[Benua Penda - Gurun Kalajengking Hitam]
Di bawah teriknya matahari, pasir-pasir gurun serasa menguap dalam hembusan angin panas. Terlihat sekelompok orang berbaris beriring terikat dalam rantai besi yang besar.
Terdapat sepuluh orang di dalam barisan, tampak wajah-wajah itu pucat dan kesakitan, tua dan muda, pria dan wanita, semua beriringan dalam ikatan rantai itu.
Peluh dan darah bercampur menetes dari tubuh mereka dan menguap begitu saja akibat panasnya gurun. Mereka adalah tahanan bandit yang akan dipekerjakan sebagai budak di tambang.
Di ujung rantai ada seorang pria berjubah hitam dengan gambar kepala serigala emas di dadanya, bersenjatakan pedang dan menunggangi kuda yang menarik rantai besi itu, pria ini adalah salah satu kapten bandit yang terkenal.
Samping kanan dan kiri, berjaga dua orang masing-masing bersenjatakan pedang dan berkuda di kedua sisi rantai. Kedua orang tersebut mengenakan jubah hitam bergambar kepala serigala berwarna biru kehitaman. Mereka adalah kelompok Bandit Serigala Biru.
Ketiga belas orang ini telah berjalan selama 15 hari di Gurun Kalajengking Hitam. Awalnya kelompok mereka terdiri dari 20 orang, delapan bandit dan 12 orang tahanan, namun akibat serangan makhluk buas penghuni gurun serta hambatan dalam perjalanan, kini hanya tersisa tiga bandit dan sepuluh orang tahanan.
Bandit di sisi kiri rantai tampak kesal karena kepanasan, berulang kali dia membersihkan peluh yang mengucur di wajahnya.
Saking kesalnya, ketika dia melihat para tahanan, dia meneriaki orang yang kelihatan paling lambat di tengah-tengah barisan, “Hei, bocah! Jangan manja. Cepat melangkah, jangan memperlambat barisan!”
“Ii-ya. Iya. Aku akan lebih cepat.” Sahut si Bocah laki-laki itu kesakitan, ketika mencoba mempercepat langkah kakinya. Bocah laki-laki yang diteriaki itu ketakutan.
Setelah mencoba bergerak lebih cepat pengelihatan Bocah itu berubah buram, kaki-kaki yang dipaksanya agar sedikit lebih cepat justru lemas dan akhirnya terjatuh.
*Gedebug*
*Cring Cring*
Kejadian ini membuat langkah kaki orang-orang yang dirantai berhenti. Bocah ini ada di barisan kelima, di depannya ada seorang wanita paruh baya yang juga ikut terjatuh akibat tertarik oleh rantai.
Sementara di belakang Bocah itu ada seorang pemuda yang hampir ikut terjatuh namun berhasil menahan tarikan rantai. Sebenarnya, seluruh barisan dapat ikut terjatuh, namun sebagian besar masih mampu menahan tarikan rantai besi tersebut.
Merasakan barisan terhenti, Kapten Bandit di ujung rantai menghentikan laju kudanya dan menoleh ke bandit di sebelah kiri dengan tatapan marah, “Jango. Urus dia, jika dia tidak bisa bertahan, bunuh saja dan keluarkan dari barisan!”
Dari atas kudanya, bandit di sisi kiri yang bernama Jango, menjawab dengan hormat, “Baik Kapten.”
Sambil menyeringai Jango turun dari atas kuda dan langsung menghunuskan pedang miliknya tanpa berbasa-basi.
Pedang Jango menebas ke arah Bocah laki-laki tersebut, “Mati...!”
*Zyuut*
*Trang*
Belum sempat pedang Jango menyentuh tubuh si bocah, pedang itu berbenturan dengan rantai besi dari pemuda di belakang bocah. Pemuda itu berusaha menahan tebasan pedang Jango dengan rantai besi di pergelangan tangannya.
Melihat hal itu, Jango tercengang dan marah, “Kamu!? Berani-beraninya kamu...”
Pemuda itu menyela perkataan Jango, “Apa kamu tidak mendengar kata kaptenmu?... bunuh jika dia tidak bisa bertahan, bahkan kamu tidak memeriksa keadaannya terlebih dahulu.”
Meskipun pemuda itu benar, Jango hanya ingin membunuh si bocah untuk melampiaskan kekesalannya karena kepanasan.
Merasa dirinya diremehkan, Jango semakin naik pitam. Jango menendang pemuda itu, “Rasakan ini...!”
*Duagghh*
“Ukh....” Pemuda itu menerima tendangan Jango, namun dia tidak terjatuh. Wajah pemuda itu tampak sangat marah, memandang tajam ke arah Jango.
“Apa-apaan, masih berani melotot? Mati... !” Teriak Jango dengan penuh emosi, kemudian dia mengarahkan pedangnya mencoba menebas pemuda itu.
*Zyuut*
*Trang*
Lagi-lagi tebasan Jango tidak mengenai sasaran. Kali ini, sebilah pedang menahan tebasan pedang Jango itu.
“Kamu!? Si-siapa ka...”
*Zyuut*
Belum sempat Jango menyelesaikan kata-katanya, darah menyembur dan kepalanya telah terlepas dari tubuhnya. Seorang gadis bertopeng menebas lehernya.
Gadis bertopeng ini bergerak sangat cepat, hingga mengejutkan bandit yang ada di sisi kanan, bandit ini tidak menyadari kapan dan bagaimana gadis bertopeng itu bisa ada di sana.
“Siapa kamu? Beraninya menyerang kami!, Bandit Serigala Biru!” Tanya bandit yang ada di sisi kanan.
Kemudian bandit di sisi kanan melompat dari kuda dan menghunuskan pedang miliknya ke arah gadis bertopeng.
“Siapa aku?... Aku pencabut nyawamu!” Sahut si Gadis bertopeng sembari menyerang balik.
Sekejap mata kemudian bandit di sisi kanan itu telah terbaring di tanah dengan lubang berdarah menganga di dadanya.
Melihat kedua bawahannya mati begitu saja, Kapten Bandit di ujung rantai membentak keras.
“Kurang ajar-!!”
Kapten Bandit itu geram dan langsung melompat dari kudanya, dia mengayunkan pedang ke arah gadis bertopeng.
*Zyuut*
*Trang*
Dengan cepat Kapten Bandit itu menyerang gadis bertopeng, dua kali ayunan pedang dan dua kali tebasannya berhasil ditangkis oleh si gadis bertopeng, dan membuat Kapten Bandit berjubah hitam mundur sepuluh langkah.
“Heh... Apa ini saja kemampuan Bulga si Kapten ke-13, Bandit Serigala Biru?” Gadis bertopeng tampak sudah mengetahui identitas si Kapten Bandit.
Dengan nada menghina Gadis bertopeng membalas serangan, dia mengayunkan pedangnya yang ramping ke arah Bulga, si Kapten Bandit.
“Kamu mengenalku?... Tidak heran. Aku memang cukup terkenal, ini akan menjadi yang pertama dan terakhir kali kita bertemu.” Ucap Bulga ketika menangkis serangan Gadis bertopeng.
Bulga merasa heran bagaimana gadis bertubuh kecil itu bisa memiliki tenaga yang besar, setiap tebasan pedang gadis bertopeng, membuat tangan Bulga bergetar saat menangkis serangan pedang itu.
' Dia jelas bukan gadis biasa ' Pikir Bulga.
Karena merasa penasaran, di tengah pertarungan, Bulga memperhatikan lebih dekat dan menemukan ada lambang bunga kamboja di bahu gadis itu.
' Kenapa begini? Pendekar Bunga Kamboja turun tangan untuk masalah ini... Ada urusan apa? '
Dalam benaknya, Bulga mengetahui bahwa gadis bertopeng itu adalah salah satu dari lima murid elit Lembah Bunga Kamboja. Hanya mereka yang merupakan murid elit yang akan mengenakan gaun bergambar bunga kamboja.
Tebakan Bulga memang benar, gadis itu adalah Yubing, kedua yang terkuat dari lima murid elit Lembah Bunga Kamboja.
“Untuk apa Pendekar Bunga Kamboja ikut campur masalah kami? Siapa yang mengutusmu?” Tanya Bulga sembari terus menyerang.
Setelah sepuluh kali serangan pedang, sambil mengerahkan serangan tapak, Bulga berhasil menyarangkan serangan di bahu Yubing dan memukulnya mundur.
Yubing mundur delapan langkah, dia menahan sakit di bahunya. Yubing tidak menyangka, Bulga mampu menyeimbangkan serangan tapak dan pedang.
“Tidak ada yang mengutusku. Aku hanya tidak suka dengan kalian!” Jawab Yubing, kemudian dia kembali menyerang ke arah Bulga.
Yubing menyerang dengan menggunakan jurus andalannya,
“Tebasan Ranting Berlapis Baja”
*Zyuut*
Serangan Yubing tampak rapuh seperti cabang-cabang ranting yang kapan pun bisa dengan mudah patah, tetapi di sisi lain serangan ini juga sangat keras, bagaikan sekeras baja. Teknik pedang yang sungguh indah, memadukan rapuh dan keras, lembut dan kasar bersamaan.
“Jangan melebihkan dirimu Nona!” Menghadapi serangan itu, Bulga menggunakan serangan terkuatnya untuk mengalahkan Yubing.
“Tapak Taring Serigala”
Jurus itulah yang sebelumnya memukul mundur Yubing. Serangan tapak dengan kombinasi tebasan pedang yang setajam cengkraman taring serigala.
Sementara itu di sisi lain, si Pemuda berantai yang sempat terkejut dengan kemunculan tiba-tiba gadis bertopeng, mengeluarkan napas lega.
' Untung saja aku selamat. Masih ada harapan. Aku harap gadis bertopeng ini akan mampu mengalahkan Kapten ke-13, Bandit Serigala Biru ' Pikir Si Pemuda itu, saat mengingat dirinya selamat dari maut berkat pertolongan si Gadis bertopeng.
Setahu pemuda itu, meskipun Bulga hanya berada di urutan terbawah diantara 13 Kapten Bandit Serigala Biru, tetap saja Bulga adalah seorang pendekar yang mumpuni, kekuatannya bahkan setara dengan sepuluh orang pria dewasa.
Pemuda itu membantu berdiri si Bocah dan wanita paruh baya yang terjatuh sebelumnya. Pemuda itu menginstruksikan kepada mereka dan yang lain untuk bergerak perlahan menjauh dari pertarungan.
“Kakak, terima kasih sebelumnya, kakak sudah menyelamatkan nyawaku.” Bocah laki-laki itu menyampaikan terima kasih kepada si Pemuda.
“Iya anak muda terima kasih. Aku Biung, panggil saja Bibi Biung, ini Goli, dia bocah yang bersamaku dari desa Amikara.” Kata si wanita paruh baya menimpali jawaban si Bocah itu.
Para tahanan Bandit Serigala Biru ini berasal dari berbagai tempat yang dikumpulkan untuk dibawa ke tambang, sehingga beberapa saling mengenal, beberapa lagi masih asing.
“Tidak apa-apa Bibi, tidak perlu berterima kasih. Aku Lenfan, dari Tanah Terlarang.” Sahut si pemuda bernama Lenfan itu.
Mendengar kata-kata Lenfan, dua orang di antara para tahanan lain terkejut, mereka berdua tampak saling berbisik. Mereka terkejut setelah mengetahui bahwa Lenfan, berasal dari Tanah Terlarang. Namun tidak ada di antara mereka yang mempertanyakan lebih jauh.
Di saat Lenfan dan yang lainnya mencoba menjauh, pertarungan di antara Yubing dan Bulga telah berlangsung hingga ratusan gerakan.
Serangan Yubing berhasil melukai Bulga, namun itu juga serupa pada Yubing. Serangan kombinasi tapak dan hunusan pedang Bulga, membuat jubah Yubing yang sebelumnya bagus kini bersimbah darah.
Tidak terlihat kerusakan pada jubah tersebut, hanya warnanya yang berlumuran darah. Lima gerakan kemudian Yubing merasa akan kalah jika berlarut-larut seperti itu.
' Aku tidak bisa terus-terusan begini, bagaimana pun dia adalah salah satu dari 13 Kapten Bandit, jika aku kehabisan tenaga dalam dan kalah dalam pertarungan ini, para tahanan itu... Aku harus menggunakan itu... ' Yubing akhirnya memutuskan untuk menggunakan senjata rahasia.
Yubing mengibaskan lengan jubah miliknya saat dia tengah menyerang Bulga, dari balik lengan jubah itu keluar serbuk-serbuk bunga.
Tanpa sadar Bulga sudah menghirup serbuk bunga itu, tiba-tiba dia merasa pusing dan tubuhnya melemah, aliran darahnya kacau.
Serbuk bunga itu menggumpalkan darah Bulga dan membuatnya susah bernapas.
“Ii-ini kamu meng-menggunakan Serbuk Bunga Kematian?...Ukh...” Ucap Bulga kesakitan.
*Zyuut*
*Cruaat*
Melihat lawannya melemah, Yubing menerjang dengan cepat. Membunuh Bulga dengan sekali ayunan pedang. Berkat bantuan Serbuk Bunga Kematian, mudah bagi Yubing untuk membunuh Bulga.
Efek serbuk itu mirip seperti racun, bahkan jika Yubing tidak menebas Bulga dengan pedang, Bulga tetap akan mati karena serbuk tersebut, hanya saja waktu kematiannya tidak akan secepat itu.
Melihat Bulga tewas, para tahanan itu merasa gembira, akhirnya mereka bebas, semua berkat bantuan gadis bertopeng.
Ketika pertarungan itu selesai, Lenfan yang mendengar kata-kata Bulga sebelum tewas, memikirkan kembali kata-kata yang diucapkan Bulga, ' Serbuk Bunga Kematian? rasanya aku pernah mendengar ini '
Lenfan merasa tahu mengenai serangan rahasia si Gadis bertopeng, tetapi Lenfan tidak bisa mengingatnya dengan pasti.
Lenfan berhenti mengigat-ingat hal itu, saat ini dia bersyukur gadis bertopeng itu bisa membunuh salah satu Kapten Bandit Serigala Biru, menyelamatkan nyawanya dan para tahanan lainnya. Ucapan terima kasih saja, seharusnya tidaklah cukup untuk itu.
“Nona, terima kasih telah menyelamatkanku.” Lenfan mengatupkan kedua tangannya yang masih dirantai dan menyampaikan terima kasih kepada Yubing.
“Tidak masalah, bukan apa-apa.” Sahut Yubing, tidak menanggapi lebih lanjut.
Yubing hanya menjawab singkat sebelum menyarungkan pedang dan mengatur posisi bersila.
Yubing menelan sebutir pil dan melakukan olah napas, mengatur kembali tenaga dalam untuk menyembuhkan luka-lukanya. Melihat ini, Lenfan hanya tersenyum dan membiarkan Yubing memulihkan diri.
Bersambung...
Setelah luka-lukanya membaik dan tenaga dalamnya pulih, Yubing melirik ke arah salah satu tahanan.
“Kamu... yang paling depan. Cepat ambil kuncinya dan lepaskan borgol kalian!”
Yubing menunjuk seorang tahanan bertubuh gempal untuk mengambil kunci rantai besi yang menahan mereka.
“Baik. Baik. Terima kasih Nona, terima kasih.” Dengan mata berbinar pria bertubuh gempal itu segera menerjang mayat Bulga dan meraih kunci rantai di tubuh Bulga.
Kemudian satu demi satu rantai terlepas dari pergelangan tangan para tahanan. Setelah bebas kesepuluh orang itu satu per satu berterima kasih pada Yubing.
“Nona. Jika boleh tahu siapakah Anda? Setidaknya kami harus tahu nama pahlawan yang telah menyelamatkan kami?” Bibi Biung dengan hormat bertanya kepada Yubing.
Bibi Biung merasa takjub menyaksikan gadis semuda itu memiliki kekuatan yang mumpuni.
“Aku Yubing dari Lembah Bunga Kamboja... Sekarang kalian ikutlah denganku, aku akan mengantar kalian dengan aman ke desa terdekat.” Sahut Yubing memperkenalkan dirinya.
Dengan demikian kesebelas orang itu, beriringan berjalan perlahan-lahan melewati gurun kalajengking hitam. Beberapa yang terlihat lelah dan sakit, disarankan Yubing agar menunggangi kuda para bandit yang tewas.
Yubing adalah orang terkuat kedua di antara lima murid elit Lembah Bunga Kamboja. Murid elit akan mengenakan jubah khusus berwarna merah muda dengan motif bunga kamboja di bahu jubah.
Di antara kelimanya, Yubing adalah yang paling muda, tahun ini dia baru menginjak 18 tahun.
Semua anggota Lembah Bunga Kamboja selalu mengenakan topeng saat keluar dari perguruan mereka, terutama saat menjalankan misi.
Saat ini Yubing sedang dalam misi tugas untuk mencari Kalajengking Hitam, di Gurun Kalajengking Hitam. Yubing membutuhkan racun dan beberapa bagian tubuh binatang buas itu, untuk menyelesaikan misi tugas miliknya.
Gurun ini disebut Gurun Kalajengking Hitam, karena memang gurun ini adalah habitat makhluk buas Kalajengking Hitam. Sarang mereka tersembunyi di antara pasir-pasir gurun.
Kalajengking Hitam ini bertubuh besar dan keras dengan dua ekor beracun di belakangnya. Dalam kategori makhluk buas, mereka termasuk rendah, hanya saja racun mereka sangat mematikan.
Yubing tanpa sengaja melihat para tahanan ini saat sedang dalam perjalanan. Memang Yubing tidak memiliki keharusan menolong orang-orang ini, sebab dia bukanlah tipe orang yang pemurah dan akan membabi buta menolong tanpa mengukur kemampuan dirinya. Hanya setelah merasa lawannya mampu untuk dihadapi dia baru akan bergerak.
Begitulah yang terjadi, sebelumnya Yubing mengetahui bahwa bandit yang membawa tahanan adalah Kapten ke-13, yang terlemah di antara Kapten Bandit Serigala Biru. Itu membuat Yubing percaya diri untuk terjun menolong.
Tiba-tiba setelah beberapa ratus langkah. Lenfan melihat pasir-pasir berkedut seakan-akan bernapas, sekitar 60an langkah di depan rombongan.
“Berhenti...!” Lenfan berteriak dan membuat yang lain berhenti.
Semua orang di rombongan itu, menoleh ke arah Lenfan. Wajah Lenfan terlihat sangat waspada.
Merasa ada yang aneh, Goli bertanya kepada Lenfan, “Kak. Ada apa? Apa ada sesuatu?”
Lenfan tahu betul bahwa gurun ini bukanlah tempat wisata atau pun tempat yang baik untuk dikunjungi orang biasa seperti dirinya. Sudah sewajarnya untuk bersikap waspada di gurun ini.
Sambil menunjuk ke arah depan, Lenfan berkata, “Itu adalah sarang Kalajengking Hitam, di depan! Kira-kira 60an langkah di depan. Kita harus berbalik dan mancari jalan memutar!”
Meski saat ini Lenfan tidak memiliki ilmu bela diri, dia tahu dasar-dasarnya, setidaknya dia memiliki pengetahuan tentang bahaya yang akan dihadapinya, bahaya dari menghadapi makhluk buas.
Ditambah lagi dalam perjalanan sebelumnya, saat masih ditahan para bandit. Lenfan akan melihat fenomena pasir berkedut, sebelum Kalajengking Hitam keluar dan menyerang.
Saat itu Lenfan memilih diam dan berlindung, membiarkan para bandit mengatasi serangan makhluk buas itu. Jadi, Lenfan yakin di depan ada bahaya yang menanti mereka, sehingga Lenfan menyarankan untuk berbalik dan mancari jalan memutar.
“Yang benar? Apa iya?” Goli dan yang lainnya terkejut mendengar kata-kata Lenfan.
Mereka masih ingat betul betapa besar dan mengerikannya Kalajengking Hitam. Sedikit ragu pada kata-kata Lenfan, mereka melirik Yubing.
Yubing juga ragu, namun dia tetap melihat ke arah yang ditunjuk Lenfan. Yubing heran, sebagai seorang murid elit Lembah Bunga Kamboja, dia tidak merasa ada yang aneh dengan lingkungan di depannya.
Untuk berjaga-jaga Yubing ingin memastikan kata-kata Lenfan, “Kalian mundurlah sejauh mungkin. Aku akan memastikan ke depan, jika benar, aku akan bertarung menghadapinya.”
Lenfan merasa Yubing terlalu memaksakan dirinya untuk bertarung melawan makhluk buas itu. Apalagi belum jelas berapa ekor yang ada di sarang itu, ditambah luka setelah menghadapi Bulga nampaknya masih belum kering, meskipun sudah membaik.
“Nona, sebaiknya kita mundur bersama, kalau benar makhluk itu ada di depan, kamu akan dalam bahaya.” Bibi Biung memastikann keputusan Yubing.
“Jangan khawatir. Aku baik-baik saja, tidak masalah.” Mendengar kata-kata Yubing, kesepuluh orang lainnya melangkah mundur.
Setelah memastikan kesepuluh orang lainnya berada pada jarak yang aman. Yubing memulai langkahnya, dengan menggunakan tenaga dalam, Yubing menyerang ke arah pasir, lima puluh langkah di depannya.
*Duuarr*
Ledakan terjadi di tempat sasaran serangan Yubing, pasir berhamburan dan lubang besar menganga, butiran pasir menutupi pandangan Yubing. Namun bahkan setelah butiran pasir menghilang dan memperlihatkan lubang di depannya, tidak terlihat seekor pun Kalajengking Hitam.
' Sial, aku terlalu waspada dan mempercayai kata-kata orang biasa ' Pikir Yubing.
Merasa keadaan baik-baik saja, Yubing hendak berbalik dan menceramahi Lenfan bahwa intuisinya salah. Tetapi baru melangkah dua langkah, Yubing merasakan aura pembunuh muncul di belakangnya, hingga secara tidak sadar Yubing berputar dan mengirimkan serangan yang sama seperti sebelumnya.
*Duuarr*
*Kiyaakk*
Kalajengking hitam seukuran orang dewasa muncul dari dalam pasir dan menjerit kesakitan menerima serangan Yubing.
' Hampir saja, untung aku belum menurunkan kewaspadaan '
Dalam benaknya Yubing heran, intuisinya bisa kalah daripada orang biasa. Hampir saja Yubing lengah dan mati diserang oleh Kalajengking Hitam.
Yubing langsung menyerang Kalajengking Hitam, berusaha mengincar titik lemah makhluk buas itu, namun itu tidaklah mudah.
' Meskipun di hadapanku hanya ada seekor kalajengking hitam, tetapi serasa menghadapi dua musuh ' Pikir Yubing sembari terus menyerang.
Ekor belakang Kalajengking Hitam bercabang dan terlihat seperti memiliki dua ekor, sehingga sulit untuk menghindari serangan dari dua ekor itu.
Yubing menggunakan jurus meringankan tubuh yang terkenal dari Lembah Bunga Kamboja,
“Tarian Gugur Daun”
Jurus itu membantunya menghidari serangan ekor kalajengking. Seperti daun yang berguguran tertiup angin, Yubing menghindari setiap serangan beracun dari ekor-ekor kalajengking tersebut.
Di kejauhan, Lenfan menghela napas lega, untungnya hanya ada seekor kalajengking hitam di sarang itu, sehingga dia yakin Yubing akan mampu menghadapi makhluk buas itu.
' Untung saja hanya ada seekor, menghadapi seekor saja seperti menghadapi dua ekor, apalagi kalau lebih, itu pasti berbahaya ' Pikir Lenfan.
Tetapi belum lama Lenfan merasa lega. Saat memperhatikan pertarungan itu, Lenfan melihat pasir di sebelah kiri Yubing mulai berdenyut.
Melihat alur pertarungan mendorong Yubing semakin dekat ke kiri, Lenfan cemas, dia berteriak, “Nona! Mundur! Jangan ke kiri, ubah alur pertarunganmu, pancing dia ke kanan, di kirimu ada sarang lagi... Pancing dia ke kanan, di kirimu ada sarang lagi!”
Teriakan Lenfan sangat kencang, sehingga terdengar oleh Yubing. Mempercayai intuisi Lenfan yang tepat sebelumnya, Yubing memancing Kalajengking Hitam ke arah kanan untuk menjauhi sarang lainnya.
Namun di kejauhan Lenfan masih sedikit khawatir, jadi Lenfan memeriksa kembali keadaan di sekitar Yubing.
' Astaga! Kenapa setiap pasir di sebelah kanan juga berdenyut? Celaka!! Dia dikelilingi sarang Kalajengking Hitam ' Pikir Lenfan ketika mendapati sarang lain di sisi kanan Yubing.
Lenfan berteriak sekali lagi, “Nona! Berhenti! Jangan ke kanan lagi... Mundur... Mundur... Bawa dia ke sini, di kananmu juga ada sarang lainnya, mundur ke sini!”
Mendengar Lenfan meminta Yubing memancing Kalajengking Hitam ke arah mereka, sembilan orang lainnya merasa heran.
“Hei... Kamu-! Kenapa kamu menyuruhnya kemari? Kita yang bisa dalam bahaya!” Seorang pemuda yang tampak sebaya Lenfan dengan ketus memarahinya.
Pemuda itu kesal mendengar teriakan Lenfan yang meminta maut mendatangi mereka.
Lenfan hanya menoleh dan mengabaikan kata-kata pemuda itu, “Kita pindah ke kanan, di sebelah sana, aku yakin di sana aman.”
Dengan cepat Lenfan melangkah berlari sejauh mungkin ke kanan. Karena percaya dengan intuisi Lenfan, yang lain mengikutinya. Dengan kesal pemuda itu juga mengikuti Lenfan.
Di tempat pertarungan, Yubing telah berusaha sebisa mungkin menarik lawan untuk tidak terlalu jauh ke kanan.
' Celaka, aku terlalu jauh ke kanan, sulit untuk... ' Belum selesai Yubing berpikir untuk memancing lawannya mundur.
*Duuarr*
Sebuah ledakan terjadi dan dua ekor Kalajengking Hitam keluar dari dalam pasir di sebelah kanan Yubing.
' Sial, intuisinya tepat lagi, tapi sudah terlambat untuk mundur. Sudahlah... Aku harus habis-habisan kali ini ' Batin Yubing.
Dengan begitu, Yubing resmi menghadapi tiga ekor Kalajengking Hitam, dua ekor seukuran pria dewasa, dan seekor lainnya seukuran anak-anak.
Yubing perlahan bergerak mundur, dengan segenap tenaga, dia menghindari serangan enam ekor beracun.
Untung saja Kalajengking Hitam bukanlah tipe makhluk buas yang tahu cara bekerja sama, sehingga sering kali serangan mereka justru mengenai sesama mereka.
Menggunakan jurus tarian gugur daun dengan gesit Yubing mundur seratus langkah, kemudian dia merogoh kantong kecil di pinggangnya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil dari dalam kantong itu.
Kantong itu adalah kantong ruang, sebuah benda ajaib yang mampu menampung banyak benda di dalamnya, meskipun ukuran kantong itu, hanya seukuran telapak tangan. Kotak kecil yang baru saja dikeluarkan Yubing, dilemparkannya ke arah ketiga ekor Kalajengking Hitam.
Setelah kotak itu dilempar, Yubing membentuk segel tangan dan mengucapkan mantra khusus, “Segel ruang, buka sangkar, dengan darah memerintahkan... Keluarlah yang dalam perjanjian!”
*Duuarr*
*Zyuut*
*Rooaarrr*
Seketika kotak kecil itu meledak dan mengeluarkan asap yang membentuk sosok seekor makhluk buas.
Seekor Berang-berang raksasa seukuran pria dewasa dengan tangan dan cakar besi muncul dan mulai menyerang para Kalajengking Hitam.
Makhluk buas itu adalah peliharaan Yubing. Boger adalah nama sebutan yang diberikan Yubing kepada makhluk buas itu, seekor Berang-Berang Tangan Besi.
Cakar Boger lebih keras daripada tubuh Kalajengking Hitam sehingga dengan mudah merobek dan melukai Kalajengking Hitam.
Dengan bantuan serangan Boger, pertahan para Kalajengking Hitam semakin melemah. Meskipun Boger adalah jenis makhluk buas dengan tingkat yang sama dengan Kalajengking Hitam, sama-sama makhluk buas tingkat rendah, tetapi Boger ada di tingkat paling atas di antara mereka.
“Boger-! Serang dan butakan mata mereka!” Yubing mengarahkan Boger untuk menyerang mata kalajengking hitam.
*Rooaarr*
Tidak perlu waktu lama, mudah bagi Boger melukai mata para kalajengking dengan cakar besinya.
Melihat mata para Kalajengking Hitam terluka, Yubing bergerak cepat, menebas ekor-ekor yang berbahaya itu satu demi satu.
*Slazh*
*Craasshh*
Cairan hijau lengket menyembur keluar dari bagian yang terputus. Kemudian Yubing menebas bagian bawah leher Kalajengking Hitam, itulah titik lemahnya, dan satu demi satu Kalajengking Hitam tumbang.
Setelah mengumpulkan racun dan beberapa bagian penting dari bangkai Kalajengking Hitam, Yubing memberi Boger sepotong daging dengan darah keemasan.
Boger dengan lahap menghabiskan daging itu, lalu kembali menjadi asap dan memasuki kotak kecil.
Kotak kecil itu disebut sebagai Sangkar Gaib, sebuah benda ajaib yang khusus digunakan untuk tempat tinggal makhluk buas piaraan. Dengan ini misi tugas Yubing berhasil terselesaikan.
Bersambung...
Empat hari kemudian, rombongan itu berhasil mencapai daerah pinggiran dari Gurun Kalajengking Hitam, di dekat sebuah desa kecil.
Sebenarnya perjalanan bisa di tempuh dalam dua hari, apalagi dengan bantuan dari kuda-kuda dan perbekalan para bandit, namun banyak dari para mantan tahanan ini yang kesakitan dan kelelahan, sehingga Yubing memutuskan untuk lebih sering beristirahat.
Untungnya dengan petunjuk jalan dari Lenfan, mereka tidak perlu lagi khawatir bertemu dengan Kalajengking Hitam.
Selama perjalanan, Yubing semakin akrab dan semakin percaya dengan intuisi Lenfan. Yubing menganggap Lenfan berbakat di antara kalangan orang-orang biasa.
" Kamu sungguh memiliki intuisi yang tajam. Apakah kamu tidak berminat mempelajari bela diri? " Yubing bertanya pada Lenfan, di saat mereka memutuskan untuk beristirahat sejenak, lagi pula sedikit lagi mereka sudah bisa keluar dari gurun itu.
" Terima kasih, aku berminat, tetapi untuk saat ini aku memiliki tujuan lain. Adapun intuisi ini, hanya pengalaman hasil dari kegiatanku sebagai pemburu " Lenfan tidak menolak pujian bahwa dia berbakat, tetapi dia juga tidak melebih-lebihkan dirinya.
Dia hanya cukup berpengalaman dengan berburu dan dia memang tahu sedikit tentang dasar-dasar bela diri namun belum mengembangkannya, bisa dikatakan dia tahu bagaimana membudidayakan bela diri.
" Sungguh sayang, tahukah kamu... budidaya bela diri adalah akar awal menuju keabadian. Mereka yang memiliki budidaya bela diri tingkat tinggi akan sangat disegani dan dihormati di Benua Penda ini, bahkan di lima benua besar lainnya "
" Mereka yang kuat selalu berkuasa, jika kamu bisa bela diri, kamu bahkan bisa menyelamatkan dirimu dari bandit-bandit itu, semakin muda kamu berbudidaya semakin baik hasilnya "
Yubing berusaha menjelaskan pentingnya menguasai bela diri kepada Lenfan. Yubing membujuk Lenfan agar dapat sesegera mungkin berlatih bela diri, semakin muda, semakin baik hasilnya.
Saat ini, Lenfan berusia 21 tahun, usia yang sudah cukup tua untuk memulai berbudidaya, tentu saja pencapaiannya akan kalah dengan mereka yang sudah belajar bela diri sejak usia dini. Sebagai keturunan orang Tanah Terlarang, dia sudah mengetahui hal-hal semacam itu.
" Di Benua Penda ini, bela diri berasal dari dua turunan murni dari surga sembilan langit, mereka adalah suku langit cahaya keturunan Dewa Cahaya dan suku langit gelap keturunan Dewa Gelap... Merekalah leluhur budidaya bela diri di Benua Penda... "
" Dikatakan dengan budidaya mencapai ranah suci sembilan langit, seseorang dapat terbebas dari kesengsaraan dan menjadi Abadi, menjadi Dewa "
Seperti yang dikatakan Yubing, memang kebanyakan orang-orang di Benua Penda mempelajari budidaya bela diri untuk mencapai keabadian.
" Ketika alam besar terbentuk, surga menciptakan cahaya dan kegelapan, untuk menciptakan keseimbangan dan keharmonisan di alam besar. Namun mereka justru saling bertentangan, berkompetisi untuk saling menguasai, cahaya dan kegelapan menciptakan kehidupan, Dewa Cahaya dan Dewa Gelap. Kedua Dewa itu terus menerus saling bertarung, tidak pernah damai... "
" Surga murka dan mengutuk mereka turun ke Alam kecil dan menjadi manusia. Hanya dengan budidaya yang menembus sembilan langit, mereka baru dapat kembali lagi ke alam besar dan menjadi Dewa, menjadi Abadi "
Yubing terus menjelaskan awal mula bela diri di Benua Penda berharap Lenfan akan mengerti pentingnya budidaya bela diri.
Merasa sudah mengetahui sebagian besar hal itu, Lenfan menyela cerita Yubing, " Nona Yubing. Bolehkah aku bertanya? "
Lenfan mencoba memberanikan diri untuk menanyakan tentang sesuatu, yang mengingatkannya pada masa lalu.
" Tanyalah. Apakah ini tentang budidaya bela diri Benua Penda, adakah yang ingin lebih kamu ketahui? Tanya saja, aku akan menjawab " Yubing mengira Lenfan ingin tahu lebih banyak tentang bela diri di Benua Penda.
" Bukan. Ini berkaitan dengan pertarungan yang nona lakukan sebelumnya "
Menilai pihak lain telah salah mengira, Lenfan mengatakan secara lebih khusus arah pertanyaan yang akan ditanyakannya.
" Oh... Tentang semua pertarungan yang kulakukan sebelumnya, itu hanyalah misi tugas, aku memerlukan bangkai dan racun Kalajengking Hitam, itukah yang ingin kamu tanyakan? " Yubing mengira bahwa Lenfan pasti penasaran mengenai tindakannya mengumpulkan bangkai Kalajengking Hitam.
Sembari menggelengkan kepala, Lenfan menjawab, " Bukan... Bukan... Itu juga bukan yang ingin aku tanyakan "
Lenfan memang penasaran dengan tindakan Yubing, sebagai orang biasa mungkin bangkai makhluk buas tidak berguna. Tetapi Lenfan tahu, bangkai itu pasti memiliki manfaat bagi seorang pendekar, jadi dia tidak perlu menanyakan hal itu.
Yubing menganggukkan kepalanya, " Oh... Kamu pasti penasaran tentang Boger !, Dia makhluk buas peliharaanku. Untuk mengelurkannya perlu sumber daya yang sangat mahal, jadi aku hanya bisa mengeluarkannya di saat paling genting... Kalau hanya untuk melawan bandit, itu akan sia-sia, itu kan? "
Sekali lagi, Lenfan menggelengkan kepalanya sambil sedikit tersedak menahan tawa, di dalam batinnya, Lenfan berpikir, ' Hehehe... Gadis ini... Dia membiarkanku bertanya, tanpa memberiku kesempatan bertanya '
Meskipun Lenfan orang biasa tanpa ilmu bela diri, dia tahu bahwa memelihara makhluk buas bukanlah perkara kecil, akan banyak sumber daya yang dibutuhkan. Contohnya daging dengan darah keemasan yang sebelumnya di makan Boger, pastilah sumber daya yang langka. Pengetahuan Lenfan cukup banyak tentang dunia pendekar, tetapi bukan itu yang ingin ditanyakannya.
" Jika bukan itu, lalu apa?, Tanyakan saja, aku akan menjawabnya " Sekali lagi Yubing memberi Lenfan kesempatan bertanya, namun tiba-tiba seseorang datang mendekat.
Orang yang mendekat itu adalah pemuda yang sebelumnya kesal dengan Lenfan karena meminta Yubing memancing Kalajengking Hitam ke arah tempat mereka berada.
" Maafkan aku saudara Lenfan. Sebelumnya aku terlalu khawatir akan celaka... Kenalkan, aku Jangbi dari Kota Angin Putih, terima kasih atas bantuan kalian "
Lenfan tidak terlalu memikirkan tentang hal itu, bagaimana pun dia paham situasi saat itu.
" Tidak masalah. Tidak perlu dipikirkan lagi. Tentunya bukan hanya itu yang ingin kamu sampaikan bukan? "
Lenfan yakin, niat Jangbi bukan hanya untuk sekedar meminta maaf dan berterima kasih, jika iya, dia seharusnya sudah melakukan itu berhari-hari sebelumnya.
" Benar... Benar... Aku berniat untuk berangkat lebih dahulu dengan dua orang lainnya, bisakah kami menggunakan kuda-kuda yang ditinggalkan para bandit untuk pulang ke kota kami? "
Lenfan sudah menduga ini, menurutnya karakter Jangbi ini agak egois. Masih ada yang lebih lemah dan terluka yang memerlukan kuda-kuda itu, namun dia justru meminta kuda-kuda itu untuknya.
" Nona Yubing, Bagaimana menurutmu? "
Menghadapi orang egois ini, Lenfan yakin, dengan jawaban dari Yubing dia tidak akan berani membantah apapun yang diputuskan Yubing.
Tidak ingin berlama-lama Yubing dengan tegas memberi jawaban, " Ambil dua ekor, sisakan satu, lagi pula kalian bertiga masih cukup kuat dan sehat "
" Ba-baik Nona. Baik... " Sedikit cemberut, Jangbi tidak berani membantah, lalu menghampiri dua pria lainnya yang akan melakukan perjalanan bersamanya.
" Ck... Gadis pelit !, Jelas-jelas mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki rumah dan tujuan, tinggal saja di desa sini... Untuk apa mempertahankan kuda-kuda itu, seharusnya masing-masing dari kita bisa mendapatkan seekor kuda " Pria berkepala botak yang berada di kanan Jangbi kesal mendengar jawaban dari Yubing.
" Benar, mereka seharusnya mementingkan yang memiliki tujuan dan kediaman " Pria lain di sisi kiri Jangbi mengangguk-angguk menyesali jawaban Yubing.
Meski mereka juga mantan tahanan bandit, tetapi mereka bertiga adalah kaum pedagang yang dengan sial bertemu Bandit Serigala Biru.
Sementara mantan tahanan lain, adalah korban penjarahan, kebanyakan desa tempat mereka tinggal dijarah dan dibumi hanguskan oleh Bandit Serigala Biru.
" Sudahlah, dua ekor sudah cukup, aku ambil kuda yang ditunggangi Kapten Bandit, harusnya itu lebih kuat. Kalian berdua pilih yang lain... Kita akan pergi sekarang... Ayo.. ! "
Jangbi mengajak dua lainnya dan melangkah pergi, mengambil kuda-kuda yang dimaksud.
Beberapa saat setelah itu, Jangbi dan kedua orang lainnya, datang menghampiri Lenfan dan tujuh orang lainnya,
" Saudara Lenfan, Nona Yubing, saudara-saudari sekalian, kami permisi, sampai jumpa " Jangbi dan dua orang lainnya menaiki kuda-kuda yang mereka pilih, kemudian perlahan menghilang dari pandangan semua orang.
Melihat itu, setelah membalas salam Jangbi, Lenfan tersenyum kecut, ' Memang orang yang egois, bahkan dia seorang diri menunggangi kuda yang lebih baik... Aku harap aku tidak akan berjumpa lagi dengan orang seperti itu '
Goli mendekat ke arah Lenfan, " Kak, bisakah aku ikut denganmu? Bisakah? Desa dan rumahku sudah habis dibumi hanguskan Bandit Serigala Biru " Tiba-tiba Goli menanyakan hal yang ingin disampaikannya.
Bersamaan saat itu, Yubing menatap Lenfan, sambil membenarkan topengnya yang agak miring, " Oh... Iya, kamu tadi mau tanya apa? "
Belum sempat menanggapi pertanyaan Goli, Lenfan menyahut perkataan Yubing,
" Ah... tidak usah Nona, kurasa semua sudah terjawab "
Situasi sudah berubah dan Lenfan merasa tidak nyaman lagi menanyakan hal yang membuatnya penasaran.
" Baiklah kalau begitu... " Sahut Yubing pelan.
Kelak, pertanyaan yang tidak jadi ditanyakan Lenfan itu, akan menjadi penyesalan kecil di dalam hidupnya, ingatannya tentang Serbuk Bunga Kematian, sesuatu yang penting dan berhubungan dengan masa lalunya.
Menoleh Goli, Lenfan tersenyum tipis dan menjawab,
" Tentu, lagi pula aku juga tidak punya keluarga atau kawan seperjalan, ini akan lebih baik " Goli merasa senang mendengar jawaban bahwa dia bisa melanjutkan perjalan bersama Lenfan.
Beberapa hela napas kemudian, dua orang lain, seorang kakek tua dan seorang wanita muda berpamitan, bibi Biung juga ikut dengan mereka, karena akrab dengan wanita muda itu, bibi Biung memutuskan pergi bersama mereka.
" Lenfan... Bibi titip Goli, bocah ini tidak punya siapa-siapa lagi, desa Amikara sudah hancur, tolong jaga dia "
" Goli, jaga dirimu, bibi pergi "
Lenfan tersenyum tipis, " Iya bibi, aku akan menjaganya sebaik mungkin " Sahut Lenfan, sembari mengatupkan salam.
" Terima kasih bibi, aku akan menjaga diri baik-baik " Sahut Goli menimpali. Jelas Goli sedih berpisah dengan bibi Biung, hal ini nampak di raut wajahnya.
Yubing menawari kuda terakhir kepada bibi Biung dan dua orang lainnya, namun mereka bertiga kompak menolak. Setelah berterima kasih kepada Yubing, dan berpamitan dengan sisa mantan tahanan yang lain, bibi Biung, kakek tua serta wanita muda, mulai melangkah pergi.
Yubing menoleh ke arah Lenfan, " Kamu yakin tidak mau mempelajari bela diri? Aku bisa mengenalkanmu kepada Perguruan Kelas Bintang Dua? "
Yubing merasa intuisi Lenfan yang tinggi akan sangat bermanfaat jika dia mempelajari ilmu bela diri. Dia tidak bisa menawari Lenfan untuk ikut berguru di Lembah Bunga Kamboja, sebab itu perguruan khusus perempuan.
" Tidak Nona. Tidak perlu. Aku sudah memiliki tujuan sendiri "
Sebenarnya Lenfan sudah menguasai dasar-dasar bela diri, tetapi dia belum mengembangkan dan mempelajari lebih jauh. Dia memiliki keinginan tinggi untuk mempelajari bela diri, hanya saja, Perguruan Kelas Bintang Dua bukan perguruan yang ingin ditujunya.
" Kalau memang begitu, aku akan permisi terlebih dahulu " Ucap Yubing.
*Zyuut*
Tanpa menunda lebih lama, seketika itu juga Yubing melesat dan menghilang dari pandangan.
Dengan itu hanya tinggal empat orang yang tersisa diantara mereka, Lenfan, Goli, pria gempal, dan seorang pria kekar yang hanya diam saja selama perjalanan.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!