NovelToon NovelToon

[Not] A Perfect Marriage

Jodoh Ada Di Depan Mata

"Berani sekali kamu memarahi putraku! Bukankah putraku sudah bilang ini bukan salahnya. Jadi, berhenti omong kosong!" seru seorang wanita paruh baya yang sedang merangkul putra gendutnya yang baru beranjak remaja.

Mendengar keributan di samping gerbang sekolah, membuat anak-anak berseragam SMP yang baru saja selesai belajar berkerumun. Mereka saling berbisik satu sama lain. Bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi di antara guru dan orang tua teman sekolahnya tersebut.

"Nyonya, saya melihat dengan mata kepala saya sendiri bahwa anak Anda yang sudah mendorongnya sampai terjatuh. Itu sebabnya saya memintanya untuk meminta maaf," jawab seorang wanita muda yang mengenakan seragam guru yang terlihat begitu pas dengan tubuh rampingnya.

"Dia tidak akan melakukan itu tanpa alasan. Anak ini pasti sudah menghalangi langkah putraku."

Guru cantik berambut hitam panjang itu mengembuskan napas berat. Seolah dia sedang ditekan dari segala sisi saat ini. Pikirannya kacau, bingung harus bagaimana lagi menjelaskan bahwa putranya lah yang bersalah. Wanita paruh baya yang terlihat berasal dari kalangan atas ini tidak mau mengakui kesalahan putranya. Suasana yang begitu bising karena deru mesin kendaraan yang berlalu lalang dan ditambah anak-anak yang mengerumuni mereka, membuatnya semakin pusing.

"Nyonya, tolong dengarkan saya. Saya tadi baru saja muncul dari gerbang, tiba-tiba anak Anda menyalip saya dan dengan kasar mendorong anak ini," jelas guru itu sambil menunjuk bocah perempuan yang ada di sampingnya.

"Berarti sudah jelas, dia yang menghalangi langkah putraku! Siapa kau sampai berani-beraninya menyuruh putraku minta maaf. Guru kemarin sore saja belagu. Kau tahu siapa kami? Heh! Putraku bukan anak yang bisa berada di posisi yang harus meminta maaf, bahkan jika dia memukulinya. Mengerti!" hardiknya sambil mengacungkan jari telunjuk pada guru tersebut.

"Sudah, Bu Cinta. Saya tidak apa-apa." Anak perempuan dengan pakaian kotor karena tersungkur itu angkat bicara.

Guru muda dengan nama lengkap Cinta Aulia Mirza itu mulai terlihat geram. Dia mengetatkan rahang bawah sambil menatap tajam pada ibu muridnya. Tangan mungilnya sudah sangat gatal ingin mendorong wanita bertubuh sedikit berisi itu agar tahu bagaimana rasanya tersungkur. Sambil terus berusaha menekan emosi yang sudah membuncah, guru itu memejamkan mata dan menghembuskan napas berat.

"Ada apa ini?" Suara bariton dari balik punggung wanita paruh baya itu mengagetkan guru muda tersebut.

Seorang pria muda dengan gagah berjalan ke arah mereka dengan tatapan tajamnya. Mata wanita berseragam guru itu membulat dan bibirnya mengatup rapat. Dia terlihat menjadi sedikit gusar setelah kedatangan pria tersebut.

Aduh ... kenapa sih pas banget datangnya. Bisa tamat riwayat pekerjaanku kalau sampai dia kesal, batinnya yang kini memejamkan mata sambil sedikit mengintip.

"A–Anda ... Tahta anaknya Pak Mahardika?" Ibu itu menjadi tergagap saat melihat kedatangan pria itu.

Wanita muda tadi membuka matanya saat mendengar suara tergagap dari orang tua muridnya. Oh, jadi dia tahu Tahta. Bagus.

"Ah, nggak ada apa-apa. Hanya masalah kecil saja. Ayo kita pulang," ajak guru tersebut dengan bergelayut manja di lengan pria tadi.

Dia harus sedikit menarik lengan pria yang masih menatap curiga ke arahnya itu. Sebelum benar-benar pergi dari lokasi tersebut, dia berhenti tepat di samping wali muridnya.

"Lain kali mengajari anak untuk mengakui kesalahannya itu lebih baik, atau perlu saya yang mengajarinya besok?" bisiknya dengan kedipan sebelah matanya dan melenggang pergi.

Wanita paruh baya itu sedikit terkesiap mendengar ucapannya. Dia masih terlihat kebingungan dengan situasi yang baru saja terjadi. Apa hubungan guru muda itu dengan anak Mahardika? Dia tidak boleh mencari masalah dengan keluarga superior itu jika ingin hidup dengan tenang dan pekerjaan suaminya aman, pikir wanita paruh baya tersebut.

Sedang pria yang dipanggil Tahta tadi sedang mengemudi mobil mewahnya dengan santai sambil sesekali melirik ke arah kursi penumpang di sampingnya.

"Apa kau bertengkar dengan wanita tua tadi?"

"Ehm ... itu hanya masalah kedisiplinan siswa saja," jawab wanita yang sedang merapikan rambut panjangnya.

"Akan sulit menghadapi orang-orang seperti mereka di sini. Dia teman pemilik sekolahan itu. Sebaiknya kau menyerah saja dengan pekerjaanmu itu dan nikmati hidupmu."

Wanita berseragam guru itu menengok ke arahnya. "Aku sangat menikmati hidupku saat bisa bersamamu dan melihatmu, seperti sekarang misalnya."

"Haiish ... mulai lagi. Sepertinya aku harus meminta ibu untuk mencarikan jodoh untukmu. Aku takut otakmu akan semakin tidak beres."

"Kenapa harus susah-susah mencari kalau jodohku sudah ada di hadapanku," ucap Bu Guru itu sambil mengedip-ngedipkan mata dengan genit.

Tahta mengacak rambutnya dengan gemas. "Sebaiknya jangan lagi buka mulut bawelmu itu jika masih ingin sampai rumah dengan selamat."

Wanita cantik itu mengerucutkan bibirnya sambil menatap kesal pada Tahta. Namun sejurus kemudian bibir yang maju beberapa mili ke depan itu sedikit demi sedikit tertarik ke atas membentuk sebuah lengkungan yang indah. Pria muda tampan itu terus saja di tatap penuh arti oleh lawan jenisnya sepanjang perjalanan.

"Cinta, kita sudah sampai," ucap Tahta mencoba menyadarkan wanita yang seolah sedang terhipnotis tersebut.

"Cinta!"

Satu jentikan jari di depan muka berhasil mengembalikan kesadarannya.

"Ah, iya?"

"Apa kau sudah puas menatapku?"

"Sebenarnya sih belum, tapi mau bagaimana lagi ...," jawabnya dengan lesu.

"Baiklah, aku pulang dulu. Terima kasih sudah mau menjemput ku, Tahta."

Tahta mengeluarkan kepalanya dari jendela mobil. "Hei, berapa kali aku bilang untuk memanggilku kakak? Aku lebih tua darimu," protesnya menatap wanita yang hendak berjalan ke arah gedung apartemennya.

"Baiklah-baiklah, terima kasih kakak yang tampan, adik cantik ini mau pulang dulu."

Wanita itu berkata dengan dibuat-buat semanis mungkin dan melayangkan cium jauhnya pada Tahta sebelum melenggang pergi.

Bersambung ....

...****************...

Catatan Author : Cerita ini hanya fiktif belaka. Apabila ada kesamaan nama tokoh, latar, kejadian, atau tempat dengan para pembaca, berbahagialah.

Mungkin inspirasinya berasal dari kalian. :)

Terima kasih banyak atas dukungan kalian. Lope lope sekebon, Kesayangan.

Terpesona Di Awal Jumpa

Cinta melemparkan tubuh ke atas kasur dengan teriakan bahagianya. Dia menenggelamkan wajah ke dala. bantal dakron berwarna pink miliknya dan kaki jenjangnya yang menendang-nendang udara dengan tidak teratur. Dia bersikap seolah baru saja mendapatkan lotre ratusan juta.

Aaa ... senangnya bisa dijemput Tahta ... aku merasa seperti dijemput suamiku. Ya ampun ... coba kalau setiap hari bisa begini. Apalagi saat melihat dia bersikap seolah akan melindungiku, rasanya ... aaa ....

Cinta menggulingkan badannya yang tidak kecil itu ke sana kemari. Bantal pink itu kini sudah beralih tempat di dalam dekapannya. Cinta tidur terlentang, matanya menatap langit-langit kamar yang bernuansa serba pink di sana-sini. Kilasan tentang awal pertemuan mereka kembali berkelebat di dalam ingatannya.

"Cinta, Nana, Tante tahu kamu pasti masih sangat terpukul dengan kejadian itu, tapi Tante harap kalian bisa memulai hidup baru di sini. Jika ada apa-apa kalian harus cepat memberitahu Tante," ucap seorang wanita paruh baya yang sedang duduk di depan makan malamnya.

"Tante membawamu ke sini agar Tante bisa mengawasi kalian dengan baik. Tante yakin tidak akan terlalu sulit untuk kalian beradaptasi di Malaysia, di sini hampir mirip dengan Indonesia, kan?"

Gadis yang disebutnya sebagai Cinta itu mengangguk. Gadis cantik dengan kulit putih bersih dan rambut panjang lurus sepinggang itu melempar senyum simpul pada wanita paruh baya yang ada di hadapannya.

"Ibu, makanlah dulu. Makanan ini akan dingin jika tidak segera di santap," sela seorang pria meletakkan beberapa lauk ke piring keramik ibunya.

Pandangan Cinta terfokus pada pria itu. Rona kekaguman tergambar jelas di matanya. Sama sekali tidak berkedip, dia memperhatikan setiap gerakan pria bertubuh atletis itu. Cinta tanpa sadar ikut menarik kecil kedua sudut bibirnya saat melihat senyuman pria itu yang begitu memabukkan.

Dia penuh dengan perhatian dan hangat. Mata elangnya dan sikap lembutnya mengingatkan Cinta pada mendiang ayah yang sangat dirindukannya. Seolah dia bisa melihat kembali ayahnya yang baru dua bulan pergi meninggalkannya, hanya dengan menatap pria itu.

"Kak!" Satu tepukan kecil di pundak Cinta berhasil membuyarkan lamunannya.

"Eh ... iya, Na?" Cinta dengan cepat menoleh ke arah adiknya.

"Tante Laras nyuruh kakak makan."

"Oh, iya. Maaf, Tante saya kurang fokus. Mari makan," ucap Cinta tersenyum canggung pada Laras.

"Apa kita tidak nungguin Om, Tan?"

"Ah, nggak usah. Dia akan sangat sibuk dan tidak akan makan malam."

"Kau akan kelaparan kalau harus nunggu orang itu, jadi kita tidak perlu repot memikirkannya," ucap pria muda yang ada di sebelah Laras.

Cinta mengangkat kedua alisnya bingung mendengar ucapannya. Tapi disatu sisi hatinya begitu berdebar mendengar suara pria tampan itu. Bagaimana mungkin ada makhluk bersuara seindah ini, rasanya dia bisa melayang hanya dengan mendengar ucapannya.

"Benar apa yang dikatakan Tahta. Sebaiknya kita makan duluan," sahut Laras.

Cinta mengangguk mengiyakan. Dia mulai menyantap makanan yang terhidang di hadapannya. Sesekali mata nakalnya mencuri pandang ke arah pria bernama Tahta tersebut. Pria berwajah oval dengan dagu bulat dan rambut bergaya undercut berwarna hitam, membuatnya terlihat begitu berkarisma.

Cinta menurunkan sedikit pandangannya dan mulai mengintip bagian dada pria itu. Telinganya bersemu merah saat mata itu sampai pada titik yang dia tuju. Dada bidang, bahu lebar, dan perut dengan roti sobek begitu menggoda keteguhan hati wanita. Cinta meneguk salivanya dengan bersusah payah.

"Kau tahu, Cinta," ucap Laras yang baru saja mengelap mulutnya dengan tisu. "Jika bukan karena kakek mu, mungkin hidup kami tidak akan bisa seperti ini."

"Benarkah, Tante?"

"Ya. Dulu Om Zain hanya pengamen jalanan. Kakek kalianlah yang telah menyekolahkannya dan bisa jadi seperti ini," ungkap Laras dengan mata menerawang seolah sedang berkelana dalam kenangan masa lalu.

Cinta menatap tak percaya. Kilasan tentang kejadian dua bulan yang lalu melintas di kepalanya. Orang tua cinta yang sedang berusaha merintis usaha meninggal karena kecelakaan beruntun di tol Jagorawi. Cinta begitu kebingungan saat itu. Dia belum bekerja, adiknya baru saja masuk SMA, dan keluarga mereka sudah tidak punya apa-apa lagi setelah perusahaan bangkrut. Tiba-tiba saja sahabat orang tuanya yang sudah sangat lama tidak ada kabar datang dan menawarkan diri untuk merawat dan melindungi mereka.

Dia selama ini selalu bertanya-tanya kenapa keluarga ini bersikap begitu baik bahkan mau membantu keluarganya saat sudah bangkrut. Dan sekarang dia sudah mendapatkan jawabannya. Ini mereka lakukan sebagai bentuk balas budi pada kakek yang hanya memiliki ayah sebagai anaknya.

"Terima kasih sudah mau menerima kami, Tante. Saya dan Nana berjanji tidak akan merepotkan Tante di sini," ucap Cinta dengan senyum mengembang.

Cinta dan Nana tinggal di sebuah apartemen yang telah disiapkan oleh Laras. Mereka berdua hidup dengan baik di negara tetangga ini. Nana sibuk dengan sekolahnya, dia termasuk siswi yang pandai dan cantik di sekolahnya. Dia selalu berusaha untuk tidak membuat kakaknya yang sedang gila cinta itu khawatir.

Ya, sudah tiga tahun berlalu sejak kedatangannya ke kediaman Mahardika. Dan sejak saat itu juga Cinta tergila-gila pada Tahta, pria yang berhasil mencuri perhatiannya di awal jumpa. Pria dengan segudang kelembutan dan keelokan paras. Pria yang bisa memberikan perhatian padanya di tempat baru ini.

Cinta terus berusaha agar bisa dekat dengan pujaannya itu. Segala cara dilakukannya termasuk meminta izin untuk bekerja di perusahaan Tahta. Namun nihil. Dia yang lulusan pendidikan bahasa Inggris itu tidak bisa bekerja di perusahaan Tahta.

Ceklek!

"Kakak, aku pulang ...."

Cinta sadar dari lamunannya saat suara cempreng adik perempuannya memenuhi seisi apartemen. Dia bergegas bangkit untuk menyambut gadis periang yang setahun lagi akan lulus SMA itu.

...Bersambung .......

Kejutan Yang Menyakitkan

"Halo, Tante?" sapa seorang wanita cantik yang baru saja masuk ke ruang makan.

"selamat malam, Om." Pandangannya beralih pada pria paruh baya yang duduk di ujung meja. Zain yang merupakan ayah Tahta itu hanya mengangguk tanpa ekspresi.

Cinta mengambil kursi tepat di sebelah pria tampan yang sedang duduk di depan wanita paruh baya. Senyum manis nan cerah dia lemparkan pada Tahta dan disambut dengan hangat oleh pria berkulit putih tersebut.

"Nana tidak ikut, Ta?" tanya Laras sambil meladeni suaminya.

"Katanya banyak tugas, Tante. Sebentar lagi ujian praktek Nana."

"Oh iya, dia sudah mau kelas tiga, ya. Apa pekerjaanmu lancar di sekolah?" tanya wanita paruh baya tersebut sambil mengambil beberapa lauk di hadapannya.

"Untuk wanita bermulut manis sepertinya tidak akan sulit menaklukkan hati anak-anak, Ibu," celetuk Tahta yang ada di sampingnya.

Wanita itu melayangkan cubitan kecil dan mendarat bebas di pinggangnya. Tahta sedikit menggeliat dan mengaduh kesakitan dan menatap gemas ke arah wanita yang disapa Cinta itu.

"Apa lihat-lihat?" ketus Cinta menatapnya berani.

"Sudah, ayo cepat makan," sela Laras menghentikan pertikaian antara keduanya.

Suasana ruang makan tersebut menjadi hening setelahnya. Hanya terdengar suara dentingan sendok yang bertabrakan dengan piring keramik sesekali.

Tahta sudah hampir menyelesaikan ritual makan malamnya. Namun mata berwarna coklat itu tiba-tiba terarah pada ayah dan ibunya secara bergantian. Dia menggigit bibir bawah dan bola matanya menjadi tidak tenang. Dia kemudian meletakkan sendok dengan garpu yang menyilang di atasnya di sisi kanan piring dan mengelap mulutnya.

Tahta menarik napas dengan rakus dan mengeluarkan perlahan. Dia melirik satu per satu orang-orang yang juga sudah hampir menghabiskan makanan mereka.

"Ibu," ucapnya perlahan.

Laras mengarahkan tatapan matanya pada Tahta, pria yang terlihat gugup tersebut.

"Aku ... aku ingin memperkenalkan kekasihku pada kalian," sambungnya terlihat sedikit ragu.

Seketika Cinta menghentikan tangannya yang sedang menyendok nasi. Makanan berwarna putih yang tinggal satu sendok itu tercecer kembali ke dalam piring saat tangan itu melepasnya. Jantung Cinta serasa berhenti berdetak saat itu juga. Bibir tipisnya sedikit terbuka dan lidahnya seolah menjadi kelu.

"Ke–kekasih?" gumamnya lirih hampir seperti bisikan dengan bibir bergetar.

"Kau punya kekasih? Aku tidak pernah melihatmu bersama wanita," tanya Laras tidak yakin dan mendapat anggukan dari putranya.

"Kau benar-benar mencintainya?"

"Tentu, Bu. Hubungan kami bahkan sudah berjalan selama dua tahun," jawab Tahta mantap.

Jedaaar!

Hati Cinta remuk seketika. Kini jantung yang semula serasa terhenti itu menjadi berdetak tak karuan. Rasa nyeri seperti tersayat pisau bersarang di dadanya. Ingin sekali dia berteriak bahwa semua itu tidak benar, tapi kenyataannya berkata bahwa itu nyata.

Dua tahun? Bagaimana mungkin bisa? Siapa wanita itu? Apa–Apa yang harus aku lakukan sekarang? batin Cinta sambil berusaha membendung air matanya.

"Apa Ayah mau menemuinya?" tanya Tahta menatap ayahnya yang masih sibuk menyantap makan malamnya tanpa menghiraukan percakapan mereka.

"Ayah tidak akan peduli dengan urusan asmaramu selama kau masih bisa bekerja dengan baik, membuat perusahaan itu berkembang, dan tidak merusak nama baik ayah," jawab Zain datar.

"Dari keluarga mana dia?" sambung Zain masih tanpa menatap putranya.

"Keluarga Almar. Bella Almar."

"Lumayan. Keluarganya cukup terpandang dan usaha keluarga Almar juga cukup besar."

Senyum tersungging di bibir tipis Tahta. Dia melemparkan pandangan pada Laras dan mendapat anggukan dari wanita paruh baya itu. Kembali sebuah senyuman yang semakin panjang muncul. Hari yang dia tunggu-tunggu selama dua tahun ini akhirnya datang juga. Tahta sudah berusaha sebaik mungkin untuk menutupi hubungan asmaranya dari siapapun termasuk keluarganya agar tidak muncul masalah. Dan ini adalah akhirnya, dia bisa melihat masa depan yang indah bersama pujaan hatinya.

Kini Tahta mengalihkan pandangan pada Cinta. Wanita yang sedang mencengkeram erat dress bawahnya dengan kedua tangan. Wajah pucatnya tertutup oleh make up yang dia kenakan, tapi meskipun samar dapat terlihat jika matanya sedikit memerah.

"Cinta." Jentikan jari Tahta menyadarkan wanita itu.

"Ah! Iya, se–selamat, ya." Cinta memaksakan diri untuk tersenyum pada pria yang sudah dicintainya selama tiga tahun terakhir.

"Selamat apa? Kau harus datang ya besok."

"Ehm ... aku usahakan. Oh, iya aku lupa aku harus bantuin Nana ngerjain tugasnya. Aku sudah janji akan pulang cepat," ucap Cinta tiba-tiba menenteng tasnya. "Tante, Om, Cinta pamit dulu, ya."

Bergegas wanita cantik itu melangkah lebar keluar dari ruangan yang serasa tidak ada udara yang bisa dihirupnya itu. Membanting pintu mobilnya, wanita yang sudah bercucuran air mata itu menginjak pedal gas mobilnya dan melesat dengan kecepatan tinggi membelah jalanan ibukota Malaysia.

...Bersambung .......

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!