SMKN 4 Malang 2014
Suasana lapangan indoor cukup ramai, banyak siswa siswi yang melewatinya. beberapa di antara mereka ada yang bermain futsal sekadar mengisi jam istirahat. Beberapa diantaranya ada yang duduk-duduk menonton pertandingan.
Di sana, Ega sedang bermain futsal dengan teman-temannya. Di tepi lapangan, Zahra tersenyum menyemangati Ega yang sedang bermain. Zahra dan Ega, mereka adalah dua sejoli yang terjebak friendzone. Begitu teman-teman mereka menyebutnya.
Banyak yang iri akan kedekatan meraka. Ega si tampan yang selalu jadi pusat perhatian para siswi, sedangkan Zahra hanyalah seorang gadis manis yang tak begitu populer. Mereka berdua tak pernah terpisahkan, hingga banyak siswi yang mengganggu Zahra karena kedekatan mereka.
Sedang asiknya Zahra memperhatikan Ega, ia tak sadar saat di sampingnya ada beberapa siswi dari jurusan lain yang menghampirinya. Gadis itu tau mereka merupakan sebagian kecil dari penggemar Ega. Para gadis yang tergila-gila pada Ega yang memang tampan dan berbakat.
Dari tengah lapangan, lelaki yang sedari tadi menjadi pusat perhatian banyak siswi itu diam-diam memperhatikan Zahra yang sedang didatangi beberapa siswi lainnya. Lelaki itu mengenal salah satu di antara mereka. Dia perempuan yang menyatakan cinta padanya kemarin. Dari kejauhan Ega terus mengamati interaksi mereka.
"Eh, Ra. Ikut kita sini!" seru salah seorang dari mereka.
"Ada apa?" tanya Zahra.
"Buruan ikut! Dari pada kamu kita bikin malu di sini!" desis salah seorang yang sepertinya ketua geng dari perempuan-perempuan itu.
Zahra segera berdiri dari duduknya, mengikuti beberapa perempuan itu. Meski sebenarnya ia enggan mengikuti mereka, gadis manis itu lebih memilh mengikuti mereka daripada membuat keributan di dalam lapangan. Mereka berjalan menuju taman belakang sekolah. Suasana di sana memang cukup sepi.
Begitu Zahra berdiri dan mengikuti beberapa siswi itu, Ega juga meninggalkan lapangan. Semua pemain berhenti dan melihat Ega yang berjalan keluar lapangan. Beberapa dari mereka saling melempar pertanyaan mengapa lelaki itu tiba-tiba keluar dari permainan.
Zahra tau, ia tidak aman. Seharusnya ia tidak menuruti perintah mereka, tetapi apa boleh buat. Ia sudah terlanjur mengikuti mereka sampai di taman belakang.
"Kamu tau, Ra? Gara-gara kamu Ega nolak aku!" seru Rima, gadis ketua geng tersebut.
"Salah aku di mana, Rim? Aku enggak pernah melarang Ega buat pacaran sama siapapun," jawab Zahra.
"Harusnya kamu sadar diri, Zahra! Kamu itu gak sebanding sama Ega. Dia populer, sedangkan kamu? Gadis cupu aja belagu!" Seru Rima meluapkan emosinya pada Zahra.
"Aku nggak ngerti kamu ngomong apa."
"Jauhin Ega!"
"Apa urusannya sama kamu, Rima? Kamu ngga bisa ngatur-ngatur Zahra kayak gitu!" suara berat dari belakang Rima mengagetkan semua yang berada di taman itu.
"Em, Ega. Aku ga maksud apa-apa kok. Aku cuma ngobrol aja sama Zahra, iya kan gaes?" pertanyaan Rima dibalas anggukan oleh beberapa temannya.
"Aku dengar semua kata-kata kamu. Lebih baik kamu ngga usah ganggu Zahra, apalagi sampai menyakitinya!" peringat Ega.
Rima dan yang lainnya diam di tempatnya tanpa berani menjawab peringatan Ega. Segera Ega menarik tangan Zahra dan menuntunnya untuk meninggalkan tempat itu.
Ega membawa Zahra kembali ke lapangan indoor. Menghampiri teman-temannya yang sedang beristirahat setelah bermain futsal.
"Dari mana?" tanya Adit pada Ega yang duduk di sampingnya bersama Zahra.
"Nyusulin Zahra," balasnya acuh.
"Pepet terus jangan kasih kendor," goda Ben.
"Iya," jawab Ega memandang Zahra dengan penuh kasih.
"Huh, dasar! Udah jadian aja, sahabatan mulu sama aja kayak friendzone. Iya ga, Za? Kamu betah banget deh, Za, diPHP-in sama Ega? Mending sama aku aja." sahut Ben.
"Awas aja sampe berani deketin Zahra," ancam Ega.
"Woa! Ada penjaganya ini! Jangan dideketin anjingnya serem, oy!" goda Brian.
Mereka semua bergurau menggoda Ega dan Zahra hingga bel tanda masuk berbunyi.
****
Zahra melamun memandangi bingkai foto masa sekolahnya dulu. Mengenang beberapa kejadian yang ia alami. Ia merindukan lelaki itu. Entah di mana dia sekarang, Zahra tak pernah tau.
Aku rindu, batin Zahra.
Zahra meletakkan kembali bingkai foto itu di atas nakas di samping tempat tidurnya. Ia berbaring di atas tempat tidurnya. Bersiap untuk menjemput mimpi. Barang kali di sana ia bisa bertemu dengan lelaki yang sangat ia rindukan.
***
Zahra termenung di depan meja kerjanya. Siang ini gadis itu merasa sangat lelah. Sedari pagi disibukkan dengan berbagai berkas yang harus ia periksa dan segera diserahkan pada atasannya.
Zahra kini bekerja di salah satu perusahaan properti yang sedang berkembang di kotanya. Gadis itu baru beberapa bulan ini diangkat menjadi sekretaris direktur cabang perusahaan, karena sekretaris lama dimutasi ke kantor pusat.
Pintu ruangan direktur terbuka, dan sang pemilik ruangan keluar menuju meja Zahra. Beliau sudah berumur, tetapi wibawa dan kharismanya masih terpancar di wajahnya yang sudah mulai keriput.
Zahra segera berdiri menyambut Pak Erwin di balik meja kerjanya.
"Selamat siang, Pak. Apa Bapak memerlukan sesuatu?" tanya Zahra sopan.
"Temani saya meninjau komplek A setelah makan siang, saya tunggu di lobi setelah jam makan siang," kata lelaki itu.
"Baik, Pak," Zahra mengangguk hormat, hingga Pak Erwin meninggalkannya.
Zahra berisap untuk istirahat makan siang. Ia telah membuat janji akan makan siang bersama dengan salah satu temannya di kantor ini untuk makan bersama. Ia segera mengirimkan pesan untuk Syifa, salah satu staff yang dekat dengannya. Bisa dibilang Syifa adalah teman dekat Zahra.
Zahra: Syif, tunggu di lobi, sebentar lagi aku turun.
Syifa: Oke
Setelah mendapat balasan dari Syifa, Zahra segera bergegas merapikan meja kerjanya dan memasukkan ponselnya ke dalam tas.
Zahra berjalan menuju lift yang berada di ujung ruangan. Menekan tombol lantai dasar, menunggu beberapa saat hingga pintu lift terbuka. Zahra segera masuk dan memenet tombol untuk menutup pintu lift. Beberapa detik kemudian dia telah sampai di lantai dasar.
Di depan meja resepsionis terlihat Syifa sedang mengobrol dengan salah seorang resepsionis yang Zahra tahu bernama Diana. Zahra menghampiri keduanya dan menyapa mereka.
"Udah lama, Syif?" tanya Zahra.
"Baru aja. Di, mau gabung sama kita?" ajak Syifa pada Diana.
"Duluan aja. Aku masih nunggu Alia balik," jawab Diana.
"Oke. Kita duluan ya," Syifa menggandeng lengan Zahra dan melangkah pergi. Zahra melambaikan tangan pada Diana yang dibalas dengan senyuman.
"Mau makan di mana nih?" tanya Syifa begitu keluar pintu gedung.
"Deket sini aja, setelah makan siang Pak Erwin minta temenin tinjau komplek A," balas Zahra.
"Ya udah makan soto ranjau aja gimana?"
"Oke."
Zahra dan Syifa berjalan beriringan menuju kedai soto yang berada di utara gedung. Menikmati makan siang mereka dengan sesekali diselingi curhatan dari keduanya.
****
Aku cuma nambahin beberapa kata di bab ini.. hehehehe
Nggak mengubah alur cerita kok..
Yang udah baca, boleh lah baca lagi.. kasih masukan boleh bangeet..
jempolnya di merahiin yaa..
tinggalkan jejak biar aku tau kalian mampir..
makasih banyak sudah mampirr..
salam sayang
kiki rizki 🤗🤗💞
Happy reading guys...
kasih suport dulu boleh dong yaa..
pencet gbr jempolnya jgn lupaa yaa..
kasih dukungan lewat vote juga boleh bangeet...
*********
Zahra menghempaskan tubuhnya ke atas kasur di dalam kamarnya. Memandang langit-langit kamarnya. Pikirannya kembali pada seseorang yang beberapa tahun terahir selalu dia cari.
Dia bukan kekasihnya, tetapi kehadirannya begitu berarti baginya. Semenjak tanpanya, Zahra sangat kehilangan sosoknya. Dia yang selalu ada di sisinya, semenjak mereka kecil.
Kamu di mana? Kapan kamu akan kembali? batin Zahra.
Tok! Tok! Tok!
Pintu kamar Zahra diketuk dari luar.
"Ya!" Zahra bergegas bangun dan membukakan pintu.
"Mbak, pinjem baju dong." Muncullah gadis belia yang mirip dengan Zahra. Efelin, adik bungsu Zahra yang masih kelas satu SMA.
"Nggak ada! Pake punyamu sendiri! Sana-sana! Ganggu aja!" Zahra sedikit mendorong pintu kamarnya agar adiknya tidak dapat masuk kamarnya.
"Bundaaaaaaa! Mbak Zahra peliiiiitt!" teriaknya dari depan kamar..
"Astagaa! Suaranya itu anak!" gerutu Zahra sambil mengunci lagi pintu kamarnya.
Dia beranjak masuk kamar mandi untuk membersihkan diri. Tak butuh waktu lama, Zahra membersihkan diri dan segera berganti pakaian. Setelah semua ritual mandinya selesai ia segera turun untuk membantu sang bunda menyiapkan makan malam.
"Aku bantu apa, Bun?" tanyanya saat sampai di dapur.
"Udah semua, tinggal bikin teh aja, kamu mau minum apa, Ra?" tanya sang bunda.
"Sini bun, biar aku aja yang bikin," pinta gadis itu meminta teko yang dipegang bundanya dan mengisinya dengan air panas yang baru saja dimasak sang bunda.
"Ya sudah, Bunda tinggal ke dalem ya, mau panggil adik dan ayahmu," pamit bunda berlalu keluar dari dapur.
Zahra membawa tehnya ke ruang makan. Di sana anggota keluarganya telah berkumpul. Ayah, bunda, dan Efelin.
"Kak Satya ga mampir, Bun?" Zahra menanyakan kakak sepupunya yang beberapa hari ini tidak ditemuinya.
"Enggak, mungkin langsung pulang ke rumahnya," jawab bunda.
"Ayo makan dulu, Ayah udah laper ini," kata Ayah.
Keluarga itu makan dengan tenang. Sesekali terdengar obrolan ringan dan gurauan dari mereka.
******
Pagi ini Zahra terburu-buru berangkat ke kantor. Entah mengapa dia bisa kesiangan seperti ini. Kalau tidak segera berangkat dia pasti akan sangat terlambat.
Ia menuruni tangga dengan tergersa, dan berpamitan dengan bundanya dengan terburu.
"Bunda, aku berangkat!" setelah mencium tangan sang bunda ia segera keluar rumah.
"Gak sarapan dulu, Ra?" tanya sang bunda.
"Gak kerburu, Bun. Aku uda kesiangan ini, berangkat dulu. Assalamualaikum." Zahra segera menaiki mobil honda jazz biru metalik miliknya.
"Waalaikumsalam," jawab bunda melihat keberangkatan anak sulungnya.
Untungnya jalanan pagi ini lancar tanpa kemacetan. Sepuluh menit perjalanan ia telah sampai di parkiran kantor. Segera dia memarkirkan mobilnya dan bergegas memasuki lobi.
"Ra, tumben telat?" sapa Alia di balik meja resepsionis.
"Iya, nih! Pak Erwin sudah datang belum?" tanya Zahra balik.
"Belom deh kayaknya. Gak kelihatan soalnya," jawab Alia.
"Oke. Thanks ya infonya. Aku naik dulu." Zahra segera menuju lift yang kebetulan sedang terbuka. beberapa detik kemudian dia sampai di lantai tiga, tempatnya bekerja sekaligus ruang direktur.
Zahra menghela napas berat saat berhasil duduk di kursi kerjanya. Dia segera mengecek jadwal harian Pak Erwin dan bersiap memeriksa berkas yang menumpuk di meja kerjanya.
"Zahra, hari ini jadwal saya apa saja?" tanya Pak Erwin yang tiba-tiba telah berdiri di depan mejanya.
"Pagi ini jadwal Bapak inspeksi bagian pemasaran, Pak. Selanjutnya, ada janji meeting sekalian makan siang dengan perwakilan dari PT. Antara. Itu saja, Pak jadwal hari ini." Zahra membacakan semua agenda dengan tegas dan sopan.
"Baiklah. Apa berkas ini sudah kamu cek semua?" tanya Pak Erwin menunjuk dua tumpukan berkas di meja Zahra.
"Baru selesai beberapa file, Pak," jawab Zahra menunduk.
"Sebelum saya inspeksi bawa semua laporan itu ke ruangan saya."
"Baik, Pak."
Pak Erwin berlalu meninggalkan Zahra dan memasuki ruangannya. Lalu ia segera menyelesaikan tumpukan file yang belum dia cek. Tiga puluh menit berlalu akhirnya ia merampungkan pekerjaannya. Degera dibawanya tumpukan file tersebut ke ruangan Pak Erwin.
"Permisi, Pak. Ini file yang harus anda tanda tangani." Gadis itu menyerahkan file yang dibawanya setelah mendapat izin masuk.
"Baiklah. Sepuluh menit lagi kita akan inspeksi," kata Pak Erwin.
"Baik, Pak," jawab Zahra.
Setelah itu Zahra pamit keluar dan kembali ke tempatnya bekerja. Merapikan mejanya dan menyiapkan beberapa hal yang harus dia bawa. Jangan lupakan buku catatan. Benda kecil itu segera dia masukkan ke dalam tas.
Tepat setelah Zahra selesai menyiapkan semuanya, Pak Erwin keluar dari ruangannya melewati mejanya dan memberi isyarat untuk mengikutinya.
Zahra bergegas mengikuti atasannya dengan berjalan di belakang Pak Erwin. Dia menekan tombol lift menuju lantai dasar begitu tiba di depan pintu lift.
Pak Erwin memasuki salah satu ruangan yang adalah baseman dari difisi pemasaran. Pak Erwin hanya berjalan mengitari mereka. Tak lama menejer pemasaran menghampiri direktur tersebut.
Tugas Zahra adalah mencatat poin-poin yang mereka bicarakan, sesekali menimpali obrolan jika memang dimintai pendapat.
Cukup lama mereka membahas tentang pemasaran produk, hingga tak terasa sudah hampir jam makan siang.
"Maaf, Pak. Jam makan siang ini anda ditunggu perwakilan dari PT. Antara," ucap Zahra mengingatkan.
"Oke. Temani saya," jawab Pak Erwin.
"Baik, Pak."
Keduanya keluar dari ruangan itu meninggalkan para staf yang sebenarnya dari tadi terlihat tegang di mata Zahra.
Pak Erwin kembali ke ruangannya dan meninta Zahra untuk menunggunya di lobi. Zahra mengangguk sebagai jawaban dan berjalan menuju meja resepsionis yang ada di sana.
"Mau makan siang di mana, Ra?" tanya Alia begitu Zahra ada di depannya.
"Pak Bos minta temenin makan siang bareng Antara." jawab Zahra lesu.
"Ra, emang kamu gak bosen tuh ketemu muka datarnya Pak Erwin tiap hari? Makan siang aja juga sama beliau. Pantesan kamu gak laku-laku. Orang pada sibuk pedekate waktu jam makan siang lah kamunya nemenin bapak muka datar mulu tiap hari," oceh Alia.
"Kenapa bawa-bawa status juga sih. Sendirinya juga masih belum laku kan," balas Zahra dengan senyum mengejek.
"Yee, kaga tahu dia. Aku tuh ada gebetan ya. Kamu tuh yang jones!" ejek Alia balik.
"Udah sono buru pergi, tuh Pak Bos udah keliatan." Alia mengedikkan dagu ke arah lift. Zahra menolehkan pandangannya dan melihat atasannya berjalan ke arahnya.
"Ya udah, jalan dulu ya." Zahra berpamitan pada Alia. Alia mengangguk hormat saat Pak Erwin melewatinya.
*******
Rapat dengan PT Antara berjalan dengan lancar meskipun memerlukan waktu yang cukup lama. Setelah rapat selesai Zahra masih harus kembali ke kantor. Menyalin semua hasil rapat untuk segera diserahkan pada sang atasan.
Ia memasuki kantor dengan tergesa. Mengingat jam pulang sebentar lagi, dia juga tidak mau jika harus lembur apalagi membawa pulang pekerjaan kantor dan dikerjakan di rumah.
"Lembur, Ra?" Sapa Bian, salah satu temannya di kantor.
"Maunya sih enggak, Bi. Aku ke atas dulu ya," pamitnya begitu lift terbuka.
Dia segera menyalakan komputernya begitu duduk di kursinya. Mencatata semua poin yang didapat hari ini. Dengan cekatan Zahra mengetik setiap huruf-huruf pada keyboard.
Sedang seriusnya mengerjakan tiba-tiba ponselnya berdering keras menandakan ada panggilan masuk.
Bian
Begitu nama yang tertera pada layar ponselnya. Dia mengangkat panggilan itu dan menyelipkannya di antara telinga dan bahunya. Dengan tetap melanjutkan mengetik.
"Ada apa, Bi?" sapa Zahra.
"Masih di kantor?" sapanya di seberang sana.
"Iya."
"Mau aku temenin? kebetulan ini aku masih di kantor."
"Ngga usah, Bi. Ini mau kelar kok. Kamu duluan aja."
"Kamu yakin? Ini sudah malam. biar aku antar pulang sekalian."
"Ngga perlu Bi. Aku bawa mobil. Aku lanjut dulu ya, Bi."
"Ya sudah kalau begitu."
Zahra kembali meletakkan ponselnya di atas meja dan melanjutkan sisa pekerjaannya. Dia tau, Bian sebenarnya menaruh perhatian lebih padanya, tetapi gadis itu pura-pura tidak mengetahuinya.
Tepat setengah tujuh malam ia menyelesaikan semua pekerjaannya. Lewat satu setengah jam dari jam pulang kerjanya. Gadis itu segera bergegas merapikan barang-barangnya.
Dengan tergesa ia berjalan menuju lift. Karena di ruangan itu hanya ada dirinya. Setelah lift terbuka dia segera masuk dan memencet tombol lantai dasar.
Sejujurnya Zahra takut sendirian, tetapi sebisa mungkin dia menyembunyikan hal itu. Dia tak ingin orang lain tahu. Zahra merasa lift berjalan sangat lamban. Segera gadis itu keluar dan berjalan cepat menuju pintu keluar lobi.
"Loh! Lembur, Mbak?" sapa satpam yang sedang berada di depan gedung.
"Iya, Pak. Mari Pak." Zahra bergegas memasuki mobilnya dan nenancap gas untuk pulang.
*******
BAB 1 done.
gimana menurut kalian? kalo ada masukan silahkan komen atau chat pribadi di akunku ya..
terima kasih sudah membaca..
aku harap kalian suka
Hari Sabtu, bagi sebagian orang yang bekerja kantoran adalah weekend. Tapi untuk Zahra, weekend hanya ada di hari Minggu. Setidaknya ia bersyukur hari Sabtu tidak full time seperti hari biasa.
Tidak ada lagi bangun kesiangan seperti kemarin. Pagi ini Zahra sudah terlihat duduk nyaman menikmati sarapannya. Dari arah depan Efelin datang dengan muka bantalnya.
"Masak apa, Bun?" tanyanya pada bunda yang menemani Zahra makan.
"Kamu itu Fel, perawan kok bangunnya siang-siang. Bangun itu mbok ya yang pagi, biar rejekinya nggak dipatok ayam." bukan menjawab pertanyaannya bunda malah menasihati Efelin.
"Bun, nanti aku sepulang ngantor mau jalan sama temen-temen." mengabaikan adiknya yang cemberut, Zahra berpamitan pada bundanya seteleh membereskan bekas makanannya.
"Sama siapa?" tanya Bunda
"Anak-anak sekolah Bun, ada Dea juga kok, ada Rio juga," jawabnya.
"Ya sudah, hati-hati. Jangan pulang terlalu malam," pesan sang bunda.
"Iya, Bun. aku berangkat," ucap Zahra sambil mencium tangan bunda,
Zahra berdiri dari tempat duduknya.
"Eh, bocil, balikin bajuku yang kamu pake!" serunya pada sang adik yang hanya dibalas deheman.
Zahra segera berangkat menuju kantornya, kali ini ia memilih menggunakan jasa ojek online. Karena nanti ia akan dijemput salah satu temannya saat jam pulang kerja.
*******
Zahra telah duduk manis di tempatnya dan memeriksa kembali hasil rapat kemarin juga berkas-berkas lain yang ada di mejanya.
Pak Erwin datang dan memberikan isyarat agar ia ikut masuk ke dalam ruangannya. ia pun berdiri dan membawa berkas-berkas yang sedari tadi ia siapkan.
Tanpa diminta Zahra segera menjelaskan berkas-berkas yang dibawanya dan membacakan jadwal atasannya hari ini.
"Gantikan saya di acara jamuan makan malam itu. Undangannya kamu yang simpan?" tanya Pak Erwin.
Gadis itu menelan ludahnya mendengar perintah Pak Erwin. Dengan ragu ia mengiyakan perintah itu.
"Bawa undangan itu untuk acara nanti malam. Ajak salah satu temanmu tak masalah. Di situ undangan tertera untuk dua orang. Ingat! Jaga nama baik perusahaan!" titahnya.
"Baik, Pak," jawab Zahra pasrah.
"Kamu boleh keluar."
Zahra keluar dari ruangan bosnya dengan jengkel. Jika ia harus datang ke acara jamuan itu, berarti ia tidak datang di acara yang sudah ia persiapkan dengan teman-temannya nanti malam.
Ia segera membuka obrolan grup dengan teman-temannya.
G_Squad
Zahra: guys nanti malam aku absen ya.. ada tugas mendadak dari kantor
Dea : Lho?
Aris : Lho? (2)
Doni : Kenapa?
Zahra : ada undangan jamuan makan malam. Bos ga bisa datang dan aku harus menggantikannya.
Dea: gitu banget ya jadi sekretaris
Ramadhan: ga seru nih Zahra.
Zahra: sorry banget guys.
Dea: yang lain pada bisa kan?
Niena: Usahakan datang ya guys.
Masih berlanjut obrolan di grup dan Zahra memilih keluar dari obrolan.
*******
Pukul satu siang Zahra merapikan barangnya dan bergegas pulang. Ia segera turun ke lantai dasar karena bosnya sudah keluar lebih dulu.
"Alia, Diana, kalian ntar malem ada acara gak?" tanyanya pada kedua temannya.
"Nanti malem mau nge-date dong ya. Kan malming," jawab Alia.
"Kamu, Di?" tanyanya pada Diana
"Aku mau langsung mudik, Ra. Ini langsung berangkat dari sini," jawab Diana.
"Kenapa? Kok mukanya butek gitu?" tanya Alia.
"Aku disuruh gantiin Pak Bos ke acara jamuan makan malam. Undangannya buat dua orang. Pak Bos udah kasih ijin ngajak temen." Zahra menghembuskan napas kasar.
"Padahal nanti malem aku ada reuni, pengen mengumpati Pak Bos akutuh," keluhnya.
"Ajak Bian aja, dia pasti mau. Dia kan suka sama kamu, Ra. Kamu sih pura-pura ga peka terus. Kalo ada acara kek gini jadi galau kan," kata Alia panjang lebar dan disetujui Diana.
"Ga ada hubungannya gaes, Kalian selalu aja menghubung-hubungkan," gerutu Zahra.
"Ya ada dong ya, Iya gak, Di?" sanggah Alia.
"Ya udah sih ajak siapa gitu. Dari luar kantor juga kan ga apa-apa itu," usul Diana.
"Kalo aja ada dia pasti dia bakal nemenin," guman Zahra.
"Wah! Wah! Uda punya gebetan nih!" seru Alia yang mendengar gumananan Zahra.
"Ngaco. Ya udah balik yuk?" Tanya Zahra.
"Hayuk lah," Diana bergegas keluar dari meja resepsionis.
"Pada ngumpul nih, pada mau kemana?" tanya Bian yang tiba-tiba ada di dekat mereka bertiga.
"Ya mau balik dong, Bi," jawab Alia.
"Mau balik bareng aku, Ra?" tanya Bian pada Zahra.
"Yeee! Dasar onta! Di sini ada yang lain cuma Zahra aja yang diajakin! Modus banget dah," ucap Alia lagi.
Diana hanya tertawa menanggapi ucapan Alia. Sedangkan Bian tidak memperdulikan perkataan Alia dan masih menunggu jawaban Zahra.
"Aku dijemput, Bi. Makasih udah nawarin. Kayaknya Alia sama Diana butuh tumpangan tuh," jawab Zahra.
"Nggak deh, makasih aku sadar diri kok ya. Yang ditawarin kan Zahra bukan aku sama Diana," ucap Alia.
"Dasar lambe cabe tuh mulut. Dari tadi nyinyir mulu dah!" kata Bian.
Zahra segera melihat ponsel yang ia genggam saat ia rasakan ponsel itu bergetar lama. Ternyata panggilan dari Rio. Ya. ia dijemput Rio.
"Bentar ya, angkat telpon dulu," kata Zahra pada mereka.
"Halo?"
"Aku di parkiran, Ra. Kamu keluar ke parkiran ya," pinta Rio.
"Oke. Aku jalan ke sana. Ini udah di lobi nunggu kamu," jawab Zahra.
Zahra mematikan panggilannya dengan Rio dan berpamitan pada mereka yang ada di situ.
"Sekalian yuk, aku juga mau ke parkiran," ajak Bian.
Zahra mengangguk dan berjalan beriringan dengan Bian, di belakang mereka ada Diana dan Alia yang juga hendak keluar gedung.
Zahra melihat Rio yang bersandar di samping mobilnya dan segera menghampiri. Bian yang merasa ditinggalkan Zahra juga mempercepat langkahnya.
"Dia yang jemput kamu, Ra?" tanya Bian dengan memperhatiakn Rio dari atas sampai bawah.
Rio mengenakan kaos oblong, jeans sobek di bagian pahanya dan sepatu kets hitam putih kesayangannya.
Zahra segera menggandeng lengan Rio dan bergelayut di sana, dengan tujuan agar Bian segera pergi dan tidak mengganggunya lagi.
Rio yang mengerti gelagat sepupunys dengan sengaja melepaskan pegangan tangannya dan beralih memeluk pundak gadis itu. Zahra yang diperlakukan seperti itu terkejut, tapi ia berusaha biasa saja.
"Rio," ucap Rio mengulurkan tangan pada Bian.
Bian menyambut uluran tangan itu dan menyebutkan namanya.
"Hati-Hati ya, Ra. Aku duluan," pamit Bian yang segera pergi dari situ. Hilang sudah harapannya untuk mendapatkan Zahra, pikirnya.
"Makasi ya, Ri." ucap Zahra dan melepaskan pelukan Rio.
"Kamu kenapa sih, Ra? Kayak anti banget sama cowok. Kayaknya dia suka kamu. Apa kamu mengharapan yang sudah pergi meninggalkanmu? Bahkan dia tak tau perasaanmu," kata Rio saat mereka sudah memasuki mobil.
"Kamu terlalu banyak tau, Rio," kata Zahra.
"Karena kamu kakakku makanya aku tau, sebagai sepupumu aku juga khawatir padamu." ucap Rio.
"Makasih, Rio."
"Aku juga udah berusaha nyari dia. Tapi sampai sekarang juga masih belum pernah bertemu. Udah enam tahun berlalu Ra, mulailah membuka diri."
Zahra mengangguk dan tersenyum sebagai jawaban. Rio mengantar Zahra kembali rumah. Ia tau Zahra tak jadi ikut acara nanti malam.
******
#BAB 2 done ..
gimana guys? kalian suka?
kasih dukungan like kalian buat aku yaa..
terima kasih banyak..
salam sayang
kiki rizki
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!