NovelToon NovelToon

Dia Dari Mama

Prolog |Revisi|

Happy Reading😇

"Raynka!" Teriak Zireyah dari luar rumah.

"Iy-iya, Kak?" sahut Raynka menghampiri Zireyah.

"Beliin aku es dong di sana!" titah Zireyah menuding salah satu gerobak es di seberang sana dengan dagunya.

"T-tapi Kak aku lagi tidak enak badan, ka-kata mama juga aku tidak boleh keluar rumah," Raynka mencoba menolak titahan Zireyah. Sebenarnya Raynka juga takut akan murka kakaknya, namun bagaimana lagi mengingat kondisi tubuhnya yang tidak stabil, jauh lebih menakutkan bilah terjadi hal yang tidak diinginkan.

"Kalau aku aduin ke papa kira-kira bagaimana ya?" Zireyah mengetuk-ngetuk pelipisnya menggunakan jemari telunjuknya semacam berpikir. Memandang Raynka tersenyum remeh. Sudah pasti Zireyah tahu letak kelemahan Raynka, ada pada papanya.

Raynka tersenyum tawar dengan wajah pucatnya. "I-iya udah, Kak. Aku jalan dulu," Zireyah'pun masuk kedalam rumah. Raynka berjalan seperti orang melayang. Kepalanya begitu pusing, melihat dunia seakan berputar, tubuhnya serasa enteng, tak hanya itu penglihatannya pun semakin menggelap.

Raynka memberanikan diri untuk menyeberangi jalan. Dibahu jalan sejenak kakinya berhenti melangkah, rasanya ia sudah tak sanggup lagi untuk melangkah. Ia perlu duduk untuk menetralkan tubuhnya.

Di dalam mobil Ganica melihat Raynka yang berhenti dibahu jalan. Sedang mobil hitam itu terus melaju asal-asalan.

"Pah! Pah! Berhenti, berhenti dulu," ucap Ganica tiba-tiba membuat Rafardhan yang sedang mengendarai mobil kaget hingga tanpa sadar Rafardhan menginjak rem. mobil'pun berhenti melaju. Rafardhan menoleh ke sampingnya.

"Loh, kenapa Sayang? Kok tiba-tiba nyuruh berhenti?" Tegurnya heran.

Kesempatan inilah yang tidak dianggurin oleh Ganica. Ia memilih tak mengacuhkan teguran suaminya. Tergesa-gesa Ganica turun dari mobil dan berlari ke arah Raynka. Melihat istrinya yang tiba-tiba berlari Rafardhan juga mengikuti.

"Raynka! Awas Nak!" Ganica memeluk tubuh Raynka dari belakang. Dalam hitungan detik tubuh Ganica terkapar. Raynka memutar tubuhnya, "Mamaaaaaa," tangisan Raynka pecah, tubuhnya beringsut ke bawah.

Mobil yang menabrak memutar sedikit ke samping lalu menghilang begitu saja. Rafardhan menatap tak percaya istrinya menjadi korban tabrak lari di depan matanya. Lagi-lagi gegara anak sialan itu.

Rafardhan berlari kencang mendekati keduanya, "Sayang," ucapnya lirih. Lolos begitu saja tiga tamparan mendarat diwajah mungil Raynka. Disaksikan oleh berkerumun orang di sekelilingannya.

Assalamualaikum Warahmatulahi Wabarakatuh, All. Setelah mikir-mikir antara lanjut atau udahan, hehe aku milihnya lanjut.

Mohon maaf ya kalo aku bisa up-nya baru sekarang.

Banyak banget kendala yang menunda untuk aku kembali mengetik.

Dan, aku juga mohon maaf bila seandainya keputusan aku berbeda dengan kalian.

Makasih ya buat yang udah baca berulang-ulang, komentar yang mendukung, dan klik jempolnya. Makasih banyak Readers.

Love you, All❤

Part 1. Flashback |Revisi|

Jemari telunjuk Raynka menyentuh bel yang tertempel di pintu kamar Rafardhan. Pertama Raynka menyentuh bel itu, keadaan masih sama, hening. Kedua kalinya pun tetap sama, gelagatnya tak mendapat sahutan dari dalam. Namun, Raynka masih melakukannya berulang-ulang kali.

Rafardhan yang berada di dalam kamar mandi dibuat kesal karena suara bel yang memenuhi seisi kamarnya.

"Ck, dasar anak itu mengganggu saja," monolognya berdecak kesal. Toh pikirnya siapa lagi yang absen menghampiri dirinya setiap menjelang pagi, jika bukan Raynka.

Hanya memakai boxer yang dibalut handuk setengah badan menutupi tubuh bawahnya. Rafardhan terpaksa harus mengakhiri mandinya untuk menemui Raynka.

Raynka terlalu berantusias memencet bel sampai-sampai menyandarkan kepalanya di pintu. Bahkan Rafardhan tak tahu akan hal itu. Rafardhan langsung menekan knop pintu kamarnya ke bawah, dan kini berpindahlah sandaran kepala Raynka bukan lagi ke pintu melainkan didada bidang Rafardhan yang masih terdapat tetesan air. Refleks tangan Rafardhan melingkar dibahu Raynka.

"Huwaaaaaahhhahh ahhhh," tak sengaja Raynka mengeluarkan suara nyaringnya. Ia langsung menjauh dari Rafardhan, memutar tubuhnya membelakangi Rafardhan, menyembunyikan wajahnya bak kepiting rebus. "P-papa kok nggak bilang sih kalau mau keluar? R-raynka kan jadi nggak sengaja?"

"Yang suruh kamu bersandar di pintu, siapa? Dan kamu kira saya juga tuli?"

"Y-ya, ya maksud Raynka nggak gitu juga....."

"Raynkaaaaaaaaaaaaaaa!" panggil Zireyah berteriak bak menggunakan toa masjid.

Nampaknya Raynka juga bingung. Dirinya seperti gelagapan. "Anu, anu itu kak Zi manggil, Raynka ke sana dulu, ya Pah," pamitnya langsung meluncur ke kamar Zireyah. Raynka'pun mendekati Zireyah yang berdiri di luar pintu kamarnya dengan sepasang tangan yang bersendekap di dada.

"Kenapa, Kak?"

"Kalau nggak ada gunanya buat apa aku manggil kamu ke sini? Bodoh! Cepat sana cariin cardigan aku!" Titahnya tak sabaran.

Raynka mengangguk patuh. Sedikit ia membungkukkan badannya melewati Zireyah untuk masuk ke dalam. Zireyah masih berdiri di ambang pintu menunggu Raynka. Tak lama kemudian Raynka keluar menemui Ziyerah membawa cardingan di tangan kanannya. "Kak Zireyah ini apa, hm?" Ujar Raynka dengan intonasi suara menekan.

Begitu melihatnya, Zireyah merampas benda mati itu dari tangan Raynka. "Ya mana aku tau. Orang kamu yang nyuci, kamu yang melipat, dan kamu juga yang nyusun. Udah sana kamu pergi!"

...🧠🧠🧠...

Flashback on

1 Bulan setelah kepergian Ganica

Rafardhan mengangkat tas ransel yang terisi penuh oleh pakaian-pakaian Raynka, sembari tangan satunya lagi ia gunakan untuk mencengkeram erat pergelangan tangan Raynka, otomatis tubuh itu tergeret dengan gampangnya.

Hingga sampai di ruang tamu Rafardhan menjatuhkan tas ransel itu sekaligus membebaskan tangan Raynka. "Pergi kamu dari rumah saya!" Pintu rumah terbuka dengan sangat lebar.

Raynka berdiri mematung. Ia menundukkan kepala membunyikan wajahnya dari tatapan murka Rafardhan. Tubuhnya yang bergetar hebat disertai air mata tanpa isakan membuat dadanya betul-betul sesak. "Salah Raynka apa Pah? kenapa tiba-tiba Papa usir Raynka?"

Nampaknya pertanyaan Raynka bagaikan angin berlalu untuk Rafardhan. Terbukti Rafardhan tetap pada pendiriannya, "Qaraynka, pintu keluar sudah di hadapan kamu, silahkan kamu angkat kaki dari rumah saya," sejenak Rafardhan memelankan suaranya. "Oh iya hampir saja saya lupa," Rafardhan berjalan beberapa langkah menghampiri meja untuk menyambar koper yang di dalamnya dipenuhi uang.

Rafardhan melempar seluruh uang merah tersebut ke atas hingga kertas-kertas merah itu berhamburan dilantai. "Pungut, dan pergi dari sini!" Katanya lagi tanpa belas kasih.

"Saya pikir 300 juta bisa menundamu sejenak untuk tidak perlu menjadi pengemis jalanan."

Raynka mendekati Rafardhan untuk berpamitan, "makasih ya Pah atas semuanya. Raynka pamit. Rayn akan selalu sayang sama Papa, mama, dan kak Zi, jaga kesehatan ya Pah. Assalamu'alaikum," Raynka memaut tangan kanan Rafardhan, hendak mengecup punggung tangan Rafardhan, Rafardhan langsung menghela tangannya kasar. Melihat akan tanggapan Rafardhan, berlalu Raynka memeluk tubuh Rafardhan, jangankan untuk membalas, malah Rafardhan mendorong Raynka hingga tubuh itu terhuyung ke lantai.

"Kamu sangat lancang!" Umpat Rafardhan tersenyum smirk.

"Bahkan mungkin ini untuk terakhir kalinya, Pah," gumam Raynka pelan namun dapat sampai juga ke telinga Rafardhan.

"Udah deh nggak usah kebanyakan drama! Muak lama-lama saya lihat kamu," sejenak Rafardhan menjeda perkataannya. "Sekali lagi saya tanya baik-baik sama kamu, ingin pergi sendiri atau dengan cara saya? Sudah cukup kamu menghancurkan keluarga saya," sambung Rafardhan bersuara tegas.

"Raynka pamit ya Pah, Assalamu'alaikum," pamit Raynka lagi pada Rafardhan. Agak lama Raynka memandangi wajah Rafardhan yang menatap ke arah lain. Setelah itu Raynka melangkah keluar dari pintu.

"Ohhhh, rupanya kamu bisa hidup tanpa uang saya? Kamu tidak dengar yang saya bilang tadi? Pungut semua uang-uang itu! Setelah itu pergi dari sini!" Lagi-lagi suara sinis Rafardhan yang masuk ke telinga Raynka. Raynka memutar balik badannya. Toh Raynka pikir percuma menentang ucapan Rafardhan yang memang tak bisa ditentang. Ia menuruti titahan Rafardhan. Tubuhnya mulai mencangkung. Bahkan air mata sudah terlanjur membasahi pipinya. Serendah itukah dirinya?

Tidak mencapai semuanya, namun hanya beberapa lembar uang merah yang muat dalam kepalan tangan Raynka.

'Kecil-kecil kamu mata duitan juga yah. Cih sok-sokan nolak, akhirnya masih di embat juga.' Batin Rafardhan menatap sinis.

"Raynka pamit ya Pah, Assalamu'alaikum," Raynka mengulangi ucapannya yang tadi sembari sekilas menunduk sopan. Dirinya benar-benar enyah dari sana. Rafardhan menarik bibirnya tersenyum lebar.

Andai saja istrinya masih ada, mungkin keluarga kecilnya akan tetap harmonis, dengan canda tawa yang menghiasi rumahnya.

Selang waktu beberapa menit telepon rumah bergetar pelan bersamaan dengan bunyinya yang cukup ramai. Rafardhan menjulurkan tangannya untuk mengambil benda genggam tersebut di atas nakas, kemudian membawanya ke telinga.

"……………………………………………" Nampaknya suara itu begitu familiar ditelinga Rafardhan.

Sontak Rafardhan menyahut, "iya, saya Ayahnya. Ada apa dengan anak saya? Dan, oh ya ini dengan siapa?"

"…………………………."

"15 menit lagi saya sampai," Rafardhan kembali meletakkan telepon tersebut ke tempat semula.

Bergegas ia mencari kunci mobil dan menjauh dari rumahnya. Tak perlu diberi tahu, pada akhirnya Rafardhan juga tahu apa tindakan yang harusnya ia lakukan.

Raynka. Entahlah kenapa hanya nama sialan itu yang terbesit dipikirannya. Mungkin benar ia harus mencoba. Tak ada yang tahu bukan? Selama ini juga Rafardhan tak tahu golongan darah Raynka. Bila memang persis seperti anaknya, maka itu adalah sebuah kebetulan bukan keberuntungan.

Tepat sekali. Baru saja mobilnya hendak keluar dari gang. Ternyata yang di pikirkannya ada di depan mata tanpa harus lagi ia cari. Rafardhan turun dari mobil mendekati Raynka yang sedang duduk di bangku pinggir gang.

'Rupanya anak cengeng ini masih menangis. Lemah sekali. Bikin malu aja,' gumamnya.

Bersambung.....

Part 2. Flashback 2 |Revisi|

"Ikut saya!" Seketika Rafardhan mencengkeram pergelangan tangan Raynka. Ia menyeret Raynka dengan kasar hingga Raynka tenggelam di dalam mobilnya. Bahkan Rafardhan melakukan hal itu tanpa persetujuan dari Raynka.

"K-kita mau ke mana, Pah? Papa nggak jadi usir Raynka kan?"

Hening, itulah respon yang Raynka dapatkan.

"Kok Papa nggak jawab? Papa beneran nggak jadi usir Raynka kan? Raynka janji, Raynka akan berubah menjadi lebih baik lagi, Raynka akan selalu nurut sama Papa, Raynka nggak akan pernah bikin masalah lagi ataupun...." Dengan polosnya bibir kecil Raynka bercerocos begitu ceria.

"Diammmmm!" Serunya. Rafardhan menambah kecepatan laju mobilnya di atas rata-rata. Mobil itu berlaju dengan sangat-sangat kencang. Ia sudah tidak perduli lagi akan resiko yang akan ia tanggung nantinya, sebab menurutnya prioritas utamanya lebih dari segala-galanya, yaitu Zireyah.

"P-pah, j-jangan ngebut-ngebut hiks, Ra-raynka takut hiks, Raynka takut hiks hiks," lirih Raynka terbata-bata. Raynka menangis sejadi-jadinya. Rasanya nyawanya ikut melayang. Akibat guncangan mobil yang terlalu dahsyat menurutnya.

"Berhenti menangis atau saya turunkan kamu di sini?"

Mendengar perkataan Rafardhan yang lebih tepatnya disebut ancaman itu. Raynka memilih menahan tangisnya. Memeluk tubuhnya sendiri seraya memejamkan mata. Menatap kaca mobil saja sudah sangat mengerikan.

...🧠🧠🧠...

"Kamu boleh tinggal di rumah saya lagi jika kamu berkenan."

Raynka yang awalnya terbaring lemah di atas brankas, kini sekonyong-konyong sudah terduduk menampilkan kegembiraan dirinya dibalik wajah pucatnya. "Papa beneran?" Tanya'nya antusias.

"Kalau kamu tidak mau juga tidak masalah," sahut Rafardhan tak acuh.

"Raynka mau kok, Pah. Raynka mau banget malah. Makasih ya Pah karena Papa udah mau terima Raynka lagi," bibir polos Raynka tak pernah berhenti untuk mengucapkan terima kasih dan rasa syukur. Menurutnya ini adalah suatu keberuntungan yang luar biasa.

'Semua karena golongan darahmu yang membantumu untuk menyelamatkan hidup. Kalau tidak juga, jijik sekali saya seatap sama anak licik seperti kamu' batin Rafardhan memutar wajahnya muak.

"Hm, tapi saya punya beberapa syarat untuk kamu penuhi!"

Dahi Raynka mengernyit, "syaratnya apa Pah? Raynka akan penuhi kalau Raynka bisa," jawabnya kembali tersenyum lebar. Hal ini tak sedikit'pun mengurangi kegembiraannya.

"Pertama, kamu harus selalu siap jika sewaktu-waktu saya suruh kamu untuk melakukan seperti tadi," Rafardhan sengaja memberi penutup mata Raynka menggunakan bendana. Dengan demikian Raynka tak tahu-menahu. Mungkin Raynka hanya bisa merasakan sensasinya saja.

Mungkin untuk saat ini benar, Raynka harus mendahulukan kata pikirannya dari pada ucapan mulutnya. Masih ada hari lain untuk ia bertanya, namun jelas kesempatan belum tentu datang dua kali. "Nggak'papa, Raynka mau Pah Raynka mau," tanggapnya lagi tak kalah antusias dari tadi.

"Dan yang kedua, menurut saya ini sangat gampang untuk kamu penuhi," Rafardhan tersenyum menyeringai. Aneh saja rasanya perasaan Raynka sedikit tidak enak. Tapi Raynka masih menunggu Rafardhan melanjutkan ucapannya. Semoga saja. "Berhenti memanggil saya dengan embel-embel menjijikkan itu!"

Perlahan senyuman yang tersungging dibibir Raynka memudar. "Maaf Pah, kalau itu Raynka nggak bisa," tolak Raynka halus.

'Ah sialan. Dasar manusia yang tak tahu berterima kasih. Tapi, well, coba saja aku bujuk lagi. Diakan juga bodoh.'

"Kenapa? Kamu bisa memanggil saya Uncle? Om? Paman? Atau apa terserah kamu....asal jangan panggilan-panggilan layaknya seorang anak kepada ayahnya."

"Maaf Pah untuk syarat yang kali ini Raynka nggak bisa, Raynka lebih baik nggak tinggal lagi di rumah daripada harus memanggil Papa dengan panggilan asing. Raynka sayang sama Papa. Raynka udah anggap Papa kayak Papa Raynka sendiri. Mana mungkin Raynka bisa melakukannya," suara lirih Raynka yang mencoba menerangkan kepada Rafardhan. Meskipun Raynka tahu papanya ini tak akan menerima tanggapannya. Raynka bisa melihat dari rahang Rafardhan yang mengeras.

"Oke tidak masalah. Dan, dengar baik-baik sampai kapan'pun saya tidak akan pernah menganggapmu sebagai anak, apalagi hanya sekedar sayang padamu, cih. Jika kamu tidak keberatan kamu bisa tinggal di rumah saya sebagai.....pembantu misalnya,"

"Makasih, ya Pah," balas Raynka tulus.

Flashback Off

"Semesta, aku yakin kamu baik. Terima kasih telah men-nyatakan takdirku. Izinkan aku menatap indahmu yang telah dibentuk-Nya. Kelak aku juga ingin sepertimu, indah di mata orang yang ku sayangi, meski mustahil untukku terlihat sempurna layaknya engkau."

"Hm," Raynka gelagapan saat mendengar suara dehaman di belakangnya. Sepertinya sedari tadi memang dia tak seorang diri.

"Dari pada kamu melamun tidak jelas. Lebih baik kamu buatkan saya makan malam."

"Yaudah Raynka ke dapur dulu ya, Pah," Raynka berjalan keluar dari balkon kamarnya.

"Ingat, nggak pakai lama!" Sambung Rafardhan lagi.

...🧠🧠🧠...

"Dari hasil pemeriksaan, Mbak Zireyah dinyatakan sembuh total dari penyakit leukimia stadium 3. Selamat ya Mbak, sudah terus berjuang selama beberapa tahun ini. Atas izin Allah Mbak akhirnya berhasil melewatkannya. Oh iya dan ini surat lab-nya, Pak."

Zireyah berdiri termenung di luar rooftop kamar. Tatapan matanya melaju lurus tanpa arah, dan terlihat begitu kosong menatap langit yang kian menghitam. Harusnya kabar tadi siang adalah hal yang begitu bahagia dalam hidupnya karena hanya ucapan singkat itulah yang sejak lama senantiasa ia nantikan. Akan tetapi berbeda lagi setelah ia pulang dari rumah sakit.

"Kapan ya kak Zi sembuh? Raynka tau kok kehadiran Raynka nggak pernah diharapkan. Ya Allah, berilah kesembuhan untuk kak Zi. Larutkanlah segala penyakitnya. Raynka akan mengembalikan apa yang telah hilang lama dari rumah ini, yaitu keharmonisan. Mungkin dengan Raynka pergi semua bisa kembali, meski tak utuh. Maaffin Raynka ya Allah. Karena sejatinya kenyataan tak terduga mustahil kutunda apalagi terhindar, mungkin inilah yang disebut takdirku dari-Mu."

Siang tadi Zireyah tak sengaja mendengar doa Raynka selepas sholatnya. Jauh dari lubuk hatinya, Zireyah tak dapat mendusta bahwa dirinya begitu menyayangi Raynka. Raynka gadis kecil bahkan lebih kecil dari usianya, namun selalu bisa memahaminya. Sikap dewasanya yang membuat Zireyah nyaman bersama Raynka.

Awalnya Zireyah memang membenci Raynka saat pertama kali kehadiran Raynka di rumah. Perasaan was-was nya yang kala itu seakan menutup matanya. Zireyah terlalu khawatir, Zireyah kira Raynka akan menyingkirkan posisinya, merebut paksa kedua orang tuanya, termasuk kasih sayang. Dan pada akhirnya Zireyah-lah yang tersingkirkan. Ternyata kenyataan semua berbeda tak seperti anganannya.

Bila harus dengan bujukan Zireyah tak yakin berhasil. Zireyah kenal baik Raynka. Bila sudah membuat keputusan Raynka tak mungkin dengan gampang membuyarkannya. Walau bukan sekarang, cepat atau lambat Raynka akan tahu mengenai kesembuhannya.

"Sayang. Ngapain malam-malam begini masih berdiri di luar? Angin malam tak baik untuk kesehatan tubuh kamu, Zi, Sudah sini masuk! Tutup pintunya!" Papanya. Sejak kapan papanya masuk ke kamarnya? Zireyah mematuhi titahan Rafardhan. Ia menutup pintu balkon dan masuk ke dalam kamar, duduk di sofa di sebelah Rafardhan.

"Papa kok masuk nggak ketuk pintu dulu sih? Aku'kan kaget," tuturnya cemberut.

"Papa sudah ketuk berkali-kali, Sayang. Kamu aja yang nggak denger. Sudah ah nggak usah ngambek begitu. Malahan Papa punya kabar gembira buat kamu," sahut Rafardhan antusias seraya mengusap sayang kepala Zireyah.

"Papa beneran? Wah apa, Pah?" Sambut Zireyah tak kalah berantusias.

"Zi, sesuai rencana kita dari awal. Sekarang kamu sudah sembuh, Nak. Maka dari itu si gadis pembawa sial sudah tidak dibutuhkan lagi. Dan secepatnya kita harus mengusir gadis itu. Ya Papa hanya takut saja semakin lama dia menetap di rumah kita, kita akan terkena sial lagi. Bagaimana Sayang? Menurutmu kapan kita akan membuangnya?"

Senyuman merekah yang awalnya tersungging di bibir Zireyah seketika memudar. Bahkan Zireyah baru sadar jika ia melupakan rencana licik yang ia dan papanya susun sejak awal. "Hey Sayang, kok kamu malah diam sih?" Tegur Rafardhan bingung. Bukannya jeritan kebahagiaan dari anaknya yang Rafardhan dapat, malah wajah suram yang Rafardhan lihat.

"Pah, kayaknya aku lupa deh bilang ke Papa kalau besok aku mau holiday sama temen-temen kampus, rencananya sih mau muncak. Tapi sebentar kok Pah hanya satu minggu. Jadi gimana kalau kita usir Raynka setelah aku pulang? Ya untuk seminggu ini biarin aja dia tinggal lebih lama lagi di rumah mewah kita sebelum dia tinggal di jalanan. Kan lumayan Pah, setidaknya rumah ada yang bersih-bersih selama nggak ada bik Tea....."

Bersambung.......

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!