NovelToon NovelToon

Soul Shaman

Ch. 1 - Aku Akan Bertahan!

“Haah ... haah ... haah!”

Ananda Dika, pemuda yang bekerja sebagai Dungeon Porter ini berlari secepat yang ia bisa untuk menghindari kejaran orang aneh dengan pisau yang berusaha merenggut nyawanya. Ia hanya ingin pulang dan bersantai secepat mungkin setelah bekerja seharian penuh di dalam Dungeon, tapi apa daya jika nasib berkata lain.

“Gyaahahahaha! Berikan aku darahmu!”

Orang aneh dengan pisau yang mengejar Dika berteriak keras ke arahnya.

“Brengs*k! Berhentilah mengejarku!”

Karena kos di mana Dika tinggal berada di pemukiman terpencil yang memiliki cukup banyak gang, ia tidak berusaha menelepon polisi ataupun meneriakkan bantuan. Sebab ia pulang terlalu larut akibat terlalu lama bersantai di bar untuk meredam stresnya.

Selain itu, tidak ada gunanya untuk memanggil bantuan di lingkungan tempatnya tinggal, karena sejak adanya Dungeon, kekhawatiran orang-orang di lingkungan itu meningkat hingga mereka mulai membatasi jam aktivitas.

Hanya tinggal beberapa gang lagi sebelum Dika tiba di kos, ia mulai memaksakan diri dan mempercepat kecepatan larinya agar dapat menghindar orang aneh yang mengejarnya itu.

“Sedikit lagi, aku tidak boleh mati hanya karena orang gila ini!”

Nafas Dika semakin kasar dan keringat mengalir deras di dahinya, ia kini berada di belokan terakhir di mana kos nya berada. Tapi saat ia berbelok sebuah retakan dimensi yang biasa muncul di depan Dungeon dengan cepat terbentuk dan menghalangi jalannya.

“Sial! Apa-apaan dengan kebetulan ini!?” Dika berbalik dan melihat orang aneh yang mengejarnya perlahan mendekat. “Kenapa hidupku seperti ini? Apa dosa yang sudah kuperbuat hingga dunia memperlakukanku sekejam ini?”

Saat ini Dika dihadapkan dengan dua pilihan, bertarung dengan orang aneh berpisau yang mungkin dapat membunuhnya atau melompat masuk ke dalam Dungeon yang juga mungkin dapat membunuhnya.

“Berhentilah berlari ... ini tidak akan sakit.” Orang aneh berpisau itu menjilat pisaunya sendiri dengan seringai mengerikan di wajahnya.

Dika memalingkan kepalanya ke arah orang aneh dan lingkaran retakan dimensi berkali-kali sebelum memutuskan untuk berlari ke dalam Dungeon.

“Aku akan mengingatmu bahkan jika aku mati, sialan!” Bersamaan dengan teriakan itu, Dika melompat ke dalam Dungeon.

•••

Ketika membuka mata, Dika melihat pemandangan hutan yang kondisinya cukup tenang serta dekat dengan sungai berarus kencang.

“Aku baru sadar jika retakan dimensi itu berwarna putih, semoga nasib sial tidak mengikutiku hingga ke dalam Dungeon.” Dika hampir menangis, memikirkan bagaimana manusia biasa sepertinya harus terjebak di dalam Dungeon tanpa bantuan siapa pun.

Retakan dimensi atau pintu masuk Dungeon memiliki beberapa tingkatan yang dapat dibedakan dengan beberapa warna, seperti:

Warna abu-abu merupakan tingkat F.

Warna biru terang merupakan tingkat D.

Warna biru gelap merupakan tingkat C.

Warna ungu terang merupakan tingkat B.

Warna ungu gelap merupakan tingkat A.

Warna merah merupakan tingkat S.

Selain itu ada juga dua jenis retakan dimensi unik yang ditandai dengan warna putih dan hitam.

Retakan dimensi berwarna putih merupakan retakan dimensi yang dikenal dengan dimensi kesialan, yang berarti tingkat kesulitannya hanya akan diketahui begitu sudah memasukinya. Sedangkan retakan dimensi berwarna hitam lebih dikenal dengan dimensi kematian, yang mana dimensi ini memiliki tingkat kesulitan setara atau lebih dari tingkat S, tapi hal ini masih menjadi perdebatan.

Karena cara satu-satunya keluar dari Dungeon adalah dengan membunuh Boss Dungeon, Dika yang hanyalah manusia biasa tidak memiliki kekuatan untuk melakukannya, bahkan jika Dungeon yang ia masuki saat ini berada di tingkat F. Dan sekalipun ia mampu, yang menjadi masalah saat ini adalah ia tidak mengetahui seberapa sulit monster di dalam Dungeon.

Dika menenangkan diri dan berusaha memperkirakan tingkat kesulitan Dungeon dengan mengandalkan dua tahun pengetahuannya selama menjadi Dungeon Porter.

“Berdasarkan kondisi lingkungan, monster yang menghuni tempat ini pasti memiliki kemampuan untuk melakukan serangan kejutan dan insting yang tajam. Yang kemungkinan besar, Dungeon ini berada tingkat antara C dan D.”

Dika lalu mulai mengumpulkan ranting daun muda untuk membuat penyamaran agar dapat mencari keberadaan monster tanpa harus terlihat. Butuh 34 menit baginya untuk membuat ranting daun yang ia kumpulkan menjadi sebuah tumpukan daun dengan ruang di tengahnya untuk bersembunyi.

Tapi itu semua tidaklah cukup, Dika juga menghabiskan waktunya untuk membuat sebuah tombak dari kayu, agar dapat mempertahankan diri jika harus berhadapan dengan monster.

“Setidaknya ini cukup.” Dika memandangi tombak tajam yang ia buat dengan susah payah. “Aku akan bertahan!”

Ch. 2 - Ini Tidak Mustahil.

Sambil menghemat tenaga, Dika berjalan pelan di balik tumpukan ranting yang menyembunyikan tubuhnya selagi mengawasi kondisi sekitar. Dan tidak butuh waktu lama hingga ia akhirnya melihat lima ekor monster bulat transparan yang tengah melompat ke sama kemari tanpa tujuan.

“Slime di sebuah hutan? Mungkinkah tempat ini adalah Slime Forest?”

Slime Forest merupakan hutan yang mayoritas penghuninya adalah makhluk tanpa tubuh yang 100% terbentuk dari cairan. Cairan yang membentuk monster ini juga memiliki berbagai macam jenis dan dapat diidentifikasi dengan mudah.

Yang menjadi masalah adalah jika Dungeon yang Dika masuki benar-benar Slime Forest, ia akan butuh usaha ekstra untuk membunuh seekor Slime. Karena hampir seluruh Slime memiliki kesamaan yaitu kebal terhadap serangan fisik, tapi bukan berarti mereka tidak terkalahkan. Jika serangan seseorang cukup kuat dan berhasil menghancurkan inti dari Slime, maka monster ini akan langsung mati dalam sekejap.

“Blue Slime, monster ini tidak sulit untuk dihadapi, selain tidak menghasilkan luka yang signifikan–monster ini juga cukup bodoh.”

Bersama keberanian yang tidak begitu pasti, Dika melepas penyamarannya lalu membidik inti dari Blue Slime dengan tombak kayu di tangan kanannya. Ia mengontrol nafasnya dan memantapkan posisi berdirinya sebelum melempar tombak ke arah salah satu Slime dengan kekuatan penuh.

Meskipun hanya manusia biasa, tapi kekuatan seseorang yang hampir setiap harinya menghabiskan waktu di dalam Dungeon tidak bisa diremehkan. Hanya dengan satu lemparan, Dika berhasil menghancurkan inti dari Blue Slime yang ia incar dan menyebabkan monster itu mati seketika.

Dika kemudian berlari untuk mengambil tombaknya agar dapat menghabisi Blue Slime yang tersisa, karena ia tidak ingin muncul monster lain sebelum menghabisi mereka.

Karena Slime tidak memiliki kemampuan untuk berbicara, mereka hanya bisa menunjukkan rasa permusuhan dengan cara melompat ke arah Dika.

Dika sedikit gentar saat harus menghindari empat ekor Blue Slime yang ingin menghantam tubuhnya hingga ia berhenti bernafas. Tapi dalam kondisi bertahan hidup atau mati, ia berusaha untuk menjadi seberani mungkin agar dapat keluar dari dalam Dungeon.

“Majulah kalian berd*bah!” Dika berteriak seolah tidak ada hari esok.

Satu demi satu Blue Slime yang menerjang berhasil Dika hindari dengan menggeser tubuhnya ke samping, hingga ia akhirnya berhasil meraih tombak yang ia lempar sebelumnya. Ia langsung menggunakan tombaknya itu untuk menusuk inti dari salah satu Blue Slime yang masih belum berbalik ke arahnya.

“Dua tumbang!”

Sebelum Dika dapat melancarkan serangan lain, ketiga Blue Slime menerjang secara bersamaan ke arahnya, kali ini ia tidak bisa menghindar dan dengan segera memanfaatkan serangan lawan-lawannya itu.

Dengan memosisikan tombaknya ke depan, Dika berhasil membunuh Blue Slime lainnya dan sekarang hanya tersisa dua monster yang harus ia hadapi. Begitu dua Blue Slime yang tersisa akan menghantam kembali tubuhnya, Dika berguling ke samping dan bangkit dengan cepat sebelum melancarkan serangannya.

“Akhirnya selesai.” Dika duduk dan mengistirahatkan dirinya. “Meskipun ini tidak mustahil, tapi melawan monster dengan kekuatan manusia normal tetaplah berlebihan.”

Berhubung hari belum gelap di dalam Dungeon yang Dika tempati, ia masih harus membuat persiapan untuk kelangsungan bertahan hidupnya. Makanan, minuman, dan tempat tinggal, ketiga hal ini ia butuhkan untuk bertahan hidup di dalam Dungeon sebagai manusia biasa.

“Semoga saja Dewi Fortuna berada di pihakku.”

•••

Hari demi hari Dika habiskan dengan mengumpulkan bahan makanan dan meningkatkan kenyamanan dari gua kecil yang ia tempati. Ia menemukan gua itu saat sedang mengamati sekeliling Dungeon dan segera membuat gua itu menjadi tempat tinggalnya.

Pada hari pertamanya di dalam Dungeon, Dika sangat kesulitan untuk menemukan bahan makanan, sebab dugaannya jika Dungeon yang ia tempati adalah Slime Forest menjadi kenyataan. Dengan fakta jika ia tengah berada di Slime Forest, maka sangat sulit untuk mengumpulkan bahan makanan yang berasal dari makhluk hidup.

Hampir setiap hari Dika harus mengandalkan jamur dan buah-buahan yang ia temukan untuk meredam rasa laparnya, dan jika beruntung maka ia akan menemukan seekor kelinci yang ukurannya hampir setara dengan seekor ayam.

Saat ini Dika tengah memandangi dinding batu yang memiliki banyak goresan, goresan itu merupakan penanda dari berapa lama ia sudah terjebak di dalam Dungeon, dan totalnya saat ini adalah 21 hari.

“Aku lapar.” Dika mengambil buah beri berwarna ungu lalu memakannya, dan ia menangis selagi mengisi perutnya.

Bertahan hidup di tempat antah berantah dengan makanan yang terbatas dan tanpa seseorang yang dapat diajak berbicara tentu dapat membuat mental seseorang terganggu. Terlebih lagi manusia dilahirkan untuk menjadi makhluk sosial.

Saat ini Dika berharap untuk dapat berbicara dengan seseorang dan menceritakan tentang betapa beratnya kehidupan yang selama ini ia jalani. Tapi mau sehebat apa pun ia berharap, hal itu tetaplah mustahil jika Dungeon yang ia tempati tidak menciptakan retakan dimensi.

Setelah menangis selama 10 menit lamanya, Dika menjadi lebih tenang meskipun perutnya tetap memohon untuk diisi dengan makanan. Sebagai orang yang dilahirkan di Indonesia, rasa laparnya tentu tidak akan terpuaskan jika ia hanya memakan buah dan jamur, karena hanya nasi yang dapat mengatasinya.

Akan tetapi hari sudah gelap dan Dika tidak memiliki sumber cahaya untuk pergi keluar dari gua yang ia tempati, oleh karena itu ia hanya bisa menunggu pagi datang dan memutuskan untuk tidur dengan rasa laparnya.

•••

Keesokan paginya, Dika bangun lalu segera menggunakan penyamarannya untuk pergi ke sungai dan membersihkan diri sebelum memulai perburuan. Ia juga melakukan beberapa pemanasan ringan agar tubuhnya tidak terlalu kaku saat diajak melakukan aktivitas fisik yang berat. Untungnya jarak gua dan sungai tidak begitu jauh sehingga ia tidak menghabiskan tenaganya hanya untuk membersihkan diri.

Singkat cerita, Dika tiba di tepi sungai yang arusnya tidak terlalu kuat berkat keberadaan beberapa batu besar, tapi kali ini ia cukup dikejutkan dengan keberadaan beberapa makhluk di dalam tepi sungai.

“Ikan ... itu ikan.” Dika menahan diri untuk tidak berteriak dan membuat ikan-ikan di dalam sungai melarikan diri.

Sayangnya Dika baru sadar jika ia meninggalkan tombaknya di dalam gua, dan jika ia kembali sekarang maka kemungkinan ikan-ikan di sungai akan pergi sebelum ia berhasil kembali ke sungai.

Dika tidak kehabisan akal dan memutuskan untuk menggunakannya tumpukan ranting yang ia gunakan untuk menangkap ikan-ikan di sungai. Ia melepaskan tumpukan ranting itu dan berjalan ke tepi sungai lalu menjatuhkan tumpukan ranting tepat di atas gerombolan ikan dengan sangat hati-hati.

“Kumohon ... jangan melarikan diri.” Dika bergumam pelan, sangat amat pelan.

Memanfaatkan gravitasi bumi agar tumpukan rantingnya jatuh dan tangannya untuk mempertahankan posisi ranting, kesabaran Dika akhirnya berbuah manis karena ia berhasil menangkap empat ekor ikan berukuran cukup besar.

Dika lalu menggunakan tepi sungai untuk mengangkat ikan-ikan itu ke permukaan sambil tersenyum lebar, ini merupakan kali pertamanya mendapatkan ikan setelah tiga minggu berlalu.

Karena tidak ingin ikan yang ia tangkap melarikan diri, Dika mengambil sebongkah batu dan menghantam kepala dari keempat ikan yang ia tangkap.

“Waktunya membersihkan diri dan mengisi lubang hitam ini dengan ikan segar.” Dika mengelus-elus perutnya lalu bersiap untuk memasuki sungai.

Ch. 3 - Jeritan Keputusasaan.

Memasuki minggu keempat di dalam Dungeon, persiapan Dika untuk menyelesaikan Dungeon akhirnya sudah maksimal berkat Artifact yang dijatuhkan oleh beberapa Slime yang berhasil ia habisi.

Artifact itu ia dapatkan dari Red Slime, Green Slime, dan Yellow Slime, jenis dari Slime yang dapat mengeluarkan cairan korosif serta cairan super panas. Meskipun terdengar berbahaya, tetapi Slime tetap saja seekor Slime, mereka akan mati dalam sekejap jika inti mereka dihancurkan.

Artifact yang Dika dapatkan sangat membantunya dalam menghadapi Slime, sebab Artifact itu adalah pelindung tubuh dari besi yang ringan, sarung tangan kulit, dan sebuah pisau kecil berwarna biru. Sayangnya, ia tidak dapat melihat seberapa kuat kedua Artifact tersebut karena ia bukanlah The Chosen, meski begitu efeknya tetap dapat dirasakan.

“Sudah saatnya mengakhiri omong kosong ini dan keluar dari Dungeon, mungkin setelah keluar nanti aku akan mempelajari silat agar hal itu tidak terulang lagi.” Dika teringat bagaimana ia melarikan diri untuk menyelamatkan hidupnya dari orang aneh yang berusaha membunuhnya.

Matahari masih berada tepat di atas kepala, yang berarti waktu di dalam Dungeon yang Dika tempati adalah pukul 12 siang, jadi ia masih memiliki banyak waktu sebelum kembali ke persembunyiannya.

Tanpa berlama-lama, Dika segera menuju ke lokasi Boss Dungeon berada agar dapat keluar dari Dungeon dan kembali menjalani kehidupannya di bumi.

Jarak lokasi Boss Dungeon berada cukup dekat hingga Dika sampai setelah 10 menit berjalan, ia berdiri di depan sebuah pohon besar dengan pintu setinggi enam meter. Tidak sulit untuk mengatakan jika dibalik pintu itu terdapat Boss Dungeon, karena Boss Dungeon selalu bersembunyi di balik sebuah pintu.

Dika menelan liurnya lalu mendorong pintu di depannya secara perlahan karena ia bermaksud untuk mengintip untuk memastikan bagaimana wujud lawannya. Tapi kegugupannya itu justru membuatnya tersandung dan tanpa sengaja mendorong pintu masuk hingga terbuka dengan sempurna.

“Kieeeeek!”

Pekikan nyaring menyiksa telinga Dika, ia segera bangkit dan melihat seekor Slime setinggi 10 meter yang memiliki empat warna.

“Four Color Slime atau haruskah aku menyebutmu dengan Slime King?”

“Kieeeeek!” Slime King langsung memasang ancang-ancang untuk melompat dan meratakan Dika dengan tanah.

“Sungguh makhluk yang ramah.” Dika berusaha membuat lelucon untuk meringankan kegugupannya.

Tepat saat King Slime meninggalkan permukaan, Dika segera melarikan diri ke posisi yang aman agar dapat melancarkan serangan, sebelum King Slime kembali menyerangnya.

Ketika King Slime mendarat, getaran hebat terasa dan membuat Dika hampir kehilangan keseimbangannya, tapi untung ia tidak terjatuh karena itu mungkin akan menjadi akhir baginya.

King Slime kembali mengambil ancang-ancang untuk melakukan lompatan berikutnya, dan Dika segera melempar sebuah batu ke arah King Slime dengan harapan memberikan luka pada Boss Dungeon itu.

Dan ya, tentu saja hal itu mustahil.

Batu yang Dika lempar justru memantul dan menghantam pelindung tubuhnya hingga membuat suara yang cukup nyaring.

“Aku ... hampir mati karena seranganku sendiri.” Pelipis Dika berkedut beberapa kali karena kejadian itu. “Memang hanya serangan kuat dan benda tajam yang dapat menembus tubuh seekor Slime. Ini sangat menjengkelkan.”

Dika kembali melakukan hal yang sama secara berulang-ulang hingga membuat ruangan Boss Dungeon itu mengalami kerusakan di berbagai tempat. Strategi yang ia lakukan ini merupakan strategi umum yang sering dilakukan para The Chosen saat berburu di dalam Dungeon, yaitu Hit and Run.

Dan untuk seseorang yang hanyalah seorang manusia biasa, hanya strategi itulah yang dapat Dika gunakan untuk menyelesaikan Dungeon.

“Kenapa Dungeon tidak memiliki sistem untuk membantu manusia biasa sepertiku.” Dika mengeluh karena tidak bisa melihat seberapa banyak kerusakan yang ia timbulkan pada King Slime.

Semakin lama Dika melakukan Hit and Run pada King Slime, semakin parah juga kerusakan yang dialami oleh lantai dari ruangan Boss Dungeon. Itu bukanlah hal yang buruk baginya, karena beberapa lantai batu berubah menjadi lancip dan menusuk King Slime.

Dika juga memanfaatkan hal itu bersamaan dengan Hit and Run hingga akhirnya King Slime mulai mengubah pola serangannya.

Kali ini King Slime tidak hanya melompat dan berusaha mendarat di atas Dika, ia mulai melakukan serangan umum yang biasanya Slime lakukan, yaitu melakukan lompatan terjangan. Dengan serangan ini, Dika tentu akan disulitkan karena kecepatan dari kedua serangan sangatlah berbeda, sehingga ia harus lebih berhati-hati.

Melompat dan berguling walaupun tangan dan kakinya mulai terasa letih, Dika tidak memiliki pilihan karena terjangan dari King Slime tentu akan sangat fatal terhadapnya. Jika diibaratkan, ia mungkin akan mengalami dampak yang sama dengan ditabrak oleh mobil berkecepatan 50 km/jam. Meskipun kemungkinan besar ia tidak akan mati karena tubuhnya dilindungi oleh Artifact, tapi ia mungkin akan mengalami cedera serius seperti patah tulang.

Dika berdecak kesal setelah menghindari terjangan lain dari King Slime. “Aku tidak bisa menyerangnya.”

Terjangan dan lompatan King Slime terus berlangsung hingga satu jam lamanya, membuat Dika sudah sangat kewalahan dan tidak lagi bermaksud untuk meneruskan perjuangannya hari ini.

Seluruh tubuhnya sudah bergetar karena rasa lelah yang berlebihan serta tekanan mental yang diberikan oleh King Slime, Dika masih dapat menghindar karena keinginannya untuk bertahan hidup.

“Haah ... haah ... haah ... aku bersumpah akan keluar dari tempat ini bagaimana pun caranya.” Dika mengelap peluh di keningnya dan bersiap melarikan diri dari ruangan.

Dengan tenaga terakhirnya, Dika berlari ke arah pintu keluar tanpa melihat ke belakang karena ia jelas tidak akan bisa bertahan sekalipun melihat King Slime.

“Kieeeeek!”

Sebagai Boss Dungeon, King Slime tentu tidak akan membiarkan siapa pun yang masuk ke ruangannya dapat datang dan pergi semau mereka. Ia kemudian mengambil ancang-ancang dan mengunci pandangannya ke arah Dika yang hampir keluar dari ruangannya.

“Sedikit lagi!”

Hanya tersisa beberapa langkah lagi sebelum Dika berhasil keluar dari ruangan. Akan tetapi.

“Bagagh!” Kesadaran Dika seketika menghilang.

•••

Suara embusan lembut angin dan melodi malam yang dihasilkan oleh penghuni hutan mengembalikan kesadaran Dika yang hilang. Ia terbangun di tengah gelapnya hutan dan hanya diterangi oleh cahaya samar dari bulan yang bertengger di atas langit.

“Cairan brengs*k itu berhasil menyerangku.”

Dika bersyukur masih bisa hidup setelah menerima serangan telak dari King Slime, ia dapat merasakan jika Artifact pelindung tubuh yang ia kenakan mengalami kerusakan pada bagian punggung. Kerusakan yang pelindung tubuhnya itu bukan berupa penyok, tapi hancur seolah pelindung tubuhnya itu terbuat dari kaca.

“Untung saja dia hanya menggunakan cairan korosif dan bukan cairan super panas. Jika tidak aku mungkin sudah terpanggang hidup-hidup.” Dika terkekeh.

Begitu Dika akan bangkit, ia merasakan rasa sakit luar biasa di sekujur tubuhnya, terlebih lagi pada tangan kirinya. Ia mencoba menggerakkan tangan kirinya, tapi bukannya bergerak, ia justru dihantam oleh rasa sakit hebat yang membuatnya ingin pingsan.

“Hahaha ... hahaha! I-Ini tidak mungkin bukan? Jika begini bagaimana aku harus keluar dari tempat terkutuk ini!?”

Dika menjerit tidak percaya, tangan kirinya mengalami patah tulang, dan ini jelas akan mempengaruhi perjuangannya untuk keluar dari Dungeon.

“AAAAAAARRRRGGGHHHHHHHH!”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!