NovelToon NovelToon

Ditakdirkan Mencintaimu

Perkenalan.

Levino Jizzy adalah adik sepupu dari Levanka Jizzy. Tapi, keduanya menjadi satu keluarga setelah ayah Levino yang meninggal, sebab kecelakaan maut saat dirinya berusia sepuluh tahun yang menjadikan dia anak yatim. Ibunya yang bernama Raya Jizzy adalah istri dari Graham Jizzy.

Sedangkan Graham adalah adik dari Mareno Jizzy.

Ibu Levanka bernama Dewi Jizzy istri dari Mareno Jizzy yang meninggal setelah berperang melawan penyakitnya berupa tumor otak. Penyakit yang di deritanya selama dua tahun. Saat itu, usia Vanka beranjak umur sembilan tahun.

Maria Selena Jizzy tidak tega melihat cucunya yang masih kecil kecil harus kekurangan kasih sayang. Maria akhirnya berinisiatif untuk menjodohkan anak dan menantunya agar cucu-cucunya memiliki keluarga yang utuh.

Akhirnya, Ibu Levino yaitu Raya Jizzy yang notabenenya ipar dari ayah Levanka bernama Mareno Jizzy menikah atas permintaan dari nenek Levino juga Levanka yaitu Maria Selena Jizzy.

Suami Maria sendiri yaitu Ramon Jizzy sudah meninggal dunia beberapa tahun lalu sebelum anak dan juga menantunya menyusul.

Sedangkan Maria memilih hidup menyendiri, jauh dari keramaian. Dia lebih senang menempati rumah lamanya, di mana dahulu pertama kali dirinya dan sang suami merintis usaha untuk bisa membeli rumah itu.

Dari pernikahan Raya dan Mareno, keduanya memiliki putra bernama Faza Nur Jizzy. Faza yang hidup dengan kemewahan menjadikannya anak yang pemalas dan enggan sekali belajar. Hingga dia sering kali mendapat nilai yang buruk di sekolah.

Sudah dua kali Faza di keluarkan dari sekolah, karena keteledorannya. Hingga dia dipindahkan ke sekolah di mana Rindi menimba ilmu. Juga di sanalah, tempat Faza bertemu dengan Afsana yang menjabat sebagai TU(Tata Usaha) di sekolah.

Afsana Zaha Taima adalah keponakan dari Riki putra Taima. Afsana tumbuh tanpa kehadiran sosok seorang ibu sejak usianya masih belia. Ayahnya yang berprofesi sebagai guru Negeri, tidak pernah membiarkan Afsana hidup dengan kekurangan kasih sayang.

Ujian hidup Afsana tidak sampai di sana saja, saat dirinya selesai wisuda, Sang ayah meninggal dunia, karna kecelakaan saat menjemput dirinya. Betapa hancurnya dia di saat hari bahagia, dia juga harus kehilangan sosok ayah juga sebagai sosok ibu yang begitu sangat di cintainya.

Setelah kejadian itu, pamannya yang bernama Riki, berinisiatif membawanya pulang kerumah yang di huninya bersama Levanka. Tapi Afsana menolaknya dan tetap memilih hidup mandiri dengan tetap tinggal di rumah peninggalan orang tuanya di pinggiran kota.

Afsana tidak sendirian di rumah, dia ditemani oleh seorang anak gadis yatim piatu yang ditemukannya setahun lalu.

Gadis itu bernama Rindi, gadis tomboy yang senang berlatih ilmu bela diri. Karna ingin melindungi dirinya sendiri dan orang orang yang di sayangnya.

Riki Putra Taima adik dari ibunya Afsana adalah seorang dosen dan juga pemilik cafetaria yang cukup terkenal di kota. Dahulu, dia menjalani pendidikan dengan biaya yang dikirim oleh ayah Afsana setiap bulan. Maka dari itu, dia begitu mencintai keponakannya seperti anak kandung. Mengingat betapa besar jasa yang dia terima dari orang tua Afsana.

Riyan dan Zilki adalah teman dari Faza yang mencari kerja sampingan sepulang sekolah dengan menjadi montir di bengkel milik Faza.

♠♥

Inilah perkenalan pemain dalam imajinasi author semoga suka dan terhibur. Jika nanti ada kesamaan nama, tempat, alur, plot atau apapun itu. Bukanlah sebuah plagiat.

Karna ini murni atas imajinasi author sendiri. Dan semuanya adalah fiktif belaka.

Maafkan author bila ada kesalahan dalam penulisan atau penyebutan nama dan tempat.

Terakhir, author memohon dengan sangat agar para reader bersedia memberi dukungan berupa, like, komen, vote, rate juga hadiah. Semoga anda semua di beri rezeki yang berlimpah.

Amin

Malam penghargaan

♥🍂🍁🍂🍂

Suara gemuruh tepuk tangan menggema di seluruh penjuru ruangan. Vino mengaitkan kancing pada jas yang dia kenakan. Dan dengan gagahnya, dia berjalan tegak ke tempat podium. Ini kedua kalinya bagi Levino atau yang biasa di panggil Vino mendapatkan penghargaan Best CEO of The Year 2020.

"Terima kasih untuk semuanya, untuk keluarga saya, Papa, Mama, untuk para staf dan jajaran Dewan Komisaris dan Dewan Direksi semua karyawan dan semua yang mendukung diriku tak bisa saya sebutkan satu persatu." Vino menghela nafas sejenak sebelum melanjutkan kata katanya.

"Ada yang bilang kesuksesan adalah, saat kau sudah mencapai pada puncak kemenangan." Dia diam sejenak, mengangkat piala penghargaan miliknya sambil memperhatikan raut wajah mereka yang menanti kelanjutan kata kata dari bibirnya.

"Tapi, bagi saya, kesuksesan adalah, saat saya berusaha mencapai tujuan itu sendiri. Dan hasilnya bukanlah sebuah kesuksesan, melainkan bonus dari proses yang kita jalani. Sekian dari saya terima kasih." Vino mengedarkan pandangannya, lalu melambaikan tangan kepada para awak media, setelah itu baru turun dari tempatnya berdiri.

Ucapan terima kasih mengalir deras bagaikan air terjun.

🍁🍁🍁

Vino POV

Aku tidak pernah menyangka, jika malam ini adalah malam kedua kalinya aku mendapatkan penghargaan. Aku pun tidak pernah menginginkan nya.

Dengan dada berdebar aku menerima trofi penghargaan dan memberikan sedikit ucapan terima kasih kepada mereka yang menurutku berjasa.

"Selamat ya, Sayang!" Mama mencium dan memelukku erat setelah aku kembali. Begitu pun yang di lakukan papa.

"Papa, bangga kepadamu, aku berharap, kau tidak puas dengan hanya sampai di sini." Dialah papa dan juga guruku yang penuh dengan ambisi. Sebenarnya, aku tidak begitu suka dengan caranya, tapi bagaimana lagi. Aku tidak punya pilihan untuk menolak kehendaknya. Kadang aku merasa seperti boneka hidup baginya.

"Kamu adalah penerus dari usaha keluarga, kita. Jika kamu tidak sungguh-sungguh, maka akan hancur apa yang sudah dibangun dengan susah payah oleh kakek dan nenekmu," begitulah kata yang selalu di lontarkan oleh papa. Kadang aku merasa bosan dengan keadaan ini. Aku selalu di tuntut untuk bekerja dan bekerja tanpa mereka memperdulikan apa yang sebenarnya, aku mau.

Acara pun selesai. Teman teman seprofesi dan rekan bisnisku yang lain mengajakku ke tempat hiburan untuk merayakan hari yang membahagiakan ini.

"Bahagia?" Itulah kata mereka yang ucapkan. Mereka tidak tahu, jika ini adalah awal dari sebuah titik jenuh dalam hidupku. Aku menginginkan kebebasan bukan beban pikiran yang setiap waktu melanda hari hariku.

Mereka sudah mempersiapkan segalanya, minuman dan juga wanita malam. "Selamat Tuan! Atas penghargaan yang Anda terima tahun ini," masih saja mereka mengatakan ucapan selamat kepadaku.

"Aku sudah menduga sebelumnya, tuan. Pastilah anda pemenangnya nanti. Anda memang luar biasa." Aku tersenyum mendengar ucapan ucapan yang mereka lontarkan. Aku tahu betul, jika sebagian dari mereka mengatakannya hanya sebagai formalitas. Selebihnya hanya penjilat.

"Levino Jizzy." Seseorang menepuk pundakku. Dari suaranya aku tahu betul siapa dia. Aku menatap tajam pada tangannya yang berada di pundakku. Dia mengangkat kedua tangannya kemudian mengulurkan tangan kanannya kepadaku.

"Selamat, tuan Levino Jizzy." Dia selalu dengan gaya angkuhnya dan dia tidak pernah absen menatap sinis kepadaku. Keren sekali, cuma dialah musuh yang secara terang terangan selalu mengibarkan bendera peperangan kepadaku. Padahal dulunya kita adalah teman.

"Tuan Levino yang terhormat mengapa anda diam saja?, minumlah, kita rayakan malam yang mengesankan ini dengan bersenang-senang." Dia menyodorkan sebuah gelas kepadaku setelah dia mengambilnya dari seorang waiters yang melewati, kami.

"Terima kasih, berarti secara tidak langsung dirimu mengakui kekalahanmu, bukan?" aku mengambil gelas di tangannya. Lalu menyicip minuman itu sedikit, sambil ku lirik raut wajahnya yang berubah merah.

"Kau jangan merasa puas dahulu, aku pastikan ini terakhir kalinya bagimu." Telunjuknya tepat berada di dadaku. Aku semakin melebarkan bibirku. Aku bahkan lebih menginginkan piala untuk kesuksesanku kali ini, bisa membuatnya naik darah.

"Aku menunggu dengan sabar di mana saat itu akan tiba." Gantian aku merangkul bahunya dengan tetap tersenyum.

"Permisi," ucapnya. Lalu dia pergi dan menghilang di antara kerumunan. Sedangkan aku memilih melempar tubuhku ke sofa, Arjun dengan setia mengikutiku tanpa bergeming. Arjun paling tidak suka dengan tempat yang seperti ini. Wajahnya selalu datar saja, bahkan aku kadang tidak mengerti mengapa ada orang yang menghindari kenikmatan.

Semua larut dalam dentuman musik yang membuatku semakin melayang. Beberapa wanita malam datang menggoda diriku. Dan seperti biasa, Arjun yang setia kepadaku menjauhkan mereka dariku.

"Jauhkan tubuhmu dari, Bos kami." Aku mendengar gertakan Arjun, dia memang teman sekaligus tangan kanan yang baik. Dia selalu menjagaku dari hal hal buruk. Tapi entah mengapa, malam ini dia membiarkan aku meneguk minuman. Biasanya dia memperingati, aku agar tidak menyentuhnya. Aku sudah menghabiskan satu botol, tubuhku terasa ringan saja, seringan otakku saat ini, aku tidak bisa memikirkan apapun lagi.

"Arjun, kita pulang!" titahku. Aku menatap sinis kepada lima wanita yang sudah berjajar di hadapanku, entah sejak kapan mereka berada di sana, aku tidak memperhatikan. Aku bahkan semakin muak saja melihat pakaian mereka mengingatkan aku kepada salah satu mantanku yaitu Sima.

Aku sangat mengingat kejadian enam bulan lalu dengan Sima, gadis yang ku pilih untuk menemani sisa hidupku, ternyata berani berselingkuh di belakangku. Sakit rasanya! Pantas saja dia selalu menggodaku untuk melakukan hubungan terlarang itu, ketika kami masih bersama. Parahnya lagi, aku hampir terjerumus jebakan mautnya. Aku bersyukur, sebab Tuhan masih menjagaku dengan mengirimkan makhluk bernama Arjun. Dia mengetuk pintu kamar di mana aku dan Sima berada saat itu.

Aku semakin pusing jika mengingat kenangan kenangan bersama Sima. Hingga aku menghela nafas dalam-dalam untuk menetralisir.

"Apakah, anda baik baik saja, Bos?" Arjun menanyakan keadaan ku, apakah dia tahu jika hatiku sedang resah? Entahlah. Kadang aku merasa dia memiliki indera keenam sehingga bisa menebak apa yang aku rasakan, bahkan tanpa aku bicara dia sudah bisa mengerti.

"Kita berhenti di taman itu!" Kulihat dia hanya mengangguk tanpa ingin bersuara. Mobil berhenti dan aku dengan sedikit enggan turun dari mobil. Tapi akhirnya aku turun juga.

"Boss!" Arjun Memegang lenganku. Aku membiarkannya, sampai di sebuah bangku taman aku di dudukkan di sana.

"Tinggalkan, aku sebentar!" ucapku lagi.

"Baik, tuan." Dia patuh sekali. Aku melihat langit yang sedikit mendung. "Hai, Kau melukiskan suasana hatiku di langit ya." Aku menunjuk langit berharap Tuhan mendengar gumaman ku.

Suasana begitu hening dan sunyi, hingga samar samar aku mendengar ada suara tidak jauh dari tempatku berada. Aku mencari sumber suara itu, dan berjalan dengan susah payah, sepertinya tubuhku sudah di kuasai minuman laknat itu.

Sejenak aku termenung, tanpa sadar aku menangis, suara itu meluluh lantakkan isi di hatiku.

Bersambung....

Rasa Di Hati

Vino mengendap-endap, menyibak tumbuhan bonsai yang menghalangi pandangannya. Memperhatikan sekitarnya yang begitu sepi, tidak ada seorang pun, selain dirinya dan gadis yang hanya bisa dilihat dari samping. Dia berjongkok cukup lama di sana. Rembulan malam menampakkan sinarnya menerpa wajah bidadari yang duduk bersila di bangku taman. Gadis itu melantunkan ayat suci Al-Qur'an.

Suaranya yang merdu dan bacaannya yang fasih mampu menggetarkan hati siapa saja yang mendengarnya. Vino merasakan hatinya begitu sejuk, seperti oase ditengah padang gersang.

Vino mengusap air mata yang menetes di pipi. Dia mengagumi setiap keindahan yang dilihatnya malam ini wajah indah berseri dengan pesona sang bidadari.

Vino memejamkan mata, mendengarkan alunan syahdu yang membuat hatinya gerimis. Vino meraba dada, lalu duduk dengan lunglai bersandar pada tumbuhan yang menghalangi tubuhnya. Sudah bertahun-tahun lamanya perasaan seperti yang tengah dia rasakan menghilang. Malam ini hadir kembali. Mengisi ruang hatinya yang sepi.

Vino menatap langit yang berubah cerah. "Engkau pandai menjadikan aku sebagai boneka-Mu. Skejap Kau agungkan aku, menyuruh setiap orang memujiku, menciptakan tahta yang membuatku terlena, lalu Engkau bantai aku dengan kalimat-Mu. Jika memang Engkau mengabulkan setiap do'aku? Sanggupkah Engkau mengirim hamba yang Engkau tunjukkan kepadaku malam ini sebagai pendamping hidupku?" Vino masih menunjuk langit. Matanya berkabut karna air mata yang terus mengalir.

Entah mengapa tiba-tiba saja terbersit di hatinya untuk mengatakan itu. Dan mulutnya dengan lancar pun mengucapkannya.

"Lihatlah, Engkau permainkan diriku lagi." Vino menoleh ke arah di mana gadis itu tadi berada. Sekarang, tidak ada siapapun di sana. Masih memegang dadanya yang terasa sesak.

Dahulu, dia merasa begitu damai saat masih hidup berdua bersama mamanya saja, tapi itu semua berubah sejak pamannya menikahi sang mama. Dia selalu mendapat tekanan. Keinginannya untuk belajar ilmu agama di pesantren pun pupus. Karena Mareno, tidak memberikan pilihan untuk jalan hidupnya.

"Kau adalah penerus keluarga ini, jadi kau harus mengikuti apa yang sudah menjadi kewajiban dari keluarga. Kalau kau tidak ingin kita semua menjadi gelandangan," tegas Mareno saat itu, dan lagi-lagi Vino hanya menurut. Mareno selalu menuntut Vino dan menjadikan anak itu sebagai investasi masa depan keluarganya.

"Bos, Anda di sini ternyata. Aku mencari Bos kemana-mana!" Arjun berdiri mengulurkan tangannya dan disambut oleh Vino.

"Apa anda baik-baik saja! Kah?" Arjun bertanya lagi setelah Vino berdiri dengan sempurna.

"Ayo, kita pulang."

Sepertinya Vino enggan menjawab. Keduanya berjalan beriringan dalam heningnya malam.

🍃🍃🍃

Afsana POV

Ini adalah hari yang paling menyenangkan bagiku. Aku Afsana telah lulus wisuda dengan gelar S1 didampingi oleh ayahku yang paling aku sayangi. Setelah dari kampus, kami mampir ke rumah pamanku bernama Riki. Om Riki adalah satu-satunya adik kesayangan di keluarga ayah.

Om Riki juga menjabat sebagai dosen dimana aku menimba ilmu. Rumah om ku ini lebih dekat jaraknya dengan kampus. Om Riki sengaja membelinya, setelah menikah dengan Vanka.

Sedangkan aku membutuhkan waktu dua jam dari rumah. Tapi aku tidak masalah, lagian aku cuma butuh tiga hari dalam seminggu berada di kampus. Om Riki pernah menawariku untuk menginap saja di rumahnya. Tapi aku tidak enak hati, aku takut nantinya akan mengganggu privasi mereka. Selain itu, aku tidak tega meninggalkan ayah sendirian di rumah. Walau ada si Rindi anak angkat ayah, tapi aku tetap tidak tega.

Sekarang, aku sudah sampai di rumah om Riki. Kami disambut hangat oleh istrinya, yaitu Levanka Jizzy wanita modis dengan sejuta pesona meski tubuhnya sedikit gempal berisi. Entah kenapa aku lebih suka memanggilnya dengan nama Bimud(bibi muda) ketimbang Vanka, seperti kebanyakan orang.

Kami jarang sekali bertemu, karna kesibukan masing-masing. "Kau lama sekali tidak mampir kemari," dengan ramah Bimud menyambut diriku.

"Maaf! Karena pasti kau tidak melepaskan aku begitu saja, jika mampir kemari." Aku tertawa renyah.

"Di hari pernikahan kami, kau juga datang terlambat dan hari-hari setelahnya, kau pun tidak pernah lagi menampakkan batang hidungmu" omelnya lagi. Aku tahu benar jika Bibi mudaku ini tidak akan pernah melepaskan aku begitu saja.

"Jangan galak-galak, Bimud! Kau tak pantas memainkan peran sebagai nenek sihir." Aku senang sekali membuatnya kesal. Tapi lihatlah, bibi mudaku ini malah tersenyum ke arahku.

"Owh, Rapunzel kau memang pandai menenangkan hatiku." Kan... dia malah memeluk diriku. Dia memang selalu seperti ini. Senang sekali memelukku, katanya dia ingin sekali memiliki adik perempuan, tapi sayangnya kedua adiknya laki-laki. Begitulah cerita yang pernah dia katakan. Dan jujur saja, aku juga penasaran seperti apa seh, adiknya. Secara kami tidak pernah bertemu dengan keluarga besar bibi mudaku ini, walaupun sudah tiga tahun lamanya mereka menikah.

"Walah, Bimudku yang cantik." Dia seketika melotot ke arahku tapi sedetik kemudian tersenyum.

Selang berapa lama kemudian datanglah om Riki.

"Sudah lama di sini, Kang?" Om Riki nampak menenteng dua paper bag berukuran sedang. Dia menyerahkannya kepada Bimud.

"Baru saja, kok," jawab ayah santai.

"Akang, nanti makan malam di sini ya, Kang!" ucap om Riki. Biasanya ayah langsung menjawabnya iya, tapi kali ini, dia diam saja.

"Kang!" Om Riki menepuk bahu ayah. Aku dan Bimud saling melempar senyum.

"Aku ingin berkeliling dengan anakku, pumpung masih ada kesempatan." Aku tidak menyadari jika ini adalah sebuah pertanda terakhir kali aku bersama ayah.

Dan sesuai kehendak ayah, kami tidak makan malam di rumah Om Riki. Kami langsung berkeliling kota. Ayah tidak seperti biasanya, beliau lebih banyak diam. Ayah juga banyak membelikanku hadiah.

"Ini sebagai hadiah untuk kelulusanmu dengan nilai terbaik," katanya sambil menepuk bahuku.

"Ayah beli Al Qur'an untuk saya?" aku sedikit heran, sebab di rumah sudah ada beberapa kitab Al-Qur'an.

"Ini lebih praktis, Nak!" Aku menerima kitab pemberian ayah. Kitab berwarna hitam dengan ukuran simple, memiliki resleting di pinggirnya.

"Bawa kemana saja kamu pergi dan bacalah setiap saat di waktu lapang! Sregepno olehmu nderes! Insya Allah bêrkah dunia akhirat." Ayah mencium keningku. Ini kedua kalinya aku menerima hadiah Al Qur'an dari ayah.

Aku menyimpan Al-Quran terjemah yang di berikan oleh ayahku.

"Jika ayah sudah tidak bisa bersamamu, biarkanlah ayat-ayatnya yang yang akan menasehati dirimu." Aku cukup tersenyum mendengar perkataan ayah.

Sampai kami pada sebuah taman kota. Aku dan ayah pergi ke masjid terlebih dahulu untuk melaksanakan kewajiban. Aku menunggu ayah yang tak kunjung keluar. Aku pun mengetik sesuatu di ponsel, mengatakan kepada ayah, jika aku menunggunya di bangku taman. Aku membuka asal Al Qur'an pemberian ayah, lalu mulai nderes.

Meski aku belum Istiqomah berhijab, namun aku selalu menyimpan satu hijab dalam tas. Sekarang aku kenakan untuk menutup kepalaku saat nderes

Aku membaca beberapa ayat surat Ar-rahman, tiba-tiba aku mendengar seperti suara orang menangis. Aku pun menurunkan kedua kakiku, menatap sekeliling tak ada siapapun, aku hanya melihat ada tumbuhan yang bergoyang di sebelahku. Saat mulai mendekatinya, dari arah berbeda kulihat sosok ayah mendekatiku.

"Nak, mari kita pulang!" Aku hanya mengangguk saja. Aku melirik tumbuhan itu lagi, tetap sama.

Bersambung.....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!