NovelToon NovelToon

Hey, My Cold Husband!

Pertemuan pertama.

Kini Mika berada di Restoran mewah yang berada di kota Jakarta. Dia berdiri di depan Restoran mewah itu, enggan untuk masuk. Mika hanya berdiri diam disana, memandangi dari luar Restoran dengan mengepalkan tangannya di udara, mengumpulkan keberaniannya untuk masuk kedalam menemui seseorang yang akan di temuinya.

Sudah lama mengumpulkan keberanian, Mika malah terduduk di sana membuat Orang-orang melihatnya seperti orang gila yang tidak punya akal di sana. Mika merengek-rengek tidak jelas. Apakah dia harus masuk menemui Orang itu? Atau dia pulang saja? Ahhhh, dia bingung sekarang!

Mika mengacak rambut pendeknya, menangis tanpa air mata. Sudah seperti tidak punya rasa malu. Mika mencemberutkan bibirnya. Sepertinya ini akhir dari hidupnya. Dia harus menemui Orang yang Bapaknya perintah untuk menemui orang itu yang katanya sangat kejam dan dingin. Mengapa Bapaknya harus menyuruhnya menemui Orang seperti itu, sih? Belum lagi pasti wajah Orang itu sangat menakutkan.

"Aghhhh," rengek Mika, menggaruk-garuk rambutnya sampai rambutnya berantakan. "Kenapa hidupku seperti ini, hiks" Mika mengusap-usap matanya yang tidak mengeluarkan air mata itu.

"Ehem." deheman seseorang tiba-tiba yang membuat bulu kuduk Mika langsung berdiri.

Dengan hati-hati Mika menoleh ke arah suara itu berasal. Dan dia meneguk slivarnya susah payah, melihat siapa yang berdiri di belakangnya. Pria tampan yang memakai jas berwarna hitam dengan wajah galak bak ingin menerkam siapa saja, Pria bernama Raga Galendra Mahardika, Presdir pemilik Antareja Groups yang akan menjadi suaminya. Belum lagi Pria berbadan besar yang berdiri di samping Raga yang menampilkan wajah horor. Mika sudah menduga Pria di samping Raga adalah bodyguard dari Presdir Antareja Groups itu.

"Jadi kamu anak dari Pak Rusdi?" tanya Raga, dingin.

Mika mengangguk sambil berdiri. "Iya, saya anak dari Pak Rio." jawabnya, sesantai mungkin.

Raga tersenyum miring. Dia berjalan terlebih dahulu kedalam Restoran itu tanpa menyuruh atau berbicara lagi pada Mika.

Mika yang melihat Raga berjalan duluan, melongo tidak percaya. Apa Pria itu benar-benar calon suaminya yang di beritahu Bapaknya? Tidak sopan sekali, seperti itu kah dia memperlakukan Mika sebagai calon Istrinya?

"Maaf nona, silahkan masuk." ucap Bodyguard Raga.

Mika merasa canggung saat disebut Nona oleh Pria berbadan besar itu. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu beranjak masuk kedalam Restoran di ikuti Bodyguard itu dari belakang.

Kagum. Itu satu kata untuk Mika yang melihat desain dan interior Restoran mewah ini. Mata Mika berbinar-binar melihat betapa mengagumkan Restoran yang ia injak saat ini. Mulutnya terbuka lebar mungkin jika di restoran itu ada lalat akan masuk kedalam mulut Mika.

Mika menatap sekeliling Restoran dan matanya melotot melihat harga-harga makanan yang tertera di sana. Bagaimana bisa Restoran itu menghargakan makanannya semahal itu? Belum tentu makanannya enak kan?

"Nona?" panggil Bodyguard yang menyadarkan Mika dari lamunan nya.

Mika tergelak dan langsung menatap Bodyguard yang entah dari kapan sudah berdiri di sampingnya. "Apa?" tanya Mika dengan mata melotot, dia ingin terlihat lebih menyeramkan dari Bodyguard di hadapannya.

Bodyguard itu tersenyum tipis melihat wajah Mika seperti itu. "Mari, saya antarkan kepada Tuan Raga." ucap Bodyguard itu.

Mika mendengus. "Iya-iya." jawab Mika, malas.

Mika berjalan membelakangi Bodyguard itu. Melihat tubuh tegak dan besar milik Bodyguard itu. Rasanya dia ingin memeluk tubuh itu. Bukan, dia ingin tahu berapa besar otot dari Bodyguard itu.

"Emang bos Anda dimana?" tanya Mika.

"Tuan Raga?"

"Iya, emang dia dimana? Kan saya ketemuan sama dia cuma mau ngomongin pernikahan--" ucap Mika terhenti. Mengapa dia berbicara pernikahan kepada Bodyguard itu? Pasti Bodyguard itu menganggap dirinya menyukai tuannya itu. "Maksud saya,, ahhhh tau lah!" kesal Mika sendiri.

"Anda lucu, nona." ujar Bodyguard itu tanpa menoleh pada Mika.

Mika tersenyum-senyum mendengar pujian dari Bodyguard itu. Dia menepuk bahu Bodyguard itu dari belakang. "Ahh, Bapak bisa saja." kata Mika, malu-malu.

"Saya tidak memuji Anda, nona."

Mika mengubah ekspresinya menjadi datar. Ia kira barusan Bodyguard itu memuji keimutan wajahnya namun ia salah. Rasanya dia ingin memukul tubuh tegak itu saking kesalnya.

Mika terus berjalan sampai didepan ruangan VVIP dia berhenti. Dia merasa tangannya gemetar takut. Dia takut jika nantinya Raga menerkam dirinya di dalam sana. Mika mengangkat tangan kirinya yang gemetar ke depan wajahnya dan tangan satunya lagi memengang tangannya yang bergemetar agar berhenti gemetar seperti itu.

Bodyguard yang berdiri diambang pintu menyerngitkan dahinya melihat kelakuan Mika. "Nona, tuan sudah menunggu di dalam." ucap Bodyguard itu.

Mika menatap Bodyguard itu, mengangguk kaku. "Ahh iya," sahutnya sambil masuk kedalam ruangan VVIP itu dengan jantung yang berdegup kencang.

"Bapak, tolong maafkan anakmu ini dimasa lalu. Anakmu nanti akan pulang dengan hanya tinggal nama saja..." gumam Mika.

Mika menatap takut orang yang duduk di kursi dengan bersender pada senderan kursinya. Raga, sekarang dia menatap Mika dengan tatapan mematikan.

"Apa kamu mau tetap berdiri disitu, hm?" ucap Raga, dingin.

Tangan Mika gemetar hebat. Dia perlahan mendekati meja, duduk di hadapan Raga yang menatapnya seperti siap akan menerkam mangsa.

Mika berkumat-kamit agar Pria di depannya ini tidak melakukan apa-apa padanya. Bapak tolong Mika! teriak Mika dalam hati.

Mika mencengkram pahanya. Wajahnya menunduk, tidak berani mendonggakan kepalanya. Enggan menatap Raga yang saat ini duduk di hadapannya.

Di ruangan tertutup seperti ini, bisa saja pria itu menerkamnya hidup-hidup kan sesuai rumor yang beredar. Mika terus berkumat-kamit tidak jelas.

Raga yang melihat Mika terus menundukkan kepalanya, mulai jengah. Dia pun menendang kursi yang di duduki Mika membuat Mika sontak mendonggakan kepalanya.

Tatapan mereka bertemu beberapa detik namun Mika terlebih dahulu mengakhiri tatapan itu. Dia membuang pandangannya ke sembarang arah. Wajahnya benar-benar ketakutan.

"Buruk rupa," cibir Raga.

Mika yang mendengar itu langsung menatap Raga lagi yang menatapnya sambil menyeringai. Sebelah sudut bibir Mika terangkat sedikit. "Haha, memang saya buruk rupa, Pak." tawa garing Mika diakhiri dengan wajah datar.

"Kamu tau kenapa aku memilihmu daripada Kakakmu?" tanya Raga.

Mika mengangguk pelan. "Iya, saya tahu. Karna saya jelek, norak dan bukan type Anda, kan?" ucap Mika dengan santai.

Raga tersenyum miring. "Bagus, dan kamu tidak marah Bapakmu menjualmu pada ku, kan?" ujar Raga.

"Saya tidak marah, karna Bapak saya dipaksa dengan Ibu tiri saya. Dan itu semua bukan kesalahan Bapak saya." jawab Mika.

"Apa kamu sudah pernah menjual diri sebelumnya?" tanya Raga.

Mika menggeleng cepat. "Gak, saya gak pernah melakukan itu." jawab Mika. "Saya menjaganya untuk suami saya kelak." lanjutnya.

Raga menyeringai. "Kamu pikir saat nanti kamu jadi Istriku aku akan melakukan itu?" cibir Raga. "Percaya diri sekali kamu."

Mika terdiam sebentar. Berpikir apa yang harus dijawab ucapan Raga barusan. Dia tidak mau salah jawab dan Bapaknya nantinya yang kena akibatnya dari Orang kejam di depannya ini.

"Apa saya boleh memesan sesuatu, Pak?" tanya Mika, mengalihkan pembicaraan dengan senyuman dibibirnya berharap Raga mengiyakan permintaannya.

Raga mengangguk. "Silahkan. Tapi bayar sendiri." ucap Raga, dingin.

Senyuman Mika hilang seketika. Dia mencemberutkan bibirnya. Dia ini kan Presdir antareja Groups kenapa sangat pelit sekali!

Raga menyodorkan tangannya pada Bodyguard yang berdiri dibelakang kursinya lalu Bodyguard itu memberi sebuah map berwarna biru pada Raga.

Pergerakan tangan Raga terus di perhatikan Mika. Dalam hati dia berdecak kagum, luar biasa hanya dengan menyodorkan tangannya dan Bodyguardnya langsung mengerti apa yang di inginkan Bosnya itu.

Raga mengangkat satu alisnya kepada Mika saat Gadis itu menatapnya. Dia meleparkan map biru itu tepat di wajah Mika. Untung saja dengan cepat Mika menangkapnya.

"Ini apa, Pak?" tanya Mika, bingung.

Raga mengubah posisi duduknya, menyandar pada sandaran kursi. "Baca!" titah Raga.

Mika memincingkan matanya. Tangannya membuka map biru itu lalu mengangkat map itu tinggi-tinggi agar dia bisa menutupi wajahnya saat membaca isi dari map itu.

Mata Mika seketika membulat melihat tugas dan peraturan yang tertera didalam map itu. Tugas dan peraturan yang harus dia jalankan saat menikah dengan Pria di hadapannya nantinya. Dia menurunkan map itu dari jangkauan wajahnya, menatap Raga yang memasang wajah datar.

"Pak, Bapak lagi nyari Istri atau lagi nyari pembantu?" tanya Mika, menatap Raga lekat.

Raga memutar bola matanya malas. "Kenapa emangnya?" tanya balik Raga.

Mika memberikan lagi map itu pada Raga. "Gak papa." cengir Mika. "Kapan kita nikahnya, Pak?" tanya Mika. Hatinya serasa teriris mengatakan pertanyaan itu.

"Segitu maunya kamu menikah denganku?" cibir Raga.

"Ahh tidak, Pak." ucap Samartha dengan senyuman palsunya sambil melambai-lambaikan tangannya.

Raga tersenyum miring. "Kamu sudah mengerti peraturan yang harus di taati?". Mika mengangguk. "Aku, tidak suka orang yang tidak menaati perintah ku, mengerti?" ujarnya lagi.

Mika mengangguk lagi. "Iya, Pak saya mengerti."

Raga bangkit dari duduknya, merapikan jas hitam yang ia kenakan. "Persiapkan dirimu besok," katanya menatap Mika yang masih terduduk di kursinya.

"Baik, Pak." sahut Mika.

"Jangan harap kamu bisa kabur dariku." ucap Raga, dingin. "Dan jangan pernah lagi memanggilku dengan sebutan Bapak karna aku bukan Bapakmu."

"Baik, Pa-- Om." Mika memukul mulutnya yang hampir saja kelepasan.

Raga tidak merespon ucapan Mika lagi. Dia langsung melengang pergi meninggalkan Mika sendirian diruang VVIP itu.

Seperginya Raga, Mika menunduk dalam-dalam. Air mata mengalir di pipinya yang mulus lalu dengan cepat dia mengusapnya lalu dia menatap punggung Raga yang semakin lama menghilang.

 

 --------------

Jangan lupa tinggalkan jejak🙆

pernikahan

Mika menatap Pak Rusdi-Bapaknya yang terduduk ditepi kasurnya tidak percaya, matanya berkaca-kaca. Dia baru saja mendengar perbincangan Bapaknya dengan Ibu Rini-Ibu tirinya. Dia mendengar ucapan Bapaknya yang serasa menusuk hatinya, Pak Rusdi menjual dirinya kepada Pria kaya raya.

"Bapak," lirih Mika.

Ibu Rini dan Pak Rusdi sontak langsung menatap Mika yang berdiri diambang pintu dengan mata berkaca-kaca. Pak Rusdi yakin Mika mendengar semua perbincangan Ibunya dengan dirinya.

Pak Rusdi hanya terdiam. Dia merasa menyesal. Gadis manis periang itu pasti akan terpukul karna dengan teganya dirinya menjual Gadis itu pada Pria kaya raya. Satu tetes air mata keluar dari matanya.

"Bapak, kenapa ngejual Julia, Pak?" tanya Mika, lirih.

Pak Rusdi mendekati Mika yang berdiri di ambang pintu. Di peluknya Mika. "Maafin Bapak. Benci Bapak nak. Bapak pantas dibenci.." tangis Pak Rusdi. Mika menggeleng-gelengkan kepala. Dia ikut menangis.

Ibu Rini menatap anak dan bapak itu berpelukan hanya memutar bola matanya malas. Drama! Batinnya.

Ibu Rini bangkit dari duduknya. Dia melepaskan paksa pelukan suaminya pada Mika. "Udahlah, Pak. Jangan dimanja gitu anaknya, dia lagi pun gak ada yang mau kan? Bagus ada yang mau sama dia, kaya lagi." ucap Ibu Rini.

Mika menghapus air matanya, menatap Ibu tirinya dengan datar. "Gak ada yang mau kata Anda? Saya bahkan diperebutkan para pria asal tanda tahu." kata Mika dengan kuping memerah yang berarti dia berbohong.

Ibu Rini tersenyum meremehkan. "Hah? Tidak salah?" sinis Ibu Rini.

"Saya tahu jadi ini ulah Anda menyuruh bapak saya menjual saya dengan ancaman-ancaman Anda itu, Nenek Lampir?" kata Mika, lantang.

Ibu Rini hanya melipat tangannya. "Anggap saja kalo itu perjodohan. Jadi terima aja!" balas Ibu Rini tak kalah lantang.

"Perjodohan?" beo Mika, tidak mengerti dengan ucapan Ibu tirinya.

"Cih, anggap aja begitu. Karna kamu juga gak ada yang mau kan? Jadi, jangan sok muna. Calon suamimu itu kaya raya. Dia bisa membuat wajah menjijikanmu itu menjadi wajah ratu. Jadi, bersyukurlah."

"Sudah?!" bentak Pak Rusdi. "Puas kamu membuat putri ku menjadi seperti ini, hah?!" bentak Pak Rusdi pada Ibu Rini.

Ibu Rini berkaca-kaca saat dibentak suaminya. Dia segera memeluk Pak Rusdi, takut Pak Rusdi tambah marah padanya. Karna dirinya lah yang memaksa Pak Rusdi menjual kedua anaknya pada Pria kaya dengan alasan agar kedua anak-anaknya mendapat kebutuhan yang layak.

Awalnya Pak Rusdi menolaknya namun Ibu Rini terus menyakinkan Pak Rusdi agar menjual kedua anak-anaknya pada Pria kaya dan alhasil Pak Rusdi menyetujuinya walau hati bagai teriris karna harus menjual kedua putrinya pada Pria yang sama sekali tidak dikenal mereka dan juga tidak dicintai mereka.

Saat tuan muda pemilik Antareja Groups itu memilih Mika dari pada Kakaknya-Sekar, Pak Rusdi menjadi bersalah kesannya dia memaksa putrinya menikah dengan tuan muda itu dan merelakan putrinya diperlakukan sebagai pembantu pastinya.

Mika menatap Pak Rusdi, meminta penjelasan. "Pak, jelaskan sama Julia, apa alasan bapak ngejual Julia?" pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari mulut Mika.

Pak Rusdi menatap senduh Mika. "Maafkan Bapak nak. Maafkan Bapak." sesalnya.

Mika tersenyum tipis, air matanya terus mengalir melewati pipinya. "Pak, bilang ke Julia. Kenapa Bapak menjual Julia? Apa Julia selama ini selalu nyusahin bapak jadi bapak menjual Julia seperti ini?" cicit Mika. "Jawab Pak."

Pak Rusdi tidak menjawab. Dia tidak tahu apa yang harus dijelaskan pada putrinya itu.

"Baik kalo gitu. Julia mau nikah sama dia. Julia rela dijual sama Pria itu karna aku menyayangi Bapak." keputusan Mika.

Pak Rusdi rasanya ingin menangis lagi sekarang. Dia berjalan selangkah lalu memeluk putrinya. Menangis dalam diam disana.

Sedangkan ibu Rini terlihat senang, senyumnya mengembang kala mendengar ucapan dari Mika karna tidak perlu membujuk-bujuk Mika, Mika bisa dengan gampangnya menerimanya.

 

Saat ini di ruangan rias pengantin, Mika menatap dirinya yang sudah dirias di cermin. Terdapat butiran-butiran air mata di pipinya yang sudah dipoleskan make up. Dia menangis seperti anak kecil disana. Untung saja di ruang rias saat ini hanya ada dirinya jadi dia bisa leluasa menangis sejadi-jadinya disana.

"Aghhhh, kenapa aku yang harus nikah sama dia. Aku gak mau, mau kabur tapi takut. Aghhh aku bingung." celoteh Mika, merengek-rengek tidak jelas sambil mengelap air matanya dengan tisu.

Tidak peduli make up nya sekarang sudah luntur. Biar saja, dia berharap semoga itu bisa membuat tuan muda itu menjadi jijik padanya dan akhirnya membatalkan pernikahan ini.

"Julia," panggil Pak Rusdi ketika sudah ada diambang pintu. Pak Rusdi melangkah mendekati Mika yang terduduk dimeja rias sendirian.

Mika menoleh dengan mata yang sembab karena menangis sangat lama. Dia bangun dari duduknya, menghampiri Pak Rusdi dan kemudian memeluk Pak Rusdi. "Bapak, Julia takut digigit sama tuan muda itu nanti. Mukanya itu sangat datar, seperti hantu wajah rata yang tidak punya ekspresi." lirih Mika.

Pak Rusdi terkekeh. Sebenarnya dia pun tidak tega Mika menikah dengan Orang yang tidak dicintainya. "Ya gapapa, kamu kan udah sering di gigit sama nyamuk dirumah, jadi nikmatin aja." ucap Pak Rusdi, menenangkan Mika.

"Bapak gak nyambung," gerutu Mika, kesal.

Pak Rusdi tertawa pelan. Dia melepaskan pelukan putrinya. "Udah ah, tuh tuan muda udah nunggu kamu. Dia benci menunggu katanya." kata Pak Rusdi, mengusap pelan bahu Mika.

Mika mencebikkan bibirnya. "Bapak, apa Bapak masih marah sama Nenek Lampir itu?" tanyanya.

"Tidak tau." jawab Pak Rusdi santai.

"Bapak lebih cinta sama Nenek Lampir itu yah, dari pada sama Ibu," ucap Mika, memicingkan matanya.

"Ibu kamu nomer satu dihati Bapak." Pak Rusdi mencolek hidung Mika membuat Mika tersenyum.

"Udah yuk keluar," ajak Pak Rusdi dan Mika mengangguk pelan. Di peluknya lengan, berjalan beriringan dengan Pak Rusdi keluar dari Ruang rias.

Baju kebaya putih yang Mika kenakan sangat panjang dan lagi dia tidak bisa memakai heels jadi saat dia berjalan dia terus terseripat dan tersandung dengan kain yang ia kenakan.

Mika menundukkan kepala kala melihat Raga yang sudah menunggunya di meja penghulu. Pria itu memakai jas berwarna putih. Terlihat sangat tampan dan menawan namun di mata Mika tetap saja wajah Raga tidak ada tampan-tampannya sedikit pun. Ekspresi Pria itu tetap sama, datar.

Mika mendaratkan bokongnya di samping Raga yang masih menatapnya. Raga mendekatkan bibirnya pada telinga Mika. "Lambat!" bisik Raga lalu menjauhkan wajahnya.

"Baik, sodara Raga apa Anda sudah siap?" tanya Bapak penghulu yang duduk di hadapan mereka berdua. Raga mengangguk sebagai jawaban.

 

Setelah acara pernikahan telah usai. Raga dan Mika terduduk diam di dalam mobil dalam perjalanan pulang. Mika tidak membuka suaranya sedari dia masuk kedalam mobil, dia hanya menatap keluar jendela enggan menatap Raga yang sekarang sudah sah menjadi suaminya secara negara dan agama.

Begitu pun dengan Raga, Pria itu sibuk dengan ponsel di tangannya.

Di kursi pengemudi, Dion, tangan kanan sekaligus sekretaris dari Raga menatap kedua pasangan yang baru saja resmi sebagai suami istri itu dari kaca yang berada diatas kepalanya.

Dia sedikit terkejut saat Raga memilih Mika di banding Kakaknya-Sekar untuk menjadi Istrinya dan jujur dia tidak mengerti mengapa tuan mudanya itu tiba-tiba ingin menikah padahal nyatanya dia tidak tertarik dengan pernikahan atau sebagainya. Mata Dion kembali tertuju ke depan saat Mika mulai menyadari dia menatapnya.

Mika menyerngitkan dahinya. Dia memajukan tubuhnya, agar bisa menatap Pria yang menyetir itu. "Om, apa masih jauh perjalanannya?" tanya Mika.

Dion yang mendengar Mika memanggilnya dengan sebutan embel-embel Om melotot. Nona, umur saya masih muda dan sepertinya umur kita tidak beda jauh. sahut Dion dalam hati.

Mika menepuk bahu sang pengemudi. "Apa masih jauh?" tanyanya sekali lagi.

"Sebentar lagi, nona." jawab Dion tanpa menoleh.

"Jangan panggil saya nona dong, Om. Panggil saya Mika aja, Mika Juliantika." tutur Mika.

"Maaf nona, tapi sekarang Anda Istri dari tuan muda." ucap Dion.

Mika mendengus kesal. "Tetap aja, saya tidak suka dipanggil seperti itu. Panggil nama saya aja oke, Om?"

Melihat Mika sedang berbincang dengan Dion, Raga menoyor kepala Mika membuat kepala Mika terbentur kursi di depannya. "Hei, apa kamu tidak tahu malu? Sadar dengan umurmu, memanggil orang sembarangan. Diom masih muda dan kamu memanggilnya seperti itu!" omel Raga. "Mau kamu aku suruh dia melemparmu dari mobil ini?" ancam Raga.

Mika menoleh ke Raga sambil memengangi jidatnya yang terasa nyeri karna terbentur kursi. "Saya hanya ingin sopan, Om." sahut Mika.

"Om? Kamu pikir saya ini Om kamu, hah?!" bentak Raga. "Hais, tidak tahu umur kamu ya!" dengus Raga kesal.

"Kan tadi saya bilang, saya hanya ingin berperilaku sopan, Om." kata Mika.

"Berapa umur mu sebenarnya?" tanya Raga.

Mika menghitung di jari-jarinya lalu menatap Raga lagi. "23." singkatnya.

"Cih, umur udah tua kelakuan masih seperti anak kecil!" cibir Raga.

"Om aja umurnya masih muda tapi kelakuannya kayak orang tua." ujar Mika, tidak mau kalah.

"Apa kamu bilang?!" bentak Raga.

"Saya bilang, Om aja umurnya masih muda tapi kelakuannya kaya orang tua." ucap Mika, mengulang ucapannya.

"Berani sekali kamu! Dan jangan pernah panggil aku Om, apa kamu buta? Aku masih muda!" kesal Raga.

"Saya gak bilang om tua," tukas Mika.

"Jangan panggil saya Om?!" bentak Raga.

"Emang Anda mau saya panggil apa? Bapak? kan Anda tidak mau."

"Apa kamu ingat peraturan yang saya tulis disurat itu?" Raga menyeringai.

"Ingat. Jangan membatahkan kan? Ikuti titah dari Anda tanpa protes." jawab Mika.

"Bukan itu!"

"Lalu?" tanya Mika dengan wajah imutnya.

"Jangan pernah membuat saya marah, mengerti?!" bentak Raga.

Mika mengubah posisi duduknya kesemula. Dia terdiam sejenak lalu membuka suara lagi. "Apa saya boleh memanggil Anda tuan? Seperti orang-orang memanggil Anda atau saya panggil Anda Oppa saja? Tapikan Anda bukan orang korea ya." celoteh Mika.

Raga tidak menjawab. Dia memfokuskan diri pada ponsel ditangannya.

"Saya panggil Anda tuan atau Kakek ya. Tapikan dia masih muda," gumam Mika namun masih dapat didengar Raga.

"Tuan Raga Galendra Mahardika, sepertinya itu cocok." gumamnya lagi. "Kenapa wajah anda datar sekali? Seperti tidak punya ekspresi lain. Apa anda terbuat dari triplek?" lanjutnya.

Merasa geram terus mendengar gumaman yang keluar dari mulut Mika, Raga menatap tajam Mika. "Bisa kamu tidak bergumam-gumam seperti itu? Kupingku sakit mendengarnya?!" bentak Raga.

Mika menutup mulutnya dengan tangannya. "Baik tuan, saya tidak berbicara dan tidak bergumam lagi."

"Itu kamu bicara?!"

"Oke, saya tidak berbicara."

"Kamu masih berbicara, bodoh!"

Dion dibalik kursi pengemudinya tersenyum mendengar perdebatan suami-istri baru itu dan baru kali ini tuan mudanya lebih banyak berbicara pada seorang Wanita.

 --------------

Jangan lupa tinggalkan jejak😍🙌 VOTE dan comentnya ya...

tidur dilantai!

Dirumah yang sangat besar, mobil sedan berwarna hitam itu berhenti dan begitu mobilnya berhenti, Mika dan Raga turun dari mobil.

Mika menatap tidak percaya rumah besar yang diketahui adalah rumah milik Raga, suaminya. Mulutnya menganga lebar dan matanya berbinar-binar. Dia membayangkan dirinya tertidur disalah satu kamar didalam rumah itu pasti dia akan merasa seperti tuan putri. Dia akan tertidur setiap hari dan setiap waktu di dalam kamarnya nantinya.

Melihat Mika menganga seperti itu, Raga menutup mulut Mika dengan tangannya membuat Mika menatapnya kesal. "Dasar norak!" cibir Raga.

Mika melepaskan tangan Raga dari mulutnya. "Tuan, apa saya bisa langsung kekamar saya?" tanya Mika, menggebu-gebu.

"Cih, siapa kamu emangnya? Siapa yang akan menempatkan kamu disalah satu kamar di sini?"

Mika berdecak. "Rumah ini sangat besar tuan, kenapa saya tidak boleh tidur disalah satu kamar disana? ternyata tuan sangat pelit ya saya tidak boleh tidur di kamar lalu saya tidur dimana tuan?"

Raga menatap datar Mika. "Ini bukan rumah, ini Mension, mengerti? Dan siapa yang kamu sebut pelit, hmm?" ujar Raga, dingin.

Mika menggaruk-garuk kepalanya. "Hehe, saya bilang anda yang pelit tuan." Mika cengengesan.

Raga melotot. "Dion, bawa Gadis bodoh ini ke kamar ku, kunci dia di kamar mandi!" ucap Raga pada Dion yang berdiri di belakangnya.

"Baik, tuan."

"Eh, eh tapi kan saya mau lihat-lihat rumah ini dulu,"

"Kekamar!" tekan Raga.

"Tidak mau, saya mau jalan-jalan dulu." tolak Mika.

"Kekamar sekarang!" teriak Raga.

"Ihh, saya kan mau jalan-jalan dulu, tuan."

"Dion gendong dia kekamar." ucap Raga pada Dion dan diangguki Dion. Baru ingin menggendong Mika, Mika malah menghindar. Dia menggeleng pelan pada Dion.

"Tidak perlu menggendong saya, Om. Saya bukan anak kecil." kata Mika lalu beranjak melangkah kedalam Mension bersama Dion.

"Wah, Anda penurut sekali, ya Om," ucap Mika pada Dion sambil menepuk bahu Dion berkali-kali.

Dion hanya tersenyum tipis. "Mari nona, saya antar ke kamar tuan muda."  Mika mengangguk.

 

Mika keluar dari kamar mandi  memakai baju tidur yang ia ambil dari lemari Raga. Ketika keluar dari kamar mandi, Mika langsung mendapati Raga yang sedang terduduk menyender di king size, matanya menatap tajam Mika yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Ada apa, tuan?" tanya Mika dengan kedua alis terangkat.

Raga memutar bola matanya. "Kenapa kamu pakai baju tidurku?!" bentak Raga.

Mika menyerngitkan dahinya. Di lihatnya baju tidur yang melekat pada tubuhnya. Jika dilihat-lihat memang itu baju tidur seorang Pria namun baju tidur ini terlihat cocok di tubuhnya. "Tuan, saya tidak tahu ini baju tuan. Tapi boleh baju ini buat saya? Saya sangat suka baju ini, tuan." ujar Mika.

"Buka itu!" titah Raga membuat Mika melotot, segera ia tutupi tubuh depannya dengan kedua tangannya sambil terus menggeleng.

Raga menatap tajam Mika. "Buka!" titannya lagi.

"Tidak mau!" teriak Mika masih menutupi tubuhnya dengan kedua tangannya.

Melihat Mika membantah, Raga turun dari king size miliknya, dia mendekati Mika yang masih berdiri didepan pintu kamar mandi dengan posisi yang sama. Menutupi tubuhnya dengan kedua tangan.

Mika memundurkan langkahnya saat Raga berjalan mendekat. "Tuan, saya pinjam sehari aja bajunya." ucap Mika, ketakutan melihat wajah Raga yang benar-benar datar.

Raga tidak menggubris ucapan Mika, dia terus melangkah mendekati Mika.

Mika terus memundurkan langkahnya sampai punggungnya menempel pada pintu kamar mandi. Dia bingung harus melakukan apa sekarang.

Raga memberhentikan langkahnya dihadapan Mika. Dia menundukkan sedikit tubuhnya agar sejajar dengan Mika. Ditatap tajam Mika yang manatapnya dengan ketakutan.

Mika menutup matanya kala Raga mengangkat tangan. Tangannya mengepal.

Tangan Raga membuka handuk miliknya yang terlilit di kepala Gadis itu membuat rambut pendek Mika acak-acakan. Dia menatap Mika sejenak yang masih menutup matanya. Dia tersenyum smirk. "Emangnya apa yang kamu harapkan dariku, hmm?" suara bariton Raga membuat Mika membuka matanya dan tatapannya langsung beradu dengan Raga.

Raga menyentil dahi Mika kencang membuat Mika terpekik terkejut. "Jangan harap kamu akan aku tiduri! Sadar diri!" cibir Raga, melempar handuk itu tepat diwajah Mika. Kemudian dia menjauh, berjalan ke arah king size miliknya lagi, merebahkan tubuhnya disana.

Mika mengusap dahinya yang terasa pusing karna sentilan kencang dari Raga barusan. Sakit sialan! teriak Mika dalam hati.

Raga mengangkat kepalanya, menatap Mika yang tetap berdiri disana. Dia mengambil bantal disebelahnya, meleparkan bantal itu ke wajah Mika. "Tidur dilantai! Jangan harap bisa tidur denganku!" ucap Raga.

Mika meremas bantal itu, kesal lalu dia berjalan ke kasur tipis yang berada di sebelah king size Raga, menidurkan tubuhnya disana. Lagi pun siapa yang ingin tidur dengan dia!

Mika menatap langit-langit kamar, dia sudah terbiasa tertidur di kasur tipis seperti ini. Dia mengubah posisi tidurnya memiring.

"Hei! Matikan lampu!" teriak Raga.

Mau tidak mau Mika bangun lagi, dia berjalan ke skrin lampu, mematikan lampu sesuai perintah yang mulia.

Dengan malas dia kembali ke kasur tipisnya. baru ingin merebahkan tubuhnya lagi Raga memintanya manyalahkan lampu lagi.

Mika menyalahkan skrin lampu sambil menatap Raga tajam dan saat Raga menyadari di tatap tajam oleh Mika, Raga menatap Mika juga tetapi Mika terlebih dahulu membuang pandangannya.

"Ambilkan air putih!" perintah Raga.

Mika berkumat-kamit. Dia berjalan ke nangkas, mengambil air putih. Padahal Raga bisa mengambilnya sendiri mengapa harus dirinya yang harus mengambilnya?.

Mika memberikan air putih itu pada Raga namun Raga tidak menerimanya, dia malah menatap air putih dan Mika bergantian.

"Ada apa lagi, tuan?" geram Mika.

"Wah, berani sekali kamu geram padaku." Raga menyeringai. "Punya nyali juga kamu ya."

Mika mengangkat sebelah sudut bibirnya keatas. "Saya bukan jagoan neon, tuan." kata Mika.

"Aku tidak peduli!" ketus Raga.

"Siapa juga yang menyuruh Anda peduli!" Upss! Mika memukul mulutnya yang tidak bisa mengerem. Dia menggerutuki diri sendiri karna mengatakan ucapan itu.

"Wah, sepertinya kamu baru sehari jadi Istriku sudah berani melawan ya." ujar Raga, dingin.

"Hmm, tidak tuan. Tuan apa yang Anda inginkan lagi sekarang, hmm?" ucap Mika, mengendip-ngedipkan matanya.

"Cih," decih Raga.

Ayolah, aku ingin tertidur sekarang! Rengek Mika dalam hati.

"Minum!"

Mika menyodorkan air putih itu dibibir Raga. Lihatlah sekarang dia seperti Orang yang mempunyai penyakit. Minum saja dia tidak bisa sendiri.

Mika menaruh lagi air putih itu di nangkas. "Tuan, saya harap tugas saya di hari ini sampai sini aja, saya lelah tuan." rengek Mika.

"Ya ya! Matikan lampu!" titah Raga untuk terakhir kalinya di hari ini.

Mika menghebus nafasnya. Dia berjalan ke skrin lampu untuk ketiga kalinya, mematikan lampu lalu berlari ke kasur tipis, membanting  tubuhnya.

"Awww!" ringis Mika merasakan sakit pada punggungnya karna membanting tubuhnya di kasur tipis itu. Dia menggerutuki kasur tipisnya sambil memukul kasur tipis itu pelan.

Raga mengubah posisi tidurnya memiring, membelakangi Mika yang tertidur di bawah kasur tipis. Dia tersenyum tipis, menahan tawanya.

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!