NovelToon NovelToon

Pacaran Setelah Menikah

Bab 1

Kecelakaan 22 tahun yang lalu menewaskan ibu dari gadis cantik bernama Melati Putri Hadi.

Gadis itu saat ini tengah berumur 24 tahun.

Ibunya meninggal saat umur gadis itu menginjak 2 tahun.

Dia berasal dari keluarga kaya, namun ekonomi keluarganya hancur saat sang ayah menikah lagi dengan seorang wanita yang sudah memiliki anak satu.

Ibu tirinya itu selalu berfoya-foya dengan para teman sosialitanya. Sampai pada saat dimana keadaan perusahaan keluarga Hermawan mengalami penurunan. Ibu tirinya masih tetap berfoya-foya tanpa memikirkan nasib perusahaan suaminya.

Sampai pada akhirnya perusahaan ayahnya bangkrut dan semua aset yang di miliki keluarganya juga ikut di sita untuk membayar hutang, termasuk rumah, villa, hotel, dan mobil mewah.

Gadis yang biasa di sapa Melati itu masih bisa bersekolah sampai lulus perguruan tinggi jurusan ekonomi.

Ia bekerja paruh waktu untuk membiayai sekolahnya sendiri.

Ia bekerja sebagai pelayan toko, pelayan restoran, dan cafe.

Sebenarnya tanpa dirinya harus bekerja, sang ayah yang menjadi mandor sudah bisa mencukupi biaya kuliahnya.

Ayahnya memberikan uang kepada istri keduanya untuk mengelola kebutuhan kedua putrinya.

Namun ibu tirinya itu mengambil semua hak Melati untuk kebutuhan kuliah kakak tirinya dan ibu tirinya sendiri.

Melati tak pernah menuntut apapun dari mereka, Ia tak ingin ayahnya semakin terbebani dengan kelakuan kedua wanita jahat itu.

Kakak tirinya selalu iri padanya karena pria di kampus mereka lebih tertarik pada Melati dari pada kakak tirinya.

Karena sikap kakak tirinya yang selalu ingin lebih dari dirinya, gadis itu memutuskan untuk memakai kacamata super tebal agar laki-laki tak tertarik padanya dan dia aman dari tatapan sinis Agnez yang tak lain Kakak tiri Melati.

Sampai pada suatu hari dimana Agnez akan wisuda.

"Pa, besok aku wisuda, Papa bisa libur kan?" tanya nya pada Hadi yang tak lain adalah ayah tirinya.

"Iya sayang, besok Papa akan libur 1 hari untuk menghadiri acara wisudamu."

"Oke Pa, aku ke kamar dulu ya?" berjalan kearah kamarnya.

"Assalamualaikum Pa," ucap Melati pada sang ayah yang baru pulang dari tempat kerjanya.

"Kau baru pulang nak?"

"Iya pa, aku langsung ke kamar ya." Hendak melangkah ke arah kamarnya namun ia urungkan.

"Papa sudah makan belum? kalau belum aku masakkan nasi goreng ya?"

"Tidak perlu,Nak! kau pasti lelah, langsung ke kamar saja istirahat ya? Papa sudah makan tadi." Tersenyum ke arah putrinya.

"Oke Pa,aku ke kamar dulu." Berjalan ke kamarnya.

Jam menunjukkan pukul 7 malam, Hadi masih berada di depan TV menonton pertandingan sepakbola.

"Papa kenapa belum tidur? besok kan harus kerja?" tanya Melati.

"Besok Papa libur 1 hari untuk menghadiri acara wisuda Agnez, kau harus datang juga ya, Nak?" pintanya sambil tetap menatap layar TV.

"Aku besok harus bekerja Pa," tolaknya halus.

"Kau berhenti saja Mel, lagi pula kuliahmu sudah selesai kan? untuk apa bekerja lagi, uang jajan juga sudah tidak butuh, Papa masih sanggup menghidupi kalian semua."

"Aku sudah terlanjur nyaman dengan pekerjaan ini Pa, aku masih mau mengumpulkan uang dulu untuk modal usahku nanti," jelasnya pada sang ayah.

"Baiklah jika memang itu keinginanmu, Papa akan selalu mendukung."

Melati menghampiri ayahnya dan memeluknya erat.

"Terimakasih Pa, aku sayang Papa."

"Papa juga sayang Melati." Mencium puncak kepala putri kesayangannya.

Kuliah Melati memang terbilang sangat singkat, hanya butuh waktu 2 tahun saja, karena gadis itu termasuk gadis pintar di kampusnya.

Selain pintar ia juga ingin cepat menyelesaikan kuliahnya agar sang ayah tak banyak memikirkan masalah biaya kuliahnya, jadi dirinya memutuskan untuk kuliah cepat.

"Mama Anggi kemana Pa?" tanya Melati.

"Mama ada di atas sudah tidur, kau tidur juga sana!" pinta Hadi pada putrinya

"Tapi Papa jangan terlalu malam ya tidurnya, besok kan harus ke acara wisuda Kak Agnez."

"Iya,Sayang! kau tidur dulu sana."

"Siap Bos, selamat malam Pa." Melangkah menuju kamarnya.

"Selamat malam Putri kesayangan Papa." Sambil tersenyum menatap punggung anak perempuannya.

Keesokan harinya, Melati bangun jam 4 pagi untuk mempersiapkan sarapan untuk keluarganya.

"Nak kau sudah bangun?" tanya Hadi pada putrinya.

"Iya Pa, hari ini aku shift pagi! jadi harus tepat waktu, apalagi aku kan pegawai lama jadi harus memberi contoh pada juniorku."

"Bagus,Sayang! Papa bangga padamu." Mengusap kepala Melati dengan lembut.

"Ada apa sih pagi-pagi sudah ribut," ucap Anggi yang tak lain ibu tiri Melati.

"Maaf Ma, aku masak lebih pagi dari biasanya karena aku ada shift pagi hari ini," jelasnya.

"Huh,mengganggu saja kau ini! lebih baik aku kembali ke atas lagi." Hendak melangkah namun suara Hadi mulai terdengar di telinganya.

"Ma! jangan bicara begitu pada Melati, dia hanya ingin membuat sarapan untuk kita."

"Terserah Mama dong Pa, Mama masih mengantuk mau tidur." Melangkah ke kamarnya kembali.

"Maafkan Mama Anggi ya, Nak! dia sudah tua jadi gampang marah," ucap Hadi menenangkan putrinya.

"Iya Pa tidak apa-apa kok, Papa siap-siap dulu saja, nanti kalau sudah selesai aku panggil ya?"

"Iya, Nak!" melangkah kearah kamarnya.

Melati melanjutkan masaknya dan menghidangkan di meja makan.

Di kamarnya Hadi masih memikirkan sikap Anggi pada putrinya.

Pada awal nya Anggi memang tak menampakkan ketidak sukaannya pada Melati di depan Hadi, namun saat perusahaan Hermawan bangkrut, Anggi mulai menunjukkan rasa tak sukanya pada anak tirinya itu.

Hadi hanya bisa pasrah dengan perubahan sikap istri keduanya.Ia berpikir mungkin itu pengaruh dari keadaan ekonomi keluarganya yang berubah drastis.

"Semoga suatu saat kau bisa berubah Ma, dia anak yang baik," gumam Hadi.

Hadi, Anggi, dan Agnez menuju meja makan dengan penampilan rapi.

"Pa, Ma, Kak ayo sarapan dulu! aku langsung berangkat kerja ya Pa." Mencium tangan sang ayah kemudian beralih ke tangan ibu tirinya.

"kau tak sarapan dulu, Nak?" tanya Hadi.

"aku sudah sarapan tadi Pa, aku langsung berangkat ya." Melangkah keluar dari rumahnya.

"ayo cepat makan, nanti kita terlambat," ucap Anggi sambil mengoles roti dengan selai coklat.

"Mama tidak sarapan Nasi?" tanya Hadi sambil mengambil nasi goreng dan meletakkan ke piringnya.

"Tidak Pa, aku takut kekenyangan."

"Iya Pa, kita tidak sarapan nasi hari ini! kita harus menjaga penampilan! iya kan, Ma?" tanya Agnez pada ibunya.

"Harus dong sayang, jangan sampai penampilan kita memalukan."

"Terserah kalian saja! ayo cepat habiskan sarapannya sebelum terlambat." Hadi memakan nasi gorengnya dengan lahap.

Setelah sarapan selesai, mereka langsung berangkat menuju tempat acara wisuda Agnez.

Di dalam mobil, ibu dan anak itu nampak heboh melihat kearah kaca masing-masing.

"Ma kita harus menjaga penampilan ya? aku tak ingin penampilanku memalukan," ucap Agnez sambil menambah bedak di wajahnya.

"Iya sayang kau tenang saja, Mama tidak akan membuatmu malu! kita harus tetap tampil cantik." Sambil menambah riasan matanya.

Hadi hanya bisa diam melihat dua wanita yang sedang sibuk dengan penampilan mereka.

Dirinya lebih memilih untuk fokus menyetir demi keselamatan bersama.

Bab 2

Di sebuah rumah megah nan mewah, terparkir mobil sport Lamborghini berwarna merah.

Seorang pria turun dari tempat kemudi.

Pria tampan, gagah, tinggi, putih mulus tanpa cacat sedikitpun.

Ia berjalan kearah pintu rumah mewah itu.

Semua pelayan memberi hormat padanya.

Pria itu adalah Arnon Marvion Gafin. Seorang selebriti papan atas yang di kagumi oleh kaum hawa tanah air.

Selain bisa berakting, dia juga mulai merambah ke dunia tarik suara.

Selain sebagai selebritis papan atas, dia juga merupakan salah satu pewaris dari keluarga Gafin.

Umur Arnon saat ini sudah menginjak 28 tahun. Dia memiliki 2 orang adik perempuan kembar bernama Sasa dan Sisi.

Banyak wanita yang mendekatinya bahkan anak para rekan kerja perusahaan orang tuanya juga ingin menjodohkan putri mereka dengan Arnon, namun pria itu enggan menanggapinya karena ia telah memiliki tambatan hati sejak dirinya duduk di bangku kuliah.

Wanita beruntung itu adalah Clara Davidson.

Seorang pemain film luar negeri yang saat ini tengah melanjutkan studinya di London.

Gadis itu selain sebagai pemain film, dia juga seorang model papan atas di London jadi tak heran jika Arnon tergila-gila padanya.

"Apa anda ingin langsung makan siang Tuan muda?" tanya salah satu pelayan rumahnya.

"Tidak! aku ingin mandi dulu, mommy dimana?" tanya Arnon sambil melihat ke segala arah mencari keberadaan sang ibu.

"Nyonya ada di kamarnya Tuan muda."

"Baiklah! sampaikan pada mommy aku ingin makan siang dengannya." Berjalan menuju kamarnya.

Selang beberapa menit, Susan ibu dari Arnon keluar dari kamarnya.

"Maaf, Nyonya! tadi Tuan muda berpesan ingin makan siang dengan anda," jelas pelayanan itu.

"Kalau begitu kita masak makanan kesukaan Arnon ya, Mbak! semua bahan ada kan?" tanya Susan pada pelayan rumahnya itu.

"Ada, Nyonya! saya akan siapkan." Berjalan menuju dapur mempersiapkan bahan yang akan di masak oleh majikannya.

Di dalam kamarnya setelah selesai mandi, Arnon sibuk dengan ponselnya.Pria itu tengah asyik mengutak-atik sosial medianya.

"Penggemarku memang sangat banyak karena mereka aku bisa sampai mencapai puncak seperti sekarang ini," gumamnya sambil terus sibuk dengan ponselnya.

Sebenarnya Arnon orang yang sangat ramah dan baik pada penggemarnya, kecuali pada orang yang mencari masalah padanya. Dia tak akan memberi ampun sampai orang tersebut kalah dan takluk padanya.

Ponsel pria itu berbunyi.

"Halo, Honey!" Arnob menjawab telepon seseorang di seberang ponselnya.

"Honey! aku merindukanmu, maaf ya aku belakangan ini jarang menghubungimu, kau tahu sendiri bukan jika kuliahku sudah di semester akhir jadi aku tidak bisa bersantai saat ini, bahkan semua kontrak aku tolak! aku ingin segera menyelesaikan pendidikan S2 ku dan ingin segera bertemu denganmu," jelas perempuan di seberang telepon itu yang tak lain adalah Clara Davidson.

"Iya, Honey! tak apa-apa, aku paham dengan keadaanmu saat ini, kau istirahat saja dulu, aku tahu kau pasti sibuk kan?"

"Terimakasih, Arnon! kau memang kekasih yang sangat pengertian, bye!" Clara menutup panggilannya.

"Huh, cintaku memang sedang di uji dan aku pasti bisa melewati semuanya! sudah hampir empat tahun aku tak bertemu denganmu, Clara! aku harap kita secepatnya bisa bersama," gumam Arnon sambil melangkah keluar dari kamarnya menuju ruang makan.

Saat dirinya sudah sampai di lantai bawah, ia melihat masakan kesukaannya telah terhidang rapi dan terlihat sangat enak.

"Apa ini Mommy yang memasak?" tanya Arnon.

"Tentu, Sayang! anak Mommy ini kan jarang sekali bisa makan siang dirumah," jawab sang ibu.

"Wah,aku jadi lapar Mom! kita langsung makan ya." Menarik kursi dan duduk.

Makanan kesukaan Arnon memang terbilang cukup sederhana, tidak seperti orang kaya kebanyakan.

Di atas meja makan terhidang sayur asam, ayam goreng, sambal goreng, udang Krispy, dan telur mata sapi setengah matang.

"Kau mau yang mana, Sayang! biar Mommy ambilkan."

"Aku mau sayur asam dan ayam goreng Mom."

"Yang lainnya kau tidak mau atau sedang program diet?" ledek Susan pada putranya sambil mengambil sayur dan ayam goreng kemudian meletakkan di piring Arnon.

"Sebentar lagi, Mom! aku makan ini dulu, setelah itu aku akan makan yang lainnya, Mommy tenang saja, semua masakan Mommy pasti aku makan." Tersenyum ke arah Susan sambil melahap makanan yang ada di piringnya.

Susan tersenyum melihat masakan yang ia buat di lahap oleh sang putra karena Arnon memang bisa di bilang sangat jarang makan siang di rumah, bahkan sarapan dan makan malam pun jarang karena putranya itu sibuk di lokasi syuting.

Saat suasana di meja makan tengah hening, ponsel Susan berdenting tanda pemberitahuan di ponselnya.

Saat wanita paruh baya itu melihatnya. Kegiatan makan siangnya langsung terhenti.

"Mommy kenapa berhenti makan? apa terjadi sesuatu?" tanya Arnon cemas.

"Ah,tidak, Sayang! Mommy hanya ingin minum." Sambil mengambil segelas air putih dan meminumnya.

"Marry! besok sudah genap 22 tahun kau meninggal! aku pasti akan mewujudkan cita-cita kita dulu, kau harus bahagia disana ... aku akan menjaga anakmu," gumamnya dalam hati sambil menyendok makanan di piringnya.

Arnon terus menatap sang ibu yang nampak sedang memikirkan sesuatu.

"Ada apa dengan Mommy? kenapa setelah melihat ponselnya dia jadi melamun seperti itu?" tanya Arnon yang bergulat dengan pikirannya.

Setelah makan siang selesai, pelayan membawa semua piring dan gelas bekas makan tuannya.

Susan dan Arnon sudah berada di ruang keluarga.

"Adik-adik masih belum pulang Mom?"

"Belum, Sayang! mereka masih ada kelas sore ini jadi kemungkinan agak malam pulangnya."

"Oh,"

Tiba-tiba suara ponsel Arnon berbunyi.

"Ya, Pram! ada apa?" tanya Arnon pada pria bernama Pram yang tak lain adalah Asisten pribadinya.

"Nanti jam 3 sore ada jadwal pemotretan Tuan."

"Baiklah! aku akan kesana 1 jam lagi." Menutup panggilan dari Pram.

"Kau mau kemana Ar?" tanya Susan pada putranya.

"Aku ada jadwal pemotretan nanti jam tiga, Mom! tapi waktunya masih lama jadi aku masih bisa mengobrol dengan Mommy sekarang." Tersenyum ke arah ibunya.

"Bagus kalau begitu, jarang-jarang kan putra Mommy ini bisa mengobrol seperti sekarang."

"Iya, Mommy! mau bagaimana lagi, ini sudah menjadi pekerjaanku, aku sudah menyatu dengan dunia perfilman," jelas Arnon dengan raut wajah yang sangat meyakinkan.

"Iya Mommy tahu, Sayang! tapi kau suatu saat nanti harus meneruskan perusahaan kita, kau juga harus belajar mengelola perusahaan kita, Sayang!" Susan membujuk Arnon dengan lembut.

"Iya Mom aku tahu, tapi untuk sekarang ini aku masih nyaman dengan pekerjaanku menjadi publik figur."

"Baiklah! Mommy tak akan memaksa, Mommy hanya bisa berharap kau dapat membantu Papimu kelak," ucap Susan memberikan sedikit wejangan pada sang putra.

"Pasti, Mom! hanya tinggal menunggu waktu saja." Tersenyum kearah ibunya.

Saat melihat ke arah jam tangannya, Arnon langsung beranjak dari tempat duduknya.

"Mom! aku siap-siap dulu ya? aku mau berangkat sekarang supaya tidak telat." Sambil melangkah ke arah kamarnya.

"Semoga jalan yang kita ambil ini membawa kebahagiaan untuk anak-anak kita Marry," gumam Susan kemudian melangkah menuju kamarnya.

Saat berada di perjalanan menuju lokasi pemotretan, Arnon tiba-tiba menginjak pedal rem nya.

"Dia bisa menyebrang atau tidak sih!" Arnon keluar dari dalam mobilnya.

"He,i Nona! apa kau bisa menyebrang atau kau ingin mencari perhatian?" tanya Arnon dengan tatapan mata tajamnya.

"Maaf! tadi aku tidak melihat mobilmu yang menyalip," jelas gadis itu yang tak lain adalah Melati.

"Halah,kau pasti sedang bersandiwara kan? aku sudah paham dengan modus fans sepertimu," ucap Arnon yang tak percaya dengan penjelasan gadis itu.

"Maaf sebelumnya, memang kau siapa? kenapa aku harus menjadi fansmu? apa kau seorang selebriti?" tanya Melati dengan polosnya.

"Apa? Dia tidak tahu aku ini siapa? hah,dasar gadis bermata empat, pantas saja dia memakai kacamata tebal begitu, rupanya matanya terganggu," gumam Arnon dalam hati.

"Hei, Nona! kau bisa searching namaku ARNON MARVION GAFIN ." Menekankan namanya kata demi kata.

"Maaf! aku terlalu sibuk jadi tidak sempat untuk mencari hal-hal seperti itu! jika kau memang seorang selebriti aku minta maaf karena telah membuatmu dalam masalah, aku tidak apa-apa jadi kau tak perlu panik dan aku tak akan bilang pada orang-orang jika kau menabrakku." Melati membersihkan celananya yang sedikit kotor kemudian melangkah pergi meninggalkan Arnon yang masih keheranan.

Arnon langsung masuk kedalam mobilnya.

"Apa aku tidak salah dengar ucapan gadis bermata empat tadi? memang apa pekerjaannya sampai dia tak mengenaliku." Dengan raut wajah kesalnya.

Ini sebuah penghinaan untuk Arnon, selebriti papan atas sepertinya bisa tak dikenal oleh seorang gadis. Dirinya idaman semua kaum hawa, mana mungkin gadis tadi tak mengenalinya.

Arnon semakin menekan pedal gas nya dengan suasana hati kesal dan ingin mengumpat pada gadis itu.

Bab 3

Hari ini adalah hari yang paling membuat Melati rapuh.

Hari dimana Marry, ibunya meninggal karena kecelakaan.

Gadis itu sengaja bangun sangat pagi untuk berkunjung ke tempat peristirahatan terakhir ibunya.

Dia mengeluarkan motornya dari garasi. Gadis itu membawa satu bungkus besar bunga mawar merah dan putih.

Perjalanan menuju pemakaman sang ibu tak membutuhkan waktu lama dan akhirnya gadis itu sampai.

Ia berjalan melewati tiap makam untuk sampai di makam ibunya.

Gadis itu berhenti tepat di depan makam yang bertuliskan nama" Marry Hermawan ".

Melati duduk menyentuh nisan sang ibu.

"Melati datang untuk menjenguk mama, maaf ya ma? aku tak bisa membawa papa datang kemari seperti dulu." Sambil meneteskan air matanya.

"Maafkan Melati yang tak bisa membahagiakan papa ... tapi aku akan terus berusaha untuk menjadi sukses supaya papa tidak perlu bekerja lagi." Sambil terus meneteskan air matanya.

"Mama jangan khawatir ya? aku baik-baik saja, kami semua sehat disini dan mama juga harus bahagia di sana."

Setelah selesai menyapa ibunya, gadis itu kemudian menangkup kedua tangannya dan berdoa untuk sang ibu.

Setelah selesai mendoakan Marry, Melati menabur bunga mawar yang ia bawa.

"Aku pulang dulu ma, jika ada waktu aku akan lebih sering mengunjungi makam mama." Berdiri dan hendak melangkah pergi dari makam sang ibu.

Namun langkahnya terhenti saat ia melihat seorang wanita paruh baya berpakaian serba hitam berjalan ke arah makam ibunya.

"Maaf anda siapa?" tanya Melati pada wanita paruh baya tersebut.

"Saya Susan, apa kamu Melati Putri Marry dan Hadi?"

"Iya saya Melati, Tante kenal dengan Mama?"

"Iya, Nak! Marry dan saya adalah teman sekolah sejak kami di bangku sekolah dasar." Tersenyum ke arah Melati.

"Oh, begitu ya, Tante! kalau begitu saya pergi dulu karena hari ini ada breafing pagi di tempat kerja saya," pamitnya.

Gadis itu hendak melangkah pergi, namun suara Susan menghentikannya.

"Rumah kamu dimana sekarang, Nak?" tanya Susan.

"Saya tinggal di jalan Cempaka, Tante! rumah kami yang dulu sudah di sita oleh Bank," jelas nya pada Susan.

"Maaf ya, Sayang! bukan maksud Tante mengingatkan kamu dengan masa kecilmu." Sambil mendekat ke arah Melati dan mengusap rambut gadis berkacamata tebal itu.

"Iya, Tante! tidak apa-apa."

"Kau bekerja dimana sekarang, Nak?"

"Saya bekerja di sebuah restoran sebagai pelayan, Tante!" Sambil mengusap sisa-sisa air mata yang tertinggal di bagian wajahnya.

Sejak Melati lulus kuliah dia memutuskan untuk bekerja di satu tempat saja karena pengeluarannya sudah tidak terlalu banyak.

Susan sangat prihatin dengan ke adaan putri sahabatnya itu.

"Kasihan sekali kamu, Nak! kau harus bernasib seperti ini, andai saja ibumu tak meninggal, kau tak perlu bekerja keras seperti sekarang ini." Hati Susan serasa teriris dengan ke adaan Melati saat ini.

"Ya sudah! kau berangkatlah, Nak! ini sudah hampir jam setengah 7 pagi." Sambil membantu menghapus sisa-sisa air mata di wajah Melati.

"Iya, Tante! saya pamit dulu." Berjalan menuju motornya yang terparkir di luar pemakaman.

Susan duduk di samping makam sahabatnya.

Wanita paruh baya itu memejamkan matanya sambil berdoa untuk Marry.

Setelah selesai berdoa ia meletakkan satu ikat bunga mawar merah di makam Marry.

"Semoga kau selalu bahagia dan damai di sana, aku berjanji akan menjaga anakmu Melati, aku akan segera mewujudkan janji yang sudah kita buat dulu."

Tanpa terasa air mata Susan mulai menetes dan semakin mengalir deras kala dirinya mengingat janjinya dan Marry.

Marry dan Susan saat duduk di bangku kuliah sudah memiliki suatu keinginan ingin menjodohkan anak-anak mereka agar tali persahabatan keduanya semakin erat.

Bahkan bukan hanya sekedar menjadi sahabat, melainkan keluarga besar.

Saat di tengah perjalanan menuju tempat kerjanya, Melati terjebak macet.

"Huh,ini sudah hampir jam 7, aku harus segera sampai di restoran," gumamnya sambil melihat ke arah jam tangannya,kemudian kembali melihat barisan kendaraan yang sedikit demi sedikit bergerak maju ke depan.

Saat gadis itu mulai melajukan motornya perlahan, tiba-tiba mobil yang ada di belakangnya menabrak motor Melati.

Sontak Melati menoleh ke arah mobil yang berada di belakangnya itu.

"Hei, kau! apa kau bisa mengendarai motormu?" tanya pria pemilik mobil sport Lamborghini tersebut.

Melati hanya diam. Dia coba mengingat wajah pria itu karena baginya wajah itu tak asing.

"Bukannya kau yang menabrakku waktu itu?" tanya Melati sedikit berteriak karena dirinya berada di tengah-tengah lautan kendaraan.

"Kau yang mengaku selebriti bernama Arnon Marvion Gafin kan?" tanya nya lagi dengan volume yang lebih tinggi dari sebelumnya.

Sontak semua mata tertuju pada pemilik mobil sport Lamborghini tersebut yang tak lain adalah Arnon.

"Wah, itu Arnon pemain film kan," ucap salah satu pemilik mobil di sebelah mobil sport Arnon.

"Iya itu artis yang sedang naik daun kan," timpal salah satu wanita yang sedang mengendarai motor.

Pria itu langsung menutup kaca mobilnya.

"Ah, dasar gadis bermata empat! kenapa setiap kali aku bertemu dengannya aku selalu sial," umpatnya sambil memasang masker dan kacamata hitamnya.

Melati yang mendengar ocehan para fans Arnon hanya bisa mendengarkan saja tanpa berkomentar.

"Jadi dia benar-benar seorang artis ya," gumamnya dalam hati.

Saat gadis itu melihat celah untuk kendaraannya lewat, ia langsung tancap gas karena waktu sedang memburunya agar cepat sampai tepat waktu sebelum breafing di mulai.

Sedangkan Arnon hanya bisa pasrah melihat mobil dan motor yang masih setia berada di samping kanan kiri mobilnya.

Suara klakson dari arah belakang mobil pria itu mulai saling bersautan.

Mau tak mau para fansnya melajukan kendaraan mereka.

"Huh, ini semua karena gadis bermata empat itu." Sambil melajukan mobilnya menuju lokasi pemotretan.

Saat tiba di lokasi, Arnon langsung menuju ruang make up.

"Mas Arnon kenapa kok mukanya di tekuk begitu?" tanya hairstylist yang tengah menata rambutnya.

"Gara-gara gadis bermata empat itu,ah! aku kesal sekali padanya, ini sudah zaman modern, apa di rumahnya tidak ada televisi sampai dia tak mengenaliku." Arnon mencurahkan kekesalan hatinya lewat pertanyaan yang di ajukan oleh penata rambutnya.

"Wah,saya kira Mas Arnon di gilai oleh para kaum hawa, ternyata tidak ya," ledek penata rambut itu.

"Diam kau! aku jadi semakin kesal," sungut Arnon.

"Hahahaha! iya Mas, maaf saya hanya bercanda biar Mas Arnon tidak cemberut begitu." Sambil melanjutkan menata rambut artisnya.

Melati sampai di tempat kerjanya.

Dia bergegas menuju lemari lokernya untuk mengambil seragam kerja.

Di sana ia berpapasan dengan karyawan lain.

"Mbak Melati kenapa tumben datang telat? biasanya datang paling pagi Mbak?" tanya karyawan wanita yang lebih muda darinya.

"Iya, Rina! tadi aku terjebak macet di jalan, huh! belum lagi masih bertemu dengan pria yang bernama Arnon Marvion Gafin itu." Sambil merapikan seragam yang ia kenakan.

"Siapa Mbak? Arnon artis yang di film itu?" Dengan wajah kaget sekaligus tak percaya.

"Dia bilang sih begitu?" Sambil melipat bajunya dan meletakkan ke dalam lemari lokernya.

"Serius Mbak?"

"Serius lah, Rin! mana mungkin aku berbohong." Melangkah menuju ruangan breafing"

"Wah,wajahnya gimana Mbak? tampan tidak?" sambil mengekori langkah Melati.

"Biasa saja."

"Terus Mbak ...." Belum selesai Rina bertanya, Melati sudah lebih dulu memotongnya.

"Sudah Rin jangan banyak bicara, ayo kita keruangan breafing sebelum bos datang." Melangkah secepat mungkin.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!