NovelToon NovelToon

Jangan Ambil Anakku

Saatnya Berpisah

"Rafael....ayo kita masuk, kita harus chek in." Kakaknya sudah siap mendorong troly berisi dua buah koper besar. Rafael masih duduk di kursi tunggu terminal 3 bandara internasional Soekarno Hatta, berkali-kali ia melihat jam di tangannya, kemudian membuka HPnya melihat pesan yang dikirimnya kepada seseorang masih belum dibaca oleh si penerima.

"Sebentar Kak, aku telfon dulu." Ia menekan nama di layar HP yang sudah beberapa kali ia hubungi dan tersambung tapi tidak diangkat. Dan kali ini...

"Halo....El...." Rafael langsung berdiri mendengar suara di sebrang sana yang terdengar lemas dan serak.

"Risa.....kamu dimana, aku nunggu dari tadi, ini aku sudah mau chek in, kenapa kamu gak angkat telfonku?" Rafael terlihat gusar.

"Maaf El, aku gak bisa nemuin kamu, aku sakit demam dan muntah-muntah, tadi aku tidur karena semalam gak bisa tidur, maafin aku ya El." Rafael menghembuskan nafas panjang, ia sangat berharap bisa bertemu dulu dengan kekasihnya sebelum berangkat ke Amerika untuk melanjutkan sekolahnya di fakultas kedokteran salah satu universitas di sana.

"Kamu udah ke dokter?" tanya Rafael cemas.

"Belum, Mama masih di Singapura , nanti sore baru pulang, paling nanti sore sama Mama." jawab Kharisa dengan suara yang lemah.

"Rafa...Rafael, ayo kita masuk, setengah jam lagi jadwal pesawat kita terbang." Richan kakaknya Rafael mengajak masuk untuk check in. Rafael mengikuti langkah kakaknya menenteng tas ranselnya masuk ke pintu 3A sambil masih berbicara di telfon dengan Kharisa.

"Risa aku mau check in, aku tutup dulu nanti aku telfon lagi setelah di dalam." Rafael menutup telfonya dan berdiri di belakang kakaknya untuk melakukan chek in.

Setelah masuk ke ruang tunggu dalam, petugas langsung mengarahkan masuk ke dalam pesawat, lima belas menit lagi jadwal take off pesawatnya, sambil berjalan memasuki kabin pesawat Rafael menghubungi lagi Kharisa, namun Kharisa tidak mengangkat telfonnya. Ia menyimpan tas ranselnnya di bagasi kabin di atas tempat duduknya, buru-buru ia duduk dan membuka lagi HPnya ia menuliskan pesan di chat WA Kharisa

"Sa...kamu gak apa-apa kan?"

"Bentar lagi aku take off, sementara kamu gak bisa hub aku, setelah sampai aku akan segera hub kamu, nanti no cell ku ganti pakai nomor sana."

"Kamu cepet sembuh yah, kamu istirahat, jangan lupa makan teratur."

"I love you, I'll miss you so much."😘

"I love you."😘

Rafael mematikan HPnya sesuai aturan penerbangan saat pesawat akan take off semua alat elektronik harus dimatikan, ia menyimpan HPnya di saku celananya, kemudian memasang seltbelt. Ia sandarkan kepalanya sambil memejamkan matanya, terbayang wajah Kharisa yang sudah setahun lebih menjadi kekasihnya, sayangngnya ia harus meninggalkannya karena melanjutkan kuliahnya di Amerika sesuai impiannya yang didukung oleh orang tuanya.

Teringat pertemuan terakhirnya dua hari yang lalu di sebuah mall, seharian mereka jalan bedua, makan, nonton, nongkrong di coffee shop, anehnya mereka tidak saling banyak bicara, hanya berpegangan tangan begitu erat seakan takut untuk terpisahkan. Mereka berdua lebih banyak menata hati masing-masing, menyiapkan diri kalau mereka tidak bisa bertemu langsung dalam beberapa waktu, dan mereka harus terbiasa dengan itu, tidak akan ada lagi nonton bareng, makan bareng, jalan bareng untuk sementara waktu.....ya untuk sementara. Rafael akan mengusahakan pulang setiap tahun saat liburan panjang, selebihnya mereka hanya berkomunikasi lewat telfon, vidio call atau sekedar lewat chating.

Rafael menarik nafas panjang dan menghembuskannya, tidak tau kenapa hatinya merasa tidak tenang, mungkin karena tadi mendengar Kharisa sakit, ia jadi mengkhawatirkan gadis yang dicintainya itu, cinta pertamanya, yang harus ia tinggalkan untuk sementara demi meraih cita-citanya. Ia terus memejamkan matanya seolah tidak ingin kehilangan wajah Kharisa yang terukir dalam benaknya, senyum. manisnya, manjanya, keceriaannya, terbayang jelas seolah ada di depan matanya. Hingga akhirnya pesawat take off meninggalkan landasan, menuju tempat baru, negara yang berbeda tempat ia menimba ilmu untuk menjadi seorang dokter.

Sementara di sebuah kamar, Kharisa terlihat begitu pucat, setelah menerima telfon dari Rafael, tiba-tiba perutnya terasa diaduk-aduk, ia merasakan mual yang begitu hebat hingga membuat ia berjalan tertatih menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.

"Hoek.......hoek....." Ia berusaha mengeluarkan isi perutnya yang hanya keluar cairan berwarna kuning, yang terasa asam dan pahit di mulutnya.

"Hoek.......hoek....." Kharisa tidak bisa menahan rasa mualnya, namun sudah tidak ada yang bisa dikeluarkan lagi dari perutnya. Ia membersihkan mulutnya dengan air kran westafel.

"Neng....Neng Kharis......" seorang wanita berusia sekitar lima puluh tahun masuk ke dalam kamar Kharisa membawa kantung plastik kecil.

"Neng Kharis muntah-muntah lagi?" wanita itu masuk ke kamar mandi saat tidak menemukan Kharisa di tempat tidurnya.

"Iya bi....Bi Nani dari mana?" tanya Kharisa dengan suara yang lemah. Bi Nani adalah asisten rumah tangga yang bekerja di keluarga Kharisa, ia bekerja sejak Kharisa berumur dua tahun, jadi sudah lebih dari empat belas tahun ia bekerja di rumah itu termasuk mengasuh Kharisa.

"Bibi dari apotek beli obat buat neng Kharis, sudah muntahnya?" Bi Nani mengusap punggung Kharisa. Kharisa menganggukan kepalanya.

"Ayo... Neng Kharis tiduran lagi aja yah, minum obat untuk mualnya, kata petugas apotek diminum sebelum makan." Bi Nani menuntun Kharisa yang tampak lemas menuju tempat tidur.

"Di minum dulu obatnya ya neng, untung ada ada obat yang sirup, jadi Neng Kharis bisa minum obatnya." Bi Nani memberikan obat sirup untuk mual dalam takarannya. "Obat demamnya juga sekalian ya Neng, badannya masih anget ini." Bi Nani memberikan satu takar lagi obat sirup penurun panas yang memang selalu tersedia di rumah. Sampai usianya yang akan menginjak 17 tahun Kharisa tidak bisa minum obat dalam bentuk tablet atau kapsul, pasti keluar lagi atau malah membuatnya muntah bila dipaksa ditelannya. Untungnya ia jarang sakit, paling demam karena flu. Muntah-muntah seperti ini juga baru sekarang Kharisa mengalaminya, kata Bi Nani mungkin Kharisa masuk angin atau kena magh karena telat makan.

"Bibi bawakan dulu bubur yah, Neng Kharis harus makan biar gak lemas tubuhnya."

"Tapi nanti muntah lagi Bi, aku gak mau.....gak enak mulutnya pahit." tolak Kharisa, tadi pagi setelah makan juga ia langsung muntah lagi, dan perutnya malah terasa sakit.

"Kan barusan sudah minum obat, nudah-mudahan tidak keluar lagi, kalau gak diisi perutnya nanti muntahnya malah tambah parah, dicoba dikit-dikit yah, bibi buatin teh manis hangat juga." ujar Bi Nani sambil mengelus kepala Kharisa, Ia sangat menyayangi Kharisa seperti menyayangi anaknya sendiri, Kharisa pun menganggap Bi Nani seperti ibu keduanya, apalagi Bi Nani tidak mempunyai anak, ia seorang janda yang ditinggal pergi oleh suaminya saat masih muda dan memutuskan tidak menikah lagi. Bi Nani beranjak menuju dapur untuk menyiapkan bubur dan teh manis hangat untuk anak yang diasuhnya.

Sambil menunggu Bi Nani, Kharisa membuka HPnya, mengecek ada panggilan telfon dari Rafael dan pesan di chat WAnya, ia pun membacanya.

"I love you too." gumamnya. Ia mendekap HP di dadanya, sambil memejamkan matanya, tak terasa bening kristal jatuh di pipinya, dadanya terasa sesak, sakit. Seperti inikah rasanya berpisah dengan orang yang kita cintai, walau berpisah untuk sementara, berjauhan walau ada dalam ikatan cinta, tetap saja terasa sakit, tetap saja merasakan cemas apakah nanti akan dipertemukan kembali.

Kharisa membuka galery foto di HPnya, ia menemukan fotonya bersama Rafael dalam balutan seragam putih abu, foto selfi seminggu yang lalu, saat kelulusan Rafael, yang diambil di lapangan basket tempat favorit mereka berdua. Seminggu setelah kelulusan Rafael langsung bertolak ke Amerika untuk persiapan masuk universitas di sana setelah dinyatakan lulus mengikuti tesnya. Sementara Kharisa yang masih duduk di kelas XI harus bersabar menimba ilmu di sekolahnya hingga satu tahun lagi.

Ia menatap foto di layar HPnya dan mengusap wajah kekasihnya.

"El raihlah mimpimu, aku akan setia menunggumu."

bersambung.......

Assalamualaikum.....

Hai all reader, salam kenal bagi yang baru ketemu. 🙏

Perkenalkan ini novel keduaku. Tema cerita, alur dan karakter tokohnya tentu saja berbeda dari novel pertamaku.

Ide cerita di novel ini terinspirasi dari kisah nyata yang terjadi di lingkungan Author tapi tentu saja dibuat cerita yang berbeda, kalaupun ada nama tokoh, kejadian , tempat yang sama itu hanya kebetulan belaka.

Semoga suka dengan jalan ceritanya dan memberikan pelajaran dan hikmah buat kita semua. Ambil yang baiknya, tinggalkan yang buruknya.

Happy Reading🤗

Konsul Spesialis Kandungan?

"Bi...Kharis gimana? Masih muntah-muntah?"

Mama Kharis yang baru nyampe rumah dengan wajah khawatir langsung menuju kamar putrinya, ia bertemu Bi Nani yang baru saja keluar kamar Kharisa karena mendengar seseorang membuka pintu dan masuk ke dalam rumah.

"Sudah mendingan Bu, tadi sudah mau makan bubur, sekarang lagi tidur, demamnya juga sudah turun." jawab Bi Nani.

"Hmmm...syukurlah, sepanjang perjalanan saya benar-benar khawatir takutnya dehidrasi karena muntah-muntah." Mama Kharisa menghela nafas panjang.

" Maaf Bu tadi Bibi beli obat untuk mual muntah di apotek, Bibi tanya ke petugasnya, dan alhamdulillah setelah minum obat itu, muntahnya berkurang." Bi Nani walaupun hanya lulusan SD tapi punya inisatif yang tinggi dan bisa diandalkan, wawasannya pun luas karena ia suka menonton acara berita dan informasi pengetahuan terkini termasuk info kesehatan di TV, ia juga suka membaca majalah langganan mama Kharisa kalau pekerjaannya telah selesai.

"Makasih ya Bi, Bibi memang bisa diandalkan, saya lihat dulu Kharis." Mama pun langsung masuk ke kamar putrinya, tampak Kharisa sedang tidur, wajahnya terlihat pucat , mama baru sadar kalau saat ini putrinya terlihat lebih kurus. Dua bulan terakhir ini mama memang lebih sibuk membantu urusan di perusahaan suaminya. Sejak ada kasus penggelapan dana pajak oleh salah satu manajer di bagian keuangan, Dewi, mama Kharisa diminta suaminya membantu mengatasi permasalahan di kantornya, dulu Dewi bekerja di perusahaan suaminya di bagian keuangan yang menghendle urusan pajak. Dengan kesibukannya di kantor suaminya otomatis perhatian kepada putrinya berkurang, hampir tiap hari sepulang Kharisa sekolah mamanya belum pulang ke rumah.

Dewi duduk di pinggir tempat tidur dimana putrinya berbaring, tidur dengan lelapnya. Ia mencium kening putrinya, membuat Kharisa merasakan ada seseorang menyentuhnya.

"Mama....." Kharisa membuka matanya.

"Mama ganggu yah, jadi bangunin Kharis." Dewi mengecup lagi kening Kharisa kenudian mengusap kepalanya.

"Kayanya aku udah lama tidur." Kharisa menggelengkan kepalanya.

"Masih pusing? Mual?" tanya Mama

"Udah mendingan Mah, Bi Nani beliin obat mual, jadi berkurang mualnya."

"Maafin Mama ya sayang, akhir-akhir ini Mama kurang memperhatikanmu, karena Mama harus bantu perusahaan Papa. Kamu pasti telat makan yah, Mama sampe gak sempet ingetin kamu makan." Dewi mengusap putri semata wayangnya dengan penuh rasa sayang.

"Mungkin aku hanya kecapean aja Mah, kemarin terlalu fokus ujian akhir semester." Kemarin Kharisa baru saja selesai ujian akhirnya di kelas XI, ia banyak menghabiskan waktu untuk belajar, hingga malas untuk makan, dan memang belakangan ini nafsu makannya juga menurun, padahal Bi Nani sudah menyiapkan makanan kesukaan Kharisa.

"Papa mana Mah?" tanya Kharisa, sudah hampir satu minggu ia tidak ketemu papanya, weekend ini yang seharusnya jadwal papanya bersama Kharisa, tiba-tiba Jumat kemarin papanya harus ke Singapura untuk keperluan bisnisnya, kalau Karina tidak sedang ujian pasti akan diajak, akhirnya hanya mamanya yang mendampingi papanya.

"Papa masih di Singapura, besok baru pulang, masih ada satu acara lagi nanti malam." Dewi memandang putrinya dengan iba, Dewi merasa bersalah karena waktu untuk interaksi antara Kharisa dengan papanya memang tidaklah banyak. Dewantara adalah papanya Kharisa biasa dipanggil Dewa, selain sibuk mengurus perusahannya ia harus membagi perhatian untuk dua keluarganya. Dewi adalah istri kedua Dewa, sepengetahuan istri pertamanya Lisna, dari pernikhannya dengan Lisna dikaruniai 3 anak laki, dari pernikahannya dengan Dewi dikaruniai satu anak perempuan yaitu Kharisa. Dalam satu minggu Dewa tinggal bersama Dewi hanya tiga hari, itu pun ada di rumah hanya malam hari, kecuali hari Minggu bisa dua kali dalam sebulan mereka menghabiskan waktu bersama di hari Minggu.

"Maaf ya Mah gara-gara Kharis sakit Mama jadi harus pulang duluan." Ujar Kharisa tertunduk.

"Nggak sayang, urusan Mama memang sudah beres kok, Mama yang minta maaf sering ninggalin kamu." Mama mengecup kening putrinya.

"Kita ke dokter yah, mama mau daftarin dulu, kita periksa ke dokter teman Mama, masih inget tante Meta gak, yang pernah datang ke rumah sama suami dan anaknya?" Karina tampak berfikir mengingat dokter teman mamanya, akhirnya ia mengingatnya.

"Oh iya dokter yang cantik itu kan Mah?"

"Iya....sekarang Kharis ganti baju dulu yah, Mama bantu yuk!" Dewi membantu putrinya duduk.

"Tapi Kharis sekarang dah enakan Mah, dah gak mual lagi, dah gak panas juga." Ia menempelkan punggung tangannya ke dahi lalu ke lehernya, memang sudah tidak demam lagi.

"Tapi Mama takut nanti kamu kambuh lagi, kalau diperiksa dokter nanti bisa tau penyebabnya kenapa, apa karena maag atau ada penyakit lain. Biar dikasih obat yang pas juga, Papa juga nyuruh Mama bawa Kharis ke dokter, kita siap-siap yah." Kharisa menganggukan kepalanya tanda setuju.

"Aku mau ke kamar mandi dulu Mah." ujar Kharisa seraya turun dari tempat tidurnya dibantu mamanya.

Sambil menunggu Kharisa di kamar mandi Dewi menghubungi klinik tempat praktek dr.Meta, dokter spesialis penyakit dalam yang juga temannya. Kebetulan jadwal prakteknya sampai hari Sabtu sore hari. Dewi meminta Bi Nani menghubungi supirnya Pak Anwar yang rumahnya tidak jauh dari komplek perumahan tempat Dewi tinggal. Dewi memang tidak pernah diijinkan oleh suaminya untuk membawa mobil sendiri setelah menikah, padahal sebelum menikah ia kemana-mana menyetir mobil sendiri. Dan Dewi tidak bisa membantah larangan suaminya, selain karakter suaminya yang keras dan tidak bisa dibantah, Dewi selalu berusaha menjadi istri yang patuh pada suaminya.

Pukul empat sore Kharisa dan mamanya sampai di klinik yang cukup besar dan lengkap penunjang laboratorium dan radiologi , bangunan berlantai dua itu merupakan tempat praktek dokter bersama dokter umum dan beberapa dokter spesialis merupakan satelit dari rumah sakit Satya Medica, salah satu rumah sakit swasta yang terkenal pelayanannya bagus di ibu kota. Dewi langsung menuju meja resepsionis sementara Kharisa duduk di kursi tunggu. Setelah mencetak nomor antrian petugas resepsionis langsung mengarahkan Dewi menuju ruangan praktek dr. Meta. Dewi pun mengajak putrinya menuju ke sana. Tampak beberapa pasien duduk kursi tunggu, dan Karisa dan Dewi pun duduk menunggu dua nomor antrian lagi, untunglah tadi Dewi daftar dulu melalui telfon jadi mendapat nomor antrian di awal.

Seorang petugas memanggil nomon antrian Kharisa, Kharisa dan Dewi pun segera masuk ke ruangan yang ternyata bukan ruangan dokter, ada seorang perawat wanita menyambutnya dan mempersilahkan Kharisa duduk di kursi diikuti mamanya, ia melakukan anamnesa, memberikan beberapa pertanyaan berkaitan dengan keluhan dan riwayat sakit Kharisa da menuliskannya di lembar pemeriksaan, kemudian melakukan pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu dan berat badan.

Setelah pasien lain keluar dari ruang periksa dokter, Kharisa dan mamanya dipersilahkan masuk.

"Loh Mba Dewi....siapa yang sakit?" Dokter Meta tampak terkejut melihat seseorang yang dia kenal.

"Apa kabar Met...." sapa Dewi, ia belum menjawab pertanyaan dr. Meta.

"Baik mba....eh silahkan duduk Mba."

dr. Meta langsung melihat lembar pemeriksaan dia atas mejanya yang tadi dibawa oleh perawat.

"Kharisa....? yang sakit Kharisa? kenapa? Eh ini putrinya kan Mba? wah tambah cantik saja." ucap dr. Meta. Kharisa memang terlihat cantik walaupun wajahnya terlihat pucat.

"Iya...ini putriku, dari kemarin ia demam, dan muntah-muntah." jawab Dewi

"Apa sebelumnya pernah seperti ini? ada riwayat gastritis atau sakit maag?"

"Belum pernah, baru sekarang muntah-muntah. Kharis jarang sakit, kalau sakit paling karena flu." Jelas Dewi.

"Kharisa, tante periksa dulu ya sayang, tiduran di sini yuk." Kharisa pun berbaring di tempat pemeriksaan dibantu oleh perawat yang mendampingi dr. Meta di ruang periksa.dr Meta melakukan pemeriksaan dari mulai mata, leher, nadi dipergelangan tangan, kemudian dengan stetoskopnya memeriksa daerah dada dan perut.

"Ini sakit gak?" tanya dr, Meta saat menekan perut bagian atas kanan dan kiri.

"Yang kiri agak sakit tante." jawab Kharisa

"Kalau ini?" tanya dr. Meta lagi saat menekan perut bagian bawah, dr. Meta terlihat mengernyitkan keningnya.

" Nggak sakit tante."

"Ok sudah selesai, boleh duduk lagi ya sayang."

"Giman Met, gak ada masalah serius dengan Kharisa kan?" tanya Dewi cemas. dr. Meta menghela nafasnya.

"Kita cek lab dulu yah, Kharisa terlihat pucat, takutnya Hb nya rendah, atau ada infeksi juga, kan ada riwayat demam yah, jadi nanti periksa darah dan urin juga." dr. Meta melingkari beberspa pemeriksaan di formulir permintaan cek lab.

"Paling ditunggu setengah jam hasilnya keluar, nanti kalau sudah ada hasil ke sini lagi ya Mbak."

"Oh...Ok." ujar Dewi

" Suster Maya tolong antar pasiennya ke Lab yah." pinta dr.Meta pada asitennya.

"Baik Dok."

Kharisa dan mamanya menuju Laboratorium diantar suster Maya. Ternyata kurang dari setengah jam, hasil pemeriksaan daran dan urin Kharisa sudah keluar. Mereka pun kembali ke ruang praktek dr.Meta.

Setelah menunggu tiga pasien, baru Dewi dan Kharisa dipersilahkan masuk.

"Ini hasilnya Met..." Dewi menyerahkan satu amplop hasil pemeriksaan lab Kharisa. Kemudian membukanya. Dugaannya ternyata benar sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium. Ia menghembuskan nafas panjang.

"Kenapa Met? Ada yang serius?" Rupanya Dewi belum membuka amplop hasil pemeriksaan lab Kharisa, karena pemikirannya ia tidak akan paham dengan hasil labnya, biar saja langsung diserahkan ke dr. Meta, dan dr. Meta yang menjelaskan hasilnya.

"Mba, Kharisa saya konsulkan ke dokter spesialis kandungan yah, kebetulan jadwal pakteknya sampai jam tujuh malam, jadi masih bisa saya konsulkan sekarang.

"Dokter Spesialis Kandungan? Kenapa harus ke dokter kandungan?"

bersambung.......

Assalamualaikum.....

Hai all reader ...... ketemu lagi, salam kenal bagi yang baru ketemu. 🙏

Perkenalkan ini novel keduaku, sudah baca novel pertamaku belum?

Bagi yang belum buka aja profilku, klik novel "Akhirnya Cinta Itu Hadir" trus baca deh.😊

Thanks yang udah mampir ke sini, jangan lupa tinggalkan jejak dengan like dan komen yah.

Happy Reading😘

Hamil....?

"Dokter Spesialis Kandungan? Kenapa harus ke dokter kandungan?"

"Untuk memastikan diagnosanya Mba, biar jelas dan lebih pasti, nanti diperiksa dengan USG " dr.Mita memberikan pengertian.

"Apa ada kista? Tapi Kharisa tidak pernah ngeluh sakit parutnya, pas haid juga gak pernah ada keluhan sakit, ya kan sayang." Dewi terlihat khawatir, takut ada penyakit serius pada putrinya. Kharisa hanya menganggukan kepalanya dengan perasaan takut.

"Belum jelas Mba, makanya saya konsulkan ke dokter kandungan yah, mumpung masih ada jadwal prakteknya, Mba gak usah ke pendaftaran lagi, langsung ke ruang prakteknya, nanti diantar asisten saya." dr. Meta mengisi lembar konsul, kemudian menyatukan dengan berkas medik dan hasil pemeriksaan laboratorium.

"Suster Maya, tolong antar pasien ke dr Renata." dr. Meta menyerahkan berkas Kharisa pada suster Maya.

" Baik dok, mari Bu......" suster Maya menganggukan kepalanya, Dewi pun berdiri membimbing Kharisa hendak

mengikuti asisten dr.Meta.

"Aku kesana dulu ya Met."

"Ya Mba, nanti aku nyusul selesai pasienku satu lagi." dr.Meta tinggal menunggu satu pasien lagi yang sedang melakukan pemeriksaan lab, mungkin tinggal nunggu hasilnya.

Setelah Dewi dan Kharisa keluar dari ruangannya, dr.Meta menghubungi dr. Renata lewat pesawat telfon antar ruangan. Ia menekan nomor ekstention ruang praktek dr. Renata dan diangkat oleh asistennya, kemudian disambungkan ke dr Renata.

"dr. Renata ini dengan dr. Meta, saya konsulkan pasien atas nama Kharisa dengan Suspec Hiperemesis Gravidarum, kebetulan ini anaknya sahabat saya, nanti mohon jangan dulu dijelaskan hasil pemeriksaannya sebelum saya kesana, khawatir ibu dan anaknya tidak siap, pasien saya satu lagi sedang cek lab setelah selesai saya langsung kesana maaf merepotkan dr.Renata." dr.Renata pun mengiyakan akan menunggu dr. Meta.

Suster Maya mengantar Dewi dan Kharisa menuju ruang praktek dr.Renata. Tinggal dua pasien ibu hamil lagi yang duduk di kursi tunggu didampingi suaminya masing-masing.

"Silahkan Bu, ditunggu dulu disini" Suster Maya mempersilahkan Dewi dan Kharisa duduk di kursi tunggu, sementara ia masuk ke dalam ruang praktek membawa berkas medik milik Kharisa. Tidak lama suster Maya keluar lagi.

" Bu...Untuk persiapan pemeriksaan Nona Karisha harus minum dulu minimal setengah liter dan kalau ingin buang air kecil ditahan dulu sampai selesai pemeriksaan, air minumnya bisa ngambil disana." suster Maya menunjukan tempat menyimpan air mineral kemasan untuk pengunjung rumah sakit.

"Oh..baik suster."

"Nanti tinggal nunggu dipanggil, saya tinggal ya Bu." Suster Maya membungkukan badannya.

"Terima kasih ya Sus." ucap Dewi

"Sama-sama Bu, permisi..." Suster Maya pun berlalu meninggalkan Dewi dan Kharisa menuju tempat praktek dr.Meta.

Setengah jam kemudian.....

"Nona Kharisa......." terdengar suara petugas memanggil Kharisa. Dewi langsung berdiri, memapah putrinya masuk.

"Silahkan Bu.....silahkan duduk." Ucap Asisten dr.Renata. Dewi dan Kharisa duduk di kursi di depan meja berhadapan dengan dr.Renata.

"Selamat sore......Kharisa, dan ini pasti mamanya, wah cantiknya ternyata diturunkan dari mamanya." dr.Renata ternyata sangat ramah, ia memperhatikan ibu dan anak yang ada di depannya ya.g memiliki garis wajah yang sama.

"Sore dok..." jawab Dewi. Kharisa hanya diam memperhatikan alat yang ada di sebelah dr.Renata.

"Kharisa sekolah kelas berapa sayang?" Tanya dr.Renata.

"Mau naik kelas dua belas dokter." Kharisa menatap dr.Renata sesaat.

"Wah satu tahun lagi dong nanti jadi mahasiswa." Kharisa mengangguk sambil tersenyum, tapi wajahnya masih terlihat pucat.

"Selama ini menstruasinya lancar gak?" tanya dr.Renata lagi.

"Lancar tapi jadwalnya suka mundur." jawabnya. Ia jadi ingat sepertinya bulan kemarin ia belum dapat mens, brarti mundurnya jauh banget.

"Masih ingat kapan tanggal terakhir menstruasi, pas pertama keluarnya?" Kharisa diam sebentar mencoba mengingat-ingat.

"Tanggalnya lupa, kalau gak salah awal bulan.....eh lupa dok." Ia ingat terakhir mens lebih dari dua bulan yang lalu, waktu itu Rafael pas mau ujian akhir, dia minta Kharisa mendoakannya agar ujiannya lancar

"Doakan aku ya Sa agar ujianku lancar." ucap Rafael saat itu.

"Pastilah aku doakan, dilancarkan ujiannya, mendapat nilai terbaik, ah sayangnya aku lagi gak sholat." ujar Kharisa.

"Memangnya kenapa kalau lagi gak sholat, kan berdoa bisa dilakukan kapan saja tidak harus setelah sholat."

"Kata mama kalau punya keinginan selain berdoa bisa dibantu juga dengan sholat tahajud, trus berdoa di sepertiga malam, pasti Allah kabulkan, nah aku sekarang gak bisa sholat tahajud."

Saat itulah terakhir Kharisa menstruasi, ia memang tidak pernah mengingat-ingat tanggal menstruasinya.

"Oke ..sekarang kita periksa USG dulu, Kharisa baring di sini yah, santai saja, gak sakit kok." dr. Renata mulai menseting profil Kharisa, mengetikan nama dan usia, hingga muncul di layar monitor USG.

Tubuh bagian bawah Kharisa ditutupi selimut, sementara bagian perutnya dibiarkan terbuka, asisten dr.Renata mengoleskan jelly di area perut yang terasa dingin di kulit perutnya. Di saat yang bersamaan dr.Meta terlihat masuk ruangan.

"Boleh saya ikut gabung?" tanyanya pada dr.Renata.

"Tentu saja dr. Meta, kemarilah." dr Meta pun mendekati dr.Renata, dan berdiri di belakangnya.

dr.Renata mulai meletakan probe di atas perut Kharisa, ia menggeser probe ke kanan, ke kiri, ke atas dan bawah, di layar monitor terlihat gambaran jelas rahim Kharisa. Terlihat sebuah kantung berukuran kecil berisi sesuatu yang telihat seperti janin yang mulai berbentuk walau ukurannya terlihat kecil. Sudah mulai terbentuk mata, hidung, mulut, telinga. Tangan dan kaki pun sudah terbentuk tapi belum sempurna, di bagian punggung terlihat denyutan sepertinya organ jantung juga mulai berfungsi. dr.Renata memperhatikan layar monitornya, sesekali ia menggerakan krusor di keyboard, menyambungkan garis diameter dari gambar janin dan mengukur panjangnya. dr.Renata melakukan pemeriksaan tanpa mengeluarkan kata-kata penjelasan, nanti saja setelah selesai akan ia jelaskan detailnya.

dr. Meta menghembuskan nafasnya, ia memang bukan ahlinya membaca gambaran USG, tapi melihat gambaran tadi apa yang ia perkirakan benar terjadi, ia menoleh ke arah sahabatnya yang masih menampakan wajah cemasnya.

"Selesai......" ucap dr.Renata, ia mengeprint hasil pemeriksaannya, ada dua lembar yang ia print, ia menggeser kursinya mendekati meja kerjanya.

"Bagaimana dok hasilnya? Tanya Dewi penasaran.

"Sebentar ya Bu."dr.Renata menatap dr.Meta minta persetujuan. dr. Meta pun menganggukan kepalanya.

"Kharisa sudah punya pacar?" Kharisa mengangkat kepalanya, ia heran kenapa dr.Renata malah menanyakannya pacar padanya, ia tersenyum malu kemudian mengangguk.

"Kharisa pernah tidur bareng dengan pacarnya?" tanya dr.Renata lagi. Kali ini Dewi terlihat kaget dengan pertanyaan dr.Renata, maksudnya apa bertanya seperti itu, bukannya menjelaskan hasil pemeriksaan USG malah bertanya yang aneh-aneh pada Kharisa, atau pertanyaannya ada hubungannya dengan hasil pemeriksaan? Dewi mulai berpikir kemana arah pertanyaan dr.Renata. Ya Allah, jangan-jangan......Dewi menoleh ke dr.Meta seolah minta penjelasan, dr.Meta hanya menganggukan kepalanya. Apa yang di pikiran dr.Meta dan Dewi sama?

Tidak....tidak....Batin Dewi, ia menggelengkan kepalanya, itu tidak mungkin....tidak mungkin Kharisa berani melakukan hal itu hingga terjadi seperti ini...bantah Dewi di dalam hatinya. Tubuh Dewi terasa lemas, jantungnya berdebar cepat, kepalanya langsung terasa sakit. Ia memandangi putrinya dengan pandangan buram karena genangan air di kedua matanya. Sahabatnya merangkul bahunya dari belakang, ia merasakan apa yang dirasakan sahabatnya saat ini yang sudah paham apa yang terjadi dengan putrinya sebelum dr.Renata menjelaskan.

Sementara Kharisa masih terlihat bingung dengan pertanyaan dr.Renata, apa maksudnya menginap bareng? Itu belum pernah mereka lakukan. Tapi tidur berdua di satu tempat tidur hanya beberapa jam pernah mereka lakukan bahkan lebih dari tidur mereka berciuman, bersentuhan dan lebih dari itu.......apa itu yang dimaksud dr.Renata? Lalu kenapa ia menanyakan itu? Apa ada hubungannya dengan hasil pemeriksaan? Kharisa menoleh ke mamanya yang tengah memandangnya dengan berlinang air mata, kenapa mamanya menangis.

"Kharisa kenapa kamu melakukan itu?" ucap Dewi lirih.

Kenapa mama menangis? Kenapa mama bertanya seperti itu? Apa yang terjadi padaku? Apa perutku bermasalah? Apa karena perbuatan itu? Tidaaaakk.....apa aku hamil? Hanya sekali melakukannya aku hamil? Tidak mungkin aku hamil. Jerit Kharisa di dalam hatinya, ia menggelengkan kepalanya.

"Tidak mungkin dokter.....aku tidak mungkin hamil...." Ucap Kharisa dengan bibir bergetar. Ia merasa takut kalau itu terjadi, pikirannya terus menyangkal kalau ia tidak mungkin hamil.

"Kharisa....lihat sini sayang." dr.Renata meletakan hasil print out pemeriksaan USG Kharisa di atas meja.

"Ini gambaran rahim Kharisa, di dalam sini sudah ada janin, memang ukurannya masih kecil tapi lihat, mata, hidung, mulutnya sudah mulai terbentuk, ini tangan dan ini kakinya." dr. Renata menjelaskan dengan perlahan. Untung ini pasien terakhir jadi ia bisa dengan leluasa dan tidak terburu-buru memberikan penjelasan.

"Tidak.....aku tidak mau hamil.....aku tidak mungkin hamil dokter, Mah aku tidak mau hamil Mah...." Kharisa terus menggelengkan kepalanya, ia menekan perutnya dengan kedua tangannya, Dewi langsung merangkul bahu Kharisa dari samping, ia pegang kedua tangan putri sahabatnya, berusaha menenangkannya, sementara Dewi tidak mengeluarkan satu kata pun, ia menyangga kepalanya dengan tangan kanannya, menutupi air mata yang berlinang di pipinya. Ia tidak tau harus menyalahkan siapa? Kharisa memang bersalah, tapi ia juga pasti salah hingga putrinya mengalami hal seperti ini, apa yang harus ia katakan kepada papa Kharisa nanti.

"Usianya 7-8 minggu, jantungnya sudah berfungsi. Kharisa mau lihat dan mau dengar detak jantungnya?" dr.Renata memang sengaja merekamnya hingga tampilan gambar bisa diputar ulang.

"Tidaaak dok...aku gak mau dengar.....aku gak mau hamil......"

bersambung.......

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!