NovelToon NovelToon

Pernikahan Tak Diharapkan

Pertemuan Pertama

Seorang remaja berpostur tinggi putih dengan rambut lurus nan panjang juga mata yang bulat dan bulu mata yang lentik membuatnya semakin terlihat sempurna. Remaja yang ceria namun terkesan bad girl karena seringnya berkelahi dengan. teman sebaya maupun preman pasar.

"Hai Ji" sapa teman temannya.

"Hai pagi semua" jawabnya ceria.

"Yuk ke kelas bentar lagi masuk nih" ujar temannya mengajak untuk masuk ke dalam kelas.

JIHAN AYUDIA remaja cantik kelas dua belas di SMK Cinta Bangsa 26 di sebuah desa kecil. Dia bersama ke tiga temannya yang bernama HANA, MONA dan Nisa sering terlibat perkelahian sengit dengan beberapa teman dari sekolah lain membuat mereka di minta adik kelasnya untuk membantunya.

"Ji lo tau gak anak anak yang kemarin berkelahi sama kita semuanya masuk rumah sakit" ucap Nisa.

"Masa si, padahal kita gak hajar mereka beneran iya kan" ucap Jihan.

"Bener tuh, lagian kan mereka dapat dukungan dari seniornya, lebih tepatnya temen temen Abang lo kan Ji" ucap Mona.

"Iya mereka cuma ngandelin kaka senior mereka doang tuh" ucap Nisa.

"Lo bener Nis, eh ngomong ngomong Ji Abang lo marah gak" tanya Mona takut takut.

"Gak tuh, kayaknya Abang gak tau lagian temen temen Abang kan gak ada yang tau kalau gue adiknya" ucap Jihan.

"Syukurlah kalau tau bisa di hukum lagi kita" ucap Mona

"Bener banget lo" ucap Nisa.

Mereka semua berhenti berbicara saat ada guru datang mereka sangat memperhatikan penjelasan guru. Walaupun mereka di anugrahi wajah yang nyaris sempurna namun tidak dengan otak mereka yang sulit dalam menerima pelajaran maka dari itulah mereka sangat memperhatikan saat guru sedang menjelaskan.

Mereka bertiga mempunyai kelebihan masing masing Jihan yang ahli dalam bidang biologi, Mona ahli dalam bidang bahasa Inggris, Nisa ahli bahasa Indonesia sedangkan Hana ahli dalam bidang sejarah mereka bertiga tidak ada yang bisa menguasai fisika maupun matematika.

"Kalian paham gak si tadi" tanya Nisa si ratu bar bar saat sampai di kantin.

"Gak, yang ada pusing gue" ucap Jihan.

"Sama gue juga, disini yang gak pusing cuma tuh Hana" ujar Mona.

"Itu si keahliannya" ucap Jihan.

Mereka semua menghabiskan waktu istirahat dengan bercanda dan makan. Tidak ada yang berani mengganggu waktu mereka padahal sebenarnya mereka selalu terbuka untuk siapapun yang mau bergabung.

Teng.... teng .... teng....

(Lonceng tanda masuk berbunyi)

"Yah , udah masuk aja nih, belum juga ilang nih pusing masuk pelajaran yang gak pernah kita pahami" ujar Jihan.

"Bener lo, tapi bagaimanapun kalau ulangan harian nilai gue bagus tau" ucap Hana.

"Sama gue juga, kalau ulangan nilai gue di atas delapan semua kalau ujian di bawah delapan semua" ucap Jihan.

"Udahlah jangan ngeluh kita semua sama, pusing pusing dah mikir matematika" ucap Mona.

"Yuk ah" ucap semua temannya.

Saat berjalan ke kelasnya Jihan tidak sengaja melihat Abangnya membuat Jihan menghampiri dengan senyum manisnya.

"Abang" Panggil Jihan lalu mencium tangan Jovan.

"Hai kak" sapa semua teman Jihan

"Hai semua" ucap Jovan.

"Eh Jihan kok belum masuk kelas si" tanya Jovan.

JOVAN PRAMUDIKA Abang kandung Jihan mempunyai paras yang bisa menghipnotis semu orang yang melihatnya. Berkulit sawo matang tinggi rambut lurus dan badan yang proposional membuatnya banyak para kaum hawa yang mengaguminya.

"Ini mau masuk tapi gak sengaja lihat Abang, Abang ngapain di sini" tanya Jihan.

"Abang lagi anter temen Abang" ucap Jovan santai.

"Temen Abang mau sekolah disini" tanya Jihan.

"Gak dia ada urusan penting disini" ucap Jovan.

"Mana temen kaka" tanya Nisa miss kepo.

"Tuh ada di dalam" jawab Jovan.

"Jihan" panggil seseorang di belakang Jovan.

Jihan melihat ke arah orang yang memanggilnya sebentar lalu berpaling melihat yang lain. Jihan sangat acuh terhadap semua teman Abangnya dia akan berbicara hanya hal penting saja selain itu dia akan menjadi wanita dingin.

"Jihan" panggilnya lagi untuk ke dua kalinya.

Jihan masih saja tidak menjawab justru menjauh dari Abang maupun temannya.

"Jihan di panggil" ucap Jovan.

"Gak penting, Jihan mau ke kelas" ucap Jihan.

"Jihan and the gang silahkan masuk ke dalam kelas" ucap guru matematika yang terkenal killer dan sekarang akan mengajar di kelas Jihan.

"Iya pak, Bang Jihan masuk dulu bye Bang" ucap Jihan lembut tak lupa untuk mencium tangan Jovan.

"Iya belajar yang bener" ucap Jovan lembut.

Jihan tidak menjawab hanya mengacungkan jempolnya tanda setuju dengan ucapan sang Abang.

"Hai kakak ganteng siapa namanya Kak" ucap Nisa yang sedari tadi memandang Dwi.

"Hai nama gue Dwi" ucap Dwi.

"Oh manisnya" ucap Nisa.

"Manis nih manis, maaf duluan kak Jovan Kak Dwi" ucap Mona dan Hana sembari menarik ke dua tangan Nisa.

Dwi hanya tersenyum melihat Jihan yang berlalu tanpa mengucap kata sedikitpun padanya. DWI PUTRA SUSENO anak seorang pemilik sekolah tempat Jihan sekolah sekarang. Dia bertubuh tinggi tidak kalah jauh mempesona dari Jovan dengan kulitnya yang putih menambah kesan sempurnanya.

"Maafin Jihan" ucap Jovan.

"Udahlah gak usah di pikir gak apa apa , lagian gue udah tau lagi sifat dia masih sama acuh sama semua temen lo" ucap Dwi.

"Hehe iya masih sama, lagian tinggal beberapa jam lagi dia bakal jadi milik lo" ucap Jovan.

"Ah lo bisa aja" ucap Dwi.

"Yah elah pake malu malu lagi" ledek Jovan.

"Eh kira kira dia bakal terima gue gak ya" ujar Dwi gelisah.

"Udah dia anak yang penurut lagian mana kepercayaan diri lo itu yang langsung minta adek gue ke orang tua gue kemarin" ledek Jovan sembari keluar dari area sekolah.

"Bukannya lo yang minta gue langsung nikahi adek lo" bela Dwi.

"Hehe gak inget tuh" ucap Jovan.

"Hm... iyalah gue harap semua berjalan lancar" ujar Dwi yakin.

"Iya sekarang lo tinggal siapin diri buat ijab kabul gue minta lo bisa dalam sekali coba" ucap Jovan.

"Em oke" ucap Dwi.

Jovan dan Dwi pergi menuju rumah Jovan untuk melakukan ijab kabul. Walaupun tanpa sepengetahuan Jihan keluarga Jihan meyakinkan keluarga Dwi untuk langsung melakukan pernikahan tanpa pertunangan.

Jihan dan ke tiga temannya pulang pada pukul dua siang dan saat itu juga Dwi baru saja selesai melakukan ijab kabul hanya tinggal menunggu kedatangan Jihan untuk tanda tangan buku nikah mereka. Semua orang tertawa riang tanpa memikirkan perasaan Jihan nanti.

"Ji gue pulang dulu ya, bye guys" ucap Nisa yang kebetulan paling dekat dengan sekolah.

"Oke bye see you" ucap Mona.

Jihan dan ke dua temannya pulang dan saat sudah mendekati rumah Jihan mereka di kaget kan dengan begitu banyak orang yang berada di rumah Jihan..

"Ji itu di rumah lo ramai banget" ujar Hana yang rumahnya satu arah dengan Jihan.

"Iya ada apa ya tapi itu kan tetangga tetangga gue" ucap Jihan penasaran.

"Tapi lihat deh ada orang asingnya juga" ucap Mona.

"Kalau kita mau tau kita harus masuk semoga apa yang kita pikirkan semua gak terjadi" ucap Jihan mempercepat jalannya.

Mona dan Hana mengikuti jihan dari belakang sembari berdoa pikiran jelek mereka tidak terjadi. Saat sampai di area rumah Jihn berlari masuk sembari menengok kanan kiri mencari keberadaan Abang dan ke dua orang tuanya. Seketika Jihan menarik nafasnya panjang.

"Huh syukurlah, kalian masuklah " ucap Jihan.

"Eh Ji ada apa" tanya Mona penasaran.

"Gue gak tau ada apa, tapi yang jelas mereka semua masih ada disini dan masih bernafas" ucap Jihan lega.

"Syukurlah udah hampir lepas nih jantung" ucap Hana.

"Eh mba Jihan udah pulang selamat ya mba Jihan" ucap seorang tetangga.

Jihan hanya tersenyum hangat mendengar perkataan tetangga tersebut karena Jihan tidak tau kenapa tetangganya memberikan selamat. Jihan melihat sekeliling Jihan melihat sosok yang sedari tadi tersenyum menatapnya.

"Hai Ji udah pulang, selamat ya Ji Abang sayang padamu" ucap Jovan semangat sembari memeluk Jihan.

"Iya iya terima kasih sebelumnya Bang, tapi kenapa semua orang memberi selamat" tanya Jihan penasaran membuat Jovan tersenyum.

"Udah sekarang kamu ganti baju dulu nanti kamu kesini Abang jelasin" ucap Jovan melepaskan pelukannya.

"Baiklah, " ucap Jihan menurut.

"Kalian tunggu lah" ucap Jihan berlalu ke kamar.

"Hai selamat siang Kak Jovan" ucap Hana.

"Hai, kalian pasti penasaran kan apa yang terjadi iya kan" ucap Jovan.

Mona dan Hana menganggukkan kepalanya bersama membuat Jovan tersenyum mereka seperti orang bodoh yang sedang menunggu kecerdasan.

"Eh udah ngeces tuh" ledek Jovan.

"Ih kak Jovan gak lucu, pergi sana ambilin minum kek" ucap Hana si ratu ceplas-ceplos.

"Iya iya maaf, mau minum apa" tanya Jovan.

"Biar gak repotin air putih aja kalau ada di kasih sirup kalau gak jeruk melon ya" ucap Hana tertawa.

"Sama aja lo minta sirup" cibir Jovan.

"Hehe, tos" ujar Mona tos dengan Hana.

Jovan memajukan bibirnya lalu melenggang pergi untuk mengambil minuman untuk Mona dan Hana. Sedangkan Jihan keluar dengan setumpuk buku untuk dia dan teman temannya mengerjakan tugas.

"Eh Ji, itu bukannya temen Abang lo ya kak Dwi yang tadi ke sekolah kita" tanya Hana.

"Gak tau gue" ucap Jihan cuek.

Jihan mengerjakan tugas dengan serius tanpa memperdulikan keadaan yang sangat ramai yang membuatnya tidak bisa konsentrasi. Sedangkan Mona dan Hana sangat terganggu dengan keadaan yang sangat ramai mereka sangat sulit belajar dalam keadaan ramai.

"Ji kemarilah salami dulu suami dan mertuamu, kamu kan baru pulang" ucap Bapak Jihan.

Jihan yang sedang serius seketika menatap Bapaknya yang terlihat sangat serius begitupun Mona dan Hana yang tidak mengerti ucapan Bapak Jihan.

"Ji kemarilah" ucap Bapak Jihan tersenyum.

"Ji" tegur Mona.

"Jangan tanya gue, gue gak ngerti apa pun" ucap Jihan berjalan menghampiri Bapaknya.

"Bapak bercandanya gak lucu" ucap Jihan saat berada di depan Bapaknya.

"Bapak gak bercanda, Bapak serius" ucap Bapak Jihan.

"Gak lucu tau pak" ucap Jihan lalu menyalami semua yang sedang duduk bersama Bapaknya.

"Wah cantik banget ternyata, pantesan si Dwi gak mau nunggu lama iya kan pak" ledek Mama Dwi.

.

.

.

.

.

.

.

.

.Sedihnya pulang sekolah udah jadi istri orang aja.....

Huh... yuk ikuti Jihan dan Dwi terus....

Jangan lupa Like vote dan komennya ya, ini udah di revisi....

Asal

Dwi hanya tersenyum mendengar ucapan sang Mama tepatnya mertua Jihan. Jihan yang tak mengerti pun hanya acuh.

"Mba ini kue nya mau di taruh dimana" tanya seseorang yang membawa kue pernikahan.

"Taruh aja di tempat yang muat" ucap Jihan dingin.

"Mang bentar mang" lanjut Jihan menghentikan orang yang sedang membawa kue pernikahannya.

"Jihan Ayudia dan Dwi putra S" ucap Jihan lirih.

"Iya mba ada apa" tanya orang yang membawa kue pernikahan.

"Eh... gak mang boleh lanjutkan pekerjaanmu" ucap Jihan hendak pergi namun mengurungkn niatnya.

"Pak Jihan mau bicara" ucap Jihan serius.

"Bicaralah disini" ucap Bapak Jihan.

"Pak yang Jihan pikirkan gak bener kan Pak ini semua bohong kan Pak dan ini bohong kan Pak" ucap Jihan dengan mata memerah.

"Maaf mba Jihan, anda harus menandatangani ini agar saya bisa mengurus surat nikah anda" ucap seorang penghulu.

Jihan menatap penghulu tersebut lalu mengerti apa yang sedang terjadi sekarang, Jihan menatap kedua orang tuanya dengan tajam lalu menandatangani semuanya tanpa berfikir panjang kemudian pergi keluar.

"Sudah apa kalian semua senang, tenang gue baik baik saja" ucap Jihan dingin lalu pergi ke teras.

"Ji" ujar Mona bingung.

"Seperti yang kalian dengar tadi gue udah nikah bahkn gue gak tau siapa yang jadi suami gue" ucap Jihan sayu menahan air mata.

"Apa perlu kita lanjutkan ini besok Ji" ucap Hana di angguki Mona.

"Gak perlu, kita selesaikan sekarang gue baik baik aja lagian mereka pasti ngerti kok" ucap Jihan melanjutkan tugasnya.

"Hm... oke kalau gitu yang penting lo baik sekarang" ucap Mona.

"Udah gak penting sekarang kita selesaikan sebelum otak gue gila dengan keadaan" ucap Jihan serius.

"Oke lagian gue juga gak mau kali jadi santapan pertam lo" ledek Hana.

"Kalau lo gak diem gue makan lo sekarang" ucap Jihan.

"Iya iya santai aja kali bro" ucap Hana tersenyum.

Jihan melanjutkan tugasnya, namun karena hatinya yang sedang kacau membuat dirinya tidak bisa mengerjakan tugas dengan baik. Sedangkan ke dua sahabatnya yang tidak enak mereka mempercepat tugasnya kemudian berpamitan dengan Jihan.

"Ji kita udah selesai kita pulang dulu ya" ucap Monw dan Hana.

"Udah gak usah banyak alasan gue tau maksud kalian" ucap Jihan santai sembari merapikan buku bukunya.

"Hehe maaf ya Ji" ucap Hana.

"Hm iya ini bukan salah kalian lagi" ucap Jihan.

"Ji ngomong ngomong suami lo yang mana ganteng gak" tanya Hana.

"Gue gak tau, jangankan hafal parasnya tau aja gak yang mana suami gue" ucap Jihan santai.

"Bisa aja lo, kalau suami lo ilang baru nyaho lo" ledek Mona.

"Entahlah Mon, gue harap ini keputusan terbaik orang tua gue dan mungkin ini cara takdir buat gue bals budi sama orang tua gue" ucap Jihan.

"Lo yang sabar ya Ji, lo pasti bisa lewati ini dengan baik" ucap Mona.

"Iya makasih kaliam yang terbaik, sama jangan bilang sama temen temen yang lain oke" ucap Jihan.

"Kalian bisa diem gak si, lo kan gak tau mana suami dan mertua lo kalau mereka denger gimana" tanya Hana.

"Iya juga jangn jangan yang kita omongin denger" ucap Mona lirih.

"Sepertinya begitu" ucap Jihan santai.

"Maksud lo" tanya Hana.

"Kayaknya itu suami gue yang lagi senyum senyum gak jelas" ujar Jihan mengeraskan suaranya.

"Eh itu, bener kan temen Abang lo yang tadi ke sekolah kita iya gak si Mon" ujar Hana.

"Bener banget tuh" timpal Mona.

"Gue gak tau, tadi di sekolah gak sempet liat wajahnya lagian Abang tadi ke sekolah kan bilangnya anter temen ada urusan penting doang gak ngomong yang lain lagian mana gue tau dia bakal jadi suami gue ya maaf kalau tadi gak nyaut lagian gak ngomong" ucap Jihan.

"Makanya lo jangan jutek jutek amat sama orang" ucap Mona.

"Udahlah, mending kalian pulang dulu gih mulai pusing gue kita lanjut di sekolah" ucap Jihan.

"Emang besok lo sekolah" ujar Hana.

"Sekolah lah emangnya kenapa gak sekolah" ucap Jihan polos.

"Kan kalian baru nikah ya kali bulan madu" ledek Hana.

"Gue gak mikir sampai situ gue gak mau gila sebelum masanya mending kalian pulang deh" usir Jihan.

"Iya iya , kita mau pamit dulu kali sama Mama lo sekalian kenalan sama suami lo" ucap Mona menggoda.

"Terserah deh, masuk sana" ucap Jihan.

Mona dan Hana masuk untuk berpamitan dengan Mama Jihan sekalian berkenalan dengan suami sang sahabat. Sedangkan Jihan merapikan buku bukunya untuk dia bawa ke kamarnya.

"Ji kita pulang dulu ya see you" ucap Mona dan Hana.

"Oke see you" ucap Jihan tersenyum.

Setelah kepergian ke dua sahabatnya Jihan menarik nafasnya panjang dan masuk ke kamarnya. Jihan menyibukkan diri agar Bapak dan Mama nya tidak melakukan hal yang tidak msuk akal.

"Ji kalau sudah bergabunglah ada yang ingin Mama bicarakan" ucap Mam Jihan.

"Oke Ma" ucap Jihan dingin.

Setelah menyelesaikan hal yang tidak seharusnya dia lakuakan Jihan berjalan lunglai ke arah Mamanya yang sedang duduk dengan Mama mertua dan juga suaminya. Jihan duduk tepat di samping Dwi yang terlihat santai sembari tersenyum padanya.

" Ji Mama mau ngomong" ucap Mam Jihan lembut.

"Ngomong aja" ujar Jihan dingin sembari menyandarkan diri di samping Dwi seperti yang Dwi lakukan.

"Sopanlah sedikit Ji" ucap Mama Jihan.

"Kurang sopan apa Jihan Ma" ucap Jihan masih dingin.

"Sudahlah semua terserah kamu, Mama cuma mau minta maaf tidak mengatakan semua ini sebelumnya dan Mama tidak meminta pendapatmu sebelumnya Mama harap kamu mau maafin Mama" ucap Mama Jihan lembut.

"Apa Jihan punya hak untuk menolak itu Mah gak kan, jadi Mama gak perlu merasa bersalah atas semua yang Mama lakuakan lagian Mama tidak memerlukan pendapat Jihan kalaupun Jihan menolak apa Mama mau menerimanya tidak kan" ujar Jihan santai namun air matanya sudah menetes beberapa kali.

"Maafin Mama Jihan" ucap Mama lembut.

"Iya " ucap Jihan.

"Ji bisakah kamu hormati Mamamu yang sedang berbicara" ucap Bapak yang baru saja datang dengan seseorang yang seumuran dengannya.

"Pak apa lagi yang tidak Jihan hormati, semua keputusan kalian Jihan hormati, bahkan Jihan berusaha menerima semua keputusan kalian tanpa protes kurang apa lagi Jihan buat menghormati kalian Pak, bahkan saat kalian tidak memikirkan perasaan Jihan" ucap Jihan dengan derai air mata.

"Jihan kamu" bentak Bapak Jihan.

Jihan tidak menjawab lagi, Jihan menangis Dwi yang melihat Jihan menangis merasa sangat bersalah Dwi mencoba untuk menenangkan Jihan namun Jihan menolak semua perlakuan Dwi padanya dengan kasar.

"Jihan" bentak Bapak kembali.

"Sudahlah pak Joko biarkan saja dia butuh waktu untuk semua ini" ucap Mama Dwi menenangkan.

"Maafkan dia ya jeng" ucap Mama Jihan.

"Iya saya tau perasaan menantu saya ini, Ji maafkan saya dan keluarga" ucap Mama Dwi memeluk Jihan.

Jihan hanya mengannggukkan kepalanya pelan di dalam pelukn sang Mertua, Jihan menarik nafas panjang mencoba menenangkan diri dan menghentikan tangisnya.

"Maafkan Jihan Tante" ucap Jihan melepas pelukan Mertuanya.

"Bukan tante tapi Mama" ucap Mama Dwi.

"Baiklah, maafkan Jihan Ma Jihan belum tau cara menempatkan diri dan maafin Jihan yang belum bisa menerima anak Mama" ucap Jihan menunduk.

"Tidak masalah sayang, justru Mama yang minta maaf sudah buat kamu berada di posisi ini. Yang saya pikirkan adalah apa yang akan kamu lakukan saat kamu mengetahui semua ini Mam takut kamu marah dan akan pergi dari rumah" ucap sang mertua.

"Marah mungkin Mama benar itu yang sedang saya rasakan saat ini, tapi untuk pergi itu tidak pernah saya terfikirkan" ucap Jihan pelan.

"Kenapa kamu kan tidak bisa menerima ini begitu saja" ucap Mama Dwi penasaran.

"Karena males Ma kalau pergi pintu cuma dua pintu utama dan pintu belakang kalau lewat pintu depan gak mungkin kalau lewat pintu belakang juga gak mungkin karena harus lewati sawah yang licin lagian Jihan juga gak mau harus kerja buat biaya hidup di luar" ucap Jihan membuat semua orang tercenngang.

"Kamu mau pergi aja mikirnya banyak banget" ledek Papa Dwi yang sedari tadi diam.

"Kan harus pikiran akibatnya juga kalau kita bertindak pah" ucap Jihan.

"Bener juga, tuh Wi kalau mau melakukan sesuatu pikirlah akibatnya" ucap Mama Dwi.

Jihan tersenyum hangat melihat semua orang tertawa, Jihan tidak lagi memeikirkan apa yang akan terjadi di kehidupannya. Dwi yang pertama kali melihat senyum Jihan yang tulus membuatnya semakin terpesona. Dengan tidak sengaja Dwi mengacak acak rambut Jihan gemas mendapat sambutan tatapan tajam dari Jihan.

"Eh maaf" ucap Dwi gugup.

"Jangan asal sentuh" ucap Jihan penuh penekanan membuat semua orang kembali tertawa.

"Iya maaf gak sengaja" ucap Dwi.

"Mah Jihan pamit keluar dulu mau angkat jemuran udah mendung" ucap Jihan cepat.

"Izin juga sama suami mu" ucap Bapak Jihan.

"Hm... gue harus panggil dia apa nama aja gue gak tau" ujar Jihan lirih namun masih bisa di dengar membuat semua orang tersenyum geli.

"Woi gue harus panggil lo siapa gue gak tau nama lo" ucap Jihan dingin.

"Nama lengkap apa nama panggilan" ledek Dwi.

"Udahlah kalau gak mau ngomong gak penting juga" ujar Jihan.

"Gak penting nanya" cibir Dwi.

"Ya udah kalau gak mau ngomong " ucap Jihan berdiri.

"Gue Dwi Putra Suseno lo bisa panggil gue Dwi" ucap Dwi berdiri di belakang Jihan.

"Dwi Putra Suseno, oh oke" ucap Jihan melangkah pergi.

"Lo gak mau kenalin diri lo" ujar Dwi.

"Bukannya udah tau nama gue, atau jangan jangan lo pas ijab kabul tadi asal sebut nama ya hayo ngaku kalau iya kan gue seneng" ucap Jihan tersenyum licik.

"Ngarep banget lo gue salah, gak bakal salah sebut gue Jihan Ayudia" ucap Dwi percaya diri.

"Tuh tau, kenapa si harus bener salahin ngapa" ujar Jihan.

"Gue udah latian lama sia sia latian gue kalau salah" cibir Dwi.

Jihan hanya mengangkat ke dua bahunya acuh membuat semua orang semakin tidak bisa menahan tawanya atas kelakuan Jihan dan Dwi.

"Mau kemana lo belum selesai gue" ucap Dwi mennggenggam tangan Jihan.

Jihan tersentak sembari melirik arah tangannya dengan matanya lalu menatap tajam Dwi membuat Dwi melepaskannya cepat.

.

.

.

.

.

.

.

.

Jangan lupa dukungannya ya....

Like vote dan komennya jangan lupa...

Hujan

"Apa lagi belum puas lo liatin gue" ujar Jihan percaya diri.

"Ternyata tingkat narsis lo tinggi juga, sini lo" ucap Dwi menggelengkan kepalanya.

"Ngapain lagi males gue" ucap Jihan namun bukannya menjauh justru mendekat.

Dwi tersenyum dengan tingkah Jihan yang sangat menggemaskan menurutnya. Pasalnya kata dan kelakuan bertolak belakang.

"Mah pah kenalin dia Jihan istri Dwi menantu kalian, Jihan mereka Mamah dan Papah aku" ucap Dwi.

"Salam kenal Mah pah" ucap Jihan sembari mencium tangan ke dua mertuanya.

"Udah, keburu hujan" ucap Jihan pergi.

"Ya udah, mau gue bantu gak" tanya Dwi.

"Gak" ucap Jihan singkat lalu pergi.

Jihan berjalan cepat ke luar karena dia sudah tidak bisa menahan air matanya yang terus saja mengalir, di depan semua orang Jihan bisa bertingkah santai dan berbicara asal tapi hatinya tidak bisa di bohongi Jihan menangis sembari mengangkat jemuran tak berselang lama hujan turun dengan derasnya membuat Jihan berhenti dan duduk di bangku dekat jemuran.

"Hujan terima kasih kau datang di waktu yang tepat" ucap Jihan sembari menadahkan wajahnya ke atas.

Jihan menangis sejadi jadinya mengeluarkan semua unek unek ny yang ada di dalam hatinya Jihan sangat menikmati hujan karena saat hujan lah dia bisa menangis tanpa siapapun tau.

"Wi kamu lihat Jihan gak" tanya Mama Jihan.

"Gak Mah, tadi dia bilang mau Angkat jemuran si Mah" ucap Dwi.

"Masa si, ini udah hujan tapi dia tidak ada di rumah di kamar juga gak ada" ucap Mama Jihan panik.

"Mah pasti Jihan ada di suatu tempat, dia gak akan melakukan hal yang membahayakan dirinya" ucap Dwi menenangkan.

"Apa dia main hujan lagi bener bener tuh anak" ucap Mama Jihan.

"Dia suka main hujan Mah" tanya Dwi.

Dwi kemudian berlari dengan sebuah payung di tangannya. Dwi terus mencari Jihan dan benar saja kalau Jihan sedang di bawah hujan deras Jihan terlihat sangat menikmati hujan dengan baju baju yang masih di pelukannya. Dwi sangat khawatir pasalnya hujan turun dengan sangat lebat.

"Hey lo ngapain di sini gak liat apa kalau hujannya deras banget" ucap Dwi saat berada di samping Jihan dengan payung yang menghindarinya dari hujan.

"Apa peduli lo" ucap Jihan masih tidak membuka matanya.

"Gue peduli karena gue sayang" ucao Dwi serius.

"Makasih tapi itu gak penting sekarang" ucap Jihan santai dengan air mata yang terus saja mengalir.

"Iya yang penting sekarang lo masuk ke rumah" ucap Dwi tegas.

"Percumah lo tegas gitu sama gue, gak mempan mending lo pergi biarin gue bertemankan hujan" ucap Jihan.

Dwi tidak menghiraukan omongan Jihan, karena wajah zjihan tertutup payung yang Dwi bawa membuat Dwi bisa melihat dengan jelas air mata yang mengalir di wajah Jihan. Dwi tau kalau Jihan tidak ingin membuka matanya karena Jihan tidak ingin melihatnya.

"Gue gak mau masuk kalau lo gak ikut masuk sama gue" ucap Dwi lembut berharap Jihan mau mendengarkannya.

"Dwi Putra Suseno kenapa lo pilih gue hah" ujar Jihan membuka matanya menatap tajam Dwi.

"Haruskah gue jawab" ucap Dwi.

"Sudah ku duga itulah yang akan keluar dari mulutmu, sudahlah pergi lo dari sini dan jauhkan payung ini dariku" ucao Jihan kembali menutup matanya.

Dwi mengikuti ucapan Jihan dengan membuang payung tersebut namun tidak dengan perintah Jihan untuk menjauh, Dwi justru duduk di samping Jihan sembari melakukam hal yang sama seperti Jihan.

"Kenapa masih di sini, hujan ini tidak cocok untukmu" ucap Jihan.

"Kenapa lo peduli" tanya Dwi.

"Gue gak peduli gue cuma mau sendiri" ucap Jihan.

Semua orang yang melihat kelakuan ke duanya menjadi geram, bukannya menghindar mereka justru menikmati hujan. Hanya Mama Jihan yang terlihat panik karena takut menantunya jatuh sakit pasalnya Jihan sudah terbiasa dengan hujan berbeda dengan Dwi anak pengusaha yang selalu dalam lindungan.

"Bang tarik Jihan ke rumah" perintah Mama Jihan.

"Males Mah, lagian mereka lagi menikmati hujan bersama kan sosweet" ucap Jovan malas.

"Tapi Bang" ujar ucap Mama memohon.

"Iya iya" ucap Jovan lesu.

Jovan menghampiri Jihan dan menggendongnya ala bridal style membuat Jihan tersentak sedangkan Dwi yang melihat hanya tersenyum karena memang tidak ada cara lain selain menggendongnya.

Jovan berjalan dengan cepat ke rumah karena Jihan terus saja memberontak, sampai di teras Jihan meloncat dengan cepat membuat semua orang menggelengkan kepalanya dengan tingkah Jihan. Jihan menatap Abangnya tajm lalu berlalu ke kamarnya.

"Nak Dwi gantilah bajumu, nanti kamu sakit" ucap Mama Jihan.

"Iya Ma permisi" ucap Dwi sopan.

Dwi pergienyusul Jihan yang sudah lebih dulu pergi, Dwi masuk ke dalam kamar ragu ragu takut Jihan marah. Dwi membuka pintu kamar dengan sangat perlahan Dwi hanya memasukkan kepalanya mencari keberadaan Jihan.

"Masuklah atau lo harus ngepel" ucap Jihan dingin.

"Bolehkan" tanya Dwi ragu.

Jihan tidak menjawab, Dwi yang merasa diamnya Jihan adalah sebuah izin untuk masuk. Dwi dengan cepat berjalan masuk ke dalam kamar dan menghampiri Jihan yang sedang duduk di dekat jendela kamar.

"Kenapa belum ganti, nanti kamu kedinginan" ujar Dwi lembut.

"Jangan pikirin gue pikir aja diri lo sendiri" ucap Jihan cuek.

"Huh.... lo jadi orang susah banget di omongin si sekarang semua terserah lo" ucap Dwi dingin kemudian berjalan ke kamar mandi dan menutup pintu dengan keras.

"Hai hujan kau tau hari ini semua mimpi gue hancur, menurut mu bisakah gue menjalani ini semua dengan semestinya, hujan kau tau hari ini adalah pertama kalinya gue hancur yang sehancur hancurnya gue berusaha acuh gue berusaha santai badan gue bisa tapi hati gue gak. Hujan kau tau semua tentang gue kau tau sifat gue salahkah jika gue acuh kepadanya gue dingin padanya padahal gue lakukan supaya gue gak tumbang di depannya. Mampukah gue menyadarkan hati ini untuk menerima semua ini mampukah gue menjalani semua ini gue akan berusaha keras untuk ini mungkin ini permainan takdir yang harus gue lalui terima kasih sudah mau menemaniku hujan" ucap Jihan dengan derai air mata.

Dwi yang sudah selesai dari tadi dan hendak keluar dari kamar mandi mengurungkan niatnya karena mendengar semua keluh kesah ya g sedang Jihan katakan kepada hujan.

"Ji maafin gue gue gak bermaksud buat lo sehancur ini, maafin gue karena gue gak bisa menahan diri gue saat lo deket sama laki laki lain. Gue gak minta cinta dari lo tapi gue cuma minta lo bisa menerima gue di sisih lo, gue yakin lo pasti bis menjalankan semua ini dengan hati lo" ujar Dwi menangis di balik pintu kamar mandi.

Setelah menenangkan hatinya Dwi keluar seolah olah tidak mendengar apapun Dwi membawa handuk dan membalutkannya di tubuh Jihan kemudian duduk tepat di depan Jihan namun Jihan tak bergeming.

"Ji maafin gue" ucap Dwi menatap Jihan namun Jihan masih setia dengan diam.

"Gue tau lo sulit buat terima ini sekali lagi gue minta maaf ini emang salah gue gue udah lama suka sama lo tapi gak pernah dapt kesempatan buat ngomong sama lo maaf kalau gue ambil jalan ini" ucap Dwi penuh penyesalan.

"Sulit, jauh dari kata itu gue hancur" ucap Jihan lalu pergi untuk mengganti pakaiannya.

Dwi yang melihat Jihan pergi hanya menarik nafasnya panjang kemudian Dwi keluar dari kamar dengan wajah bahagia. Karena baik Jihan maupin Dwi sangat pandai menyembunyikan raut wajahnya. Dwi duduk di samping Jovan yang sedang asik main geam.

"Wi mana menantu Mama" tanya Mama Dwi.

"Ih Mama mantunya aja yang di tanyain anak sendiri di lupain" cibir Dwi.

"Biarin" ucap Mama Dwi acuh.

"Jeng berlakulah adil kasihan Dwi" ucap Mama Jihan yang duduk di samping Mama Dwi.

"Udah jangan pikirin dia yang harus kita pikirin adalah Jihan aku takut Jihan nekad" ucap Mama Dwi.

"Jihan bukan anak yang seperti itu, Jihan adalah anak yang akan terus berjuang sampai titik akhir walau hasilnya mengecewakan" ucap Mama Jihan.

Saat semua orang sedang membicarakannya Jihan keluar dengan tenangnya dia melewati semua orang kemudian duduk di samping Jovan dengan keras membuat Jovan menatapnya tajam.

"Main geam sendirian aja lo Bang, sini gue ikut tapi ganti dulu tuh geam" ucap Jihan membuat Jovan tersenyum.

Jihan mengambil stik geam lalu serius dengan geamnya, Jihan bahkan tidak menghiraukan Dwi yang duduk di samping Jovan dengan cemilan di pangkuannya. Jihan bahkan terlihat sangat santai saat ke dua mertuanya duduk bersama.

"Bang kalau gue menang lo kasih gue uang deal" ucap Jihan membuat Jovan malas.

"Gak ada uang" ucap Jovan tersenyum licik.

"Abang kan udah janji pas terakhir main kalau Jihan menang kasih uang" ucap Jihan mengingatkan.

"Itukan dulu sekarang beda lah, lo minta aja sama suami lo buat apa suami tajir gak lo mintain duit" ledek Jovan membuat semua orang tersenyum kecuali Jihan.

"Tau ah, males" ucap Jihan berhenti bermain lalu mengambil toples yang ada di pangkuan Dwi.

"Bilang aja mau makan, bilangnya males Wi lanjut" ucap Jovan.

"Oke" ucap Dwi semangat.

Jihan hanya melihat Abang dan suaminya bermain sembari terus ngemil. Beberapa kemudian ponsel Jovan berbunyi yang ternyata Mona yang menghubunginya dengan cepat Jihan menjawab telfon tersebut.

"Hallo, Mon ini gue Jihan Abng lagi main geam mau ngomong sama Abang" tanya Jihan.

"Gak Ji, gue mau ngomong sama lo tapi ponsel lo gak aktif" ucap Mona.

"Oh iya gue lupa ponsel gue mati emang ada apa" ucap Jihan.

"Gue cuma mau kasih tau kalau besok kita gak jadi ulangan bu fatma sakit jadi di ganti dengan pelajaran olahraga katanya si buat refres otak kita sebelum ujian" ucap Mona.

"Oh oke" ucap Jihan dingin.

"Iya lo baik baik aja kan" tanya Mona khawatir.

"Gue baik ada yang mau di omongin lagi" tanya Jihan.

"Gak ya udah bye " ucap Mona.

"Bye" jawab Jihan mematikan ponselnya.

.

.

.

..

.

.

.

.

.

.

Jangan lupa vote like dan Komennya ya ...

Happy readers.....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!