NovelToon NovelToon

My Beloved Husband

Bab Rindu yang berujung temu

Ini adalah sequel dari "PENGACARA TAMPANKU" mengisahkan tentang Salsa sahabat baik Jessi dan Jordan yang tidak lain kakak kembaran Jessi. Disarankan untuk membaca pengacara tampanku sebelum membaca cerita ini.

Novel ini akan slow update, sekian cuap-cuap dari aku.

Brakk.. benturan yang cukup keras terjadi kala sepeda motor vs sepeda motor saling bertabrakan di jalan Hos Cokroaminoto, Yogyakarta. Tabrakan terjadi antara pengemudi ojek online dan seorang mahasiswa yang langsung kabur usai menabrak ojol dan pejalan kaki yang hendak menyebrang jalan. Korban kecelakan langsung di larikan ke rumah sakit oleh ambulan yang tidak sengaja lewat saat kejadian kecelakaan. Salah satu dari korbannya adalah mahasisi kedokteran Universitas Gajah Mada, dia adalah Salsabila Prameswari.

Salsa, mahasisi yang sedang menempuh pendidikan di Yogyakarta seorang diri itu merasa kebingungan harus menghubungi siapa di saat kondisi seperti sekarang. Gadis itu tidak mungkin menghubungi papa nya yang sedang dinas di luar negeri. Ia teringat pada Yangti,Nenek dari sahabatnya yang tinggal di Jogja.

Beruntung Salsa hanya mengalami luka lecet-lecet dan patah tulang ringan. Hanya saja gadis itu harus bersabar untuk beberapa bulan kedepan dengan kondisi patah tulangnya.

"Gue panik tau nggak waktu yangti telepon lo kecelakaan, untung lo nggak papa." Cerocos Jessi sahabat baik Salsa. Jessi yang tinggal di Jakarta langsung menuju Jogja setelah mendapat kabar kecelakaan yang menimpa Salsa.

"Gue jadi ngerepotin Lo, sama mommy."

"Nggak sayang, kamu nggak ngerepotin mommy sedikitpun. Sekarang kamu jangan mikir macam-macam fokus sama kesembuhan kamu aja, mommy sama Jessi ada disini." Ucap Ayu lembut dengan penuh kasih sayang layaknya berbicara dengan putri kandungunya.

"Makasih mommy,"

"Sure." Ayu mengangguk.

***

Jessi menggenggam tangan Salsa saat tanpa ia sadari air mata mulai menetes di pipinya. Untuk beberapa saat Jessi tidak bisa menahan air mata yang mengalir menganak sungai itu. Melihat Salsa yang terbaring di ranjang pasien itu sungguh menyakitkan bagi Jessi. Jessi sudah menganggap Salsa layaknya saudara kandung, jika Salsa kesakitan Jessi pun akan merasa tersakiti pula.

Tangis Jessi pun berhenti saat ia mendengar suara pintu didorong dari luar, seseorang menyentuh gagang pintu. Jessi menoleh melihat siapa yang datang tanpa suara.

“Kak Jo?” Yang datang si ganteng Jordan. Lelaki itu masuk kedalam kamar rawat inap Salsa dengan menggeret kopernya.

“Dia tidur?”

Jessi mengangguk. “Habis minum obat.”

Jordan berjalan mendekat ke brankar. **Deg! **Melihat tangan Salsa di balut gips Jordan merasakan nyeri di dadanya.

“Apa yang terjadi sebenarnya?”

“Entahlah, kak. Yang Jessi tau hanya tabrak lari, pelakunya belum ditemukan.” Jawab Jessi.

Jordan terdiam. Namun, sorot matanya memperhatikan luka di tangan Salsa. “Apa tidurnya nyaman?” Dengan hati-hati Jordan mengangkat tangan kiri Salsa dan meletakannya di atas guling yang sejajar dengan perut Salsa, agar tangan yang terluka itu tidak tertindih.

“Nyaman nggak nyaman, mau bagaimana lagi?”

“Mommy kemana? Kata Daddy mommy juga ikut kesini?”

“Lagi ke butik..Oh, iya!”

“Kenapa?”

“Karena kak Jo disini, tolong jaga Salsa sebentar. Jessi mau ke kosan Salsa ambil baju ganti Salsa dan beberapa perlengkapannya.” Ucap Jessi teringat Salsa belum membawa baju maupun perlengkapan yang lain.

“Jangan lama..”

“Iya, iya.” Menyambar tasnya yang berada di sofa sambil berlalu meninggalkan ruangan itu.

Sekitar lima menit Jessi menunggu taksi online yang ia pesan. Taksi dengan plat AB itu dikendarai oleh pria paruh baya yang sangat sopan. Selain sopan bapak sopir taksi itu juga ramah dan menyenangkan enak di ajak mengobrol dalam perjalananan menuju kos Salsa.

Kosan Salsa terletak di daerah Babarsari. Di Salah satu daerah dengan banyaknya kos eksklusif. Kos Salsa termasuk satu dari sekian banyak kos eksklusif yang ada di Yogyakarta.

Berbekal kunci cadangan yang ia punya, Jessi pun masuk kedalam kamar kos Salsa. Kamar berukuran sekitar 4x5 meter itu terbilang bersih dan tertata rapi barang-barangnya. Didalam nya ada satu springbed single, almari baju, meja belajar mini, televisi led dan kasur lantai.

Jessi menuju almari pakaian dan mengambil beberapa stel baju serta baju dalaman milik Salsa. Ia masukan baju-bahu itu ke dalam koper mini milik Salsa.

“Seperti mau traveling.” Gumam Jessica terkekeh. Padahal ia akan pergi ke rumah sakit namun membawa koper.

“Astaga.” Melihat dua figura yang ada di atas meja belajar Salsa membuat Jessi menggelengkan kepalanya. Satu figura berisi foto Salsa, Jessi dan Celia. Sementara figura yang satunya berisi foto papa Salsa dan Jordan yang sudah di edit menjadi satu.

Cekrek.. Cekrek.. Dua kali Jessi memotret foto Jordan dan papa Celia. Setelah beberes Jessi langsung memesan taksi online lagi.

Sementara di rumah sakit..

“Kamu ngapain kesini?” Salsa melengos tidak mau menyapa Jordan. Salsa sudah bangun dari tidurnya, ia mengambil posisi setengah duduk dengan punggung bersandar brankar yang sudah di naikkan bagian kepalanya.

“Masih marah?”

“Nggak.”

“Sa, harus berapa kali aku katakan aku dan ..”

“Aku tidak mau dengar.”

Jordan menghela nafas panjang. Perempuan di hadapannya itu masih saja keras kepala bahkan disaat kondisinya sedang terluka.

“Baiklah, aku tidak akan membahasnya. Bagaimana kau bisa terluka?”

“Nggak sengaja ke tabrak.”

“Memang kamu anak kecil yang menyebrang jalan tidak pake lihat kanan kiri?” Jordan sudah mendengar kronologi kecelakaan yang menimpa Salsa, secara garis besar Salsa hendak menyebrang jalan saat tanpa sengaja pengendara sepeda motor menabrak gadis itu.

“Nggak lihat.” Jawab Salsa cuek.

Obrolan keduanya terjeda saat petugas rumah sakit mengirim makan malam untuk Salsa.

“Makan ya, aku yang suapi?” Bujuk Jordan.

“Nggak perlu.”

Lalu Jordan melirik obat di nakas dan memeriksanya. “Obatnya harus di minum setelah makan.” Sambil membaca panduan meminum obat yang sudah di resep kan dokter.

“Kalau kamu nggak makan, gimana mau minum obat?” Mengambil jatah makan Salsa dari rumah sakit dan membuka penutupnya. Jordan menyendok nasi dan lauk lalu diarahkan nya ke mulut Salsa. “Aaaa, buka mulut kamu.”

“Nggak mau.”

“Sedikit saja, lima suapan.”

“Nggak.”

“Tiga suapan nggak papa, yang penting kamu makan.”

“Nggak.”

“Makan atau saya telepon om Damar!” Ancam Jordan. Jordan sangat tau Salsa lemah jika menyangkut papa nya.

“Cih, tukang ngadu.” Sambil membuka mulutnya. Satu suapan akhirnya masuk kedalam mulut Salsa.

Jordan tersenyum penuh kemenangan. Jika tau begini dari awal ia akan membawa nama om Damar agar Salsa menurut.

“Kamu nggak kasih tau papa ‘kan?” Tanya Salsa dengan mulut penuh makanan.

“Sementara belum.” Jawab Jordan datar.

Salsa melotot pada Jordan.

“Enggak.” Tutur Jordan kemudian.

Setelah lima suapan Salsa menutup mulutnya rapat-rapat. Akhirnya Jordan mengalah, setidaknya Salsa sudah mau makan.

“Aku akan tinggal di Jogja sampai kamu sembuh.” Jordan meletakan kembali peralatan makan di nakas. Lelaki itu lalu mengambil tisu dan membantu Salsa mengelap mulutnya yang belepotan.

“Aku bisa sendiri.” Salsa merebut tisu dari tangan Jordan dengan tangannya yang tidak terluka dan mengelap mulutnya sendiri.

“Aku bilang, aku akan tinggal di Jogja sampai kamu sembuh.” Ulang Jordan.

“Nggak perlu.”

“Ini pemberitahuan bukan penawaran! Aku tidak memerlukan pendapatmu.” Tegas Jordan.

“Serah.”

“Minum.” Menyerahkan segelas air putih. Salsa meminumnya hingga tandas lalu ia meminum obat yang sudah di siapkan Jordan.

“Aku harap hubungan kita bisa..”

“Selama ada dia diantara kita, jangan mimpi!” Potong Salsa.

“Satu tahun yang lalu, aku-..”

“Kakak ngapain satu tahun yang lalu?” Jessi tuba-tiba datang dan menyahut obrolan Jordan dengan Salsa.

Cih, kenapa anak cepat sekali datangnya?

Jordan membatin dengan kesal. Cepat? Padahal Jessi sudah pergi selama tiga jam lebih, setelah dari kos Salsa, Jessi memutuskan pergi ke rumah yangti dulu.

“Kak?”

“Satu tahun yang lalu aku juga pernah ke serempet motor.” Jawab Jordan ngasal. Lelaki itu beranjak dari duduknya sebelum Jessi mengusirnya.

“Waow, anak manis sudah makan sudah minum obat.” Jessi heran karena setahu dia, Salsa tidak suka makanan rumah sakit, pernah sekali Salsa di opname saat SMA, pada waktu itu Salsa selalu makan makanan dari luar rumah sakit yang dibawakan Celia dan Jessi.

***'

Jessi sudah kembali ke Jakarta, sementara kondisi Salsa berangsur membaik. Sebelum pulang ke Jakarta, Jessi lebih dulu menyiapkan perawat part time untuk membantu Salsa. Jadi, Salsa tidak kesusahan merawat dirinya. Salsa juga tinggal dirumah yangti untuk sementara waktu, sampai gadis itu bisa merawar dirinya sendiri.

Selain Salsa, Jordan juga tinggal di rumah yangti selama di Jogja. Jordan mendapat tugas dari Daddy Raka untuk bernegosiasai dengan rekan bisnis Daddy Raka yang sedang berlibur di Yogyakarta.

"Yangti manggil Salsa?" Salsa menghampiri Yangti dan yangkung yang sedag bersantai ditaman belakang.

"Sini nduk, duduk dekat yangti." Mendekat dan duduk di sebelah yangti. "Jadi, yangti sama yangkung lusa mau berangkat umroh, kamu dirumah sama mbok Jum dan Pak Tomo. Ada Jordan juga, kalau ada apa-apa minta tolong sama Jordan, ya!" ucap yangti lembut. Salsa memang sudah mendengar dari mbok Jum asisten rumah tangga di rumah yangti bila Yangti dan yangkkung akan pergi umroh selama 14 hari sekalian mampir ke Turki.

"Iya yangti, Salsa sudah sembuh. Yangti sama yangkung fokus umrohnya."

***

"Bosen?" Jordan tiba-tiba datang mengagetkan Salsa yang sedang asyik rebahan di kamar. Gadis itu langsung duduk setengah tidur. Jordan datang dengan membawa setoples belalang goreng salah satu makanan favoritnya saat di Jogja.

"Kalau mau masuk kamar orang ketuk pintu dulu." Ketus Salsa.

"Iyaa, maaf sayang." Mengusap puncak kepala Salsa dan meletakkan toples di nakas. Lalu duduk di bangku kecil sebelah ranjang tempat tidur Salsa.

"Cih," Tidak suka dengan panggilan Jordan.

"Mau jalan-jalan?" tanya Jordan.

"Mau, tapi nggak sama kamu."

Jordan menghela nafas panjang dan berat. "Sa, sudah cukup satu tahun kita seperti ini."

"Bodo amat."

"Berapa kali saya bilang, Naya itu hanya teman."

"Teman rasa pacar." Cibir Salsa.

"Kamu pacar saya."

"Mantan."

"Kapan kita putus?Aku nggak ada mutusin kamu, kamu juga nggak ada mutusin saya." balas Jorda datar. Jika Salsa bisa maka Jordan juga bisa membalik kata-kata Salsa.

"Kalau begitu se-" ucapan Salsa mengambang kala Jordan langsung membungkam mulut perempuan itu dengan kecupan.

"Ucapan adalah doa, Aku nggak mau putus. Nggak akan pernah." kata Jordan tegas lalu beridiri dan melangkah keluar dari kamar Salsa.

.

.

..

Bab Ldr an lagi

Jordan benar-benar membuktikan ucapannya, dia menetap sementara di Jogja mengurus bisnis Daddy Raka sekalian menjaga Salsa. Meskipun sikap Salsa masih saja dingin padanya, dia tidak menyerah.

Namun, hari ini Salsa memutuskan kembali ke kosan nya. Salsa merasa tidak nyaman tinggal di rumah yangti. Dia memilih kembali ke kos setelah mendapat persetujuan dari yangti dan yangkung, tentunya dengan bujuk rayu yang tidak mudah hingga Salsa mendapat persetujuan pindah.

“Sering-sering main kesini ya, pokoknya yangti mau seminggu sekali Salsa nginep disini.” Pelukan hangat Yangti selalu menenangkan bagi Salsa. Selain pelukan mommy Ayu, kini pelukan yangti yang akan selalu ia rindukan. Pelukan penuh kasih dari seorang ibu, bagi Salsa yang hidup tanpa kasih sayang ibu.

Salsa memeluk erat yangti seakan enggan melepaskannya. Tapi, sejenak ia tersadar jika terus seperti ini yangti bisa saja menarik kembali ucapannya yang mengizinkan Salsa kembali ke kos. “Salsa pasti sering nginep kok yangti.” Melepaskan rangkulan dari yangti.

Perpisahan singkat pun berakhir. Diantar Jordan, Salsa kembali ke kosan nya. Di dalam mobil yang di kemudikan Jordan hanya ada keheningan. Baik Jordan maupun Salsa memilih diam. Mereka masih perang dingin.

“Masih marah?” Jordan mengalah dan mulai membuka percakapan.

Salsa yang sedang menatap arah luar kaca mobil itu menanggapi dengan cuek, “nggak.” Ucapnya tanpa menoleh.

Jordan menghela nafas panjang. Sabar! Dia hanya bisa sabar menanggapi sikap Salsa.

“Mau mampir ke supermarket dulu, nggak?”

“Nggak.”

Harus bagaimana lagi Jordan membujuk Salsa agar bersikap hangat padanya? Apakah dia harus menuruti permintaan Salsa dan mengakhiri hubungan meraka. Tapi, Jordan tidak mau. Dia mencintai Salsa. Salsa cinta pertamanya sekaligus perempuan yang ingin Jordan jadikan cinta terakhirnya pula.

“Sudah sampai.” Ucap Salsa. Tanpa sadar Jordan melewati kos Salsa beberapa meter.

“Ah, maaf.” Jordan mematikan mesin mobilnya, membuka sabuk pengamannya dan turun dari mobil. Tak lupa dia berjalan memutar untuk membukakan pintu mobil bagi Salsa.

“Terimakasih.” Salsa turun dari mobil.

Koper dan beberapa kresek hitam yang berisi camilan itu Jordan bawa turun dari mobil. Dia menggeret koper dan menenteng kresek membawanya masuk ke dalam kamar kosan Salsa.

“Kos bebas?” Tanya Jordan heran melihat banyak lelaki terlihat keluar dari salah satu kamar kosan. Salsa melihat kearah Jordan memandang. Dia pun tidak heran jika ada lelaki yang keluar masuk dari kamar kos. Karena memeng kosan yang Salsa sewa itu merupakan komplek kos bebas dan eksklusif.

“Sa?” Panggil Jordan.

“Sudah bisa lihat sendiri ‘kan?” Salsa enggan menjawab pertanyaan Jordan. Dia membiarkan Jordan melihat dan menyimpulkan sendiri seperti apa kosan Salsa.

“Sial.” Batin Jordan. Selama ini dia tenang-tenang saja Salsa tinggal di kos. Dia tidak menyangka kos Salsa ternyata kos bebas. Jika tau mungkin Jordan akan mengerahkan segala cara membujuk Salsa untuk pindah kos atau tinggal di rumah yangti saja biar aman.

“Mau masuk enggak?” Pintu kamar Salsa terbuka lebar. Dia sudah masuk lebih dulu meninggalkan Jordan yang mengekorinya sambil melirik-lirik kamar kos lain. Kalau-kalau ada yang mencurigakan.

“Kamu kenapa enggak bilang kalau kosan mu bebas?” Tanya Jordan sambil meletakan koper milik Salsa di sudut tempat kamar. Lalu menelisik memandangi setiap sudut kamar berukuran 4x5 meter itu.

“Kamu engga nanya.” Balas Salsa. Dia membongkar koper yang baru saja Jordan letakkan dan mengeluarkan isi dalamnya yang berupa; baju-baju ganti selama dia tinggal dirumah yangti juga kosmetiknya.

Baju-baju yang baru saja Salsa keluarkan dari koper dia susun ke dalam almari. Juga kosmetik nya ia taruh di rak khusus peralatan make up.

“Ya kalau aku enggak nanya harusnya kamu bilang.” Lelaki itu memilih duduk di kasur lantai dan menyalakan televisi.

Salsa masih sibuk menata bajunya. Dia membiarkan saja Jordan bermain dengan remote kontrol televisi. “Kenapa aku harus bilang?”

Jordan memencet asal angka-angka di remote itu, mengganti Channel satu ke Channel yang lainnya. “Ya aku ‘kan pacar kamu.” Jawab nya asal pula.

Salsa memutar bola matanya malas. Memang kenapa jika Jordan pacarnya? Apakah dia harus melapor pada Jordan setiap detail yang ada di dalam hidupnya. “Nggak usah Lebay. Lagi pula keamanan kos disini bagus. Ada CCTV dimana-mana.” Ucap Salsa sambil menutup almari bajunya. Dia selesai menata bajunya.

“Banyak cowok yang sering main?” Jordan bertanya dengan serius.

Salsa berjalan kearah Jordan dan duduk di sebelahnya. “Main kemana?”

“Kesini?”

“Kos aku?

“Ya iyalah. Memang nya kemana lagi. Sekarang kita ‘kan lagi di kosan kamu!”

“Ow.”

“Kok o? Kalau ditanya itu jawab sesuai pertanyaanya.” Mulai kesal juga si Jordan.

“Enggak.” Jawab Salsa menjeda ucapannya, “kamu yang pertama.” Lanjutnya kemudian.”

Dalam hatinya Jordan senang mendengar jawaban Salsa. Dan, dia percaya itu. Dia yakin Salsa tidak berbohong. Tapi, dia tetap saja merasa tidak nyaman Salsa tinggal di kos yang bebas seperti ini. Apalagi mereka sebentar lagi akan berpisah. Jordan akan kembali ke Jakarta yang otomatis mereka akan kembali ldr an (Read: long distance relation ship). Atau istilahnya pacaran jarak jauh.

Apa Jordan membujuk Salsa untuk pindah kos saja ya? Tapi, Salsa pasti marah dan menganggap Jordan kekanak-kanakan. Dan, hubungan mereka yang baru saja membaik ini pasti merenggang lagi. Sudahlah, untuk kali ini Jordan akan mengalah. Meredam egonya agar hubungan mereka adem ayem dari perselisihan.

**

Setelah 6 bulan di Jogja, Jordan akhirnya kembali ke Jakarta. Sampai di ibu kota, Jordan di sambut oleh sang adik, Reynard. Adik bungsu nya itu di antar oleh sopir menjemput Jordan di bandara.

“Welcome back, Brother.” Reynard menyambut kedatangan Jordan dengan kedua tangan terbuka siap memeluk Jordan. Namun, bukannya memeluk adikmu itu, Jordan justru menyentil kening Reynard dengan jari telunjuknya, “rasah Lebay.” Kata sang kakak pada sang adik yang langsung masuk ke dalam mobil di ikuti sang adik.

“Kita ke kantor, pak!” Ucap Jordan pada sopir Rey. Rey menolak, “Kita pulang, pak. Enak aja baru sampai langsung mau ke kantor.” Gerutu Rey.

Jordan mengikuti saja apa mau adiknya sebelum adiknya itu mengomel semakin jauh.

“Siapa yang nyuruh kamu jemput kakak?”

“Mommy lah, memang siapa lagi yang peduli sama kakak selain mommy.”

Benar apa yang dikatakan Rey. Mommy Ayu memang sangat peduli pada putra putrinya. “Terus kenapa mommy nggak ikut jemput kalau peduli?” Tanya Jordan.

“Ya peduli sih peduli. Tapi, cuan lebih penting. Wkwk.” Jawab Rey tertawa.

Dia ingat percakapannya dengan mommy Ayu satu jam yang lalu via telepon.

“Rey, tolong jemput kak Jordan di bandara ya. Minta tolong sopir kamu.” Ucap mommy Ayu di sambungan telepon.

“Loh ‘kan mommy bilang mommy yang mau jemput kak Jo.” Sahut Rey.

“I-iya sih, tapi mendadak mommy ada perlu nih. Klien mommy mau datang, mana ini tu biasanya kalau pesen baju banyak.” Ayu menjawab.

“Oo, jadi klien mommy lebih penting dari kak Jo?”

“Untuk saat ini iya dong. Bisa ratusan juta, Rey. Eman banget kalau klien mommy lari.” Ayu terkekeh menjawab pertanyaan Rey.

Begitulah hingga Rey akhirnya menyetujui permintaan mommy Ayu dengan syarat uang jajannya minggu ini dua kali lipat.

.

.

.

Bab Mimpi buruk

Follow instagram aku ya guys @n.lita.s

*Disana ada informasi update juga novel-novel aku yang lain. Sekali an kita bersilaturahmi di media sosial **💜*

**

Pyar.. Salsa menjatuhkan gelas yang sedang ia pegang kala melihat berita di televisi.

Breaking news.. Pesawat Juan air dengan nomor penerbangan 605 tujuan Jakarta dari Bali dinyatakan hilang kontak di perairan Bali setelah mengudara selamat 4 menit.

“Ju-Juan air? Itu ‘kan pesawat yang di tumpangi papa,” Salsa mematung sesaat.

Hingga dering ponsel menyadarkan dirinya kembali.

“Ha-halo!”

“Sayang, kamu di kosan?” Suara mommy Ayu terdengar parau. Dari suaranya saja Salsa sudah bisa menebak ada hal yang tidak beres. “Kamu siap-siap kembali ke Jakarta ya, sayang. Bareng yangti sama yangkung,” ucap mommy Ayu kemudian.

“Kumohon, ini hanya mimpi,” batin Salsa.

“Sa, kamu masih disana ‘kan?” Ayu memanggil.

“Iya mommy,” dengan segenap usaha Salsa menahan diri untuk tidak meneteskan air mata. Semuanya belum pasti. Masih belum ada informasi.

“Tidak, papa tidak ada pesawat itu. Papa pasti masih di Bali,” gumam Salsa sambil menggigit bibir bawahnya.

Lima belas menit setelah telepon dari Ayu, yangti dan yangkung datang menjemput Salsa. Mereka langsung terbang ke Jakarta dengan jet pribadi Raka.

“Yangti?”

“Iya sayang,” yangti merangkul Salsa sejak mereka masuk kedalam pesawat hingga mereka sudah berada di dalam mobil yang akan membawa mereka ke kediaman Raka.

“Papa nggak ada di pesawat itu ‘kan?” Tanya Salsa berkaca-kaca.

Yangti memeluk Salsa lebih erat. “Sabar ya sayang,” hanya kata itu yang bisa yangti ucapkan pada Salsa saat ini meskipun begitu Salsa mengangguk menuruti yangti.

Di kediaman Raka. Semua orang sudah berkumpul menunggu kedatangan Salsa. Ada mommy Ayu, Jessica, Yoga, Nabila, Celia, dan Reynard. Sementara Raka ditemani Adam suami dari Nabila menuju Bali satu jam yang lalu untuk mengkonfirmasi kecelakaan pesawat yang turut ditumpangi oleh papa Salsa.

“Mom, Daddy udah kasih kabar belum?” Tanya Jessica.

Ayu menggelengkan kepalanya.

“Kok lama banget sih,” kata Jessi tidak sabar lalu menoleh pada suaminya yang tengah memeriksa ponslenya. “Udah ada kabar, mas?” Tanyanya pada Yoga. Lelaki itu juga menggelengkan kepalanya.

“Kalau kak Jordan gimana?” Balik bertanya pada Ayu.

“Mommy sudah kirim pesan sama Jordan untuk pulang. Tapi ponselnya tidak aktif. Mommy yakin Jordan pasti juga sudah dalam perjalanan pulang. Lagi pula Singapura dekat,” jawab Ayu.

“Yang jelas kita harus siap dengan kemungkinan terburuk, Jes,” sahut Nabila yang langsung membuat Jessi dan Celia menangis.

“Gimana Salsa bisa bertahan aunty?” Kini Celia berusaha. Dia merasa ini akan menjadi pukulan hebat bagi Salsa. Salsa hanya memiliki papa nya sebagai keluarga inti saat ini.

“Hiks, hiks, Celia benar aunty, gimana Salsa bisa bertahan?” Jessi menangis di pelukan suaminya.

“Kalian tenang dulu, semua masih belum pasti. Kita berdoa saja yang terbaik.” Ucap Nabila menenangkan.

Tung.. pesan masuk di ponsel Yoga. Jessi beralih menyender di bahu mommy Ayu sementara Yoga memeriksa ponselnya.

“Gimana, Ga?” Tanya Ayu.

Dari raut wajah Yoga, Ayu dan Nabila sudah bisa menebak apa yang akan Yoga katakan.

“Om Damar termasuk salah satu penumpang, mom,” jawab Yoga.

“Innalillahi,”

“Kita lihat berita, mom,”

Pesawat Juan air dengan nomor penerbangan 605 tujuan Jakarta di pastikan jatuh di perairan Bali. Saat ini telah di lakukan pencarian dari KNKT, Basarnas maupun TNI dan Polri.

“Matikan, Ga. Mereka datang!” Titah Nabila pada Yoga mendengar suara yangti dari pintu depan.

Tak selang berapa lama, yangkung datang bersama satpam yang membopong Salsa.

“Astagfirullah, Salsa kenapa, buk?” Ayu dan yang lainnya berdiri kaget melihat Salsa tidak sadarkan diri.

“Semaput, Nduk,” jawab yangti.

Satpam merebahkan Salsa di sofa panjang ruang keluarga.

“Telepon dokter, Ga!” Titah mommy Ayu. Yoga langsung mengeluarkan ponselnya untuk menelpon dokter pribadi keluarga mereka. Sementara yang lain mulai mengerubungi Salsa.

“Ambilkan minyak kayu putih, Jes!” Perintah yangti. Jessica sigap beranjak untuk mengambil minyak kayu putih namun ditahan Celia. LCelia bawa yangti,” ucap Celia merogoh minyak kayu putih dari dalam mini tas nya. Celia menyerahkan minyak kayu putih itu pada yangti.

“Biar Ayu saja, buk,” yangti menyerahkan minyak kayu putihnya pada Ayu. Ayu langsung membuka minyak kayu putih itu dan mendekatkannya ke hidung Salsa agar Salsa bisa merasakan aroma dari minyak tersebut.

“Jangan di kerubungi, kasih Salsa udara,” yangti menyuruh Jessi, Celia dan Nabila agar tidak mengerubungi Salsa. Nabila mengeti dan mundur beberapa langkah. Untuk Jessi dia memilih duduk di lantai dekat kaki Salsa dan menunggu disana. Sedangkan Celia duduk di dekat Jessi. Ayu masih fokus pada minyak kayu putihnya.

Setelah tidak sadarkan diri selama lima belas menit Salsa akhirnya tersadar dan menangis histeris.

“Gak mungkin, gak mungkin papa salah satu korbannya. Nggak mungkin, mommy, Jessi, Celia. Bilang ke Salsa kalau berita itu enggak benar. Berita itu bohong ‘kan? Itu bukan papa ‘kan? Itu hanya namanya saja yang sama tapi bukan papa. Itu orang lain,” teriaknya tidak terkendali. Ketiga orang yang paling dekat dengan Salsa itu hanya bisa menangis melihat kondisi Salsa. Mereka tidak sampai hati untuk mengucapkan yang sebenarnya.

Melihat Ayu, Jessi, dan Celia diam mematung sambil menangis tidak menjawab pertanyaan Salsa membuat Salsa kembali histeris. Dia menoleh pada Nabila dan mendekati Nabila. “Aunty, aunty pasti tau yang sebenarnya ‘kan? Papa nggak ada di dalam pesawat itu ‘kan? Iya ‘kan aunty?” Salsa mengguncang bahu Nabila dengan kedua tangannya. Nabila membeku tidak bisa berbuat apa-apa. Air mata yang mengalir di pipi Nabila cukup menjawab semuanya.

“Kak Yoga, mereka semua kenapa sih? Kenapa mereka menangis? Udah Salsa bilang bukan papa yang ada di daftar nama penumpang itu. Hanya namanya saja yang sama tapi bukan papa. Tolong dong kak Yoga, kasih tau mereka,” pinta Salsa menghiba pada Yoga. Yoga mendekati Salsa dan menyentuh pundak Salsa lembut. “Sa, kamu harus sabar,” ucap Yoga lembut. Salsa melotot pada Yoga, dia mengibaskan tangan Yoga dan mundur beberapa langkah dari Yoga. “Kenapa kak Yiga ikut-ikutan? Itu bukan papa, kak,” dia beralih menatap yangti. “Yangti, mereka nggak percaya sama Salsa,” lirih Salsa tidak berdaya.

Yangti menghampiri Salsa dan memeluk Salsa erat.

“Yangti, tolong kasih tau mereka. Beritanya enggak benar yangti. Itu bukan papa, yangti. Bukan papa huhuhu,” dia menangis di pelukan yangti dengan keras. “Bukan papa yangti, pap janji akan pulang dan mengusul Salsa ke Jogja. Itu bukan papa, yangti. Bukan papa, Huhuhuhu,” semakin dan semakin keras tangis Salsa. Yangti mendengarkan keluhan Salsa sambil mengelus-elus punggung Salsa lembut.

“Bukan papa, yangti,”

“Salsa!!!” Teriak semuanya saat Salsa kembali ambruk tidak sadarkan diri.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!