NovelToon NovelToon

Di Ujung Peluru 2 & 3 (Hati Sang Prajurit)

1. Kecelakaan di Markas

Rumah itu terasa sepi tanpa bayangan sang istri. Rinto membuka ponselnya dan melihat wajah jenazah sang putra yang ada dalam galeri fotonya.

"Papa rindu kamu nak, rindu Mama. Semoga kalian berdua bahagia disana" gumamnya sambil menghapus air mata.

***

"Anyeeeeeeee... ayah sobek rok kamu kalau sependek itu...!!!!!!!" teriak keras yang tidak di pedulikan Anyelir sama sekali.

"Iihh.. ayah... ini khan seragam jaman sekarang. Ayah kuno..!!"

"Haduuhh.. mati aku.. " Rama memegangi dadanya melihat tingkah pecicilan anak gadisnya. Rambut di ikat dua macam tanduk kerbau, belahan kancing baju seragam yang rendah.. membuat Rama terkena serangan jantung mendadak.

"Baaangg... Abang.." Dinda cemas saat Rama bersandar di sofa karena syok melihat tingkah putrinya.

"Anye.. jangan buat ayahmu cemas" kata Mama Dinda menasehati putrinya.

"Maaf ya ayah.. Tapi ini trend saat ini. Ayah nggak ikutin mode" protes Anye.

"Tapi yo nggak gitu juga ndhuk.. " Rama stress sekali melihat putrinya.

"Ini kalau Abangmu lihat pasti kena tabok ndhuk . Duuhh gustiiii"

"Sabar Bang.. Nanti Dinda yang bilang sama anak-anak" bujuk Dinda.

"Jangan sampai anakmu pergi dengan penampilan seperti itu. Awas aja kamu dek" ancam Ayah Rama pada Mama Dinda.

"Iya Bang" Mama Dinda mengusap dada suaminya.

Rama merogoh sakunya lalu mengambil ponselnya.

"Assalamualaikum yah" sapa seseorang di seberang sana.

"Wa'alaikumsalam.. kapan kamu kembali?" tanya Rama pada Ezhar putranya.

"Insya Allah besok sore yah. Tapi Aku mau ke tempat Papa dulu ya. Boleh khan yah?"

"Boleh..!! Ya sudah.. kamu segera handle perusahaan yang di Semarang. Papa nggak bisa keluar kota" perintah ayah Rama.

"Siap yah. Beres..!!" jawab Ezhar.

"Abang mau pulang yah?" tanya Anyelir.

"Iya, tapi besok sore"

"Horeeeeee.. mau palakin Abang. Mau nonton.. makan malam" kata Anyelir sambil berteriak kegirangan di samping telinga ayah Rama.

"Astagfirullah... inilah kalau lahir di Reo. Suaramu sudah seperti sirine kebakaran" jawab ayah Rama tak kalah heboh dari putrinya.

"Yah.. Abang Gathan kapan pulang?" tanya Anyelir masih tetap setengah berteriak.

"Anyeeeee.. ayah nggak tuli"

"Dua minggu lagi pelantikan. Ayah ke Jakarta sama mama.. Kamu jangan berulah selama papa disana" Rama berjalan menuju luar rumah dan akan kembali ke Markas.

***

"Besok ada kegiatan menembak dari tiap Batalyon. Bergabung dengan kesatuan sebelah. Apa dari kesatuan batalyon mu sudah siap semua?" tanya Rama pada Rinto.

"Ijin Komandan. Semua sudah siap"

"Lettu Rinto Dirgantara.. Kamu ikut menembak nggak?" tanya Rama lagi.

"Ijin.. Saya ikut menembak" jawab Rinto.

"Ya sudah apel siang dulu. Hari ini apel gabungan" ajak Rama pada Rinto.

"Kamu ambil apel siang..!!"

"Siap laksanakan..!" jawab Rinto tegas.

***

Rama sedang memberikan arahan pada saat apel siang. Tak disangka dari arah kesatrian melaju kencang sebuah motor bebek berwarna merah menerobos barisan para pasukan yang berbanjar rapi mendengar arahan Rama. Tak ayal ulah penerobos itu membuat barisan para pasukan itu berlari kocar kacir tidak karuan tak terkecuali Rinto. Pengemudi motor itu sedang berboncengan dengan kawan sekolahnya.

"Anyeliiiiiiiiiiiirrrrr.....!!!!!!!!!" teriak Rama di depan podium dan mic sampai memekakkan telinga seluruh pasukan hingga terdengar sampai ke jalan raya.

"Ayaaahh.. motornya nggak bisa berhenti" pekik Anyelir ketakutan.

"Astaga.... cepat rem..!!!" teriak Rama langsung melompat dari podium.

Melihat semua kalang kabut, Rinto secepatnya mengejar motor tersebut.

"Kamu tau rem apa tidak??" teriak Rinto.

"Nggak tau om" teriak Anye.

"Aaiisshh.. siapa dia ini?? Beraninya menerobos markas dan membuat keributan seperti ini" batin Rinto.

Saking takutnya, kawan Anyelir sampai melompat dari motor. Para anggota disana segera menyelamatkan gadis itu agar tidak tertabrak motor yang sedang di kemudikan Anyelir.

Tak menunggu waktu lama.. tangan Rinto sudah bisa menggapai tangan Anyelir dan segera menarik gadis itu ke dalam pelukan Rinto. Tepat di samping lapangan itu ada sedikit lembah menuju lapangan tembak dan mereka berdua berguling disana. Tangan Rinto melindingi kepala Anye agar tidak terantuk batu.

"Anyee.. Rintoo.." Rama berteriak mengejar anak dan anggotanya yang berguling sampai ke bawah lapangan.

buughh....

"Allahu Akbar.. sakit sekali punggungku" gumam Rinto. Anye dan Rinto tersangkut ke dalam semak dalam keadaan saling memeluk. Rinto berusaha bangkit tapi rasa punggungnya sakit luar biasa. Rinto melirik ke bawah kakinya. Rok Anye sobek tinggi sekali. Anye menangis sesenggukan karena ketakutan. Tubuhnya gemetar dalam dekapan Rinto.

"Pak Rinto.. Bagaimana disana"

"Aahh.. Iya.. kami baik-baik saja" jawab Rinto berusaha menutupi paha Anyelir. Tapi karena sobeknya tidak beraturan, ia pun bingung bagaimana cara menutupinya.

Dengan usaha keras, Rinto berhasil mengangkat tubuhnya dari atas tubuh Anye.

"Lain kali pakai pakaian yang sopan. Baju kurang bahan begini masih di pakai" tegur Rinto sambil tangannya menutup paha Anyelir yang terbuka dengan menyelipkan bagian pinggir rok Anye ke sela pinggang seragam sekolahnya.

"Anyeeeeeeee.. kamu nggak apa-apa??" tanya Rama yang sudah tiba di sana dengan nafas masih putus sambung.

"Ayaaahh.. sakit semua" tangan Anye meminta tolong pada ayahnya dengan manja.

Astaga.. anak komandan.

Rinto menggeleng menatap manjanya Anyelir pada sosok komandan yang ternyata adalah ayah dari gadis manja itu.

"Tolong bantu Danki mu..!!" perintah Rama pada anggotanya.

Para anggota membantu Rinto yang sepertinya susah untuk berdiri.

"Aarrgghh.. Astagfirullah..!!!!" Rinto mengerang kesakitan tak sanggup berdiri. Punggungnya terantuk batu karena melindingi Anyelir.

"Bawa ke unit kesehatan.." perintah Rama lagi.

"Rinto.. terima kasih banyak sudah menyelamatkan putri saya" ucap Rama pada Rinto.

"Siap Komandan.. sama-sama"

***

"Kamu ini....!!!!! Bisa-bisanya menerobos barisan..!!!" tegur Rama mendudukan Anyelir dan Bintang di ruangannya. Mama Dinda sampai harus di panggil juga.

"Mau di taruh mana muka ayah????????" bentak Rama.

"Maaf yah. Anye nggak sengaja" jawab Anyelir takut.

"Kenapa nggak Bintang saja yang kendarai motornya???" tanya Rama.

"Bintang khan nggak bisa kendarai motor yah..!" jawab Anyelir.

"Ya salaam.. memangnya kamu bisa kendarai motor?????" suara Rama semakin meninggi karena tidak sabar dengan kelakuan putrinya.

"Nggak bisa yah.."

"Terus kenapa kamu pakai motor itu??? itu motor siapa.. Munaroh???????" otot leher Rama rasanya menegang semua jika berhadapan dengan Anye putri satu-satunya ini.

"Dua orang nggak bisa kendarai motor tapi berboncengan masuk markas???? Anak hebat.. Luar biasa.. Anak siapa??????"

"Anak ayah Rama Satria"

"Haduuhh maaaa.. Mamaaaaaa.... jantungku nggak kuat iniii. Tukar saja anak ini sama bebeknya pak RT ma..!!!!" Rama duduk memijat pangkal hidungnya dengan jengkel sampai ke ubun-ubun.

"Sabar Bang.. Sabaarr..!!" kata Dinda mengusap dada Rama sambil menahan tawanya.

.

.

.

2. Dendam sama Om tentara.

"Toloooongg" Rinto berteriak kencang karena punggungnya sedang di urut tukang pijat langganan anggota remaja. Rinto yang sama sekali tidak suka di pijat pasti merasa sangat kesakitan.

"Pelan pakdee..!!!!" teriak Rinto lagi.

"Baru segini saja mengeluh. Masih banyak beban hidup yang lebih berat" kata Pakde Karto.

Rinto terdiam. Memang masih banyak yang lebih berat. Enam belas bulan sudah dirinya menjadi duda. Tak ada yang Vilia mantan istri tercintanya tinggalkan kecuali kenangan manis dan indah bersama gadisnya kecilnya itu.

Abang rindu bertengkar sama kamu dek. Kapan kita bisa ribut lagi???

Menahan rasa sedihnya, mata Rinto terpejam mengingat beberapa saat sebelum kejadian naas itu terjadi.

flashback on

"Hayoooo.. mau kemana?? Kamu nggak bisa lari bawa perut besarmu ini" Rinto menggelitik perut Vilia yang sudah semakin besar.

"Apa ini?? Gendang besar sekali" ledeknya yang sudah sangat rindu pada istrinya itu. Saat ini Rinto sedang IB dari test pendidikan pengawalan presiden. Maka ia tidak akan melewatkan sedikitpun masa liburnya.

"Abang ngledek iihh.. ini khan ada anak Abang" gerutu Vilia.

"Hahaha.. iya maaf.. anak Abang laki apa perempuan ya??" tanya Rinto penasaran.

"Vilia belum tau Bang. Nggak nanya juga" jawab Vilia.

"Besok kita lihat yuk.." ajak Rinto.

"Tapi sekarang papanya cek dulu donk.. sudah kangen banget"

Rinto menggendong Vilia sampai ke kamar. Mereka berdua segera melepaskan rasa rindu mereka yang sudah membuncah hebat. Tak terkira rasa rindu di hati Rinto hingga ia tidak mau menyudahi permainan nya begitu saja.

"Sudah Bang.. nanti lagi" pinta Vilia sudah kewalahan menuruti keinginan Rinto.

"Iya deh.. kasihan anak Abang" kata Rinto mengalah, lagipula rindunya juga sudah tersalurkan dan sedikit terobati.

"Vili ke kamar mandi dulu ya Bang. Gerah nih"

"Sabar dek.. tunggu Abang. Ada telepon penting ini" Rinto mengambil tissue, memakai celananya lalu segera mengangkat telepon dari Mama angkatnya.

Setelah beberapa saat kemudian, Rinto menutup panggilan telepon nya.

bruugghh...

"Aaarrgghhh... sakiiiitt" teriak Vilia dari arah kamar mandi.

"Ya Allah.. Vilia.." Rinto segera berlari menuju kamar mandi.

Betapa terkejutnya Rinto melihat Vilia tertelungkup memegangi perutnya dan menangis kesakitan. Darah segar cukup banyak sudah keluar dari sela kakinya dan itu bercampur cairan yang tidak dipahami sama sekali oleh Rinto.

"Astagfirullah hal adzim.. Tuhanku.."

"Viliaaaaa" Teriaknya dengan panik dan cemas.

Rinto segera membopong Vilia. Badan Rinto pun ikut berlumuran darah.

flashback off...

"Astagfirullah..." pekik Rinto menutupi wajahnya. Ketakutan itu kembali mendera batinnya.

"Jangan diingat lagi yang sudah berlalu" Pakde Karto berusaha menenangkan Rinto. Pakde Karto tau pasti kalau Rinto masih sering terbayang mendiang istrinya.

Sejak kejadian itu, Rinto selalu menyalahkan dirinya sendiri karena tidak bisa menjaga Vilia dengan baik. Kehilangan anak dan istri sangat menyiksa batinnya.

"Tenangkan dirimu. Jodoh.. maut.. rejeki.. sudah Allah atur" kata Pakde Karto.

"Insya Allah saya paham pakde" jawab Rinto dengan suara tercekat berat.

***

Rama dan Dinda mengantar Anye untuk meminta maaf sekaligus berterima kasih pada Lettu Rinto karena sudah menyelamatkan Anyelir dari motor bebek sial yang di tumpangi nya tadi.

"Saya pribadi memohon maaf atas kecerobohan putri saya. Saya juga mau berterima kasih karena pertolongan mu putri saya tidak cidera sama sekali" ucap Rama dengan tulus.

Setelah beberapa lama berbincang, Rama membiarkan putrinya untuk meminta maaf secara pribadi karena sejak tadi Anyelir hanya diam. Rama ingin putrinya menjadi dewasa dan bertanggung jawab mengakui segala kesalahan yang pernah di perbuat.

"Diam saja apa pita suaramu putus?" tegur Rinto.

"Aku nggak biasa bicara dengan sembarang orang. Kata ayah.. laki-laki itu buaya dan tidak bisa di percaya" kata Anyelir.

"Maksudmu??"

"Bisa saja om jatuh cinta padaku dan punya niat buruk" jawab Anyelir dengan waspada.

"Siapa yang akan melirik gadis ingusan macam kamu" nada suara Rinto sedikit meninggi.

"Jangan kegeeran ya om. Seleraku juga bukan om yang umurnya sudah melebihi Abangku"

"Haahh.. itu namanya pria matang. Kamu pasti bucin kalau jatuh cinta sama saya" ledek Lettu Rinto.

"Matang di pohon.." ledek Anyelir..

"Jangan macam-macam sama om-om kalau nggak mau celaka" ancam Rinto.

Seketika itu juga Anyelir terdiam. Tak berani menjawab ucapan pria di hadapannya. Wajah Rinto nampak tak main-main saat menatap matanya.

"Dasar.. pria kasar begini.. siapa yang suka" gerutu Anye sangat tidak suka, apalagi wajah Rinto sama sekali tidak ada niat untuk tersenyum sama sekali.

"Tanya dulu pada dirimu, apa ada pria yang mau melirik gadis bau kencur, kekanakan, urakan sepertimu. Hanya orang tidak waras yang melirikmu" ucap Rinto tak kalah menyebalkan.

Begitu jengkelnya Anye.. ia melirik Rinto dengan tatapan kesal. Anye berjalan menjauh dari pria yang terkesan sombong di matanya itu. Sebelum meninggalkan ruang unit kesehatan.. si cantik Anye mengangkat jarinya menunjuk f**k pada Rinto. Danki A Batalyon itu meradang melihat tingkah anak komandannya, ia sampai melempar dompet ke arah pintu dan hanya mendapat lidah yang terjulur dari Anyelir.

"Siiaall.. dosa apa aku bisa ketemu gadis urakan macam dia" umpat Rinto semakin kesal.

"Kenapa ngomel sendiri?? Cantik sekali itu anak komandan" kata Hengky litting Rinto.

"Apa gunanya cantik. Akhlak nggak di pakai. Mending anak Pak Ardi... Kalem" kata Rinto tanpa sadar.

"Cieeeee yang sudah bisa buka hati" ledek Hengky.

"Aku punya mata, tentu aku bisa lihat mana wanita cantik" kata Rinto menimpali.

"Iya.. Seruni.. Namanya seruni. Secantik wajahnya" Hengky memalingkan wajah menyimpan senyumnya.

"Naksir kau???" tanya Rinto melirik Hengky.

"Oraa.." jawab Hengky tersenyum simpul.

***

Anye mondar-mandir di dalam kamar. Wajah Rinto berkelebat di kepalanya.

"Jengkel kali aku lihat tampang om-om satu itu" gumam Anye berkata kasar. Temannya yang barbar semasa di bangku sekolah ini sangat mempengaruhi pergaulannya.

Ayah Rama masuk ke dalam kamar Anyelir.

"Ayah.. ketuk pintu dulu donk. Ini privasi anak gadis" ucapnya tidak terima.

"Tadi kamu sudah minta maaf yang benar atau belum" tanya Rama tidak menggubris ocehan putrinya.

"Iisshh.. pria menyebalkan" kata Anye.

"Jangan bertingkah.. Dia sudah menyelamatkanmu. Mana rasa terima kasihmu" tanya Rama.

"Terima kasiiihh" jawab Anye ringan.

Tak menunggu waktu lama. Rama menjitak ubun-ubun Anye.

"Aaawww.." pekik Anyelir.

"Untung anak ayah.. kalau bukan... sudah ayah cabein itu bibir"

.

.

.

3. Situasi tak mengenakan

Siang ini Rinto sedang mengawasi jalannya tradisi masuk ke dalam Batalyon. Ia memang sebagai orang baru pindahan dari kompi di Jogja. Satu tahun lebih bersama senior killer bernama Arben sudah cukup membuatnya tertular sifat senior yang garang.

"Merayap.. tundukan kepala....!!!!" perintah Rinto pada anggota baru disana.

Dari jauh mata Anye sudah hafal bahwa orang yang berteriak tarik urat tadi adalah Lettu Rinto Dirgantara.. orang yang paling dia benci karena terlalu arogan. Dia turun di kesatrian karena temannya tidak berani mengantarnya masuk sampai dalam asrama.

"Selamat siang mbak Anye..!!" sapa para anggota yang sedang mencari muka untuk medapat perhatian anak komandan markas.

"Siang om.. " jawab Anye dengan senyumnya.

Anye pun melangkah akan melewati barisan anggota yang baru saja tiba dari pendidikan khusus.

"Lewat sana non. Disini ada kegiatan" kata Rinto dengan datar.

Anyelir tak menyahut, ia terus saja melangkah tanpa tau apa yang akan terjadi jika ia menginjak garis tepi kegiatan tradisi masuk Batalyon. Merasa sudah memberi tau bahwa ada bahaya disana.. Rinto cuek saja saat Anye tidak mendengar kata-kata nya.

dooooooorrrr.......

"Hwaaaa.."

Sesuatu meletus membuat Anye terkejut, ia jatuh terjungkal hingga masuk parit.

"Mbak Anye...!!!!" para anggota berlarian menolong Anyelir yang masuk ke dalam parit. Baju seragam sekolah Anye hitam penuh lumpur. Wajahnya pun terkena lumpur tapi tak ada satupun yang berani menertawai anak Komandan Markas mereka.

"Tolong..!!" tangan menggapai meminta tolong. Jarak Anyelir dan Rinto terbilang dekat. Tapi Danki A itu tidak mau menolongnya.

"Kakiku terkilir. Cepat..!!" pintanya sambil berteriak kencang.

"Apa begitu caranya minta tolong pada orang yang lebih tua?????" bentak Rinto.

"Ada apa bro.. suaramu terdengar sampai lapangan samping" tegur Hengky berlarian melihat sesuatu di sekitar gerbang Ksatrian.

"Nggak ada apa-apa. Hanya ada anak kucing rewel sekali" ucapnya dingin.

"Tolong ambilkan saya selang untuk cuci truk Reo..!!!" perintah Rinto pada anggotanya.

"Siap..!!"

Tak lama selang itu terulur sampai ke tangan Rinto.

"Cepat tolong aku..!!!" teriak Anye sekali lagi.

Rinto menyalakan selang penyemprot air bertekanan tinggi. Kekuatannya bahkan bisa menyirami kebun di Batalyon.

"Katakan dengan benar atau kamu akan terpental sekali lagi..!!" ancam Rinto.

Dari atas jendela ruang kerjanya.. Rama bisa melihat keributan itu tapi ia membiarkan saja dengan wajah datar.

"Tolong aku.. kakiku sakit sekali" pinta Anye bernada sedikit lembut tapi masih terdengar keras.

"Lebih lembut lagi..!!! Kamu ini gadis atau toa masjid" tegur Rinto.

"Tolong.. kakiku sakit" pinta Anye sudah lembut. Kakinya sudah sangat sakit karena tertancap di lumpur.

"Nah.. gitu khan enak di dengar..!!" Rinto mengurangi tekanan pada selang air lalu menyemprot badan Anye. Melihat baju seragam sangat tipis jika terkena air.. Rinto mengarahkan anggota agar maju ke depan

"Yang tidak berkepentingan segera jalan jongkok maju ke depan..!!"

Setelah badan Anye bersih dari lumpur, Rinto melepas tali sepatu Anye lalu mengangkat gadis itu keluar dari parit berisi lumpur. Rinto segera membuka seragam luarnya lalu menyampirkan di badan Anye tapi gadis itu membuangnya.

"Saya menutupi tubuhmu agar tidak terlihat pria lain. Disini semuanya pria. Apa kamu mau mereka memandangi tubuhmu yang seperti papan triplek itu?? Tidak ada menariknya saja di pamerkan" gerutu Rinto sambil memungut lagi baju seragam yang di buang Anye lalu menyampirkan lagi ke tubuh gadis itu.

"Terus saja marah sampai bibir om itu bengkak" pekik Anyelir.

Rasanya geram sekali mendengar kata om untuk kedua kali dalam hidupnya. Dulu Vilia dan kini dari mulut anak bawang kesayangan komandan.

"Sejak kapan saya menikah dengan tantemu???" tanya Rinto penuh intimidasi, tangan Rinto terus membersihkan kaki dan sepatu Anyelir yang kotor penuh lumpur.

"Aahh.. sakit..!!"

Rinto melihat luka menganga di lutut Anye dan baru terlihat saat lumpur itu sudah hilang dari tubuhnya.

Anye menggigit kecil bibirnya karena tidak tahan dengan rasa sakit.

"Tunggu disini..!!" Rinto mengambil kotak obat yang tidak jauh dari tempatnya lalu mengobati luka Anye.

"Aawwhh.. sakit.. jangan sentuh" rengek Anye tanpa sadar.

"Mau lukanya atau bibirmu yang saya perban???" tanya Rinto dengan tegas menatap mata Anye.

"Pegang saya kalau sakit..!!" perintah Rinto.

"Aahh.. sakiiiiit" Anye menggelinjang memeluk lengan Rinto dengan erat. Dengan sabar Rinto meniup luka Anye dan mengobati gadis rewel di sampingnya tanpa rasa kesal meskipun Anye mencakarnya.

Tiba saat itu Seruni pulang dari kuliah. Ia pulang ke asrama sebelah melewati Rinto dan Anyelir.

"Anye.. kamu kenapa?" tanya Seruni.

"Terperosok ke parit kak" jawab Anye.

"Assalamualaikum Seruni.." sapa Rinto dengan sangat lembut.

"Wa'alaikumsalam Bang" jawab Seruni dengan nada datar tapi tetap menanggapi Rinto.

Anye membelalakkan mata saat melihat Rinto bisa lembut pada Seruni tapi sama sekali tidak bisa lembut padanya.

"Sini kakak bantu..!" Seruni membantu Anye berdiri tapi nampaknya ia tidak kuat menyangga Anyelir.

"Biar saya saja..!!" Rinto berusaha menolong Anye tapi ternyata Rama sudah ada disana.

"Saya saja.." kata Rama.

"Ayah.. Assalamualaikum.." kata Seruni memberi salam pada ayah Rama.

"Wa'alaikumsalam.. Kenapa sudah pulang dari kuliah?" tanya Ayah Rama.

"Iya yah, dosennya nggak ada" jawab Seruni.

"Oohh begitu. Ayah antar pulang ya..! tapi ayah antar Anye dulu sebentar." Ayah Rama menawari.

"Ijin Dan.. saya mau ke asrama sebelah. Apa mungkin Seruni mau bareng saya?" tanya Hengky.

Seruni menunduk.

"Seruni sama Bang Hengky ya ayah?" pamitnya pada ayah Rama.

"Ya sudah. Hati-hati ya" jawab Ayah Rama.

Kini Ayah Rama melirik Rinto dan Anye secara bergantian.

"Yah.. ayo pulang. Kaki Anye sakit" kata Anye.

Rama berbalik memapah pelan langkah putrinya. Lalu berhenti sejenak.

"Rintoo..!!"

"Siap.. Ijin arahan"

"Terima kasih" ucap Ayah Rama.

"Siap Komandan" jawab Rinto.

***

"Jangan terlalu pecicilan donk dek..!!" Ayah Rama menegur Anye.

"Tapi Om-om itu yang mulai duluan" ketus Anye.

"Anyee..Rinto itu orangnya nggak kasar lho dek..!!" kata Rama.

"Ayah nggak tau aja gimana tadi dia sombongnya bentak aku di depan orang banyak" Anye masih tetap dalam pendiriannya.

"Yakin Rinto yang kasar??" tanya Rama.

"Iya.."

"Sudahlah.. jangan melihat seseorang dari penampilannya.

...

"Kenapa sih ma, ayah bilang begitu" tanya Anye pada Mama Dinda.

"Ayah khan laki-laki. Pasti ayah tau bagaimana sikap dan karakter pria. Kalau ayah bilang dia baik ya pasti baik" jawab Mama Dinda.

"Tapi Abang Ezhar dan Abang Gathan nggak pernah kasar sama Anye ma"

"Itu beda sayang. Kalau Abang Ezhar dan Abang Gathan itu khan sayang dengan adik. Tapi menurut papa sikap Rinto masih wajar saja" jawab Mama Dinda.

"Masa sih ma. Tapi kok aku kesel banget ya sama Om Rinto itu"

"Jangan kelewat kesel atau benci. Kalau jadi cinta kamu sendiri yang repot" jawab Mama Dinda.

***

Keesokan harinya..

Siang bolong saat para siswa pulang sekolah. Anye ikut sebuah Genk motor mengelilingi kota. Sebenarnya ia tidak tau kalau pacarnya ada kelompok Genk motor, tapi karena ia sudah terlanjur 'cinta' dengan kekasihnya itu.. apapun yang diminta sang kekasih pasti ia turuti termasuk tentang uang bahkan tanpa sadar Anye sudah mendanai membeli alat-alat untuk tawuran antar sekolah.

Tepat saat itu satu truk anggota akan mengikuti acara lomba tembak di lapangan Batalyon M.

Dari arah berlawanan ada arak-arakan motor dan mereka saling berboncengan. Saking banyaknya jumlah mereka. Kelompok bocah labil itu tak takut sama sekali berhadapan dengan tentara di hadapannya.

"Bagaimana ini Dan?" tanya Prada Joe.

"Biar saya turun..!" kata Rinto.

"Tapi Dan.. ini bahaya" cegah Prada Joe.

"Kamu laki apa bukan? Turun..!!" perintah Rinto.

Para anggota dan Genk motor itu saling berhadapan. Tak sengaja mata Rinto melihat Anye duduk di atas motor dengan rok pendek.

"Anye.. kenapa kamu ada disini??" tanya Rinto.

"Mau kurve om" jawab Anye dengan polosnya.

.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!