📚
📚
📚
📚
📚
Aqila Citra Kirana, seorang wanita cantik berusia 24 tahun yang berprofesi sebagai seorang Guru Sekolah Dasar, Citra mempunyai sifat yang ceria, lemah lembut, dan mudah bergaul dengan siapapun.
Raffael Abraham, seorang pria tampan berusia 28 tahun seorang pewaris tunggal kerajaan Bisnis keluarga Abraham, mempunyai sifat yang angkuh, dingin, dan kejam.
Clarissa Maxime, seorang wanita cantik nan sexi berusia 24 tahun yang mempunyai sifat yang sangat arogan dan manja.
Muhamad Fathir, seorang pria tampan berusia 27 tahun merupakan teman Aqila, yang berprofesi sebagai seorang guru yang sudah lama menyimpan rasa kepada Aqila, dia mempunyai sifat yang penyayang, dewasa, dan penyabar.
Saat ini Aqila sedang jalan-jalan di sebuah Mall terbesar di kota Jakarta. Aqila berniat untuk membeli sebuah sepatu untuk dirinya pergi ke sekolah karena sepatunya semuanya sudah jelek dan lapuk.
"Oh my god, seandainya milih jodoh semudah milih sepatu pasti hatiku senang," gumam Aqila.
Itulah celetukan yang keluar dari mulut Aqila yang kini tengah asyik memilih sepatu disebuah toko yang terletak didalam sebuah Mall.
Sudah hampir dua jam Aqila belum juga menemukan sepatu yang cocok dengan kakinya, pelayan toko itu sampai bosan mengekori Aqila yang asyik-asyik saja dengan kegiatannya.
"Fix Mbak, minta yang ini warna dan ukuran yang sama kaya yang dipajang."
Dengan wajah sumringah penjaga toko itu meraih sepatu yang Aqila inginkan.
"Sebentar ya Mbak, saya ambilkan."
Beberapa menit kemudian, Aqila sudah mendapatkan sepatu yang sesuai keinginannya hatinya sangat senang.
Aqila melangkahkan kakinya keluar dari toko dengan perasaan gembira, membeli sepatu dengan gaji pertamanya sebagai guru honorer, sisa dari gajinya tentu saja akan dia tabung dan diberikan kepada Ibunya tercinta.
"Aduh baju-baju itu bagus-bagus banget," gumam Aqila.
Matanya yang sedari tadi mengarah pada toko-toko baju yang yang berderet sepanjang Mall seolah membuatnya ingin membeli baju-baju yang dipajang di patung pajangan itu, tapi apa daya gajinya menjadi seorang guru honorer harus dia pakai sebaik mungkin jangan menghambur-hamburkan uang harus irit.
Brrruuuuukkkkk.....
Aqila hampir terjatuh setelah menabrak seorang wanita paruh baya.
"Astaga, Nenek maaf-maaf, Nenek tidak apa-apa sini saya bantuin," seru Aqila dengan membawa Nenek itu duduk dikursi.
"Aduh kenapa aku harus nabrak Nenek-nenek sih, mampus pasti aku diomelin dasar Aqila kamu bego banget sih," batin Aqila yang merutuki kebodohannya sendiri.
"Maaf ya Nek aku ga sengaja, Nenek tidak apa-apa kan? mana yang sakit Nek, biar aku pijitin," tanya Aqila semanis mungkin.
"Tidak apa-apa Nak, nama kamu siapa cantik?" tanya Nenek itu.
"Nama aku Aqila Nek, maaf ya Nek tadi Aqila jalannya tidak hati-hati soalnya tadi Aqila lagi lihat-lihat baju yang dipajang disana," ucap Akila cengengesan.
"Nama yang cantik seperti orangnya, jangan panggil Nenek panggil saja Eyang Puteri," seru Nenek itu.
"Ah, Eyang bisa saja. Apa ada yang bisa Aqila bantu Eyang, sepertinya Eyang sedang kebingungan?" tanya Aqila.
"Kalau boleh, Eyang mau minta tolong."
"Boleh dong Eyang, selama Aqila mampu Aqila akan bantu, ngomong-ngomong apa yang bisa Akila bantu Eyang?" tanya Aqila dengan senyumannya yang terus mengembang.
"Bisa ga antarkan Eyang pulang?"
"Hah..."
"Eyang tadi datang kesini bersama cucu Eyang, tapi dia tadi izin ke toilet, Eyang mau menghubunginya tapi ponsel Eyang tidak bisa nyala," seru Eyang puteri dengan memperlihatkan ponselnya yang mati.
"Ya ampun itu namanya lowbat Eyang Sayang, mampus kamu Aqila, sekarang begomu sudah berkembang biak dengan pesat, nyesel kan aku sudah nawarin bantuan sama Eyang ini," batin Aqila yang saat ini sedang meringis.
"Maaf, rumah Eyang dimana ya?" tanya Aqila dengan senyum yang dipaksakan.
"Di Pondok Indah."
"Boleh kok Eyang, tapi Eyang bisa dibonceng naik motor ga? soalnya Aqila bawa motor?" seru Aqila.
"Aduh jangan naik motor Aqila, kaki Eyang suka kebas kalau gelantungan terlalu lama, apalagi pinggang Eyang juga suka encok, bagaimana kalau kita naik taxi saja," pinta Eyang puteri.
"Alamak, nah kan naik taxi bolak-balik ke Pondok Indah, habis sudah uang gajianku," batin Aqila.
"Ya sudah Eyang, mari Aqila antar," seru Aqila dengan pasrahnya.
Mereka berduapun mulai berjalan meninggalkan area pusat perbelanjaan tersebut.
"Apa aku saranin aja nyari cucunya, tapi itu gila masa iya aku harus keliling Mall sebesar ini, bisa-bisa malah aku yang encok, ya sudahlah selamat tinggal sisa gajianku," batin Aqila dengan lemasnya.
Tangan Eyang Puteri itu merangkul lengan Aqila, mereka berjalan menuju keluar Mall untuk mencari taxi, kalau orang lain yang melihat Aqila dan Eyang Puteri itu tidak akan menyangka kalau mereka orang asing yang baru saja bertemu.
Mereka tampak akrab mengobrol dan sesekali tertawa entah apa yang sedang dibicarakan, begitulah Aqila orangnya cepat akrab dengan siapapun. Selama perjalanan didalam taxi, Aqila dan Eyang Puteri asyik mengobrol.
"Aqila nama yang sangat bagus," seru Eyang Puteri.
"Terima kasih Eyang, itu nama pemberian almarhum Bapak Aqila."
"Bapak kamu sudah meninggal? maaf ya Eynag tidak tahu," seru Eyang Puteri.
"Tidak apa-apa Eyang, Aqila sudah biasa kok."
"Aqila sudah punya pacar belum?" tanya Eyang Puteri.
"Ah belum Eyang," sahut Aqila dengan tersenyum malu-malu.
"Sudah Eyang duga."
"Hah...maksud Eyang?" tanya Aqila.
"Iya Eyang sudah menduganya kalau kamu belum mempunyai pacar."
"Kelihatan banget ya Eyang kalau Aqila lagi jomlo? apa tampang Aqila tampak menyedihkan?" tanya Aqila dengan meringis kearah Eyang Puteri.
"Bukannya begitu, tadi Eyang lihat kamu belanja sendirian kalau kamu sudah punya pacar, pasti kamu akan ditemani belanja sama pacar kamu, iya kan?"
"Benar-benar Eyang pintar deh," puji Aqila.
"Oh iya, sepertinya kamu sudah bekerja ya memakai pakaian seperti ini?" tanya Eyang Puteri.
"Iya Eyang, Aqila seorang guru sekolah dasar tapi Aqila masih guru honorer dan rencananya tahun depan Aqila mau ikutan daftar CPNS."
"Wah hebat banget kamu."
"Enggak kok Eyang biasa saja, tapi lumayanlah Eyang itung-itung ngurangi beban Ibu."
"Pak, didepan ada rumah yang berpagar warna hitam no 31 nanti berhenti disana ya Pak," seru Eyang Puteri.
"Baik Nyonya."
Tidak lama kemudian sopir taxi itu pun menghentikan mobilnya didepan sebuah gerbang besar bercat hitam. Aqila hanya melongo melihat gerbang rumah Eyang Puteri, baru gerbangnya saja sudah membuat Aqila melongo apalagi dalamnya.
"Aqila mampir dulu yuk sebentar," ajak Eyang Puteri.
"Aduh ga usah Eyang, Aqila langsung pulang saja."
"Eeee..tidak bisa seperti itu, tidak baik lho nolak tawaran orang tua, mana ini sudah mulai gelap lagi tidak baik anak gadis pulang sendirian nanti biar Eyang suruh cucu Eyang yang mengantarkan kamu pulang," seru Eyang Puteri sembari menarik tangan Aqila.
Aqila hanya pasrah saat tangannya ditarik, melawan pun percuma.
Ternyata benar saja, Eyang yang baru saja Aqila kenal adalah orang kaya. Baru sampai halamannya saja Aqila sudah dimanjakan dengan tanaman hias yang asri dan indah.
Jangan ditanyakan garasinya, disana terparkir beberapa mobil mewah keluaran terbaru yang harganya sangat fantastis.
"Dasar cucu tidak tahu diri, ternyata dia sudah sampai duluan dirumah," gerutu Eyang Puteri.
"Ayo masuk Aqila, jangan sungkan-sungkan anggap saja rumah sendiri," seru Eyang Puteri.
Aqila memasuki bagian dalam rumah, disana Aqila dimanjakan dengan pemandangan yang sangat indah, sof empuk ukuran besar yang dilegkapi dengan karpet Turki sebagai alasnya, dan guci-guci besar yang terlihat mewah dan mahal berdiri rapi disudut-sudut rumah itu.
"Mari silakan duduk Nak, Bi tolong ambilkan minuman buat tamu saya," teriak Eyang Puteri.
Tidak lama kemudian sang asisten rumah tangga datang dengan membawa dua buah cangkir teh, Aqila tanpa ragu menyesap teh tersebut karena tenggorokan Aqila memang sudah terasa sangat kering.
Eyang Puteri dan Aqila kembali mengobrol hingga seketika terdengar suara langkah kaki menuruni anak tangga.
"Eyang, tadi Eyang kemana saja sih? Raffa sampai panik tidak menemukan Eyang di Mall, kirain Eyang hilang untung Raffa cek cctv security disana," seru Raffa dengan menghampiri Eyangnya.
"Gila, cucunya si Eyang tampan juga, ah tidak bukan tampan lagi tapi tampan banget ini mah," batin Aqila.
"Raffael, sini duduk kenalkan ini Aqila, Aqila ini gadis yang sudah menolong Eyang dan mengantarkan Eyang pulang," seru Eyang Puteri.
"Hallo, namaku Aqila," seru Akila dengan mengulurkan tangannya.
Raffael memperhatikan tangan Aqila, tapi Raffael tidak menghiraukannya, Raffael kemudian melihat kearah Eyang.
"Eyang, tolong jangan diulangi lagi ya, Raffa itu khawatir banget sama Eyang," seru Raffael.
Aqila yang merasa tidak diperdulikan akhirnya menarik kembali tangannya.
"Raffa kamu tidak boleh seperti itu, Aqila ini orang yang sudah menolong Eyang kalau tidak ada Aqila, Eyang tidak tahu apa yang akan terjadi sama Eyang," bentak Eyang Puteri.
"Maaf Eyang, sepertinya sudah malam Aqila pamit pulang dulu," seru Aqila yang mulai beranjak dari duduknya.
"Lho jangan pulang dulu, kita makan malam bersama dulu yuk," tawar Eyang Puteri.
"Tidak usah Eyang, takut Ibu nungguin Aqila kalau begitu Aqila pamit pulang dulu."
Aqila pun melangkah menghampiri Eyang Puteri dan Aqila mencium punggung tangan Eyang Puteri.
"Tunggu Aqila, biarkan Raffa yang antarkan kamu pulang," seru Eyang Puteri.
"Tidak usah Eyang, Aqila bisa naik taxi."
"Tuh kan Eyang dengar sendiri, wanita itu pulangnya naik taxi, lagipula Raffa males nganterin dia," sahut Raffa dengan ketusnya.
"Aqila pulang dulu Eyang, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Aqila pun langsung melangkahkan kakinya meninggalkan rumah mewah nan megah itu. Hatinya begitu dongkol mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Raffa.
"Sombong banget tuh orang, mentang-mentang orang kaya, aku nyesel tadi sudah muji-muji dia," gerutu Aqila.
Saat ini Aqila sedang berdiri didepan gerbang rumah Eyang Puteri menunggu kedatangan taxi online yang sudah dipesannya. Aqila begitu merasa kelelahan disandarkannya tubuhnya ke tembok rumah itu.
"Keterlaluan banget kamu Raffa membiarkan anak gadis pulang sendirian malam-malam, Aqila itu gadis yang baik dia sudah menolong Eyang, apa salahnya kamu antarkan dia pulang," bentak Eyang Puteri.
"Eyang please jangan marah-marah nanti jantung Eyang kumat lagi," seru Raffa merasa sangat khawatir.
"Sudah kamu jangan pedulikan Eyang lagi," sahut Eyang Puteri merajuk dan mendudukan tubuhnya diatas sofa sembari memijat pelepisnya.
Raffael sangat tidak bisa melihat Eyangnya marah, akhirnya dengan cepat Raffael mengambil kunci mobil yang ada diatas meja.
"Ok, Raffa akan mengantarkan wanita itu pulang," ucap Raffa.
Raffa pun melangkahkan kakinya keluar dari rumah itu, sementara Eyang Puteri tampak mengembangkan senyumannya.
Sedangkan diluar sana Aqila yang sedang menunggu taxi akhirnya tersenyum sumringah, lantaran taxi yang ditunggu-tunggu datang juga.
Disaat Aqila ingin membuka pintu mobil itu, dengan cepat seseorang menutupnya kembali dengan kasar.
"Maaf Pak tidak jadi naik taxi, ini uang ganti ruginya," seru Raffa.
Taxi itu pun mengucapkan terima kasih dan pergi meninggalkan Aqila yang saat ini terdiam mencerna kata-kata Raffa.
"Maksud kamu apa nyuruh taxi itu pergi, lalu aku harus pulang naik apa?" bentak Aqila yang tidak sadar sudah meninggikan suaranya.
Raffa tidak mendengarkan ocehan Aqila, dia masuk kembali dan menyalakan mobilnya.
"Ayo cepetan masuk," teriak Raffa dengan ketusnya.
"Tadi katanya ga mau ngaterin?" seru Aqila tak kalah ketusnya.
"Cepetan masuk sebelum aku berubah pikiran lagi," seru Raffa dengan dinginnya.
Mau tidak mau akhirnya Aqila pun masuk kedalam mobil Raffa, tidak ada pembicaraan selama dalam perjalanan hanya keheningan yang terjadi.
"Antarkan aku ke Mall tadi saja, soalnya motor aku masih ada disana," seru Aqila.
Tidak ada jawaban dari Raffa, dia hanya fokus menyetir mobilnya hingga tidak lama kemudian mobil Raffa pun sampai disebuah Mall yang ia datangi tadi sore bersama Eyangnya," jelas Aqila.
"Terima kasih....?
"Hmm...."
Setelah Akila turun, Raffa langsung menancabkan gasnya dan pergi meninggalkan Aqila.
"Ih nyebelin banget sih tuh orang?" gumam Aqila.
Aqila pun langsung menuju parkiran dan mengambil motornya, untung saja belum terlalu malam sehingga jalanan masih ramai.
📚
📚
📚
📚
📚
Hai..hai..bertemu lagi dengan Author yang kece badai dengan karya terbaru Author, semoga kalian suka dengan karya terbaruku kali ini, jangan lupa dukungannya ya🙏🙏🤗🤗
Jangan lupa
like
vote n
komen
TERIMA KASIH
LOVE YOU😘😘😘
📚
📚
📚
📚
📚
Aqila sampai di rumah hampir pukul 20.30 malam.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, astaga Aqila kamu dari mana saja jam segini baru pulang? Ibu khawatir banget."
"Maaf Bu, tadi Aqila membeli sepatu dulu ke Mall dan di Mall Aqila tidak sengaja bertemu dengan Nenek-nenek yang tersesat, ya sudah deh Aqila antarkan Nenek itu pulang dulu," jelas Aqila.
"Oh begitu ya, ya sudah sana mandi dulu habis itu kamu makan, Ibu akan menghangatkan kembali makanannya karena sekarang sudah dingin."
***
Keesokan harinya....
Dengan semangat empat lima, Aqila bangun pagi-pagi sekali dan memasak sarapan untuk dirinya dan juga Ibunya.
Tok..tok..tok..
"Bu, ayo sarapan dulu Aqila sudah buatkan nasi goreng," teriak Aqila.
"Iya Nak sebentar."
Aqila dan Ibunya pun akhirnya sarapan bersama. Ibu Aqila bernama Aminah beliau seorang guru juga disebuah SMA ternama di kota itu.
Ibu Aminanh sudah menjadi PNS, berbeda dengan anaknya Aqila yang masih menjadi guru honorer.
"Sayang, besok sekolah Ibu akan mengadakan camping selama satu minggu, kamu tidak apa-apakan dirumah sendirian?" tanya Ibu Ami.
"Iya Bu tidak apa-apa, Aqila sudah besar kok, Ibu jangan khawatir."
"Jaga diri kamu baik-baik ya, kalau mau tidur jangan lupa kunci semua pintu, Ibu berangkat siang ini."
"Iya Bu."
Anak dan Ibu itu sama-sama pergi ke sekolah, Ibu Aminah pergi ke sekolah dengan menggunakan taxi online, sementara Aqila menggunakan motor matic kesayangannya.
Pagi ini Aqila menjalankan motornya dengan santai karena pagi ini dia kebagian jam kedua jadi tidak terlalu buru-buru. Dengan bernyanyi-nyanyi kecil, Aqila bersenandung dengan riangnya.
Sementara itu mobil yang berada di belakang motor Aqila merasa jengkel karena Aqila mengendarai motornya agak ditengah sehingga menghalangi jalan mobil itu.
"Kenapa sih Rei, jalannya lambat banget kaya kura-kura," sentak Raffael.
"Maaf Tuan, didepan ada yang mengendarai motor jalannya terlalu tengah jadi saya tidak bisa mendahuluinya," sahut Rei.
"Sial, kalau yang mengendarai seorang wanita entah itu mobil atau motor selalu saja menjengkelkan," gerutu Raffael.
"Sabar Raffa, pagi-pagi sudah marah-marah," seru Eyang puteri.
"Kalau jalannya lambat seperti ini, kapan mau sampainya, bunyiin klaksonnya," perintah Raffael.
Rei pun mengikuti perintah sang atasan, Rei membunyikan klaksonnya beberapa kali sehingga membuat Aqila kaget dan motornya pun menjadi tidak seimbang.
Bruuuuukkkkk......
Aqila jatuh dari motornya...
"Astaga Raffa, kasihan kan orang itu jadi jatuh," seru Eyang Puteri.
"Biarkan saja Eyang, siapa suruh menjalankan motor di tengah-tengah seperti itu," sahut Raffa dengan angkuhnya.
"Rei, hentikan mobilnya," seru Eyang Puteri.
"Baik Eyang."
Rei pun segera menepikan mobilnya seperti yang diperintahkan oleh Eyang Puteri.
"Eyang mau ngapain?" tanya Raffa.
"Mau menolong wanita itu, kasihan."
Eyang Puteri pun dengan cepat turun dari mobilnya dan menghampiri wanita yang saat ini sedang meringis kesakitan, sedangkan Raffa dan Rei pun ikut turun dari mobilnya menyusul Eyang Puteri.
"Maaf Nak, apa kamu tidak apa-apa?" tanya Eyang Puteri.
Aqila pun mendongakkan kepalanya dan betapa terkejutnya Aqila saat melihat siapa orang yang ada dihadapannya itu.
"Eyang..."
"Aqila..."
"Ya ampun, kamu tidak apa-apa Nak? maafkan Raffa ya Nak, yang sudah menyembunyikan klaksonnya," seru Eyang Puteri.
"Siapa suruh mengendarai motor di tengah-tengah kaya gitu, memangnya kamu pikir jalan ini milik Nenek moyangmu apa?" sentak Raffa.
"Astaga Raffa, kenapa kamu ngomongnya seperti itu, cepat bawa Aqila ke rumah sakit," perintah Eyang Puteri.
"Ah tidak usah Eyang, ini cuma lecet saja tidak ada yang serius kok," sahut Aqila.
"Tuh Eyang dengar sendiri kan, kata wanita itu tidak apa-apa, ayo cepetan Eyang pagi ini kita ada rapat dengan para Dewan Direksi nanti terlambat," seru Raffa ketus.
"Aqila, boleh Eyang minta nomor ponselmu? nanti kalau ada apa-apa seperti badanmu ada yang sakit cepat hubungi Eyang," seru Eyang Puteri.
Eyang Puteripun menyerahkan ponselnya dan dengan cepat Aqila menuliskan nomornya kedalam ponsel Eyang Puteri.
"Ini Eyang sudah."
"Maaf ya Nak, Eyang harus cepat pergi soalnya ada rapat penting di Perusahaan Eyang, kamu harus janji kalau ada apa-apa cepat hubungi Eyang."
"Iya Eyang."
Dengan berat hati Eyang Puteripun meninggalkan Aqila, sementara Raffa sudah menunggu didalam mobil.
"Sial banget sih hari ini, mana bertemu lagi dengan pria sombong itu membuat mood aku hancur saja," gumam Aqila.
Aqila pun dengan sekuat tenaga mengangkat motornya ternyata kakinya juga terkilir, dengan menahan rasa sakit, Aqila mengendarai motornya menuju sekolah.
Sesampainya di sekolah, Aqila cepat-cepat memarkirkan motornya rasanya dia sudah tidak kuat merasakan sakit pada kakinya.
"Selamat pagi semuanya, Aqila Citra Kirana come back," teriak Aqila dengan semangatnya.
Semua guru yang merupakan teman Aqila tidak menghiraukan teriakan Aqila mereka semuanya fokus dengan pekerjaan mereka masing-masing, mereka sudah terbiasa mendengarkan teriakan melengking Aqila di pagi hari.
Aqila berjalan dengan terpincang-pincang, membuat perhatian semuanya tiba-tiba teralihkan yang tadinya tidak mau memperdulikannya malah sekarang mereka penasaran.
"Kenapa dengan kaki kamu?" tanya Zahra yang merupakan sahabat Aqila.
"Barusan aku keserempet mobil," sahut Aqila.
"What...mobilnya tidak apa-apa kan?" seru Rantu yang juga merupakan sahabat Aqila juga.
"Ah dasar, jahat banget you sahabat macam apa bukannya nanyain keadaan aku malah nanyain mobil yang menyerempetnya," keluh Aqila.
"Ya kalau you kan sudah ketahuan masih sehat wala'fiat kaya gini, ga usah di tanyain," sahut Ranti.
Zahra mengambil obat yang ada di kotak P3K dan mengobati lecet disiku lengan Aqila.
"Aw...pelan-pelan Oneng, sakit tahu," keluh Aqila.
"Sudah diam jangan manja," seru Zahra.
Tiba-tiba seorang guru tampan idola semua murid dan guru-guru datang setelah dia mengajar di jam pertama.
"Lho, kamu kenapa Qila?" tanya Fathir.
"Ini Pak Fathir, si Aqila habis keserempet mobil katanya," sahut Zahra.
"Hah..keserempet mobil, kamu ga apa-apa kan Qila? mana yang sakit?" tanya Fathir panik dan langsung duduk didepan Aqila.
"Yaelah, biasa aja kali Pak Fathir wajahnya khawatir banget," ledek Ranti.
Fathir hanya cengengesan dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Terima kasih ya Zahraku, sayangku, cintaku, sekarang aku mau ke kelas dulu," seru Aqila.
Tapi disaat Aqila mau berdiri, Aqila limbung dan duduk kembali di kursi karena merasakan kakinya yang sakit.
"Aw...." pekik Aqila.
"Kamu kenapa Qila? mana yang sakit?" tanya Fathir dengan raut wajah yang khawatir.
"Kaki aku sakit," sahut Aqila.
"Mana, coba aku lihat kaki kamu," seru Fathir dengan berjongkok di hadapan Aqila.
"Ah tidak usah Pak Fathir," sahut Aqila dengan malu-malu.
"Sini aku lihat kakinya, takutnya ada yang terkilir."
Dengan perasaan malu, akhirnya Aqila pun memperlihatkan kakinya, terlihat pergelangan kaki Aqila memerah.
"Tuh kan benar kaki kamu terkilir Qila, sebentar aku coba obati kaki kamu, tahan sedikit ini pasti akan terasa sakit," seru Fathir.
Fathir pun menyimpan kaki Aqila di pahanya, Aqila hanya pasrah dan menuruti apa yang akan dilakukan Fathir. Tanpa aba-aba Fathir langsung memutar kaki Aqila dengan diselingi pijitannya.
"Aaaaaaa..."
Reflek Aqila menjerit dengan apa yang dilakukan oleh Fathir, sementara Ranti dan Zahra tampak meringis melihatnya.
"Coba kamu tapakkan kaki kamu," ucap Fathir.
Perlahan Aqila pun berdiri dan menghentak-hentakkan kakinya kemudian melompat-lompat.
"Wah Pak Fathir hebat, kaki aku langsung ga sakit lagi terima kasih ya Pak kalau begitu aku mau ke kelas dulu," seru Aqila dengan senangnya.
"Tunggu..." teriak Zahra.
"Ada apa lagi sih?" tanya Aqila dengan kesalnya.
"Ibu Aqila yang cantik cetar membahana, kalau mau mengajar itu pakai dulu sepatunya jangan nyeker seperti itu," sahut Zahra.
Aqila melirik kearah kakinya, sementara itu Ranti, Zahra, dan Fathir sudah tertawa melihat kelakuan Aqila itu. Dengan cengengesan Aqila segera mengambil sepatunya dan langsung ngacir meninggalkan ruangan guru.
"Dasar anak itu," gumam Ranti dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.
Sementara itu di Perusahaan Abraham Corp, Raffa dan Eyang baru saja selesai mengadakan rapat dengan para Dewan Direksi.
"Eyang, apa Eyang mau pulang sekarang?" tanya Raffa.
"Iya deh kayanya, Eyang capek ingin istirahat."
"Ya sudah, Rei tolong antarkan Eyang pulang."
"Siap Bos."
"Raffa, nanti malam tolong pulang cepat Eyang ingin kita makan malam bersama," seru Eyang Puteri.
"Baik Eyang, akan Raffa usahakan."
"Pokoknya Eyang tidak mau tahu kamu harus pulang cepat dan makan malam dirumah," tegas Eyang Puteri.
"Iya baiklah Eyang, Raffa akan makan malam di rumah," sahut Raffa pasrah.
Eyang sangat puas mendengar jawaban dari Raffa, dengan senyum yang terus mengembang Eyang meninggalkan Perusahaan itu. Sebenarnya Eyang Puteri mempunyai rencana ingin mempertemukan Raffa dengan Aqila.
Eyang Puteri berencana ingin menjodohkan Raffa dengan guru cantik itu.
***
"Baiklah anak-anak pelajarannya cukup sampai disini dulu ya, besok kita sambung lagi sekarang kalian boleh pulang tapi seperti biasa jangan berebut harus rapi jangan saling dorong," seru Aqila.
"Baik Bu."
Aqila berdiri didepan pintu dan satu persatu anak-anak berbaris dan memberikan salam kepada Aqila.
Setelah semua anak-anak didiknya keluar, Aqilq pun mulai melangkahkan kakinya menuju ruang guru, tapi baru saja dua langkah ponsel Aqila berbunyi. Aqila tampak mengerutkan keningnya, pasalnya yang menghubunginya merupakan nomor baru.
"Hallo...." sapa Aqila.
"Hallo Aqila, ini Eyang Puteri."
"Eyang Puteri, ah iya ada apa Eyang?" tanya Aqila seramah mungkin.
"Begini, apa nanti malam kamu ada acara?" tanya Eyang Puteri.
"Ehmmm...sepertinya tidak ada, memangnya kenapa Eyang?"
"Eyang mau mengundang kamu untuk makan malam di rumah Eyang, apa kamu bersedia?" seru Eyang Puteri.
"Makan malam?" Aqila mengulang perkataan Eyang barusan.
"Iya makan malam, sebagai ucapan permintaan maaf Eyang atas apa yang sudah tadi Raffa lakukan sama kamu."
"Tidak usah repot-repot Eyang, Aqila tidak apa-apa kok jadi Eyang tidak usah minta maaf segala," sahut Aqila.
"No..no..no..pokoknya Eyang tidakau tahu, nanti malam Eyang tunggu kamu di rumah Eyang jam 19.00 malam ok, kalau begitu sampai bertemu nanti malam cantik," ucap Eyang Puteri dan langsung mematikan sambungan telponnya.
"Apa-apaan ini, suruh makan malam bersama berarti aku harus bertemu lagi dengan pria sombong itu, aduh kenapa aku jadi bisa berhubungan dengan Eyang Puteri lagi sih? kenapa tadi pagi aku nurut aja coba pas Eyang minta nomor ponsel aku, benar-benar nih bego aku sudah berkembang biak dengan pesat," gumam Aqila.
Aqila pun melanjutkan langkahnya menuju ruang guru, langkahnya terlihat gontai dan tidak bersemangat.
"Ran, kenapa tuh Miss rusuh kok tidak bersemangat seperti itu?" seru Zahra.
Ranti hanya mengangkat kedua bahunya tanda tidak tahu dan tidak mau tahu juga, Zahra merupakan orang yang sangat kepo karena dia merasa ada yang aneh dengan sahabatnya itu. Akhirnya Zahra menghampiri Aqila yang sedang merapikan mejanya dan bersiap-siap untuk pulang.
"Hai Miss rusuh, you kenapa kok tidak bersemangat seperti itu?" tanya Zahra.
"Tidak apa-apa," jawab Aqila singkat.
"Jangan bohong deh, pasti you sedang ada masalah ya?" tanya Zahra yang masih kepo dengan sahabatnya itu.
"Ih sorry ya hidup aku itu tidak pernah ada masalah, memangnya you selalu mempermasalahkan kehidupan orang lain," aahut Aqila dengan santainya.
"Apaan, jahat banget you."
"Sudah ah aku pulang duluan ya, mata pelajaran aku sudah selesai sampai jumpa besok," seru Aqila.
"Ran, aku pulang duluan ya!! Pak Beno, Aqila yang cantik dan imut pulang duluan ya," teriak Aqila.
"Ok sip, hati-hati di jalan Bu guru cantik," teriak Pak Beno yang merupakan guru olahraga itu.
"Pasti."
Aqila pun pergi meninggalkan sekolah, Fathir yang baru saja selesai mengajar dan melihat Aqila yang sedang menyalakan motornya lantas cepat-cepat menghampirinya.
"Qila..." panggil Fathir.
"Pak Fathir, ada apa?"
"Nanti malam kamu ada acara ga?" tanya Fathir ragu-ragu.
"Memangnya kenapa?"
"Kalau kamu tidak ada acara, aku mau ngajak kamu jalan nanti malam," seru Fathir dengan malu-malu.
Baru saja Aqila mau menjawab tidak, tapi Aqila langsung ingat dengan Eyang Puteri yang mengundangnya makan malam.
"Maaf Pak Fathir, sepertinya nanti malam aku tidak bisa soalnya aku sudah ada janji dengan seseorang," sahut Aqila.
"Seseorang? apa dengan pacar kamu?" tanya Fathir.
"Pacar apaan, Pak Fathir menghina nih mana ada aku punya pacar, aku ini kan ikatan jomblo-jomblo bahagia," sahut Aqila.
Ada perasaan lega dihati Fathir karena Aqila belum mempunyai pacar.
"Ya sudah tidak apa-apa, lain kali saja."
"Maaf ya Pak Fathir, setiap Pak Fathir ngajak jalan aku selalu ga bisa karena selalu berbarengan dengan kepentingan lainnya, tapi aku janji lain kali kalau aku lagi ga ada acara, kita jalan ya," sahut Aqila dengan senyumannya yang manis.
"Iya tidak apa-apa kok, aku akan selalu menunggumu."
"Ok, kalau begitu aku pulang dulu ya."
"Kamu hati-hati di jalan."
Aqila mengacungkan jempolnya seraya tersenyum, Fathir sosok guru tampan yang sudah sejak lama menyukai Aqila tapi Fathir tidak berani mengutarakan perasaannya karena Fathir tidak mau merusak jalinan pertemanan antara mereka.
📚
📚
📚
📚
📚
Hallo bertemu lagi dengan Author kece badai, minta dukungannya ya untuk karya terbaruku🙏🙏😘😘
Jangan lupa
like
vote n
komen
TERIMA KASIH
LOVE YOU😘😘😘
📚
📚
📚
📚
📚
Malampun tiba....
Aqila tampak cantik menggunakan dress motif bunga-bunga dengan panjang selutut, rambutnya Aqila biarkan tergerai indah.
Taxi online yang dipesannya sudah menunggu diluar, Aqila memutuskan untuk memesan taxi online karena tidak mungkin malam-malam begini mengendarai motornya mana sudah dandan cantik pagi.
Aqila segera meraih kardigan dan tas selempangnya, tidak lupa Aqila mengunci rumahnya karena Ibu Ami saat ini sedang mengikuti acara camping yang diadakan sekolah tempatnya mengajar.
Butuh waktu lumayan lama karena jarak antara rumah Aqila ke Pondok Indah lumayan jauh. Sesampainya di rumah Eyang Puteri, Aqila langsung disambut oleh Satpam yang bernama Trisno itu.
"Non Aqila ya?"
"Iya Pak."
"Kata Eyang Puteri, Non Aqila disuruh langsung masuk saja."
"Oh iya, terima kasih ya Pak."
"Sama-sama Non."
Aqila pun melangkahkan kakinya menuju rumah Eyang Puteri. Sementara itu didalam rumah, Raffa tampak bingung sebenarnya siapa yang sedang Eyangnya tunggu.
"Sebenarnya Eyang sedang menunggu siapa sih?" tanya Raffa tidak sabaran.
"Sebentar lagi dia datang kok."
Tiba-tiba pintu rumah itubpun terbuka, dengan langkah yang ragu-ragu Aqila masuk kedalam rumah itu.
"Nah itu dia orangnya sudah datang," tunjuk Eyang Puteri.
"Se--selamat malam Eyang," sapa Aqila dengan ragu-ragu.
"Kamu....." seru Raffa dengan memperlihatkan tampangnya yang bengis.
"Raffa, bisa sopan ga sama tamu Eyang," bentak Eyang.
"Ngapain Eyang pakai ngundang dia segala?" tanya Raffa dengan ketusnya.
Eyang Puteri tidak menghiraukan pertanyaan Raffa, Eyang langsung menghampiri Aqila dan memeluknya dengan sangat erat.
"Kamu cantik sekali malam ini Aqila," puji Eyang.
"Ah Eyang bisa saja."
"Ayo kita makan malam bersama dulu, nanti habis itu kita ngobrol," ajak Eyang Puteri dengan menarik tangan Aqila.
Aqila tampak canggung sekali, Aqila sampai menundukan kepalanya dia tidak mau melihat wajah Raffa yang sangat menyeramkan itu. Dengan perasaan kesal karena tidak diperdulikan, akhirnya mau tidak mau Raffa mengikuti kedua wanita itu ke meja makan.
"Ayo Nak, makan yang banyak jangan sungkan-sungkan anggap saja rumah sendiri," seru Eyang Puteri.
Aqila hanya mampu menganggukan kepalanya lemah, sedangkan Raffa tampak menatap tajam kearah Aqila.
Setelah menjalani makan malam bersama, Eyang Puteripun mengajak Aqila dan Raffa untuk mengobrol diruangan keluarga sembari ngeteh bersama.
"Aqila, sebenarnya tujuan Eyang menyuruh kamu kesini itu karena ada sesuatu hal yang ingin Eyang bicarakan sama kamu," seru Eyang Puteri.
"Eyang mau bicara apa sama Aqila?" tanya Aqila.
"Raffa, Aqila, Eyang ingin kalian menikah," ucap Eyang Puteri.
"Apaaaa?" ucap Aqila dan Raffa bersamaan.
Aqila dan Raffa tampak terbelalak mendengar ucapan Eyang Puteri.
"Maksud Eyang apa?" tanya Raffa dingin.
"Raffa, Eyang ingin kamu menikah dengan Aqila."
"Eyang jangan bercanda deh, ga lucu Eyang," sahut Raffa.
"Eyang tidak bercanda, Eyang serius."
"Tapi kenapa Eyang? Raffa belum mau menikah, pokoknya Raffa tidak mau menikah apalagi dengan wanita itu, Raffa sama sekali tidak mengenalnya," sentak Raffa dengan menunjuk kearah Aqila.
"Raffa kamu itu sudah dewasa, sudah sepantasnya kamu menikah dan memberikan cicit buat Eyang, materi kamu sudah mapan apalagi yang kamu tunggu?" bentak Eyang Puteri.
"Pokoknya Raffa tidak mau menikah," ketus Raffa dan hendak meninggalkan Eyang dan Aqila.
Tapi tiba-tiba Eyang Puteri memegang dadanya dan meringis kesakitan.
"Eyang, Eyang kenapa?" tanya Aqila panik.
Raffa yang berniat untuk naik ke kamarnya, seketika mengurungkan niatnya dan berbalik melihat Eyang kesayangannya sedang merasakan sakit.
"Eyang."
Raffa berlari mengambilkan obat yang berada didalam laci dan langsung memberikannya kepada Eyang. Eyang Puteri menarik nafasnya dan duduk dikursi dengan bersandar kedada Raffa.
"Raffa berjanjilah kalau kamu mau menikahi Aqila, Eyang sangat menyukai Aqila tidak ada yang Eyang inginkan lagi di dunia ini selain melihatmu bahagia bisa melangsungkan pernikahan," jelas Eyang pelan.
"Tapi Eyang----"
"Kamu sayang kan sama Eyang Raffa? kamu tidak mau kan membuat Eyang sedih? kamu ingin membahagiakan Eyang kan?" tanya Eyang Puteri.
"Tentu saja Eyang," jawab Raffa.
"Kalau begitu menikahlah dengan Aqila," seru Eyang Puteri.
Aqila hanya bisa diam, dia tidak tahu harus menjawab apa.
"Eyang, lebih baik Eyang istirahat saja jangan dulu banyak pikiran masalah ini kita bicarakan lagi lain waktu," seru Aqila.
"Tidak Aqila, Eyang ingin jawabannya dari Raffa sekarang juga."
Raffa tampak berpikir keras, dia bingung harus jawab apa, disatu sisi dia ingin setia dengan calon istrinya yang sudah meninggal, tapi disisi lain Raffa pun tidak mau membuat Eyangnya sedih karena Eyang Puteri merupakan wanita yang sangat Raffa sayangi melebihi dirinya sendiri.
"Ahh..." keluh Eyang dengan memegang dadanya.
"Baiklah Eyang, Raffa akan menikahi dia," seru Raffa pelan.
Eyang Puteri tampak senang sedangkan Aqila melototkan matanya, dia tidak percaya dengan ucapan pria yang ada di hadapannya itu.
"Ya sudah, sekarang Eyang istirahat dulu ya di kamar," seru Raffa.
Eyang Puteripun menganggukan kepalanya...
"Eyang, kalau begitu Aqila lebih baik pulang dulu ya," seru Aqila.
"Tunggu kamu disana jangan kemana-mana, nanti biar aku anterin kamu pulang," seru Raffa dinginnya.
Eyang Puteri tampak senang dan dia tersenyum sembari menganggukan kepalanya pertanda kalau Aqila harus menurut dengan yang Raffa ucapkan.
"Astaga, aku mau dianterin pulang sama Raffa bukannya senang malah ngeri membayangkannya juga," batin Aqila.
Tidak lama kemudian, Raffa pun menuruni anak tangga dengan menenteng jaket ditangannya. Tanpa bicara sepatah kata pun, Raffa berjalan melewati Aqila yang tampak tidak mengerti dengan apa yang dilakukan Raffa.
"Woi, mau pulang ga atau mau nginep disini?" sentak Raffa.
"Ah..i--iya."
Aqila langsung berlari menyusul Raffa dan dengan cepat masuk kedalam mobil sport milik Raffa. Tanpa banyak bicara Raffa mulai melajukan mobilnya.
"Kenapa tadi kamu diam saja? kenapa kamu tidak menolak apa yang dikatakan oleh Eyang? jangan-jangan kamu sengaja ya, karena kamu memang mau menikah denganku?" seru Raffa dengan dinginnya tanpa melihat kearah Aqila.
"Apa? jangan sembarangan kamu kalau ngomong, memang siapa juga yang mau menikah dengan pria sombong kaya kamu," sahut Aqila.
"Terus kenapa kamu diam saja?" tanya Raffa.
"Ya terus aku harus ngomong apa?"
"Ya langsung tolak saja, jangan-jangan kamu tahu kalau aku tidak bisa menolak permintaan Eyang, makannya kamu diam saja ternyata pintar juga kamu," ketus Raffa.
Aqila tampak tertawa kecut mendengar ucapan Raffa.
"Maksud kamu apa?" tanya Aqila.
"Jangan pura-pura bego deh kamu, semua orang mengenal siapa aku, pewaris tunggal kerajaan bisnis keluarga Abraham, semua wanita mengantri untuk bisa menjadi istriku tapi kamu begitu sangat pintar mendekati Eyang untuk bisa menikah denganku karena kamu tahu kelemahanku adalah Eyang. Apa perlu sekarang kita pergi ke hotel, aku tahu kamu hanya ingin tidur denganku kan?" ledek Raffa.
Mata Aqila membulat sempurna, sungguh Aqila tidak menyangka pria yang berada disampingnya itu akan merendahkannya.
Plaaaaaakkkkkk....
Raffa langsung menginjak rem secara mendadak, untung jalanan tidak terlalu ramai seketika Raffa menatap Aqila dengan tatapan membunuh dengan emosi yang memuncak, Raffa mencengkram wajah Aqila.
"Berani-beraninya kamu menamparku," bentak Raffa dengan matanya yang sudah memerah menahan emosinya.
Seketika air mata Aqila menetes....
"Jangan samakan aku dengan wanita lain, aku bukan wanita yang gila harta dan asalan kamu tahu, aku sama sekali tidak mengenal dirimu ataupun Eyang jadi tidak ada niat sedikitpun dihati aku untuk menikah denganmu," ucap Aqila dengan menepis tangan Raffa.
Dengan cepat Aqila melepaskan sabuk pengamannya dan dengan cepat keluar dari mobil Raffa. Kebetulan ada taxi yang lewat, Aqila langsung menghentikan taxi itu.
Aqila tampak menangis didalam taxi, barubkali ada seorang pria yang terang-terangan merendahkannya. Sedangkan Raffa tampak memukul stir mobilnya.
"Aaaaa....kurang ajar, barani sekali dia menamparku," gumam Raffa dengan mengeraskan rahangnya.
Tidak lama kemudian Aqila pun sampai di rumah, Aqila berjalan gontai dan tidak bersemangat hatinya begitu sakit mendegar perkataan Raffa.
Tanpa mengganti pakaiannya, Aqila menjatuhkan tubuhnya keatas tempat tidur dan tidak terasa air matanya kembali menetes.
"Dasar pria sombong, seenaknya saja menghina orang sembarangan, mentang-mentang orang kaya merendahkan orang seenak jidatnya, semoga aku tidak akan pernah lagi bertemu dengan pria itu," gumam Aqila.
***
Satu minggu kemudian...
Semenjak kejadian itu, Aqila tidak pernah berhubungan lagi dengan Eyang dan cucunya yang sombong itu, bahkan Eyang beberapa kali menghubunginya tapi Aqila tidak pernah mengangkatnya.
Bagi Aqila cukup sudah penghinaan yang diucapkan oleh Raffa, dia tidak mau berurusan lagi dengan keluarga orang kaya itu lagi.
"Woi, you kenapa melamun aja," seru Ranti.
"Ga apa-apa," jawab Aqila singkat.
"Jangan bohong deh, ada masalah apa? ayo cerita sama kita," sambung Zahra.
Saat ini mereka bertiga sedang berada di Kantin sekolah untuk makan siang, Aqila mendapat jadwal di jam ketiga mengajar alias di jam terakhir.
"Beneran ga ada masalah apa-apa kok," sahut Aqila dengan menyeruput es teh manis pesanannya.
"Hallo semuanya..." sapa Fathir.
"Hallo Pak Fathir," sahut Ranti dan Zahra bersamaan.
"Boleh aku gabung?"
"Boleh dong Pak, silakan," sahut Ranti.
Ranti dan Zahra tahu kalau Fathir menyukai Aqila, mereka berdua saling pandang satu sama lain seperti memberikan kode.
"Aduh, aku lupa belum memeriksa hasil pekerjaan anak-anak, aku ke ruangan guru dulu ya," seru Ranti dan langsung ngacir.
"Ah iya, aku lupa Pak Bambang tadi manggil aku, duluan ya Aqila bayarin makanan kita," teriak Zahra.
"Ih nyebelin banget sih kalian, mana kalian makannya banyak banget lagi," ketus Aqila.
"Sudah-sudah, nanti biar sekalian aku yang bayar," seru Pak Fathir.
"Ga usah Pak Fathir, biar aku aja."
"Lho, aku juga kan ini baru makan ya udah ga apa-apa nanti sekalian aku yang bayar, aku ikhlas kok kamu tenang saja, kamu juga kalau mau tambah ambil aja," seru Fathir dengan senyumannya.
"Tidak terima kasih, aku sudah kenyang."
"Ya sudah aku makan dulu ya."
Aqila pun menganggukan kepalanya, Fathir makan dengan lahapnya tanpa sadar Aqila memperhatikan Fathir makan dan kemudian senyumannya mengembang.
"Kamu kenapa senyum-senyum?" tanya Fathir yang baru saja selesai makan.
"Ah tidak apa-apa Pak," sahut Aqila dengan wajah yang memerah karena ketahuan sedang memperhatikan guru tampan itu.
"Besok malam minggu ya, aku punya dua tiket nonton di bioskop kamu mau nemenin aku ga? itu juga kalau kamu ga ada acara lagi," seru Fathir.
"Ehmm...bisa ga ya?" sahut Aqila pura-pura mikir.
"Tidak apa-apa kalau kamu ada acara, tiketnya aku kasih aja sama Ranti dan Zahra," ucap Fathir.
"Eh jangan enak aja di kasih sama dua mercon itu, aku juga mau nonton kali," seru Aqila.
"Hah..seriusan kamu mau pergi nonton sama aku," ucap Fathir dengan tidak percaya.
"Iya aku mau."
"Yess, ok besok aku jemput kamu jam 19.00 malam ya."
"Ok."
Fathir begitu sangat bahagia akhirnya ajakannya disetujui oleh Aqila.
***
Sementara itu dirumah mewah milik Eyang Puteri, semua orang termasuk Raffa sedang kelimpungan karena Eyang Puteri tidak mau makan sama sekali. Sampai-sampai Raffa pulang ke rumah karena merasa khawatir dengan keadaan orang kesayangannya itu.
"Eyang, kenapa Eyang tidak mau makan nanti Eyang sakit," seru Raffa dengan duduk disamping ranjang Eyang.
Eyang tidak menghiraukan ucapan Raffa malahan sekarang Eyang memalingkan wajahnya seakan tidak mau melihat kearah cucunya itu.
"Eyang, apa Eyang marah sama Raffa?" tanya Raffa dengan lembutnya.
"Jangan pedulikan Eyang, kamu memang sudah tidak sayang lagi sama Eyang."
"Kok Eyang ngomongnya seperti itu sih? Raffa itu sayang banget sama Eyang, justru Raffa sangat khawatir saat mendengar Eyang tidak mau makan, makannya Raffa cepat-cepat pulang karena Raffa takut terjadi kenapa-napa sama Eyang," seru Raffa.
Eyang malah merebahkan tubuhnya dengan posisi membelakangi Raffa. Raffa tahu kalau Eyang sedang marah kepada dirinya, Raffa menghela nafasnya panjang.
"Eyang, maafkan Raffa apa yang harus Raffa lakukan supaya Eyang memaafkan Raffa dan Eyang mau makan," seru Raffa frustasi.
"Bawa Aqila kemari, gara-gara kamu Aqila tidak mau mengangkat telpon Eyang," ketus Eyang Puteri.
"Apa? tapi Eyang----"
"Ya sudah kalau kamu tidak sanggup membawa Aqila kesini, jangan harap Eyang akan makan dan biarkan Eyang mati saja," seru Eyang.
"Baiklah Eyang, Raffa akan bawa wanita itu kesini," sahut Raffa.
Raffa pun keluar dari kamar Eyang, dengan perasaan tidak menentukan.
"Apa yang harus aku lakukan, kemana aku harus mencari wanita itu?" gumam Raffa.
Raffa mengotak-ngatik ponselnya dan menghubungi Asisten pribadinya.
"Rei, tolong kamu cari tahu alamat rumah wanita yang bernama Aqila dan aku ingin hari ini juga kamu mendapatkan informasinya," seru Raffa.
Raffa segera menutup telponnya dan memutuskan untuk ke meja kerjanya yang ada dirumahnya itu. Raffa membuka sebuah laci dan mengambil sebuah foto.
"Sayang, apa yang harus aku lakukan aku tidak mau menikah dengan wanita manapun, cintaku hanya untukmu, cinta dan hatiku sudah kamu bawa pergi dan tidak tersisa untuk wanita lain," gumam Raffa.
Raffa tampak merenung dan mengusap foto wanita cantik yang tidak lain adalah Claudia, calon istri Raffa yang meninggal karena kecelakaan mobil.
📚
📚
📚
📚
📚
Hai..hai..ketemu lagi, ayo dong minta dukungannya buat Author🙏🙏😘😘
Jangan lupa
like
vote n
komen
TERIMA KASIH
LOVE YOU😘😘😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!