"Han, mau bareng Kakak ga?" tanya Juna yang sedang menuruni anak tangga sambil kerepotan memakai dasi di lehernya. "enggak usah Kak, Hana berangkatnya agak siangan kok, sini Hana benerin dasinya." ucap Hana sambil membetulkan dasi, karena ia sudah terbiasa membereskan keperluan Juna.
"Kakak mau sarapan apa? roti atau nasi goreng? biar aku ambilkan," tanya Hana sambil menuang air ke dalam gelas.
"Nasi goreng aja, biar ga cepat laper." ucap Juna sambil memeriksa ponsel di tangannya. Selesai sarapan bersama, Juna pun kini sudah berangkat ke kantor.
Sehabis mencuci piring, Hana kembali ke kamarnya untuk membersihkan diri. Tak butuh waktu lama, kini ia sudah berada di depan cermin untuk memoles wajahnya dengan make-up tipis agar lebih natural dan tidak berlebihan.
Saat Hana sudah siap dan memakai tas selempang nya, segera ia turun dari kamar, tapi tiba-tiba ponselnya berdering. Hana bingung kenapa kakaknya tiba-tiba menelepon dirinya?
"Hallo, han. Apa kamu masih ada di rumah?Kakak butuh bantuan kamu saat ini. Bisa tolong bawain berkas yang ada di laci meja kamar. Masalahnya itu sangat penting, bisa kan?"
pinta Juna karena tadi terburu-buru hingga ia melupakannya.
"Oh, yaudah. Nanti aku ke sana." ucap Hana lalu memutuskan sambungan teleponnya.
Hana membuka pintu kamar kakaknya yang bersebelahan dengan kamar nya.
"Huh! kenapa Kakak ceroboh sekali sih!" gerutu Hana sambil memeriksa laci meja kamar Kakaknya biasa menyimpan berkas penting. "Ah, ini dia udah ketemu!." lalu Hana bergegas pergi dan mengunci pintu rumah, segera menaiki motor maticnya.
Kendaraannya kini melaju dengan kecepatan sedang, demi keamanan menurutnya, karena dia tidak mau sampai berurusan dengan polisi nanti. Bisa panjang urusannya, dipikirnya.
Setelah menempuh perjalanan, akhirnya Hana sampai ke tempat tujuan. Kini Hana sudah berada di depan gedung perusahaan yang sangat besar, sejenak ia menghentikan langkahnya. Tubuhnya terdiam sesaat, memandangi papan nama yang bertuliskan kantor Wijaya Grup.
"Wah, kalau di lihat dari dekat, ternyata sangat besar ya..." ucap Hana merasa takjub dengan kantor tempat Kakaknya bekerja. Ia memasuki lobby, pandangannya melihat beberapa karyawan berlalu lalang dengan kesibukannya masing-masing.
Tak sedikit karyawan laki-laki yang memperhatikan dirinya hingga membuat hana agak risih.
Kalau bukan karena kasihan memikirkan Kakaknya yang sedang membutuhkan bantuannya, pasti ia merasa enggan untuk datang ke tempat ini.
"Maaf Mba, bisa saya bertemu dengan bapak Juna?" ucap Hana pada resepsionis.
"Apa anda sudah membuat janji?" tanya resepsionis itu kepada Hana.
"Saya sudah membuat janji dengannya. Dan saya harus memberikan ini." ucap nya lagi sambil menunjukkan map kepada Resepsionis di depannya.
"Anda langsung saja naik ke lantai paling atas."
"Baiklah, terimakasih." ucap Hana langsung berjalan memasuki lift karyawan.
"Ting"
Pintu lift pun terbuka dan kini ia sudah berada di lantai 30.
Hana di buat terperangah saat melihat setiap sudut ruangan nya memiliki desain interior yang sangat elegan, namun seketika lamunannya membuyar kala ia ingat kedatangannya kesini untuk menyerahkan berkas yang ada pada dirinya saat ini juga.
Hana melihat pada daun pintu yang bertuliskan ruangan Presdir dan pintu yang satunya lagi adalah ruangan sekertaris.
"Sebaiknya aku ke ruangan Kakak ku dulu." ucapnya lalu melangkah mendekati pintu sekertaris.
Tok... Tok...
"Masuk!"
Pintu pun terbuka dan Hana langsung memasuki ruangan itu.
"Ada perlu apa? cepat katakan!." tanya pria itu yang tak lain adalah Reihan dengan aura dingin tanpa menoleh, karena pandangannya tak lepas dari layar komputernya.
"Lho, kenapa bukan kak Juna? atau aku salah ruangan?" pikir Hana merasa kebingungan.
"Maaf Tuan, saya kesini hanya untuk menyerahkan ini." ucap Hana sambil menyerahkan map itu di atas meja.
"Kalau begitu saya permisi." ucap nya lagi dengan memberi hormat lalu melangkah meninggalkan ruangan itu.
"Berhenti!" detik itu juga Reihan memanggil wanita di depannya dengan aura dinginnya. Sesaat Hana memaku di tempat lalu ia memberanikan diri untuk berbalik. Tanpa Hana sadari, seketika Reihan sudah berada di hadapannya.
"Ada apa lagi Tuan?" tanya Hana dengan bingung.
"Beraninya kau pergi begitu saja! dan kau bukan karyawan di sini, seenaknya keluar masuk tanpa seizin ku. Bukankah Juna menyuruh adik laki-lakinya membawa berkas itu?"
"Adik laki-laki?" gumam Hana yang bingung namun terdengar oleh Reihan.
"Kenapa kau malah bicara sendiri, hah?!" tanya Reihan.
Hei! sombong sekali orang ini? batin Hana merasa kesal.
Marah? tentu saja ia sangat marah. Ingin sekali ia menjambak pria yang ada di depannya ini, tapi Hana memikirkan nasib Juna. Dan sebagai seorang adik, ia tidak ingin membuat malu Kakaknya.
"Maaf sebelumnya kalau saya lancang masuk ke kantor ini tanpa seizin Tuan, walaupun niat saya hanya mengantarkan berkas yang memang sangat penting, dan saya tidak ada maksud lain. Sekali lagi maaf sudah mengganggu waktu anda. Saya permisi."
Hana berbalik menuju pintu keluar tanpa menunggu jawaban dari mulut Presdir Reihan.
"Hei, tunggu!" panggil Reihan namun Hana tidak memperdulikannya. Ia keluar dari ruangan dengan sangat kesal.
"Dasar orang aneh, gila, dan apalah pokoknya! semoga aku tidak bertemu dia lagi. Huft...... malas!!"
"Shitt!"
Baru kali ini aku bertemu wanita yang mengabaikan ku, bukan seperti para wanita yang selalu mencari perhatian di luaran sana. Kenapa tiba-tiba aku merasa kesal karena ia pergi begitu saja. Batin Reihan.
Di saat Reihan masih bergelut dengan pikirannya, terdengar ketukan dari arah pintu. Juna pun sudah datang memberitahukan bahwa ruangan Presdir sudah bisa di gunakan kembali karena sambungan listrik yang sempat mengganggu, maka Reihan memakai ruangan sekertaris nya untuk meneruskan pekerjaannya.
"Maaf Bos, saya mau memberitahukan kalau ruangan anda sudah bisa di pakai."
"Heem, baiklah. Oya, bukankah kau menyuruh Adik laki-laki mu untuk mengirimkan berkas penting ini ke kantor? tapi kenapa yang datang seorang wanita?" tanyanya kepada Juna sambil menunjuk berkas di meja.
"Sejak kapan aku mempunyai adik laki-laki?" gumam Juna.
"Ah, iya Bos. Ternyata dia sudah menemui anda ya, saya pikir dia belum datang ke sini. Tapi saya hanya mempunyai satu adik perempuan Bos." jawab Juna menjelaskan kepada Reihan.
"A-apa! tunggu, Adik perempuan katamu? aku pikir kau mempunyai adik laki-laki? kalau tidak salah, kau menyebut adikmu "Han" bukan?"
"Bos salah sangka. Namanya Hana, saya biasa memanggilnya Han. Dia itu adik perempuan saya satu-satunya lho Bos," jawab Juna sambil terkekeh.
"Sudahlah, lupakan! kau malah meledekku. Atau mau ku pecat kau?! siapkan saja rapat hari ini, karena aku mau keruangan ku dulu." ucap Reihan bangkit dari kursinya, karena ia tidak mau di anggap bodoh oleh sekretarisnya sendiri.
"Baik Bos" jawab Juna kembali ke mode serius sambil menunduk memberi hormat.
Reihan pun kembali ke ruangannya. Sambil menyalahkan sebatang rokok, lalu duduk di jendela ruangan kantornya. Sesekali melihat pemandangan jalanan kota yang cukup padat di lalui kendaraan. Meski pandangannya melihat ke arah mobil yang berlalu-lalang, tapi pikirannya entah kenapa teringat wajah wanita yang Juna sebut sebagai Adiknya itu.
"Akhh!" desah Reihan frustasi.
Kenapa pikiranku tertuju pada wanita itu? sebelumnya tidak ada satupun wanita yang aku pikirkan
.
.
Bersambung...
Kini Hana sudah sampai di toko rotinya. Usaha yang ia rintis setahun belakangan ini berjalan dengan lancar. Walaupun tokonya tidak terlalu besar, namun ia bersyukur kerja kerasnya membuahkan hasil, dan di tambah lagi ia sudah memiliki dua karyawan.
"Pagi Mba Hana,, kenapa mukanya lesu gitu?" tanya Tika seketika menghampiri Bosnya itu.
"Enggak kok' Tik, aku cuma lagi kurang enak badan aja. Aku ke dalem dulu deh." ucapnya kepada Tika Sambil berjalan menuju sofa tempat ia biasa beristirahat.
"Oke. Mba tenang aja, ada aku dan Amel kok' yang urus."
"Makasih ya Tik." Jawab Hana sambil tersenyum.
Siang ini Hana sudah terlihat lebih ceria. ditambah lagi banyaknya pembeli membuatnya bertambah semangat saja hingga ia lupa dengan masalah yang tadi pagi melandanya.
*
*
Waktu sudah menunjukkan jam lima sore. Hana pun kini bersiap untuk pulang. Tika dan Amel sudah menerima gajinya tadi sebelum mereka pulang. Dan kebetulan besok waktunya libur, membuat mereka sangat senang bisa menghabiskan waktunya untuk istirahat di rumah.
Setelah Hana menutup toko, ia mengendarai motornya menuju rumah. Namun sebelum pulang Hana ingin mampir dulu ke supermarket untuk membeli bahan makanan yang akan ia masak di rumah.
Setelah sampai, ia mengambil troli lalu mengambil beberapa bahan makanan yang ia butuhkan untuk memasak. Dirasa bahan yang ia ambil sudah cukup, segera Hana menuju ke bagian kasir untuk membayar belanjaannya.
Selesai berbelanja, Hana berjalan menuju pintu keluar. Karena merasa haus, ia pun membeli jus di kedai minuman yang tak jauh dari supermarket tempatnya tadi.
"Ah,, segarnya..." ucap Hana yang sudah menghabiskan minumannya hingga tandas.
Sore kini sudah berganti menjadi malam, Hana melanjutkan perjalanannya menuju rumah, tapi betapa sialnya tiba-tiba ban motor yang ia kendarai malah bocor di tengah jalan.
"Yah... kenapa ban motornya bocor sih! masa iya harus aku dorong? hadeh!!"
Terpaksa ia harus menepikan kendaraannya ke pinggir jalan, lalu Hana mengambil ponsel di tas selempang nya itu, siapa tahu saja Kakaknya bisa dimintai bantuan, tapi sialnya baterai ponsel Hana malah lowbat. Dengan malas Hana terpaksa mendorong motornya. Barangkali saja di perjalanan ia bisa menemukan tukang tambal ban.
"Tin... Tin..."
Tiba-tiba terdengar suara klakson mobil yang terus membunyikan suaranya, padahal jalanan yang ia lewati cukup luas, bahkan sangat luas menurutnya. Karena penasaran akhirnya Hana menghampiri mobil dan mengetuk pintu kaca depan.
"Hei, Pak. Jalanan ini kan masih luas, kenapa anda membunyikan suara mobilmu?" tanya Hana dengan kesal.
Ketika pintu mobil itu terbuka, ia melihat seorang supir keluar dari dalam mobil sambil tersenyum ramah menghampiri Hana.
"Maaf Nona, Tuan muda menyuruh anda untuk segera masuk ke dalam mobilnya" ucapnya sopan pada Hana.
"Maaf Pak, tapi aku tidak kenal sama sekali dengan Tuan mu?" jawab Hana jujur, karena ia tidak tahu siapa yang di maksud dengan Tuannya itu.
"Kau pasti mengenalinya Nona. Dia adalah Tuan Reihan pemilik Wijaya grup." ucap supir itu menjelaskan kepada Hana.
"A-apa aku tidak salah dengar?" tanya Hana tidak percaya.
"Benar Nona, saya tidak berbohong."
Astaga...kenapa aku harus bertemu pria galak itu lagi sih! batin Hana.
"Sebelumnya saya ucapkan terimakasih atas tawaran kalian. Tapi sepertinya Tuan mu itu tidak perlu repot-repot memberi saya tumpangan. Kalau begitu saya permisi Pak." Hana berlalu meninggalkan mobil itu. Ia lebih memilih mendorong motornya dari pada harus ikut bersama mereka, tepatnya ikut bersama dengan Presdir Reihan.
Supir itu pun segera kembali ke mobil untuk memberitahukan bahwa Nona Hana tidak mau ikut dengan Tuannya dan memilih pergi. Seketika wajah Reihan menjadi kesal dengan aura yang menyeramkan membuat sang supir menunduk takut tidak berani menatapnya.
"Huh! gadis aneh. Berani sekali dia menolak diriku? dan ini sudah yang kedua kalinya dia mengabaikan ku." gerutu Reihan di dalam mobilnya.
Karena merasa kesal, Reihan akhirnya keluar dari mobilnya.
"Hei kau, berhenti!" panggil Reihan.
Merasa ada seseorang yang memanggilnya, dengan malas Hana pun menoleh ke belakang. Seketika Reihan sudah ada di hadapannya. Tanpa basa-basi ia langsung menarik pergelangan tangan Hana. Hana yang kaget dengan kelakuan pria itu membuatnya terus memberontak. Namun tenaganya tidak mampu mengimbangi pria di hadapannya ini.
"Hei Tuan, apa yang anda lakukan? lepasin saya!"
"Diam!! Berisik sekali kau ini." bentak Reihan sehingga membuat nyali Hana menciut ketakutan.
Di dorongnya Hana ke dalam mobil oleh Reihan. Hana membenarkan posisi duduknya sambil mengusap pergelangan tangannya yang agak memerah.
Ya ampun, motorku... hampir saja lupa.
"Tuan motor saya bagaimana? tidak mungkin saya meninggalkannya di jalan."
"Kau tenang saja, orang suruhan ku akan mengurusnya."
"Tapi barang belanjaan ku bagaimana Tuan? masa harus di tinggal di motor juga?" tanya Hana lagi.
"Baiklah, baiklah. Pak, cepat kau ambilkan barang belanjaan gadis ini, karena aku tidak mau mendengar dia merengek. Merepotkan saja!" titah Reihan kepada supirnya itu sambil melirik gadis disebelahnya.
Apa dia bilang barusan, merepotkan? bukankah dia yang seenaknya saja?! batin hana.
Supir itu pun segera keluar untuk mengambil barang belanjaan Hana dan menaruhnya di bagasi mobil.
Kini mobil telah melanjutkan perjalanannya menuju rumah Hana. Tidak ada percakapan di antara mereka. Reihan sibuk dengan ponselnya, sedangkan Hana menatap keluar jendela melihat pemandangan di malam hari.
Reihan menaruh kembali ponselnya ke dalam saku jasnya. Ia memperhatikan Hana yang masih terdiam menatap keluar jendela. Kini tatapan Reihan terfokus pada tangan Hana yang terlihat memerah akibat ulahnya yang menariknya dengan sedikit kasar. Ada rasa bersalah dalam hatinya. Reihan menggeser posisi duduknya mendekati Hana dan meraih pergelangan tangan wanita yang ia sakiti.
Spontan Hana di buat kaget melihat Reihan sudah ada di hadapannya dan mengusap lembut pergelangan tangannya yang memerah. Tatapan mereka bertemu cukup lama dan ada debaran yang Hana rasakan dalam hatinya, begitu pun sama halnya dengan Reihan, jantungnya tiba-tiba berdetak begitu kencang dan ini baru ia rasakan hanya kepada wanita yang ada di depannya saat ini.
"Apa masih terasa sakit?" Tanya Reihan lembut kepada Hana yang masih memegang tangannya.
"Ah, tidak apa-apa, nanti juga membaik" Jawab Hana seperti tersihir melihat sisi lembut dan perhatian dari Reihan, padahal sebelumnya ia sangat benci dengan lelaki yang ada di hadapannya ini.
Coba saja dari awal ia bersikap lembut seperti ini, mungkin aku sudah menjadi fans pertamanya...
.
.
Bersambung...
Mobil yang mereka kendarai kini sudah terparkir di depan rumah Hana. Sang supir pun keluar untuk membukakan pintu mobil tuannya.
Reihan keluar dari mobil. Ia memegang tangan Hana dengan lembut menggenggamnya tanpa berniat melepasnya. Hana yang melihat tangannya yang tak di lepas oleh pria yang ada di hadapannya ini hanya menunduk malu karena wajahnya sudah memerah seperti tomat.
Di saat Hana ingin membuka pintu rumahnya, ia melirik tangannya yang masih di genggam oleh Reihan.
"Maaf tuan, bisakah kau melepaskan tanganku?" pinta Hana pada Reihan.
"Oh, baiklah." jawab Reihan datar tanpa merasa bersalah.
Pada saat pintu sudah terbuka, Hana mempersilahkan Reihan masuk. Sang supir pun mengikutinya dari belakang sambil membawakan barang belanjaan Hana.
"Pak, terimakasih sudah membawakan barang belanjaan saya." ucap Hana lalu mengambil alih kantung belanjaannya yang di bawa Pak supir.
"Dengan senang hati Nona. Kalau begitu saya permisi" jawab supir itu lalu pergi.
Reihan mengedarkan pandangannya di setiap sudut ruangan yang terlihat rapi.
"Tuan, silahkan duduk dulu. Biar saya buatkan minum."
"Hem, baiklah." jawab Reihan singkat.
Hana menuju dapur untuk membuat kopi, dan disaat itu juga Juna yang selesai membersihkan diri lalu menuruni anak tangga berjalan ke arah dapur berniat ingin mengambil minum, tetapi ia melihat sosok laki-laki yang tak asing sedang duduk di sofa ruang tamu membelakangi dirinya.
Sepertinya ada tamu, tapi siapa ya?setahuku Hana tidak pernah membawa teman lelaki?
Karena penasaran, Juna lalu mendekati pria yang duduk di sofa ruang tamunya. Di saat ia menghampiri pria yang sedang menyandarkan tubuhnya di sofa sambil melipat kedua kakinya, saat itu juga Juna langsung mengerutkan dahinya tak percaya ternyata Presdir Reihan, Bosnya sendiri.
"Bos? ada angin apa kau bisa berada di sini? atau ada pekerjaan yang belum selesai di kantor? kenapa kau tidak meneleponku? setidaknya aku kan bisa ke rumahmu." sambil ikut mendudukkan dirinya di sofa, Juna memberikan banyak pertanyaan yang ia lontarkan, dan itu membuat Reihan menghembuskan nafas kasarnya.
"Huh...!! Kau ini banyak sekali pertanyaan, seperti bebek saja. Mau ku potong gaji rupanya, hah...?!"
"Ckckck.... Bisanya cuma mengancam saja." Kesal Juna yang tahu sifat arogan Reihan hanya menatap jengah dengan kelakuan teman sekaligus atasannya itu.
"Aku tadi tak sengaja bertemu Adikmu di jalan, karena ban motornya bocor" Reihan menjelaskan pada Juna perihal pertemuannya dengan Hana.
"Ohh... pantas saja waktu aku hubungi ponselnya tidak aktif. Syukurlah Hana bertemu denganmu Bos. Tapi sepertinya kau sudah mulai akrab dengan Adikku, padahal Hana itu pendiam, cuek dan tidak mudah bergaul dengan pria."
"Benarkah?" tanya Reihan tak percaya.
"Ya, benar. Dia sama sepertimu, lebih memilih menyibukkan diri di toko roti miliknya. Mungkin karena ibu kami sudah tiada, hingga membuatnya sangat kesepian.
Kau tenang saja... aku akan menjaganya, dan ku pastikan dia tak akan kesepian. batin Reihan.
"Eh, kenapa aku malah jadi curhat ya? hehe..." Juna terkekeh mengingat ucapannya barusan.
"Oya, ternyata rumah mu nyaman juga. Kenapa kau tidak pernah mengajakku ke kesini?"
"Memang sejak kapan kau ada waktu? kau kan selalu sibuk Rei..."
Tak lama Hana datang membawa secangkir kopi, Hana melihat sudah ada Juna yang ikut duduk di ruang tamu menemani Reihan.
"Silahkan di minum kopinya Tuan,"
"Kakak rupanya sudah pulang? tadi sewaktu aku mau pulang tiba-tiba ban motorku bocor dan ponselku baterainya lowbet Kak," ucap Hana menjelaskan kepada Kakaknya.
"Si Bos tadi udah ceritain ke Kakak kok, yang penting kamu baik-baik aja di jalan." jelas Juna.
"Yaudah, Hana mau ke kamar dulu Kak." pamit Hana langsung menaiki anak tangga menuju kamarnya. Sedangkan Reihan dan Juna masih betah membicarakan soal pekerjaan.
Karena sudah setengah jam mereka asik mengobrol, sebenarnya sebelum pulang Reihan ingin melihat Hana, namun gadis itu tak nampak terlihat turun dari kamarnya, akhirnya Reihan pun pamit untuk pulang karena ia sudah lelah seharian dengan pekerjaannya di kantor.
-
Setelah membersihkan diri Hana turun dari kamarnya. Ia mengedarkan pandangannya mencari Tuan Reihan yang ternyata sudah pergi. Hana menghampiri Juna yang kini sedang duduk sendirian di Sofanya sambil menonton acara televisi.
Sepertinya dia sudah pergi. Aish! kenapa aku malah memikirkan pria itu...
Hana menggelengkan kepalanya berusaha menghilangkan bayangan tentang Presdir Reihan yang terus singgah di pikirannya.
"Kak, mau di masakin apa? nanti biar Hana buatin." tanya Hana kepada Juna.
"Kita makan mie rebus aja. Keliatannya enak tuh." sambil menunjuk dengan dagunya, Juna melihat acara televisi yang sedang menayangkan hidangan mie instan dengan campuran sayur juga telur.
"Oke. Aku buatin dulu mie spesialnya." jawab Hana lalu pergi ke dapur untuk membuat bahan-bahannya.
Setelah selesai membuat mie, Hana segera menaruhnya di meja makan dengan tampilan yang menggugah selera, membuat Juna segera menghampiri meja makan.
"Wih... enak banget nih kayaknya." jawabnya sambil menarik mangkuk mie dengan porsi yang banyak.
"Ih! kebiasaan. Berdo'a dulu sebelum makan."
"Udah Dek... tadi di dalam hati." jawab Juna sambil memasukkan mie kedalam mulut.
Kelakuan Juna membuat Hana memutar bola matanya jengah.
Setelah selesai makan, Juna menuju lemari es untuk mengambil minuman soda lalu ia menghampiri Hana yang sedang mencuci piring karena ia ingin mengatakan sesuatu.
"Han, kebetulan besok malam Kakak sama Bos Reihan mau pergi ke acara ulang tahun teman, kamu ikut ya?" pintanya kepada Hana.
"Enggak ah! Hana gak mau ikut. apalagi ada Tuan Reihan? tadi pagi aja di kantor galaknya minta ampun," jawab Hana sambil bergidik ngeri.
"Bos Reihan itu orangnya baik kok, cuma kelihatannya aja dingin. lagian juga gak hanya kita berdua aja yang ikut. Arini juga nanti nemenin kita, gimana mau gak?" ucapnya lagi meyakinkan adiknya.
"Eemm...gimana ya?"
"Plis Dek, mau ya?"
"Yaudah, nanti aku ikut."
"Nah, gitu dong."
*
Flash back on
"Bos, besok malam kita di undang ke acara reuni si Angel, mau datang tidak?" Tanya Juna pada Reihan.
"Aku malas sebenarnya berurusan dengan wanita itu, apalagi akhir-akhir ini dia sering datang ke kantor. Kamu gak lihat, dia itu selalu cari perhatian dengan memakai pakaian yg seksi? padahal sedikitpun aku tidak tertarik padanya dan hanya menganggapnya sebagai teman saja."
"Lalu mau mu bagaimana Bos? apa aku harus mencarikan pasangan untukmu di acara ulang tahunnya?" tanya Juna.
"Ide bagus! cepat berpikirlah." titahnya lagi.
"Eemm... biar kupikirkan dulu," sambil mengusap dagunya Juna masih berfikir.
Terlintas ide di pikiran Reihan. "Adikmu! ya adikmu. Menurutmu bagaimana?" ucap Reihan dengan semangat, dan itu membuat Juna kaget.
"Adikku? dia itu susah sekali di bujuknya." jawab Juna dengan malas.
"Pokoknya kau usahakan. Bagaimanapun caranya aku tidak mau tahu!. Yasudah, aku mau pulang dulu, nanti kau kabari aku oke?" perintah Reihan lalu pergi meninggalkan Juna yang sedang kebingungan bagaimana caranya membujuk Hana Adiknya itu.
"Huh... dasar Bos aneh! selalu saja memaksa." gerutu Juna.
Reihan memasuki mobil dengan senyum yang mengembang, karena usahanya berhasil untuk dekat dengan Hana. Setidaknya dengan cara ini Hana selalu ada bersamanya.
Flash back of.
-
-
-
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!