas brankar.

Edwin kemudian melirik jam yang melingkar di tangan nya, "Pulanglah, sudah larut." perintah Edwin pada Carry.

"Tapi saya harus menemani Emily." tolak Carry.

"Biar aku yang menjaga nya. Darren, antar dia pulang." perintah Edwin.

Dengan berat hati Carry ikut pulang bersama Darren. Wanita itu memilih mengalah karena sejujurnya ia juga takut pada Edwin.

Edwin kemudian menarik kursi lalu duduk di samping brankar, mata elang itu lekat memandang wajah pucat pasi yang masih belum sadarkan diri. Wajah sendu yang menyimpan sejuta cerita luka namun tiada tempat untuk mengadu lara.

Malam semakin larut, Edwin tertidur di kursi itu. Malam berganti pagi, tepat pukul lima pagi Emily mulai membuka mata. Tubuh nya sakit, wanita itu memegang kepala lalu menoleh ke arah kursi.

Sungguh, Emily sangat terpesona dengan pria yang masih tertidur dengan melipat ke dua tangan nya itu. Wajah tampan dan maskulin itu sejenak menghilang rasa sakit Emily.

"Kau sudah sadar Em....?" sapa suara yang baru saja masuk ke dalam ruangan.

Emily meletakkan jari telunjuk nya mengisyaratkan agar Carry tidak berisik. Namun tetap saja Edwin terbangun.

"Sejak kapan kau sadar?" tanya Edwin membenarkan posisi duduk nya.

"Baru saja..." jawab Emily tertunduk.

"Bagaimana keadaan mu? apa kau sudah baik kan?" tanya nya kembali.

"Masih sakit...." jawab Emily jujur "Apa tuan yang membawa ke sini?" tanya belik Emily.

"Hmmmm....." jawab Edwin tanpa membuka mulut nya.

"Kenapa tuan tidak membiarkan saya mati saja...!!" gumam Emily dengan mata berkaca-kaca.

Carry langsung memeluk sahabat nya. "Jangan bicara seperti itu, kalau kau mati siapa yang akan menjadi sahabat ku?" protes Carry.

"Kalau begitu pergilah untuk bunuh diri." ujar Edwin.

"Baiklah, aku akan pergi...!" sahut Emily membuat tajam ke dua mata elang itu.

Edwin bangkit dari duduk nya lalu beranjak ke luar. Entah kenapa Edwin merasa tidak suka mendengar Emily menantang ucapan nya.

"Apa aku membuat nya marah?" tanya Emily.

"Seperti nya iya..." ujar Carry merasa takut.

"Bawa aku pulang Carr..." pinta Emily.

"Tapi kau masih sakit..." tolak Carry.

"Aku tidak punya uang untuk membayar rumah sakit Carr...." lirih Emily membuat Carry sedih.

"Maafkan aku Em, aku tidak bisa membantu mu. Kau sendiri keadaan ku bagaimana?" gumam Carry.

"Maka dari itu, bawa aku pulang."

Emily melepas jarum infus dengan menahan rasa sakit. Air mata nya pun hampir keluar, namun wanita itu tak ada pilihan lain.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Edwin dengan suara berat nya.

"Saya ingin pulang..." ujar Emily.

"Kau masih sakit...! apa kau benar-benar ingin mati?"

"Aku tidak punya uang untuk membayar rumah sakit. Untuk makan saja aku tidak punya!" ucap Emily dengan wajah sendu nya.

"Aku sudah membayar rumah sakit ini. Kembali ke tempat tidur mu." ujar Edwin lalu menggendong wanita itu.

Mata Carry terperangah, wanita itu tidak percaya apa yang lihat ia lihat sekarang. Edwin memerintahkan Carry untuk memanggil Dokter.

Tak berapa lama Dokter datang dan langsung memasang kembali infus Emily.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!