" Ayah minta sama kamu Nak, menikahlah dengan Alby, Ayah yakin dia akan menjadi suami dan imam yang baik buat kamu. "
Ucapan ayah malam itu, masih terus terngiang di telinga Nadira. Gadis manis berusia 22 tahun itu, hanya bisa diam. Dia tak bisa berbuat apa-apa. Ia tak mungkin menolak keinginan dari orang tuanya. Karena kalau tidak ada kedua orang tuanya, mungkin saat ini Nadira sudah tidak ada di dunia.
Ya, Nadira hanya seorang anak angkat. Dia di temukan kedua orang tua nya, tengah menangis di sebuah halte bis, di malam hari, saat usia nya baru menginjak 2 tahun. Tragis memang. Orang tua kandung Nadira membuangnya. Kalau saja Nadira tak bertemu mereka. Entah apa yang akan terjadi pada Nadira kecil.
" Hei, kok pagi- pagi udah melamun aja sich? "
Itu adalah Dea, teman baik Nadira disini. Nadira membuka sebuah usaha online shop. Nadira memiliki 4 orang karyawan, dan Dea ini adalah salah satu karyawan dan juga orang kepercayaan Nadira.
" Eh, kamu De, ngagetin aja, kamu mau ngapain? "
Nadira tersadar dari lamunannya dan bertanya pada Dea.
" Hm...kok malah tanya sich, ya aku mau minta daftar belanjaan para pelanggan lah. Kamu kenapa sih Dir, akhir-akhir ini aku sering banget liat kamu melamun. Kalau kamu ada masalah, kamu bisa cerita ke aku, aku siap dengerin, seperti biasa."
Perkataan tulus dari sahabatnya ini, membuat Nadira meneteskan air mata. Dan Dea yang melihat Dira menangis pun langsung memeluknya.
" Ayah ingin aku menikah dengan anak temannya De."
" Terus, kamu mau? "
Dira menggelengakan kepala, sambil menyeka air matanya.
" Aku bingung De, aku gak mungkin menolak permintaan Ayah, karena merekalah, aku hidup sampai sekarang. "
Dea mengerit kan kening, mendengar ucapan sahabatnya ini. Tanda dia tak mengerti apa yang di katakan oleh Nadira.
" Maksud kamu apa ? "
Akhirnya Nadira menceritakan mengenai dirinya pada Dea. Dea pun terkejut. Tak tahu harus berkata apa. Dan kini Dea tahu, bahwa Nadira bukanlah anak kandung dari Pak Ahmad dan Bu Farida. Kedua orang tua Nadira.
Kenyataan yang juga baru di ketahui Nadira beberapa tahun belakangan ini. Juga sangat membuat Nadira terpukul. Nadira sangat terkejut mendengar pernyataan Ayahnya. Sedangkan ibunya hanya bisa menangis, saat Ayahnya memberi tahu kenyataan yang mereka tutupi selama 15 tahun. Tepat saat usia Nadira berusia 17 tahun, kedua orang tuanya membuka rahasia ini.
Flash back On
" Walau kamu bukan lahir dari rahim bunda, kamu tetap anak Ayah dan Bunda."
Bunda berkata seraya menangis dan memeluk Nadira.
" Maaf kan ayah Nak, bukan maksud ayah menyakiti mu, tapi sekarang kamu sudah dewasa, sudah berhak tahu, sebenarnya. "
Ucap ayah sambil membelai lembut kepala Nadira yang di tutupi sebuah hijab instan. Nadira hanya bisa menangis.
" Lalu, dimana orang tua kandung Dira, Yah? "
Nadira bertanya di sela isak tangisnya. Ayah dan Bunda hanya saling pandang, lalu menggelengkan kepala. Jawaban yang di dapat sungguh membuat Nadira bertambah sedih.
" Apa orang tua kandung Dira malu, memiliki anak seperti Dira, sampai harus meninggalkan Dira sendirian di halte tengah malam."
Perkataan dari Nadira makin membuat Bu Farida menangis, lalu mengeratkan pelukan nya.
" Nak, apapun caranya, Dira memang telah di takdir kan menjadi anak Bunda. Bunda bangga punya Dira. Begitu pun Ayah. "
Ucap bunda sambil berusaha menenangkan tangisan putrinya.
Flas back off
Setelah menceritakan segalanya pada sahabat dan juga karyawannya ini. Dira pun sedikit tenang. Setidaknya masalah yang menjadi beban pikiran nya sudah terbagi. Dea yang juga tidak tahu harus memberi saran apa, hanya bisa menguatkan sahabatnya.
" Sebaiknya, kamu minta petunjuk pada Allah, aku yakin, kamu pasti bisa menghadapi ini semua."
Ucap Dea, seraya memeluk sahabat baiknya ini.
" Makasih ya De, kamu selalu mau mendengarkan ceritaku."
Balas Dira,seraya merenggangkan pelukan.
" Aku ke bawah dulu ya, biar nanti aku aja yang mencatat semua daftar belanjaan pelanggan."
Dea berkata sambil mengambil kertas yang berisi daftar belanja para pelanggan setia ol shop mereka.
...****************...
Waktu terus bergulir, saat ini, sedang diadakan acara pernikahan antara Dira dan Alby. Setelah tiga bulan lalu, kedua orang tua mereka bertemu. Dan kini pernikahan itu sudah di depan mata. Acara ini hanya ijab kabul saja. Baik Dira maupun Alby tak menginginkan di adakan resepsi.
Kedua orang tua mereka tak bisa berbuat banyak. Mereka hanya menurut apa yang Dira dan Alby inginkan. Kini Dira sudah cantik dengan kebaya putih dan make up yang menghiasi wajahnya. Para tamu yang hadir pun hanya dari kalangan saudara dan tetangga dekat. Dira hanya mengundang Dea, dan 3 orang karyawan yang membantu di toko on line nya.
Pukul sembilan pagi, ikrar itu terucap. Alby dengan sekali tarikan nafas, telah sah menjadi suami Dira. Dan kini Nadira, telah sah menjadi istri seorang Alby Rafadian. Acara berlangsung sangat sederhana. Tapi kesan sakral tetap terasa. Nadira memeluk Bunda dan menangis haru. Begitu pun pada sang Ayah. Tangis haru mewarnai acara pernikahan antara Nadira Sofia dan Alby Rafadian.
Setelah semua selesai. Baik para tamu dan keluarga dekat sudah pulang. Kini kedua pengantin baru itu, memasuki kamar. Kamar yang akan menjadi saksi malam pertama mereka. Dira tengah membuka hiasan di kepalanya, ketika Alby membuka suaranya.
" Besok, kita akan pindah."
Perkataan Alby, membuat Dira menghentikan aktifitasnya.
" Besok? Kenapa secepat itu? "
Nadira sedikit keberatan dengan keputusan Alby.
" Lebih cepat, lebih baik."
Balas Alby dingin.
" Dan, setelah ini, kamu masih bisa melakukan kegiatan sebelum kita menikah, aku tidak akan melarang mu."
Ucapnya sambil berlalu ke kamar mandi dan membawa pakaian ganti.
Nadira terpaku sejenak, pernikahan seperti apa yang akan dia jalani saat ini. Pernikahan hasil perjodohan kedua orang tua angkatnya. Nadira menerima ini semua sebagai tanda baktinya kepada kedua orang tua yang telah berjasa padanya. Setelah Nadira selesai membuka hiasan di kepalanya, saat Nadira ingin membuka hijab yang menutup kepalanya. Alby pun keluar dari kamar mandi dan menatapnya sejenak. Lalu melangkah ke arah pintu.
" Kamu tidur lah lebih dulu, aku akan keluar. Tak perlu menungguku."
Alby berkata sebelum membuka pintu kamar. Nadira terpaku menatap kepergian Alby. Tak terasa air matanya menetes. Laki - laki yang tadi pagi telah sah menjadi suaminya itu, bersikap sedingin itu padanya. Nadira tak menyangka, akan sesakit ini.
Nadira belum juga bisa memejamkan matanya. Padahal waktu telah menunjukan lewat tengah malam. Belum ada tanda-tanda Alby akan pulang. Setelah lelah menunggu, akhirnya Nadira ketiduran. Nadira tersentak bangun ketika suara adzan subuh menggema. Ia tak menemukan Alby berada di sampingnya. Tapi hatinya kembali berdenyut nyeri, melihat Alby tidur di sofa. Alby tak ingin berada di dekatnya.
Dira masuk ke kamar mandi, dan membersihkan diri, segera melakukan kewajiban nya sebagai seorang umat muslim. Setelah itu, Dira pun membangunkan suaminya. Dira memanggil namanya, dan ternyata Alby pun segera bangkit. Dia langsung melangkah ke kamar mandi. Dira menyiapkan keperluan suaminya. Saat Alby akan melaksanakan sholatnya. Dira pun keluar dari kamar, dan berjalan menuju dapur.
Dira membuat sarapan dan teh untuk keluarganya. Tak lama bunda pun keluar dari kamar.
" Loh, kok kamu udah di dapur Nak? "
Bunda melihat Dira yang saat ini sedang memasak nasi goreng.
" Gak apa - apa Bun, kan Dira udah biasa."
Bunda tersenyum melihat Dira. Setelah semua selesai, Dira pun menatanya di meja makan. Tak lama ayah pun pulang dari jalan paginya. Begitu juga Alby, turun dari lantai dua, tak lama setelah Dira memanggilnya.
Mereka makan dengan tenang, hanya terdengar dentingan sendok dan garpu. Setelah semua selesai. Dira membereskan dan mencucinya. Sedangkan Ayah dan Alby sedang duduk di ruang keluarga.
" Ayah, Alby dan Dira siang ini akan pindah ke rumah pribadi Alby. "
Ucapan Alby, berhasil membuat Ayah dan Bunda terkejut. Mereka tahu, bahwa Alby akan membawa putri mereka, tapi mereka tak menyangka akan secepat ini.
" Kenapa terburu-buru Nak, tinggallah seminggu atau dua minggu disini."
Pinta Bunda pada Alby. Matanya mulai berkaca-kaca.
" Kami ingin mandiri Yah, Bun."
Jawaban yang hanya sebagai alasan Alby, agar dirinya segera keluar dari rumah ini.
" Baiklah, jika itu keinginan kalian, Ayah tidak bisa melarangnya. Tapi Ayah minta kepadamu, tolong jaga Dira, karena Dira adalah anak kami satu - satunya."
Ucap ayah, sambil memegang bahu Alby. Alby hanya mengangguk kecil. Setelah menyampaikan keinginannya, Alby pun segera pamit, dan menuju kamar. Dira yang saat ini tengah berada di kamar, tersentak saat Alby tiba-tiba saja masuk.
"Segera kemasi barang - barang yang akan kamu bawa, siang ini kita akan pindah ke rumah pribadiku."
Dira, hanya mengangguk pelan. Dia sudah tau bahwa siang ini mereka akan pindah.
Tepat jam 11 siang, mereka siap-siap akan pindah ke rumah Alby. Dira hanya membawa sebagian dari pakaian nya. Setelah berpamitan, Dira dan Alby pun berangkat. Selama di perjalanan, tak ada yang bersuara sedikit pun. Baik Alby dan Dira hanya saling diam. Mobil yang di kendarai Alby memasuki sebuah perkarangan rumah. Rumah dua lantai dengan gaya minimalis modern, dan bercat coklat muda.
Aku dan Alby turun bersamaan, tak ada adegan saat lelaki membuka pintu mobil untuk wanitanya. Semua itu hanya cerita di film saja. Alby membuka bagian belakang mobilnya, dan menurunkan kopernya dan Dira. Saat Dira akan mengambil koper miliknya, tangan Alby lebih dulu mengambil koper itu. Alby jalan lebih dulu, dan Dira pun hanya mengekornya dari belakang.
" Ini kamar kamu, kita akan tidur terpisah."
Ucapnya dingin, sambil berlalu meninggalkan Dira sendiri di kamar. Dira hanya menghela nafasnya. Sebenarnya ia tak bersedih, karena sampai saat ini pun Dira masih belum bisa menerima kalau dirinya berstatus sebagai seorang istri. Kini Dira tengah menyimpan pakaian nya dalam lemari di kamar itu.
Hari beranjak malam, saat ini Dira tengah memasak untuk makan malam. Lalu menatanya di meja. Dira mengetuk pintu kamar Alby.
" Makan malam sudah selesai Mas. "
Dira berkata setelah mengetuk pintu kamar Alby. Tak lama Alby pun keluar, lalu berjalan menyusuri tangga.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!