Lima belas tahun lalu. Disebuah lokasi syuting.
Terlihat Nabila, artis pendatang baru yang sedang naik daun, cantik, tinggi dan berat badan ideal, berkulit putih dengan rambut tebal bergelombang tergerai dibawah bahunya, berusia empat belas tahun,masih sangat muda, sedang melakukan sebuah adegan dengan lawan mainnya.
“And… Cut!” Teriakan dari sutradara menghentikan proses syuting.
“Good Job Nabila. Oke syuting untuk hari ini berakhir. Kita ketemu lagi minggu depan.” Sutradara berkata puas. Dan semua yang hadir dilokasi syuting bertepuk tangan karena proses syuting berakhir dengan lancar.
Nabila dengan senyum mengembang berjalan menuju ruang ganti. Selama menuju keruangan itu, sesekali para kru dan sesama rekan artis memberikan ucapan dan bersalaman.
“Alhamdulillah, berakhir sudah.” Seru Nabila sesaat didalam ruang ganti.
Disana ada Adli sang manajer dan Sinta asisten. Mereka juga tersenyum bahagia.
“Syukurlah, apalagi ini proses syuting episode terakhir. Dan Bil, kamu bisa kembali masuk sekolah dan belajar dengan tenang karena ini sudah mendekati ujian kenaikan kelas.” Kata Adli sang Manajer dengan tegas.
Nabila hanya tersenyum dan mengangguk saja. Dalam hatinya dia senang sekali hari ini. Karena perasaannya sedang bahagia maka mood nya pun bagus, syuting berjalan lancar, tak banyak pengulangan pengambilan gambar.
“Oh ya kak, kita ga langsung pulang kan?” Tanya Nabila pada manajernya.
“Emangnya elo mau kemana? Apa ga capek syuting seharian?” balas Adli.
“Mau kencan. Tadi pagi udah janjian sama Ferdi.”
“Bila. Elo kan dah gue bilangin, jauhi Ferdi. Dia ga ada bagusnya untukmu apalagi karirmu.” Sergah Adli.
Adli tahu karena Ferdi lebih dulu tampil sebagai bintang sinetron. Dan Adli juga tahu selama ini Ferdi bukanlah orang yang berbakat. Dia bisa tampil di sejumlah sinetron karena orang tuanya yang kaya raya. kemampuan acting buruk sekali.
“Ferdi tuh deketin elo karena mau numpang lewat aja. Ngerti ga sih elo?” Adli dengan gusar berkata lagi pada Nabila, karena anak asuhnya ini terpesona pada Ferdi dan tak mendengarkan nasihatnya.
Ferdi juga termasuk bintang baru. Sosoknya tampan dan gagah. Putra pengusaha ternama dan kaya raya, meski kemampuan acting kurang bagus dia sering mendapat peran. Karena memang seluruh sinetron yang dia bintangi pendanaannya didukung oleh perusahaan papanya Ferdi. Usianya terpaut tiga tahun dengan Nabila.
Nabila yang masih terlalu muda, masih empat belas tahun, terlena kata-kata manis dan hadiah mewah dari seorang Ferdi. Disaat dia berhasil mengecoh sang manajer dan asistennya, Nabila berkencan dengan Ferdi.
“Wow, ini vila keluarga kamu Fer? Luas dan mewah banget?” Seru Nabila terpesona didepan sebuah bangunan rumah yang besar berlantai dua dikelilingi kebun teh.
Keduanya baru saja turun dari mobil. Ferdi berjalan lebih dulu sambil membawa dua tas besar berisi pakaian, menaiki tangga batu menuju pintu vila. Sementara Nabila mengekor sambil matanya terus menatap pemandangan.
“Yap. Kita akan berlibur tiga hari disini sayang, proses syuting sinetron kita kan sudah selesai. Kita refreshing disini dulu. Hanya kita berdua, biar makin cinta.” Jawab Ferdi dengan santai. Seringaian senyum licik mengembang dibibirnya.
Mata lebar Nabila bersinar mendengar berlibur berdua biar makin cinta, membuat hatinya bersorak kegirangan.. Nabila yang mengenakan dres panjang selutut dan berlengan pendek tersenyum lebar dan langsung mememeluk Ferdi dari belakang.
“I love you.” Bisik Nabila dengan memeluk erat Ferdi.
“Ugh.” Ferdi terkejut karena mendapat tubrukan dari belakang secara tiba-tiba. Seringaian licik itu makin terlihat jelas. Akhirnya aku bisa juga membawamu tanpa pengawalan manajer sialanmu itu, batin Ferdi licik.
“I love you too, honey.” Jawab Ferdi.
Sore hari, suasana begitu sepi. Udara dingin mengundang kabut untuk turun menyelimuti. Nabila menggigil meski telah mengenakan sweater turtleneck. Berkali-kali digosoknya kedua lengannya sendiri mencoba mengusir dingin, lalu dilipatnya lagi tangannya. Matanya masih mengagumi pemandangan disekitar villa yang sedikit demi sedikit tertutup kabut putih.
Sepasang tangan kekar tiba-tiba melingkar diperutnya. Terasa dipunggung Nabila menempel sebidang dada kokoh yang memberi kehangatan mengusir hawa dingin yang mengungkung tubuhnya. Nabila menggeser kepalanya kekiri ketika satu kepala menempel diatas pundak kanannya. Sementara tangannya masih terlipat melindungi area dadanya.
“Hehh, elo ga dingin?” Tanya Ferdi sambil menempelkan pipinya ke pipi Nabila.
“Dinginlah.” Jawab Nabila dan matanya kembali tetap pemandangan diluar villa.
Terlahir sebagai anak yang mungkin tidak diharapkan orang tuanya, Nabila tumbuh besar di panti asuhan. Jadi pemandangan sehari-harinya adalah rumah panti yang kecil, dipinggiran kota yang sedikit kumuh. Jadi melihat pemandangan luas nan hijau seperti ini adalah hal baru yang terlihat sangat indah dimatanya.
Beberapa saat keduanya terdiam dalam pelukan. Beberapa kali pula telapak tangan Ferdi digosok-gosokkan untuk mengusir rasa dingin yang membungkus telapak tangan yang terbuka itu.
“Honey, kita pindah kedalam yuk.” Ajak Ferdi.
“Sebentar lagi sayang. gue masih ingin disini dulu.”
“Tapi disini dingin.”
“Sebentar lagi ya.” PInta Nabila dengan manja.
“Emm, baiklah. Tapi, gue masukkan tangan gue ke dalam sweater elo ya, rasanya sudah membeku nih jari-jari gue.” Tanpa menunggu persetujuan dari Nabila, kedua tangan Ferdi sudah menelusup kedalam sweater, bahkan masuk dibalik kaos yang dikenakan Nabila. Kedua kulit manusia beda jenis itu bersentuhan langsung.
“Jangan sayang. Ini ga boleh.” Bibir Nabila menolak, tapi tubuhnya diam saja karena merasa kasihan dengan Ferdi yang kedinginan. Saat merasakan telapak tangan dingin itu mulai menyentuh kulit perutnya, hatinya tercekat. Sebuah sensasi baru yang belum pernah ia rasakan.
“Sebentar saja sayang.” Rengek Ferdi lalu mencium pipi Nabila.
Karena sipemilik perut diam, Ferdi merasa mendapat ijin, telapak tangan itu bergerak mengelus-ngelus kulit halus perut Nabila.
Nabila diam. Kembali dia mematung dalam pelukan Ferdi. Matanya tetap melihat kearah luar, namun sesekali terpejam saat merasakan desiran-desiran nikmat melanda tubuhnya. Kepalanya menunduk mencoba memahami sensasi apa yang sedang dia rasakan ini.
Beberapa saat kemudian, tangan Ferdi merasa mendapatkan jalan untuk meraba sedikit keatas perut, saat bibir Nabila mendesah dan kedua lengan Nabila melonggar tanpa seizin otak Nabila, hingga area dada itu kini tak lagi terlindungi. Telapak tangan itu kini bergerak cepat menembus kedalam kain berenda. Terasa benda kenyal lebih besar dari telapak tangan Ferdi, halus nan mulus dirasakan kulit telapak tangannya.
Wajah Nabila memerah, bibir bawahnya digigit sedikit. Kenikmatan kecil itu membuat bulu-bulu ditengkuknya berdiri. Sentuhan Ferdi telah sampai di ujung dada Nabila.
Ferdi tersenyum penuh kemenangan, kedua telapak tangannya berhasil menangkup di daging kenyal terbungkus tiga jenis pakaian itu. Sedikit remasan membuat Nabila melenguh kecil. Jari tangan Ferdi semakin nakal dan liar. Dia mainkan ujung dada yang kecil itu, dia tekan, dia putar, dia belai, hingga Ferdi bisa merasakan ujung dada itu muncul dan mengeras. Kini Ferdi tak lagi memeluk dari belakang. Dia menggeser tubuhnya kekiri Nabila, tapi kedua tangannya masih berada dibalik sweater gadis itu. Tangan kiri Ferdi masih aktif bermain diarea dada dan malah semakin liar. Sementara satu tangan lainnya berusaha melepas pengait bra. Tangan Ferdi ingin lebih leluasa bergerak didada Nabila.
Kepala Nabila menunduk semakin dalam, detak jantung dan nafas Nabila mulai tidak beraturan. Dia biarkan saja tangan Ferdi yang melepaskan pengait branya, meskipun ada bisikan untuk menolaknya tetapi sensasi nikmat yang diberikan Ferdi telah mengurung akal sehatnya. Dia memutuskan untuk terus menikmatinya meskipun dia tak tahu akan berakhir seperti apa.
Nabila yang dipenuhi sensasi karena permainan tangan Ferdi, kini semakin merasakan sensasi yang lebih saat bibir Ferdi juga aktif menciumi pipinya, menjilati daun telinga, menjilati belakang telinganya lalu bergerak kebawah mengecup dan menjilat leher putihnya. Lenguhan-lenguhan pelan bergantian dengan rintihan-rintihan kecil terus keluar dari bibir tebal Nabila yang menggoda.
Ferdi merasa harus meningkatkan intensitas serangannya. Setelah puas dengan bermain dengan jemarinya yang bebas karena bra sudah terlepas pengaitnya. Kini dia memutar tubuh Nabila hingga menghadap kearahnya.
Ferdi memandang mata indah Nabila. Gadis itu merasa malu ditatap begitu dalam, dia menundukkan wajahnya. Ferdi menekuk lututnya lebih kebawah lagi, kepalanya sekarang tepat didepan dada Nabila, kemudian dia mendongak dan langsung mencium bibir tebal kemerahan menggoda itu.
Nabila diam mendapat serangan di bibirnya. Ferdi pun ******* habis bibir itu, dan ketika mulut Nabila terbuka, Ferdi melancarkan tarian lidah dirongga mulut Nabila.
Keduanya melepaskan pagutan, dan mengambil nafas dalam-dalam. Tangan Ferdi terus bergerilya dibalik sweater Nabila. Senyuman manis menghias wajah Nabila yang makin memerah karena gempuran gempuran tangan Ferdi yang semakin liar didaerah dadanya.
“Kita kedalam sayang, disini sangat dingin.” Kata Ferdi sambil menyeret tubuh Nabila pelan. Membawanya kedalam kamar.
Beberapa saat kemudian hanya terdengar lenguhan dan desahan kenikmatan dari dalam kamar yang tak tertutup pintunya. Dan di malam yang semakin larut dan dingin, adegan tanpa busana itu dilakukan beberapa kali oleh insan dimabuk asmara itu.
\=\=\=o0o\=\=\=
Tiga bulan setelah divilla.
Disebuah café.
Terlihat sepasang muda mudi duduk berhadapan, dengan masing-masing memegang gelas minumannya. Di meja lain ada seorang lelaki yang mengawasi mereka. Mereka adalah Nabila dan Ferdi yang terlibat perbincangan cukup panas, sementara yang sedang mengawasi adalah Adli, manajer Nabila.
“Apa?!?! Elo hamil?” Ferdi melotot setelah mendengar pengakuan Nabila.
“Iya Fer, gue udah telat dua bulan.” Jelas Nabila lirih. Dia mengaduk-aduk secara asal gelas berisi jus alpukat kesenangannya.
“Elo udah yakin honey?” Ferdi bertanya, kemudian menyesap jus lemon didepannya. Kemudian tangannya mengambil sebatang potato fries dan langsung menggigitnya.
Bersambung…
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Readers yg baek hati dan tidak sombong juga ringan tangan bantu karya ini ya
Author nunggu reaksi para readers
“Sudah Fer. Tadi pagi gue pake testpack. Hasilnya positif.”
“Oh shit! Elo yakin itu anak gue?” Sergah Ferdi dengan melotot.
“A-apa maksud elo sayang?” Tanya Nabila bingung dengan pertanyaan lelaki yang dicintainya itu.
“Ga, ga, ga mungkin itu anak gue. Ga mungkin!” Seru Ferdi, suara mulai meninggi tapi dia mencoba untuk menahannya agar tidak terlalu keras keluar dari mulutnya.
“K-kenapa elo ga percaya? Aku melakukannya hanya denganmu sayang.” Mata Nabila mulai berkaca-kaca, sejak tadi pagi fikirannya sudah sangat kalut, karena melihat hasil test pack. Hingga pagi tadi saat disekolah dia mendapat teguran dari guru karena terlalu banyak melamun dikelas. Dan kini kekasihnya berusaha menyangkal kehamilannya. Hati Nabila sedikit demi sedikit mulai merasakan sakit dan perih.
“Ga, ga, elo pasti sekarang sedang becanda. Iya kan?”
Nabila menggeleng lemah. Air mata yang telah menumpuk dipelupuk matanya kini mengalir deras, tak mampu ditahannya lagi.
“Tapi honey, aku belum ingin menikah. Aku masih muda. Belum siap menikah.” Kata Ferdi setelah sempat terdiam beberapa saat.
“Elo fikir cuma elo aja yang masih muda? Aku juga. Tapi aku hamil karena kamu sayang.” Sergah Nabila. “Aku juga belum siap menikah.”
“Kalo gitu lo gugurin aja tuh, mumpung masih belum terlihat membesar perut elo.”
“Gak! Gue GAK MAU!” Nabila semakin meninggikan suaranya. “Pokoknya elo harus nikahin gue. Titik!”
“Ssst… Jangan teriak honey. Malu.”
“Hiks, nikahin gue Fer, gue cinta mati ama lo. Dan ini yang ada dalam perut gue, adalah hasil pekerjaan kita berdua, ini juga darah daging elo.” Nabila menghiba pada Ferdi disela-sela tangisnya.
Tapi Nabila melihat, Ferdi hanya menggelengkan kepalanya lemah.
“Kata elo… elo mencintai gue Fer.” Nabila menangis, hancur hatinya melihat Ferdi seperti ini.
“Yap, gue juga mencintai elo Nabila. Tapi gue masih sekolah, gue ga bisa nikahin elo.”
“Gini aja deh, kita tetap menikah meskipun dirahasiakan. Dan elo tetep aja sekolah. Biar gue yang berhenti sekolah dan ga kerja.”
“Ga, ga, GAK Nabila. Gue ga akan nikahin elo. Gue masih ingin kejar karir gue, gue masih ingin bebas.” Ferdi menolak usulan Nabila dengan tegas. “Udahlah, daripada capek, mending elo nurutin gue. Elo gugurin aja, dan kita akan kembali seperti dulu lagi.”
“Ferdi. Bangs#t loh! Ini darah daging elo sendiri, ini juga hasil perbuatan elon sendiri!” Makian keras Nabila keluar tak terbendung lagi. Tangisnya pecah tak lagi peduli dengan pandangan pengunjung kafe yang merasa terusik.
“Gue mau pulang. Terserah, elo gugurin atau tidak gue ga peduli lagi. Mulai sekarang kita putus. Kita ga ada lagi hubungan apa-apa. Jangan cari gue lagi.” Ferdi lalu pergi meninggalkan Nabila yang terisak begitu saja.
Setelah Ferdi pergi meninggalkan Nabila yang menangis, Adli datang menghampirinya. Dipeluknya artis kesayangannya itu.
“Sabar ya, besok akan kucari cara lain agar Ferdi mau bertanggung jawab.” Kata Adli menenangkan Nabila dalam pelukannya.
Beberapa hari kemudian Adli mengantarkan Nabila bertemu dengan orang tua Ferdi. Tuan Rudi dan Nyonya Ferisa. Mereka bertemu di rumah megah orang tua Ferdi yang seorang pengusaha pertambangan.
….
“Oh, seperti itu ceritanya? Benarkah bayi dalam kandungan kamu itu hasil dari hubunganmu dengan anak kami? Bukan dari orang lain?” Ferisa mama Ferdi berkata dengan nada lembut tapi menyakitkan hati Nabila.
Wanita manapun yang dalam kondisi seperti Nabila hadapi pasti akan merasa tersayat hatinya.
“B-benar tante. Kami melakukannya saat di vila tante ditengah kebuh teh.” Kata Nabila dengan menunduk. Rasa malu mengungkap sebuah hubungan diluar nikah bercampur dengan perasaan terhina oleh kalimat wanita didepannya ini.
“Kamu sudah mengaca? Siapa kamu, siapa Ferdi? Apakah kamu pantas bersanding dengan putraku?”
“Ta-tapi ini memang hasil cinta kami berdua tante.” Jawab Nabila yang masih bisa menguasai agar air matanya tidak keluar. Meskipun sekarang dia semakin merasa terhina oleh ucapan wanita cantik nan elegan didepannya ini.
“Cinta? Apakah itu benar? Apakah itu bukan akal busuk kamu agar bisa menjadi menantu kami?”
“Ti-ti-tidak tante. Ka-kami melakukannya karena cinta.” Jawab Nabila dengan terbata. Air matanya kini mulai menumpuk di pelupuk matanya. Perlahan dan pasti air mata itu mulai merayap turun.
“Ah sudahlah! Berarti kamu hanya ingin Ferdi menjadi suami kamu? Begitu kah?” Tukas Rudi dengan sengit, setelah sedari tadi hanya diam mendengarkan.
Nabila mengangguk pelan.
Rudi bangkit menghampiri Nabila yang duduk. Rudi membungkuk menyamakan posisi kepalanya dengan kepala Nabila. Lalu berkata dengan nada penuh intimidasi.
“Kamu, tidak akan pernah menjadi menantu kami. Sampai kapanpun juga. Paham?”
Tubuh Nabila langsung merosot kelantai, bersimpuh didepan kaki Rudi. Dia berusaha memeluk kaki itu, mengemis mengharap bisa merubah keputusan lelaki didepannya. Tapi Rudi malah mengelak dengan kasar, hingga tangan Nabila tertarik kaki Rudi membuatnya tubuhnya ambruk tertelungkup dilantai dibawah kaki Rudi. Nabila bangkit dan bersimpuh dilantai, air matanya mengalir dengan deras.
“Iya om.. Nabila bodoh. Nabila yang salah, Nabila memang tidak pantas untuk menjadi menantu. Tapi om.. tante… calon bayi dalam perut Nabila tidak salah. Nabila hanya ingin saat bayi ini lahir dia punya orang tua. Tidak seperti Nabila yang yatim piatu.” Masih dengan bersimpuh Nabila menangis dan memohon.
Nabila benar benar telah merendahkan dirinya dihadapan orang tua Ferdi. Dia memohon dengan menghinakan dirinya sendiri. Berharap ada sedikit simpati dari kedua orang yang sedang duduk didepannya dan mendapat restu pernikahannya.
“Dasar gadis murahan! Sudah tahu tidak pantas, sekarang malah mengemis minta dinikahi!” Ferisa mencibir Nabila dengan kasar.
“Udah aku capek. Waktuku tak akan kusiakan untuk kamu.” Rudi lalu melangkah menuju meja kecil dibelakang kursi yang didudukinya tadi, lalu mengambil selembar cek dan melemparkan pada Nabila.
“Ambil itu. Sudah aku tulis dua milyar dan telah aku tanda tangani.” Rudi lalu berjongkok mensejajarkan kepalanya dengan Nabila.
“Saran saja, ambil saja cek itu. Gunakan untuk kebutuhan kamu selama hamil dan memelihara bayi dalam kandungan kamu, lalu pergi dari sini selamanya. Atau kamu bisa tolak cek itu, dan besok kamu bawa pengacara terhebat yang bisa kamu sewa, dan kita bertemu di pengadilan.” Rudi berbisik di telinga Nabila.
Rudi lalu berdiri dan menunjuk pada Nabila. “Tapi ingat, jika sampai kami lakukan pilihan kedua, aku pastikan kamu akan menghadapi mimpi buruk sepanjang hidupmu.”
“Sekarang kalian PERGI!” Seru Ferisa dengan tangan menunjuk kearah pintu.
Nabila menangis, dia tak sanggup berdiri dan melangkah. Harapannya untuk dinikahi Ferdi musnah. Malah cacian dan hinaan yang didapatnya.
Adli merengkuh tubuh Nabila dan menuntunnya berjalan keluar. Hatinya ikut marah, hancur merasakan kesedihan atas penghinaan yang diterima Nabila artis muda berbakat ini.
“Berhenti!” Rudi berteriak membuat Adli dan Nabila pun menghentikan langkahnya. Rudi lalu mendekat kearah Adli dan memasukkan selembar cek yang tadi sengaja tidak dibawa oleh Adli ataupun Nabila.
“Bawa ini.” Sambil memasukkan cek itu kekantong Adli. “Dan pastikan dia tidak mengganggu kami lagi. Kamu tahu siapa aku kan?”
Adli diam tak menjawab. Matanya tajam menatap kearah Rudi. Tapi Adli tahu Rudi bukan pengusaha sembarangan. Dia punya barisan pengacara yang hebat, dia juga punya koneksi dengan penguasa dinegeri ini.
Adli tahu melawan Rudi, hanya akan membuat Nabila semakin hancur. Adli lalu mengantar Nabila yang masih terus menangis pulang.
Bersambung…
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Salam baik para readers, beri dukungan untuk novel ini ya
Caranya, tinggalkan jempol, koment dan vote ya
“Maaf Bil, aku ambil cek dari orang tua Ferdi tanpa seijin kamu.” Ucap Adli sambil mengusap pipi Nabila yang tertidur setelah capek menangis.
Adli keluar kamar apartemen, lalu berpamitan pada mbok Nah pembantu di apartemen itu.
Adli pemuda berusia dua puluh lima tahun. Dia merintis karir dengan membuka usaha manajemen artis. Memang untuk saat ini dia baru menghandel Nabila saja sebagai artis dibawah naungan perusahannya. Akan tetapi pada awal berusaha seperti ini, dia seperti mendapat durian runtuh. Nabila artis pendatang baru dibawah manajemennya langsung bersinar terang bintangnya. Dengan cepat bendera perusahaannya berkibar. Banyak artis baru yang melamar untuk berada dalam naungannya.
Awal perkenalan Adli dengan Nabila adalah karena Safira adik perempuan satu satunya merupakan sahabat Nabila sejak masuk SMP. Nabila yang yatim piatu mencoba peruntungan menjadi foto model. Karena kecantikan dan bakatnya Nabila mendapat kontrak sebagai bintang iklan untuk produk kosmetik dan menjadi cover girl disebuah majalah terkenal. Berhubung Nabila sangat tidak paham dengan kontrak, Adli yang waktu itu hanya mengantar saja akhirnya menjadi manajer dadakan. Sampai akhirnya menjadi manajer resmi yang menghandle semua kontrak Nabila.
Dibawah tangan dingin Adli, Nabila yang diawal karir hanyalah foto model perlahan bermetamorfosis menajadi bintang sinetron. Beberapa sinetron yang dibintanginya sukses dengan rating yang sangat tinggi. Dalam satu tahun pertamanya Nabila sudah menjadi bahan pujian didunia keartisan.
\=\=\=o0o\=\=\=
“Bang, napa elo ambil cek itu? Itu makin membuat gue seperti jalang saja.” Nabila berkata geram karena Adli mengambil cek dari Rudi.
“Maaf Bil, aku ambil itu tanpa bilang ke kamu lebih dulu. Yang ku pertimbangkan saat ini hanyalah menyembunyikan kamu dari media. Kamu ga mungkin tampil sekarang. Kamu harus sembunyi.” Adli berkata pelan namun tegas. “Karena itu ku ambil ceknya, nantinya akan ku gunakan untuk menutup biaya pemutusan kontrak sinetron dan iklan terbaru kamu. Setelah itu aku akan memindahkan kamu ke Singapura, kamu akan tinggal disana mungkin sekitar lima sampai enam tahun.”
“Kenapa bang? Aku bingung, tak mengerti.” Tanya Nabila polos.
Usia Nabila yang masih 14 tahun ini belum bisa berpikir jauh. Dalam kondisi hamil diluar nikah tentu saja kontrak sinetron akan dibatalkan, malah akan timbul kerugian karena media massa akan terus menggosipkan.
\=\=oo000oo\=\=\=
Penjelasan
Dalam eps. awal yang author tulis ini mengambil setting ditahun sembilan puluhan. Dimana waktu itu media sosial belum ada. Jikapun ada penggunanya belum seberapa. Kebanyakan dunia keartisan disibukkan dengan berita gossip dari majalah, tabloid, Koran dan televisi. (Bahkan di eropa pada tahun-tahun itu tabloid gossip sangat terkenal dengan sebutan tabloid kuning. Ini sekedar pengetahuan untuk readers.)
Oke Readers, bisa dipahami kan?
\=\=\=oo000oo\=\=\=
“Apanya?” Adli balik bertanya.
“Kenapa aku harus sembunyi bang? Aku kan bisa saja terus berkarir. Meskipun aku tengah mengandung. Kalau wartawan bertanya akan aku jawab saja sejujurnya.”
“Duh, kamu ini, kalau kamu lakukan itu, aku yakin bukan hanya karirmu saja yang hancur, tapi seluruh kehidupan kamu akan ikut jatuh hancur juga. Orang yang menjadi lawan kamu itu, adalah bos besar punya banyak uang dan koneksi. Untuk saat ini, kamu itu seperti semut merah baginya, kamu bisa menggigit dia tapi dia tak akan merasa sakit, tapi kalau dia ingin menghacurkan kamu, cukup dengan satu telunjuk saja, kamu sudah hancur. Kamu paham hal itu?”
Nabila yang masih kecil tak mengerti maksud Adli. Dia tidak paham dengan kerasnya dunia.
“Aku bingung, aku tidak mengerti bang.”
“Oke, akan kujelaskan secara sederhana.” Adli mengambil nafas sebentar. Lalu dia menunjuk pada seekor semut yang lewat diatas kusen jendela. “Semut ini kalau menggigit kamu, apa kamu akan mati? Tidak kan? Tapi kalau kamu tekan semut ini dengan telunjuk kamu, apakah semut ini akan mati?”
“Iya bang.” Wajah Nabila menjawab masih dengan rasa bingung yang tergambar jelas.
“Tuan Rudi itu bos besar, uangnya banyak. Jika kamu cerita pada media, dia tinggal telepon bos Koran atau tabloid untuk tidak menayangkan dalam terbitannya, dia akan gelontorkan uang untuk hal itu. Jika kamu nekat lapor polisi, kamu melaporkan atas dasar apa? Pemerkosaan, pelecehan? Maaf ya Bil, kalian melakukan hubungan pada saat itu tanpa pemaksaan. Jadi Kasus akan ditutup. Pasti, dan pasti tuan Rudi akan menuntut balik kamu dengan alasan menyebarkan fitnah. Sekarang kamu paham?”
Nabila mengangguk, mulutnya terbuka membentuk huruf O besar.
Sekarang aku tanya dulu dan kamu jawab dengan jujur?” Tegas Adli.
Nabila tidak menjawab. Dia diam bingung.
“Kamu ingin bayi dalam kandunganmu lahir dengan sehat?”
“Iya bang. Aku ingin dia lahir dengan sehat dan selamat, dan aku ingin merawat dia, supaya tidak menjadi seperti aku yang harus tinggal di panti asuhan.”
“Kamu tahu, ibu hamil tidak boleh terlalu capek, tidak boleh stres, karena itu akan berpengaruh pada janinmu?”
“Memang ga boleh capek dan stress?” Nabila malah balik bertanya dengan ekspresi keheranan.
Adli sebenarnya semakin gemas, ingin rasanya dirinya mencium bibir ranum didepannya. Wajah Nabila begitu menggemaskan. Tapi Adli hanya bisa menepuk jidatnya menanggapi pertanyaan Nabila.
Kemudian Adli menjelaskan dengan panjang lebar, perihal kehamilan. Apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Apa kemungkinan yang terjadi selama masa kehamilan. Hingga sebaiknya bayi mendapatkan air susu ibu, bukannya susu formula.
“Kamu sudah paham?” Tanya Adli tajam.
Nabila mengangguk.
“Sekarang kamu juga paham pertimbanganku mengambil cek dua milyar itu?” Tanya Adli lagi. Dia tidak ingin anak asuhnya ini salah paham lagi.
Nabila menggelengkan kepala. Wajahnya langsung berubah tidak menyenangkan. Tapi bagi Adli wajah Nabila tetap terlihat sangat indah dinikmati.
“Untuk membayar penalty pemutusan kontrak dari pihak kita totalnya sekitar satu milyar. Lalu sisanya akan kugunakan ntuk kebutuhan kamu selama bersembunyi di Singapura. Memang sih sisa dari uang itu tidak akan cukup. Beruntungnya honor kamu dari film sebelumnya sudah masuk rekening. Jadi aku pikir selepas dari bersembunyi kamu masih bisa sedikit tenang kembali ke tanah air.”
Nabila mendengarkan dengan seksama. Sekarang dia baru mengerti maksud dari sang manajer.
“Tapi bang, mereka sekarang bisa menganggap aku murahan.” Nabila masih memprotes, meski hatinya berkata apa yang dilakukan Adli benar.
Adli menarik nafas dalam dalam lalu menghembuskannya.
“Benar, tetapi jika kamu tetap seperti rencanamu, kamu akan menghadapi persidangan pencemaran nama baik, persidangan ini dan itu, karena mereka bisa melakukan semua itu. Mereka punya uang dan dekat dengan kekuasaan. Jika kamu memilih untuk jujur pada dunia, aku yakin kamu dan jabang bayimu akan sangat menderita. Aku tidak mau hal itu terjadi.” Tegas Adli. “Seharusnya kamu mengambil langkah mundur dulu, dan akan maju lagi, entah untuk sekedar bertahan hidup atau untuk menyerang balik. Itu kita lihat saja nanti.”
Adli mengambil nafas dalam-dalam. “Terimalah keadaan ini Bil, dan sekarang aku ingin kamu menuruti nasihatku. Anggaplah apa yang terjadi padamu sekarang karena kamu mengabaikan nasihatku dulu.”
Nabila menunduk, hatinya membenarkan penjelasan Adli. Dia sangat menyesal, jika saja dulu dia tidak dibutakan oleh rayuan gombal Ferdi. Dia pasti tidak seperti saat ini. Air matanya langsung deras mengalir.
“Sudahlah, lupakan saja. Anggap saja itu adalah pelajaran untuk masa depanmu.” Adli merengkuh tubuh rapuh itu. Hatinya juga ikut sakit merasakan penyesalan Nabila.
Lebih dari setengah jam Nabila menangis dalam pelukan Adli. Lelaki itu membiarkan saja dan menunggu Nabila menangis sepuasnya.
“Baiklah, kamu istirahat tenang disini. Aku akan mengurus segalanya. Doakan lancar, karena aku ingin kamu secepatnya sudah berada dan hidup di Singapura untuk sembunyi.”
Bersambung…
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!