NovelToon NovelToon

First Snow

Prolog

Dek bangun, bangun. Ayo sekolah!” Ucap Felysia membangunkan adiknya yang masih asik di dunia mimpnya.

“Dek, nanti kita telat loh ke sekolah, kita harus cepat-cepat!” Ucap Felysia lagi sambil masih berusaha membangunkan adiknya dengan cara menggoyang-goyang tubuh Aileen.

Adiknya yang merasa terusik pun hanya meracau tidak jelas, sambil mengibas-ibaskan tangannya mengusir Felysia.

“Gue robek ya poster One Direction lo kalo gak bangun!”

Mendengar ancaman Felysia, Aileen, adik tiri Felysia langsung saja bangkit dari tidurnya dan langsung berdiri di atas tempat tidurnya.

“Jangan sentuh poster gue! Atau gue jambak lo Kak!” Seru Aileen kepada sang kakak sambil menunjuk sang kakak dengan tangannya.

“Makanya cepatan bangun. Udah tau anak baru harus ke ruang kepala sekolah dulu. Ini malah dilama-lamain. Cepat mandi!” Suruh Felysia.

“Ah, iya iya ah!” Gerutu Aileen sambil berjalan ke kamar mandi dengan wajah tak ikhlas.

Felysia yang melihat Aileen sudah masuk ke kamar mandipun keluar dari kamar mereka. Memang mereka tidur di satu kamar yang sama. Terdapat 2 tempat tidur dan 2 meja belajar, serta 2 lemari pakaian di kamar mereka berdua.

Mereka berdua memang sengaja meminta kepada orang tua mereka, agar mereka ditempatkan pada satu kamar yang sama, karena mereka ingin dapat saling mengenal dan mudah akrab sebagai kakak dan adik seperti pada umumnya.

Namun jiwa mereka lumayan berbeda namun saling melengkapi. Felysia yang cenderung bersifat keibuan, dan penyuka balet. Sementara Aileen sang adik tirinya bersifat mudah akrab dengan orang, serta penyuka musik.

Ayah Aileen dan ibu Felysia menikah sekitar satu tahun yang lalu, dengan perkenalan sekitar 1 tahun.

Ayah Felysia sudah meninggal sejak Felysia berumur 5 tahun, sehingga saat ibunya memutuskan menikah lagi, ia tidak keberatan. Lubuk hatinya terdalam memang merindukan sosok seorang ayah, apalagi ia kasihan dengan sang ibu yang telah lama kesepian.

Sementara Aileen, ayah dan ibunya sudah berpisah sejak ia menginjak kelas 7 SMP. Ibu Aileen merupakan kewarganegaraan Inggris. Dulu mereka memang tinggal di Inggris, namun sejak orang tuanya bercerai, sang ayah kembali ke negara asalnya.

Awalnya memang Aileen ikut dengan ibunya yang memutuskan tidak menikah lagi dan menetap di Inggris. Namun ia juga tak bisa menutupi rindunya dengan sang ayah, sehingga kini ia memutuskan untuk ikut sang ayah untuk tinggal di korea bersama keluarga barunya.

Dan disinilah mereka, bersekolah di sekolah yang sama, dengan Felysia yang lebih tua satu tahun dari Aileen.

Felysia tentu senang, ia kini memiliki seorang ayah dan seorang adik yang selalu membawa keceriaan sendiri baginya. Memang mereka berdua awalnya sama-sama anak tunggal. Namun kini mereka tidak sendiri lagi, kini mereka saling memiliki dan saling melengkapi.

“Dimana adik mu sayang?” Tanya sang ibu saat melihat Felysia menuruni tangga.

“Ah, dia sedang mandi Ma. Pagi Pa,” jawab Felysia tersenyum pada sang ayah yang sudah sejak tadi berada di meja makan.

“Pagi sayang. Apakah tidur mu cukup? Suara kalian tadi malam terdengar sampai ke kamar. Apa yang kalian tertawakan hm?” Tanya sang ayah sambil menyantap sarapannya.

“Ah kami berbicara banyak hal Pa. Tentang bagaimana dulu kisah masing-masing di sekolah dulu, lalu tentang kejadian lucu yang pernah kami alami. Namun dia malah tertidur saat aku asik bercerita,” jelas Felysia sambil ikut menyantap makanannya.

“Morning. Pagi Pa, pagi Ma, pagi Kak,” sapa Aileen sambil berlari menuruni tangga.

“Duduklah sayang, hari ini mungkin akan jadi hari yang panjang. Kau taukan ini adalah awal semester gena,” ucap sang ibu pada Aileen, dan dibalas anggukan ringan.

“Dek, betulan nih kita naik sepeda?” Tanya Felysia kepada sang adik. Memang orang tua mereka sudah membelikan motor untuk mereka agar tidak perlu naik bus untuk kesekolah.

Namun Aileen justru meminta sepeda dengan alasan mengurangi pencemaran udara. Walau sebenarnya Aileen hanya menggunakan sepeda saat sekolah saja, dan untuk urusan lainnya, ia akan menggunakan motor.

“Yakin Kak. Tenang aja, kan kalo jatuh cuma luka saja,” jawab Aileen meminum susu pemberian ibu mereka.

“Pa, liat nih Adek,” adu Felysia. Sementara Aileen hanya menjulurkan lidah mengejek Felysia.

Ayah dan ibu mereka hanya tertawa ringan melihat kedua anak mereka, mereka sangat senang bahwa anak mereka sudah saling akrab walau belum 1 bulan mereka bertemu.

“Dek, berangkat aja yok. Kan mau ke ruang kepala sekolah lagi,” ajak Felysia sambil beranjak berdiri.

“Kami pergi Pa, Ma,” pamit Felysia kemudian berjalan menuju pintu rumah.

“Dadah Pa, Ma,” ucap Aileen mengikuti kakaknya sambil melemparkan kiss bye kearah orang tuanya.

Hingga saat mereka sedang dalam perjalan ke sekolah, sebuah motor yang dilajukan dengan kecepatan tinggi mendahului laju sepeda yang dibawa oleh Aileen.

“Woahh! Selow aja dong bawa tuh motor!” Kesal Aileen ke arah motor yang baru melintas tersebut.

“Oh itu satu sekolah kita juga Dek. Lo harus hati-hati, soalnya pada banyak yang sok jago di sekolah,” ucap Felysia menasehati.

“Kan ada lo Kak,” jawab Aileen dan dibalas sebuah toyoran di kepala dari sang kakak.

____

Hingga mereka pun tiba di sekolah dengan selamat, dengan waktu yang masih tersisa banyak sebelum bel sekolah berbunyi.

“Dek, ikut gue bentar antar tas ya, siap itu gue antar ke ruang kepala sekolah ya,” ucap Felysia sambil turun dari sepeda.

“Yaudah yuk, sekalian lihat-lihat,” jawab Aileen.

“Eh Kak, ini motor yang sok jago tadikan?” Ucap Aileen melihat motor yang melewati mereka terparkir di sana.

“Udah yuk, nanti dikira lo mau maling motornya,” ucap Felysia menarik tangan adiknya.

“Felysia!” Panggil seseorang saat mereka sedang berjalan menuju kelas Felysia.

“Eh Felix? Ada apa?” Tanya Felysia yang melihat siapa yang memanggilnya.

“Hai, lama ya gak jumpa,” ucap Felix basa-basi. Sementara Felysia hanya tersenyum kecil sambil mengganggukkan kepalanya.

“Oh ini siapa?” Tanya Felix menunjuk Aileen.

“Oh ini adek gue. Baru pindah ke sini. Namanya Aileen,” jawab Felysia.

“Halo Kak, gue Aileen,” sapa Aileen memperkenalkan diri sambil menjulurkan tangannya kepada Felix.

“Ah, gue Felix. Lo dari luar negeri ya?” Tanya Felix memperhatikan wajah Aileen.

“Dia dari Inggris,” jelas Felysia.

“Woi Felix. Masih pagi udah pacaran aja lo,” ucap Samuel yang datang entah dari mana.

“Gak sadar diri banget lo. Emang tangan yang lo pegang itu tangan siapa? Tangan istri kepala sekolah?” ucap Felix kesal.

“Kurang ajar lo,” ucap Samuel sambil mengangkat tangannya ke atas.

“Nih kenalin, adeknya Felysia. Baru pindah dari Inggris,” jelas Felix memperkenalkan.

“Oh,” ucap Samuel malas lalu berlalu pergi masuk ke kelasnya bersama sang kekasih.

“Dih belagu banget tuh makhluk hidup,” ucap Aileen yang melihat Samuel, atau yang lebih dikenal dengan panggilan Sam.

“Itu tuh Dek yang punya motor tadi,” bisik Felysia pada Aileen.

“Ah, kita pamit dulu ya, soalnya gue mau anter dia ke ruang kepala sekolah dulu,” pamit Felysia sambil menarik tangan Aileen. Sementara Aileen hanya tersenyum ke arah Felix sambil melambaikan tangan.

“Anak-anak kelas 11 emang pada songong gitu ya Kak?” Tanya Aileen saat mereka sedang melanjutkan perjalanan mereka menuju ruang kepala sekolah.

“Enggak semua. Tapi kebanyakan gitu. Apalagi kalo mereka terkenal di sekolah,” jelas Felysia dengan pandangan yang fokus menatap ke depan.

“Yok masuk, nih ruangannya,” ucap Felysia menunjuk ruangan kepala sekolah.

Perkenalan Sekolah

Beberapa saat kemudian, bel sekolah pun berbunyi menandakan para murid untuk masuk ke dalam kelas. Aileen yang kini sedang bersama wali kelasnya sedang berjalan ke kelas yang akan Aileen tempati.

Mereka pun masuk ke dalam sebuah ruangan kelas dengan sebuah papan petunjuk yang bertuliskan 10-B.

“Selamat pagi semua. Hari ini merupakan hari pertama semester kedua kalian di sekolah ini. Saya harap kalian dapat lebih baik dari semester sebelumnya. Dan hari ini, kalian kedatangan teman baru. Ia merupakan pindahan dari Inggris. Silahkan perkenalkan namamu,” ucap sang guru menyuruh Aileen memperkenalkan diri.

“Terima kasih Bu. Selamat pagi semua. Perkenalkan nama saya Aileen Patterson. Saya sebelumnya sekolah di Inggris. Senang bertemu dengan kalian,” ucap Aileen sambil menundukkan tubuhnya, memberi hormat.

Terdengar beberapa bisikan dari para murid di kelas tersebut setelah Aileen memperkenalkan diri.

“Ya baiklah, saya harap kalian dapat berteman baik. Dan Aileen, kamu duduk di bangku kosong yang sudah disediakan ya,” ucap sang guru.

Aileen pun langsung berjalan kearah bangku tersebut, Anne yang duduk di samping bangku yang akan Aileen duduki pun memberi senyuman ramah.

“Hai gue Anne,” ucap Anne berbisik kepada Aileen yang sudah duduk dibangkunya.

“Ah hai,” balas Aileen sambil tersenyum.

“Baiklah, sebentar lagi akan ada pengumuman tentang kegiatan di awal semester. Jadi harap tenang ya,” ucap sang guru sambil berjalan keluar meninggalkan mereka.

“Oh iya, nih teman gue. Ini namanya Hizkia, bisa dipanggil Kia,” ucap Anne menunjuk temannya yang duduk tepat di depannya.

“Sama ini namanya Lisa,” Lanjut Anne menunjuk perempuan yang berada di depan Aileen.

“Hai, senang bisa satu kelas sama lo,” ucap Lisa tersenyum manis pada Aileen.

“Gimana tadi ngucap nama lo? Elin? Elen? Siapa sih? Punya nama kok susah banget,” tanya Lisa mengingat bagaimana pengucapan nama Aileen.

“Nama gue Aileen. Cara nyebutnya tuh, Eilin. Tapi Pas ‘Ei’ nya tuh, huruf I nya diucapkan pake setengah suara,” terang Aileen.

“Ribet banget sumpah. Ngomong-ngomong, lo asli Inggris ya?” Tanya Hizkia.

“Mama gue aja yang asli Inggris. Jadi ya, campuran gitu.”

“Kok lo pindah ke sini? Lo ngank bisa Bahasa inggris ya makanya gak tinggal di Inggris?” Tanya Hizkia lagi.

“Stress nih anak,” ucap Lisa sambil menjitak kepala Hizkia.

“Ya bisa lah. Orang tua gue udah cerai, terus ayah gue nikah lagi sama orang tua kak Felysia. Ya karna gue rindu, sekaligus penasaran sama kehidupan di negara ini, ya gue mutusin ikut ayah gue deh sejak 1 bulan lalu,” jelas Aileen.

“Mama lo cantik, gak?” Tanya Hizkia lagi.

“Wih, mau lo embat Kia? Masa anak lo nanti seumuran sama lo. Mana satu kelas lagi,” ucap Lisa sambil tertawa.

“Gue cuma nanya ya!” Jawab Hizkia emosi.

“Eh, lo anak baru. Ngapai coba lo pindah kesini? Gak laku ya di asal lo sana?” ucap salah seorang murid perempuan yang tiba-tiba menghampiri mejanya.

“Mana sok cantik banget lagi,” ucap murid lain di belakang perempuan itu.

“Suka-suka gue lah sekolah di mana. Kan uang, uang papa gue yang gue pake sekolah,” Jawab Aileen santai tanpa memandang mereka.

Sementara Hizkia dan kedua temannya hanya membulatkan mata mendengar perucapan Aileen yang sangat berani bagi seorang murid baru yang bahkan baru masuk beberapa menit yang lalu.

“Sombong banget lo ya!” Ucap perempuan tadi sambil menjambak Aileen.

“Ahrg!” Teriak Aileen kesakitan.

“Woi lepas gak? Sok berkuasa banget sih lo jadi cewek?” ucap Hizkia melepaskan tangan perempuan tersebut yang bernama Velisa.

“Mau lo apa hah? Mau sok jadi wonder women loh disini?” ucap Velisa, diikuti dengan tertawaan mengejek dari para teman-temannya.

“Eh gue jambak mulut lo ya! Sini lo kalo berani!” Ucap Hizkia emosi sambil berusaha menarik rambut perempuan itu.

Melihat Hizkia ingin menghajarnya, perempuan tersebut dengan geng nya lebih memiih kembali ke tempat duduknya. Mereka sadar diri, bahwa kekuatan laki-laki pasti lebih besar dari tenaga mereka.

“Cih, ngelawan gue gak berani lo. Aileen lo duduk di samping gue aja biar gak digangguin tuh para manusia lagi,” suruh Hizkia yang masih penuh emosi.

“Ngank usah. Gue di sini aja,” tolak Aileen sambil merapikan rambutnya.

“Udah, sana duduk depan gue. Biar kalo mereka bully lo lagi, Hizkia bisa gampang cakar mereka,” ucap Lisa yang kini sudah berdiri dari tempat duduknya sambil membawa tas nya.

Aileen pun hanya ikut saja, ia pun tak ingin menjadi korban bully di sekolah barunya ini. Walau ia bisa saja melawan mereka, namun ia tidak mau namanya tercoreng karena menghajar anak orang.

“WOI WOI PENGUMUMAN NIH!! DENGARIN GUE DONG!” Teriak Peter sang ketua kelas dari semester pertama.

“Tadi para ketua kelas kan disuruh kumpul di-,” ucap Peter, namun terpotong.

“Langsung inti aja!” ucap murid bernama John dari barisan belakang.

“Hah, iya iya. Jadi selama awal semester ini, kita cuma bakalan belajar sendiri alias jam kosong selama 2 hari. Itu aja, makasih,” ucap Peter sambil kembali ke tempat duduknya.

____

Hingga waktunya pulang, Aileen pun mendatangi kelas kakaknya bermodalkan ingatannya saat mengantar tas kakaknya tadi.

Bersyukur otak nya cukup pintar untuk bisa mengingat setiap sudut-sudut sekolah dalam waktu singkat, hingga ia bisa menemukan kelas kakaknya tersebut. Namun karena melihat sang kakak belum keluar dari kelasnya, ia pun menunggu sang kakak.

Karena bosan, ia pun melihat-lihat sekitar mencoba mengusir rasa bosannya tersebut. Namun tiba-tiba matanya melihat seorang pria yang berwajah putih pucat dengan wajah dingin sedang memandang kearah pintu kelas Felysia seakan menunggu kemunculan seseorang.

“Dek, lo udah keluar ternyata. Yok pulang!” Ucap Felysia yang baru keluar dari kelasnya.

Namun mata Aileen justru asik memperhatikan siapa yang dilihat pria itu. Dan benar saja sekarang, pria itu sedang tersenyum tipis, bahkan sangat tipis, bahkan seakan tidak tersenyum.

“Hai Daniel,” Sapa Felysia pada pria tadi.

“Ah, hai. Eh ini siapa?” Tanya Daniel menunjuk Aileen.

Aileen yang sejak tadi hanya bergulat dengan pikirannya tentang apakah benar bahwa orang ditunggu pria ini adalah kakaknya atau tidak, tiba-tiba merasakan sebuah tepukan di tangannya. Yang mana tepukan itu berasal dari sang kakak, yang sejak tadi memanggil-manggil nama Aileen.

“DEK!” Ucap Felysia kuat.

“Ah, nama gue Aileen Kak. Salam kenal,” ucap Aileen cepat sambil menjulurkan tangan untuk berjabat tangan.

“Oh, nama gue Daniel. Salam kenal ya Dek,” jawab Daniel seramah mungkin.

“Kita pamit duluan ya Dan,” pamit Felysia sambil tersenyum manis pada Daniel. Dan dibalas juga dengan senyuman manis dari Daniel.

“Kak, perasaan kita udah lama pisah sama tuh yang namanya kak Daniel, kok lo masih tetap senyum-senyum aja?” Tanya Aileen yang melihat wajah Felysia yang sejak tadi, senyuman di bibirnya tak kunjung hilang.

“Ah gak apa kok, gue cuma lagi senang aja di hari pertama semester genap ini,” jawab Felysia dengan senyum semakin merekah.

“Dasar aneh,” cibir Aileen melihat sang kakaknya.

Mimisan

Seminggu berlalu, Aileen sudah akrab dengan Hizkia, Lisa, dan Anne. Tentunya dengan beberapa murid lain di kelasnya, walau tak semuanya.

“Nanti, pas siap istirahat pertama, semua pada kumpul di aula ya,” teriak Peter memberi pengumuman di depan kelas.

“Ada apaan?” Tanya murid lain.

“Ada pertandingan persahabatan sekolah. Mereka bakalan tanding basket, kita wajib nonton buat dukung sekolah kita,” jelas Peter.

“Lo gak main?” Tanya Hizkia.

“Lo ngejek tinggi gue?” Ucap Peter memasang wajah emosi.

“Gue cuma nanya padahal,” jawab Hizkia santai tak bersalah.

“Gue yakin para cewek-cewek di sekolah ini datang ke aula bukan cuma mau dukung sekolah kita biar menang, pasti mereka sekalian mau lihat cowok-cowok tampan dari sekolah lain juga. Dasar!” Ucap Lisa sambil memperhatikan para perempuan yang ada di kelasnya.

“Dih, kayak lo gak gitu aja. Padahal lo ketua mereka buat lihat-lihat yang ganteng-ganteng,” ucap Hizkia mencibir Lisa.

“Ya jangan gitu dong, jangan diumbar kenapa coba. Gue kan pengennya kayak perempuan alim gitu loh. Ah lo mah gak asik,” ucap Lisa cemberut.

“Dih bodo!” Jawab Hizkia dengan wajah yang membuat Lisa semakin kesal dibuatnya.

Hingga istirahat pertama pun selesai, seluruh murid pun langsung berlarian menuju aula untuk menonton pertandingan basket yang mana akan membuat kaum hawa saling berteriak menyaksikan ketampanan para pemain dari sekolah mereka, maupun dari tim sekolah lain.

Memang aula mereka sangat besar dan peralatan yang ada sangat lengkap, sehingga saat ada pertandingan atau ada event besar, pihak sekolah akan menggunakan aula tersebut.

“Woi udah rame aja, ah di situ aja yok. Dekat tuh sama lapangan, mana pas lagi bangkunya masih kosong beberapa,” ucap Anne menunjuk bangku penonton yang terdapat beberapa bangku kosong dan disekitarnya para teman sekelas mereka.

“Cepat banget lo pada. Hampir aja kita gak kebagian tempat duduk,” ucap Lisa pada teman sekelasnya yang terlebih dulu duduk di sana.

“Iya dong, kesempatan cuci mata kan jarang-jarang terjadi. Tapi tumben lo lama, biasanya masalah lihat cowok, lo yang paling cepat,” jawab salah seorang dari mereka.

“Sttt, jangan keras-keras ngomongnya. Gue lagi jaga image biar kayak cewek misterius gituloh, walau dalamnya pengen banget gue teriak kalo mereka semua ganteng banget,” ucap Lisa dan membuat yang lain tertawa dibuatnya.

Sementara yang lain asik melihat-lihat para pemain yang akan bertanding, Aileen justru sedang mencari keberadaan sang kakak. Felysia yang duduk tak terlalu jauh darinya pun melambaikan tangan kearah Aileen, seakan sadar bahwa sang adik mencari dirinya.

Beberapa saat kemudian, pertandingan pun dimulai. Para murid perempuan pun langsung berteriak histeris memberi semangat kepada semua yang bertanding. Tak perduli itu tim lawan atau tidak, saat mereka melihat yang memegang bola tampan, maka mereka akan penuh semangat menyorakinya.

Namun tiba-tiba…

“AHHHHH!!!!”

BRUKKK!

“EH!!!” Kejut Lisa yang melihat hidung Aileen mengeluarkan darah.

“Awww,” ucap Aileen kesakitan.

Sedangkan para penonton yang mengira bola akan ke arah mereka pun melihat siapa yang jadinya terkena bola yang diyakini sangat kuat tersebut.

Aileen yang sebelumnya merasa bola yang terlempar keluar itu tidak akan mengenainya, justru menghantam tepat di wajahnya dengan sangat kuat.

“Astaga, lo mimisan!” Jerit Anne melihat darah dari hidung Aileen semakin banyak.

Aileen tak tahu harus berbuat apa, ia merasa semua wajahnya sakit, bahkan ia merasakan wajahnya sangat pedih karena bola yang mengenainya sangat kuat.

“Dek, lo ngank apa-apa? Ayo ke UKS sekarang,” ucap Felysia yang baru berlari dari bangkunya menuju bangku Aileen saat melihat adiknya terkena bola.

“Ayo, kakak bantu jalan yok. Masih bisa jalan kan?” Tanya Felysia khawatir.

Aileen hanya menganggkuk pelan sambil mencoba perpegangan pada kakaknya.

Hingga akhirnya mereka pun tiba di UKS. Felysia langsung menyerahkan Aileen kepada penjaga UKS untuk segera ditangani sementara Felysia menunggu adiknya di luar.

"Eh Felysia?" Ucap Daniel yang melihat keberadaan Felysia sedang duduk di depan UKS.

"Eh iya,” jawab Felysia canggung sambil beranjak berdiri dari duduknya.

"Lo ngapai disini? Gak ikut nonton pertandingan basket?" Tanya Daniel kemudian dengan masih setia berdiri di dekat Felysia.

"Sebenarnya tadi nonton sih, tapi adek gue malah kena bola basket sampe mimisan tadi. Dan, di sinilah gue nungguin adek gue,” jawabnya berusaha sesantai mungkin sambil menahan panas diseluruh wajahnya akibat berhadapan dengan seseorang yang disukainya.

Daniel hanya mengangguk menandakan bahwa ia kini mengerti kenapa Felysia ada di sini. Namun selang beberapa detik tak ada yang diucapkan Daniel. Terasa suasana semakin canggung dan atmosfer di sekitar mereka semakin panas.

Felysia mencoba berpikir sekeras mungkin mencari topik yang mungkin bisa mengusir rasa canggung tersebut, ditambah dia yang memang tak kuat lagi menahan rona di pipi dan telinganya.

"Eh, mmm lo dari mana? Kok tadi gue gak lihat lo di aula buat nonton basket?" Tanya Felysia kemudian, yang dengan penuh rasa syukur akhirnya mendapatkan sebuah topik pembicaraan.

"Lo nyariin gue ya?" Ucap Daniel balik bertanya pada Felysia. Felysia pun terdiam seketika.

"Hahaha. Gue bercanda kok,” ucap Daniel yang menyadari Felysia yang seketika menegang.

Felysia hanya ikut tertawa. Lebih tepatnya pura-pura tertawa. Ia merasa malu karena sang pujaan hati mengetahui bahwa dirinya selalu mencari keberadaannya tadi.

"Gue baru balik dari toilet, sekarang gue mau ke perpus lagi. Soalnya anak olimpiade beberapa minggu ini dipaksa belajar ekstra buat olimpiade yang bakal diadaain 2 minggu lagi. Oh iya, doain gue ya,” ucap Daniel dengan sebuah senyuman diakhir kalimat.

"Ah pasti kok, pasti!" Jawab Felysia penuh semangat.

"Makasih ya. Mmm, gue pergi dulu. Salam buat adek lo,” ucap Daniel sambil menepuk pelan lengan atas Felysia, seakan mentransfer sebuah energi baru yang selama ini belum pernah Felysia rasakan.

Felysia hanya tersenyum manis sambil menganggukkan kepala.

Dan setelah Daniel melangkah pergi, Felysia memegang lengannya yang tadi ditepuk oleh Daniel. Terasa hangat dan memabukkan. Bahkan Felysia masih bisa merasakan tangan Daniel seperti masih menepuk lengannya.

Senyum Felysia tak tertahan. Bahkan ia ingin berteriak kencang karena sesuatu dihatinya sungguh menggelitikinya kini.

Sementara di sebuah koridor sekolah, sosok pria yang baru saja menepuk lengan seorang perempuan, hanya bisa tersenyum malu mengingat apa yang baru saja dilakukan.

Ia bahkan melihat telapak tangannya dengan malu. Mengingat bagaimana hatinya berdetak kencang saat berada di dekat perempuan itu.

Ia pun menutup wajahnya dengan tangan yang tadi menyentuh perempuan itu. Berusaha menutupi betapa malunya ia kini.

Mengingat jarak perpustakaan yang tinggal beberapa langkah lagi, ia segera mengubah mimik wajahnya kembali menjadi sosok pria dingin.

Namun dia tak menyadari, walau dia sudah menjadi sosok yang dingin dan hanya fokus belajar, tetapi terukir sebuah senyuman di sudut bibirnya yang disebabkan oleh seorang perempuan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!