Agatha Rosseta, putri dari Marques Rosseta. Marques Rosseta mempunyai hubungan yang cukup dekat dengan Duke Coldine, pria yang terkenal karena ketidaktertarikkannya kepada wanita. Bahkan wanita cantik sekalipun.
Raja yang melihat hubungan antara Marques Rosseta dan Duke Coldine memutuskan untuk menikahkan Agatha Rosseta dengan Duke Coldine. Sayangnya kehidupan pernikahan mereka berdua tidak harmonis. Tidak ada yang asli, semua palsu. Kebahagiaan yang hanya ditampilkan di publik dan kesedihan yang berada di baliknya.
Dan Agatha yang terus mengejar cinta dari Duke Coldine yang hanya menjadi hal yang sia-sia. Dan ini adalah kisah akhir dari Agatha Rosseta, dibunuh sendiri oleh sang suami enam bulan setelah pernikahan mereka.
Saya masih terlau muda untuk mati! Biarkan. saya hidup satu kali lagi! Saya mohon!
Untuk apa kamu hidup kembali?
Saya ingin memperbaiki hidup saya, saya hanya ingin hidup dengan damai. Saya mohon, saya belum bisa melakukan apa-apa untuk diri saya sendiri!
Baiklah, permintaanmu akan kukabulkan. Buatlah jalan hidupmu sendiri di kehidupan kedua yang kuberikan kepadamu.
.
.
.
"Nona Agatha, apa Anda benar-benar menyimak apa yang baru saja saya katakan?" suara berat dan tajam milik seorang pria menyadarkan gadis yang bernama Agatha dari lamunannya.
Gadis itu kaget setengah mati. Kaget dengan apa yang dia alami saat ini. Padahal dia baru saja merasakan sakit yang luar biasa akibat pedang yang merenggut nyawanya.
"Nona Agatha!" gertak pria itu lagi.
Agatha menatap pria yang ada di seberang mejanya dengan ketakutan. Duke Coldine, Yang sekarang menyandang sebutan sebagai suaminya. Suami yang tidak pernah Agatha harapkan.
"Ma-maafkan saya, saya telah mengabaikan Anda," ucap Agatha dengan suara bergetar. Tangannya tak luput juga memainkan jemarinya dan keringat dingin yang mulai muncul.
Gadis itu mengedarkan pandangannya, kamar pengantin. "Jadi aku kembali pada saat malam ini," gumam Agatha tanpa sadar.
"Tolong perhatikan saya satu kali lagi. Saya sudah berbaik hati kepada Anda, Nona Agatha. Saya menikahi Anda karena perintah dari Yang Mulia Raja. Anda boleh minta apapun, asal itu tidak mengganggu kehidupan saya, Anda bisa memintanya kepada pengurus kediaman ini. Lalu saya akan memberikan Anda satu pelayan pribadi. Dan untuk kali ini, saya memberikan Anda satu permintaan. Silahkan minta apapun yang Anda inginkan kali ini, selagi saya sedang berbaik hati kepada Anda,"
Mata Agatha mengerjap beberapa kali, ya ini adalah salah satu dari kejadian yang paling berkesan bagi dirinya yang dulu. Berbicara sangat dekat dengan Tuan Duke, hanya berdua, di sebuah kamar.
Tapi kali ini, di kehidupan keduanya, gadis itu tidak lagi akan mengejar cinta dari Duke Coldine. Dia akan hidup untuk dirinya sendiri, dan bertahan hidup.
"Bolehkah saya meminta ruang pribadi? Sebenarnya saya suka melukis, jadi bolehkah?" tanya Agatha ragu-ragu.
"Baiklah, ruangan pribadi untuk melukis dan perlengkapan melukis. Setelah siap saya akan memberitahukannya langsung kepada Anda. Kalau begitu, selamat malam," Duke Coldine meninggalkan kamar itu, dan hanya menyisakan seorang gadis.
Agatha menatap langit malam yang terlihat jelas dari balik kaca jendela. Tirai yang belum ditutup, kenapa malah menampilkan pemandangan yang begitu indah?
Sebuah senyum terukir di wajah Agatha, dia merebahkan diri di atas ranjang yang cukup luas. Kehidupan yang damai, aku akan mencarinya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Yosh! Selamat datang di novel recehku kali ini 😂.
Nah cerita kali ini antara Agatha dan Duke Coldine yah. Ehm, semoga kalian suka dengan cerita ini.
Okay, happy reading. Aku berharap kalian nggak bosan dengan cerita ceritaku, wkwk.
Nah cukup untuk bab 1 ini, selamat bertemu di bab 2. *Danke.
💐💐💐*
"Nona, saatnya bangun. Hari sudah pagi,"
Agatha mengerjapkan mata beberapa kali menyesuaikan diri dengan cahaya. Felicia adalah pelayan Agatha satu-satunya. Dia adalah adik dari Felix, orang yang membantu Duke Coldine.
Seingat Agatha, Felicia mengawasinya dan melaporkan semua apa yang dia lakukan pada Tuan Duke. Felicia adalah mata-mata. Agatha sangat malu dengan perintah yang dia berikan pada Felicia di kehidupan masa lalu.
"Nona, apa ada yang salah dengan saya?" tanya Felicia. Dan Agatha kembali mengerjap, baru saja dia melamun. Malu sekali, dan Agatha kembali teringat kejadian di kehidupan yang lalu.
Gadis itu marah saat dipanggil nona, dan dia menyuruh Felicia untuk memanggil dirinya nyonya. Ya Tuhan! Aku sangat malu! Runtuk Agatha di dalam hati
"Nona? Anda baik-baik saja?" tanya Felicia lagi. Dia merasa orang yang akan dilayani olehnya akan sedikit aneh.
"Tidak, tidak apa-apa," jawab Agatha sembari menggelengkan kepalanya.
Felicia membawa sebuah baskom berisi air dingin. Lalu meletakkannya di atas meja di sebelah tempat tidur. Agatha menggunakan air itu untuk mencuci mukanya dan menyeka dengan handuk kecil yang sudah disediakan oleh Felicia.
"Selamat pagi Nona, saya Felicia, pelayan pribadi Anda. Bila Anda membutuhkan sesuatu, silahkan panggil saya dan katakan apa yang Anda inginkan," Felicia membungkukkan badannya.
"Selamat pagi Felicia, mohon bantuannya,"
Tok Tok Tok
"Saya Felix, kepala pengurus kediaman Coldine. Bolehkah saya masuk Nyonya?"
"Silahkan,"
Pintu terbuka dan sosok Felix masuk ke dalam kamar. Felix membungkukkan badannya lalu berkata, "Setelah Anda membersihkan diri dan bersiap, Felicia akan mengantar Anda ke kamar Anda. Tuan sudah menyiapkan ruang pribadi untuk Nyonya Agatha dan letak kamar itu tepat di sebelah kamar Anda. Itu yang ingin saya sampaikan kepada Anda, Nyonya,"
Agatha terdenyum dan mengangguk. "Sampaikan terima kasihku kepada Tuan Duke. Terima kasih sudah memberi tahu saya Felix," ucap Agatha. Setelahnya, gadis itu bersiap dan datang ke ruangan yang sudah disiapkan oleh Duke Coldine. Ruangan yang nantinya akan menjadi tempat di mana dia akan menghabiskan waktu seharian.
Agatha sangat terkesima dengan ruangan yang disiapkan untuk dirinya. Meski gadis itu tidak dianggap sebagai istri dan tidak mendapatkan cinta dan kasih sayang dari sang suami. Memberikan hal yang selayaknya merupakan sebuah rasa hormat yang ditunjukkan kepadanya.
Di ruangan yang cukup besar itu, terdapat kanvas dan berbagai perlengkapan untuk melukis. Ditambah lagi dengan jendela besar yang menampakkan keindahan taman di kediaman ini. Ini lebih dari cukup.
Agatha membuka jendela besar itu dan menikmati sinar matahari pagi yang menyentuh wajahnya. Sedikit menghangatkan. Gadis itu bersiap untuk melukis, hal yang pertama ingin dia lukis adalah pemandangan langit semalam. Bintang yang bertaburan, langit yang hitam pekat, dan bulan yang bersinar.
"Nona, sebaiknya Anda memakan sarapan terlebih dahulu. Tidak baik jika memulai kegiatan sebelum mengisi perut yang kosong," kata Felicia. Agatha mengangguk mengiyakan.
"Tolong bawa sarapannya ke sini saja. Saya akan memakan sarapan diruangan ini, tidak apa-apa kan?"
"Tentu," Felicia undur diri dari ruangan. Alasan kenapa Agatha meminta membawakan sarapan ke ruangan ini, yaitu Duke Coldine tidak akan datang untuk sarapan bersama. Itu yang Agatha alami di kehidupan sebelumnya. Duke Coldine selalu memakan makanannya di dalam ruang kerja. Entah itu sarapan, makan siang, ataupun makan malam.
Agatha pikir, dia melakukan hal yang disukai oleh dirinya sepanjang waktu. Dengan begitu dia tidak akan merasa kesepian dan akan selalu sibuk sampai matahari membiarkan bulan menampakkan dirinya pada manusia di bumi.
Beberapa saat kemudian, Felicia masuk ke dalam membawa sarapan Agatha. Dia meletakkan sarapan di meja yang sudah disediakan. "Sarapan Anda sudah siap Nona," katanya.
"Terima kasih, Felicia,"
Agatha menyudahi kegiatannya dan menikmati sarapan dengan santai. Dia tahu dia tidak mempunyai pekerjaan apa-apa di sini, meski dia adalah seorang Duchess. Yang perlu dia lakukan adalah diam dan tidak menampilkan wajahnya saja, menghindar dari Duke Coldine, dan menjalankan tugas sebagai istri. Contohnya seperti ikut datang bersama dengan Duke Coldine jika diundang ke suatu acara.
Selesai sarapan, Agatha mulai melukis. Felicia membuatkan teh dan meletakkan beberapa macam camilan di atas meja dan meninggalakan Agatha di dalam ruangan. Tidak terasa hari cepat berlalu, dan sekarang sudah siang. Agatha memandangi hasil lukisan pertamanya. Lumayan.
"Tidak terlalu buruk, aku akan melukis lebih baik lagi di waktu berikutnya," katanya pada diri sendiri. Gadis itu duduk dan menikmati teh yang sudah dibuatkan oleh pelayannya dan memakan camilan. Inilah hidup yang penuh dengan kedamaian.
"Nona, boleh saya masuk?" suara Felicia terdengar di luar setelah suara ketukan pintu terdengar. Agatha mengizinkan pelayan itu untuk masuk. "Nona, saatnya makan siang. Anda ingin makan di ruang makan atau di sini?"
"Di sini saja, dan tolong kurangi makanan yang kamu bawa untuk saya. Jarak dari dapur ke ruangan ini cukup jauh. Saya tidak ingin merepotkan kamu,"
"Baik Nona, akan saya lakukan," Felicia membungkukkan badannya.
Makan siang Agatha datang dan jumlah makanannya lebih sedikit dari pada jumlah sarapannya tadi. Sambil memasukkan makanannya ke dalam mulut, Agatha bertanya-tanya apakah dia boleh tidur siang?
Cuaca yang hangat ditambah dengan angin sepoi-sepoi yang masuk dari jendela, dan jangan lupa dengan perut yang terisi kenyang. Kantuk pasti akan datang dan beberapa saat kemudian dia akan terlelap.
"Jika ada yang ingin Anda ketahui, Anda biaa menanyakannya kepada saya Nona," ucap Felicia.
Agatha mengelap mulutnya dan memanfaatkan kesempatan ini untuk menanyakan banyak hal. Gadis itu menanyakan tempat apa saja yang boleh dia kunjungi dan apakah ada yang harus dia lakukan.
"Nona diizinkan untuk datang ke perpustakaan dan taman. Lalu Anda boleh melakukan apapun selama itu tidak mengganggu Tuan Duke," jawab Felicia.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Felicia telah menyiapkan air untuk Agatha mandi. Agatha membersihkan dirinya dan bersiap untuk makan malam sendiri. Ya, sama seperti sarapan dan makan siang tadi. Dia akan memakan makanannya di dalam kamar.
Agatha memakai gaun tidur berwarna putih, dan mengenakan syal untuk melindungi dirinya dari dinginnya malam hari. Sambil menunggu Felicia, Agatha menatap langit malam melewati jendela kamarnya. Dia sibuk berpikir apa yang akan dirinya lukis di hari esok.
Suara ketukan pintu membuyarkan pikiran Agatha. "Nyonya, saya Felix. Bolehkah saya masuk ke kamar Nyonya?"
"Silahkan,"
Felix dan Felicia, masuk secara bergantian. Felix ikut meletakkan makan malam untuk Agatha. "Silahkan menikmati makan malam Anda, Nyonya. Kalau boleh saya tahu, bagaimana keadaan Anda hari ini? Apa Anda merasa nyaman?"
Agatha tersenyum. "Saya baik-baik saja. Terima kasih sudah menanyakannya, Felix,"
"Ini tugas saya, kalau begitu saya akan undur diri. Selamat malam, Nyonya,"
Agatha mulai memakan makan malamnya sambil memandangi langit malam. Malam kedua dia berada di sini, menuju hari-hari yang akan mempengaruhi hidupnya. Apa dia akan berakhir pada kematian atau akan terus hidup sampai Tuhan sendiri yang memanggilnya.
Makan malam selesai dan Agatha bersiap untuk beristirahat. Agatha sudah menutupi sebagian tubuhnya dengan selimut. Namun matanya tidak mau terpejam, gadis itu sudah mencoba berbagai posisi tidur. Tapi tetap saja tidak bisa tidur.
Agatha meruntuki dirinya, karena setiap dia tidur siang pasti malamnya akan sulit untuk tertidur. Hanya satu yang terlintas di dalam kepala gadis itu, melukis. Segera, Agatha bangun dan masuk ke dalam ruang sebelah. Dia kembali menyiapkan peralatannya dan mulai melukis bunga yang ada di taman sebelahnya.
Sementara itu di taman kediaman Duke Coldine. Malam yang dingin dan sunyi, terdapat tiga orang yang secara diam-diam bertemu di sana. Duke Coldine, Shanon, dan orang yang ketiga adalah Felix.
Shanon adalah salah satu pelayan yang bekerja di kediaman Duke Coldine. Dan dia yang menjadi alasan mengapa Duke Coldine sama sekali tidak tertarik kepada wanita lain. Duke Coldine menyukai Shanon, begitu pula sebaliknya. Namun, cinta mereka harus terhalang dengan terjadinya pernikahan antara Duke Coldine dan putri dari Marquess Rosseta.
Pertemuan ini sudah beberapa kali terjadi di tempat yang berbeda-beda. Pertemuan yang disengaja oleh Duke Coldine. "Kenapa kamu selalu menghindariku, Shanon?"
"Tuan, sekarang Anda sudah mempunyai istri. Dan mungkin kita tidak akan pernah bisa bersama. Saya sudah mengiklaskan Anda Tuan. Saya tidak ingin menjadi penghalang dan membuat orang-orang salah paham," ucap gadis yang bernama Shanon.
Alis Duke Coldine hampir menjadi satu garis mendengar kalimat yang diucapkan gadis yang dia cintai. "Apa kamu berbohong selama ini, Shanon? Apa kata-kata yang keluar dari mulutmu itu semuanya palsu?"
"Saya benar-benar tulus, tapi saya tidak ingin membuat Nyonya menjadi bahan tertawaan bangsawan lain. Tolong coba untuk melupakan saya dan menerima Nyonya di hati Anda Tuan. Saya permisi, selamat malam," Shanon berbalik dan berlari sekencang mungkin. Air matanya jatuh, dadanya sesak, tapi dia harus tetap tegar. Dia tahu bahwa ini bukan takdirnya.
Felix memperhatikan tuannya. "Tuan, sebaiknya Anda segera masuk ke dalam. Jangan sampai Anda sakit," katanya.
"Aku sudah sakit, Felix," setelah mengatakan hal tersebut, Duke Coldine pun memutuskan untuk kembali ke dalam. Luka yang sangat dalam di hati, hal yang paling sulit diobati.
Sama seperti Agatha, Duke Coldine juga tidak bisa tidur. Dia memilih untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan ditemani oleh Felix. Untungnya pekerjaan-pekerjaan itu bisa mengalihkan perhatiannya dari Shanon.
Duke Coldine dan Felix bekerja sampai subuh, lalu mereka beristirahat untuk beberapa saat supaya tenaga mereka terisi kembali. Namun tampaknya yang menikmati waktu istirahat hanya Felix seorang. Sedangkan Duke Coldine malah melamun. Felix jelas tahu apa yang sedang dilamunkan oleh tuannya.
"Tuan, sepertinya apa yang dikatakan oleh Shanon benar. Anda harus mencoba menerima Nyonya," ucap Felix.
"Berani sekali kamu mengatakan hal itu kepadaku Felix. Tahu apa kamu tentang masalah percintaan?" balas Duke Coldine.
Felix berdeham, lalu berkata, "Saya memang tidak mempunyai pengalaman dalam hal ini. Namun saya hanya memberi saran kepada Anda. Sepertinya Nyonya adalah orang yang baik, lalu dia juga cukup imut,"
"Kalau begitu untukmu saja, Felix,"
"Mana boleh, saya adalah orang kepercayaan Tuan, dan saya tidak ingin merebut istri Tuan. Saya lebih memilih untuk terus bekerja kepada Tuan daripada harus meninggalkan Tuan demi seorang gadis,"
"Baiklah, terserah padamu. Lalu apa yang Nona Agatha lakukan kemarin?"
"Nyonya terus berada di dalam ruang yang beliau minta. Nyonya sarapan dan makan siang di sana, kemudian tidur siang dan makan malam di dalam kamarnya. Felicia sempat melihat lukisan Nyonya, katanya bagus sekali. Mungkin Tuan ingin melihatnya juga,"
"Jangan bercanda, Nona Agatha hanya melakukan hal itu untuk mencari perhatian saja. Lalu soal lukisan pasti dia hanya membual," sanggah Duke Coldine.
Felix menghela napas saat menghadapi tuannya saat ini, mirip anak kecil yang keras kepala. "Felicia tidak pernah berbohong, semua yang dia katakan benar adanya dan saya percaya kepadanya. Kenapa Anda tidak mencoba mengeceknya nanti,"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Yups! Terima kasih sudah kembali membaca novel ini. Terima kasih sudah membaca bab 2. Nantikan kelanjutannya di bab selanjutnya ya. Jangan lupa untuk support aku😚
Beri :
▪Like
▪Komentar
▪Vote
▪Rating
▪Follow (jika berminat ya hehe🤣🤣)
▪Dan share juga jika menurut kalian cerita ini bagus.
Okay, sampai jumpa di bab selanjutnya. Danke.
"Jangan bercanda, Nona Agatha hanya melakukan hal itu untuk mencari perhatian saja. Lalu soal lukisan pasti dia hanya membual," sanggah Duke Coldine.
Felix menghela napas saat menghadapi tuannya saat ini, mirip anak kecil yang keras kepala. "Felicia tidak pernah berbohong, semua yang dia katakan benar adanya dan saya percaya kepadanya. Kenapa Anda tidak mencoba mengeceknya nanti,"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Pagi-pagi sekali, Duke Coldine dan Felix sudah menggerakkan kaki mereka. Suara langkah kaki terdengar, tidak peduli apakah orang-orang akan kaget dan terbangun. Tujuan kedua pria itu adalah ruangan khusus yang diminta oleh Agatha. Duke Coldine ingin membuktikan bahwa apa yang dikatakan oleh Felix itu benar. Melukis, huh. Jangan bercanda, gadis itu hanya ingin mencari perhatian orang-orang yang ada di kediamanku. Awas saja, aku tidak akan pernah membiarkannya melanjutkan sandiwara ini. Ucap Duke Coldine dalam hati.
Pelan-pelan pintu terbuka, dari celah saja sudah terlihat bahwa tidak ada lukisan apapun di dinding. Duke Coldine menatap tajam Felix. Pintu dibuka semakin lebar, berbeda dari sebelumnya, terdapat dua lukisan yang menyender di dinding. Kali ini giliran Felix yang menatap tajam Tuannya sendiri karena apa yang dia katakan itu memang benar.
Tanpa pikir panjang Duke Coldine masuk ke dalam ruangan, dia tidak tahu bahwa ada Agatha di sana. "Tu-Tuan Duke?! Apa yang Anda lakukan di sini?" tanya Agatha kaget. Buru-buru gadis itu merapikan rambutnya, tampil rapi untuk harga dirinya.
"Selamat pagi, Nyonya,"
"Ruangan ini adalah milik Anda, tapi pemilik aslinya adalah saya. Jadi saya berhak untuk masuk ke ruangan ini," jawab Duke Coldine tegas. Pria itu memandangi kedua lukisan. "Kenapa Anda melukis langit malam saja? Apa Anda suka malam hari?"
"Ehm, kalau itu saya hanya membuat sebuah kenangan saja. Anda bisa melihat lukisan yang ini," Agatha menunjuk lukisan yang ada di sebelah kiri. "Ini adalah pemandangan malam pertama saya di sini. Lalu yang ini," dia menunjuk lukisan yang ada di sebelahnya. "Lukisan ini adalah malam kedua saya berada di sini. Seperti yang Anda lihat, sepertinya hanya ada sedikit perbedaan," jelas Agatha dengan senyuman khasnya. Dari luar gadis itu sangat tenang, tapi di dalam dirinya, Agatha sedang mempertahankan ekspresinya. Ingat bahwa Duke Coldine sendirilah yang mencabut nyawanya di kehidupan yang dulu.
Duke Coldine tidak menanggapi Agatha. Tiba-tiba angin kecil yang cukup membuat badan menggigil masuk, tubuh kekar milik Duke Coldine tidak terbiasa dengan ini. Berbeda dengan Agatha yang malah menikmati angin itu, anak rambutnya bergerak-gerak mengikuti permainan sang angin. Untuk sesaat tidak ada percakapan diantara ketiga orang itu. Sampai ...
"Bisa tutup jendelanya? Ini terasa dingin. Apa tubuhmu terbuat dari besi sampai-sampai tak merasa kedinginan?" ucap Duke Coldine ketus. Segera Agatha menutup jendela ruangan itu dan meminta maaf karena tidak menyadari keadaan pria tersebut. Duke Coldine sendiri tidak tahu ada apa dengan dirinya, kakinya terasa berat, tidak ingin keluar dari ruangan ini. Pria itu memutuskan untuk duduk. "Tolong buatkan saya teh," perintahnya kepada Agatha. Tak lama kemudian satu cangkir teh sudah jadi, Duke Coldine meminumnya pelan-pelan.
"Tuan, sepertinya ada satu hal yang mungkin Anda lupakan," ucap Felix dengan nada sedikit takut. Diamnya Duke Coldine berarti dia dipersilahkan untuk melanjutkan ucapannya. "Ehm, saya rasa ... pangeran yang Anda bawa itu masih terkurung di bawah tanah. Anda belum memutuskan apapun untuk pangeran," lanjut Felix.
"Benar juga, kita selesaikan sekarang Felix. Dan Nona Agatha, terima kasih atas teh buatan Anda," Agatha menatap kepergian Duke Coldine dan Felix. Lega, itu yang dirasakan oleh Agatha. Orang yang memiliki kemungkinan terbesar untuk mencabut nyawanya sudah menjauh. Tetapi satu hal yang menjadi pertanyaannya, mengapa Tuan Duke datang di saat seperti ini?? Ini masih subuh!
Di kediaman Duke Coldine terdapat ruang bawah tanah, ruangan itu lembab dan hanya ada beberapa obor untuk menerangi beberapa bagian saja. Ruang bawah tanah difungsikan untuk mengurung orang. Biasanya orang-orang kediaman Duke Coldine menyebut ruang bawah tanah itu dengan penjara bawah tanah. Mereka rasa sebutan itu lebih cocok.
Duke Coldine berhenti di dekat seorang anak yang kira-kira berumur 10 tahun, pria itu menatap tajam. "Pangeran Liam, apakah Anda sedang tidur?" tanya Duke Coldine dengan nada datar dan dingin. Pangeran Liam berdiri dengan susah payah, kaki kecilnya yang kurus kering berusaha sekuat tenaga untuk menopang tubuhnya.
"Liam Agaris memberi hormat kepada Duke Coldine. Semoga Anda dilindungi dan penuh dengan berkat," ucap Liam sambil membungkuk. "Apa Anda sudah memutuskan bagaimana Anda mencabut nyawa saya?"
"Lancang sekali, sayangnya tidak. Aku memutuskan untuk mempekerjakanmu di kediaman ini, kamu akan digaji dan saat kamu merasa gaji itu sudah cukup, kamu bisa meninggalkan kediaman ini dan hidup sesuka hatimu. Paham?"
"Saya paham," jawab Pangeran Liam. Felix mendekat dan mengangkat tubuh Pangeran Liam, tidak terasa berat sama sekali. Malahan serasa mengangkat satu lembar kertas saja. Ketiga orang itu meninggalkan ruang bawah tanah dan mengantarkan Pangeran Liam untuk membersihkan dirinya.
Duke Coldine menikmati sinar matahari yang menembus masuk ke dalam ruangannya. Nanti siang dia akan menghadiri rapat, dan pria itu tidak bisa menjamin apakah bisa fokus pada rapat atau tidak mengingat dirinya yang sedang patah hati. Ketukan pintu membuyarkan lamunan Duke Coldine. "Masuk," ucapnya memberi izin. Felix, Pangeran Liam, dan Steve - orang yang bertanggung jawab atas kebun dan taman - masuk dan menghadap tuan mereka.
"Tuan, saya sudah membawa Steve kemari," lapor Felix, Duke Coldine menganggukkan kepalanya. Pandangannya beralih kepada Steve.
"Steve, bocah itu adalah Pangeran Liam dari Kerajaan Agaris, kerajaan yang beberapa waktu lalu aku lenyapkan. Dia akan membantumu, sebenarnya aku ingin menempatkannya untuk mengurus kuda-kuda. Tetapi aku teringat kepada dirimu yang sudah tua," jelas Duke Coldine setengah-setengah.
"Terima kasih karena sudah memikirkan saya, Tuan. Saya akan bertanggung jawab atas Pangeran Liam," balas Steve.
"Dia akan tinggal bersama denganmu," tambah Duke Coldine. Steve yang sudah mengerti maksud dari tuannya segera undur diri. Duke Coldine menghela napasnya dan menyandarkan punggungnya ke punggung kursi. Hari ini dia tidak bisa dengan maksimal, itu sudah terlihat jelas dari suasana hatinya di pagi hari.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Terima kasih sudah kembali membaca novel ini. Terima kasih sudah membaca bab 3. Nantikan kelanjutannya di bab selanjutnya ya. Jangan lupa untuk support aku😚
Beri :
▪Like
▪Komentar
▪Vote
▪Rating
▪Follow (jika berminat ya hehe🤣🤣)
▪Dan share juga jika menurut kalian cerita ini bagus.
Okay, sampai jumpa di bab selanjutnya. Danke.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!