NovelToon NovelToon

Police, I'M In Love

Siapa Dia?

"Saya terima nikah dan kawinnya Naura Aurelia binti almarhum Burhanudin, dengan mas kawin seperangkat sendal jepit dibayar tunai!" ucap seorang lelaki jangkung berperawakanan atletis dengan pakaian serba putih khas pengantin dan masker yang menutupi sebagian wajahnya.

"Hah, sendal jepit?? Gak bermodal banget," pekik Naura dalam hati begitu mendengar mas kawin yang diucapkan si pengantin pria.

Seluruh orang yang ada di ruangan itu mengucap 'Sah', pertanda pernikahan mereka telah sah di mata agama. Semua orang mengucap syukur, kecuali si pengantin wanita yang malah dibuat bingung dengan acara yang sedang berlangsung.

"Ra, Cium tangan suamimu!" perintah seorang Ibu yang berada di dekat Naura.

Naura belum mengerti dengan apa yang terjadi, ia mencoba memperhatikan sekeliling. Naura berada di sebuah ruangan yang sedang melakukan prosesi akad nikah, "Tapi mana pengantin wanitanya?" pikirnya lagi. Naura melihat ke samping kanan, dilihatnya orang yang tadi dengan tegas mengucap akad nikah ada didekatnya. "Ada yang tidak beres" ucapnya lagi masih dalam hati, Naura melihat pakaian yang digunakannya lalu melirik si pria, mencocokkan pakai mereka. Pakaian sepasang pengantin.

"Tadi dia bilang, 'Saya terima nikah dan kawinnya Naura Aurelia binti almarhum Burhanudin'. Itu 'kan namaku, apa aku sedang menikah dengan dia?" Naura menatap bingung lelaki bermasker yang ada di sampingnya. "Aku menikah dengan siapa? Sejak kapan aku punya hubungan dengan lelaki ini? Kenapa tiba-tiba jadi sah saja? Aku tak mengenalnya. Sendal jepit pula," Naura bermonolog dalam hati penuh kebingungan.

"Ra, cium tangan suamimu!" seru wanita itu lagi yang merupakan ibu kandung Naura.

Naura menoleh ke arah ibunya, mencari penjelasan lewat sorot matanya. Tak ada jawaban di sana. Lalu menoleh ke arah orang yang katanya sudah sah menjadi suaminya pun, tetap saja tak ada jawaban. Yang terlihat hanya wajah tertutup masker, "Gimana mo dapat jawaban, yang ada pertanyaan. Wajahnya saja ketutup masker. Gimana kalau aku dinikahkan dengan si gerandong? Ibu aku gak mau ...!" teriak Naura sangat keras, tetapi tetap saja suaranya tak bisa keluar dari mulutnya.

"Gimana ceritanya aku bisa ada di sini? Aku mau lari saja!" Naura yang tak bisa bersuara, mencoba bangkit dari tempat duduk. Namun, badannya tidak bisa beranjak sedikit pun dari tempat itu.

Naura menoleh lagi ke arah si pengantin pria. Lelaki itu menyodorkan tangannya, meminta Naura mencium tangan miliknya sebagai simbol mereka sudah sah menjadi suami-istri. Dengan ragu, Naura menggapai tangan itu lalu menempelkan bibirnya seulas ke punggung tangan lelaki itu. "Mudah-mudahan bukan si gerandong!" Naura melepaskan tangannya dan kemudian si lelaki mencium kening Naura.

Semua orang bertepuk tangan, ketika si pengantin pria mencium si pengantin wanita. Mereka tak memedulikan Naura si pengantin wanita yang tampak bingung dan tersiksa dengan pernikah yang baru saja digelar.

"Boleh buka maskernya?" Satu kata berhasil lolos dari mulut mungil Naura.

"Boleh, silakan buka sendiri!" ucap pria itu sambil memutar posisinya.

Mendapat persetujuan dari si empu, Naura juga memutar posisinya menghadap pria yang sudah menjadi suaminya itu. Naura mendekati si pria, tak sabar ia ingin segera melihat wajah di balik masker putih itu. Ingin sekali tangannya bergerak cepat langsung membuang masker yang menghalangi suaminya, tetapi entah mengapa tangannya bergerak begitu lambat tak bisa diajak kompromi.

"Mudah-mudahan bukan si gerandong, sudah mas kawin ancur ditambah wajah ancur, matilah aku! Setidaknya kalau dia tampan, biarpun mas kawinnya sendal jepit, aku bisa maklum." Hati Naura terus bermonolog saat tangannya berhasil melepas satu tali masker yang menempel di telinga kanan si pria.

Dengan pelan Naura menarik masker tersebut yang memperlihatkan wajah si suami.

*

*

*

"Aww ... silau ...!!!" teriak Naura, ketika wajah si suami berubah menjadi cahaya putih yang menyilaukan mata.

"Sudah siang, makanya bangun! Jangan membuat pulau terus," seru seorang wanita yang dengan sengaja membuka gorden kaca kamar Naura, membuat cahaya mentari pagi masuk ke dalam kamar. Menyilaukan mata Naura yang masih setengah sadar.

Naura mengerjapkan mata, mengucek-ucek kedua matanya, mengumpulkan seluruh nyawanya yang baru saja habis melakukan akad nikah.

Naura melihat ke sekelilingnya, "Alhamdulilah ...!" Naura tiba-tiba turun dari ranjang langsung sujud syukur.

"Kamu kenapa? Bangun-bangun kok, langsung sujud syukur kayak gini?" tanya Ranti, Ibu Naura. Bingung akan sikap anak bungsunya.

"Enggak kenapa-kenapa, Mah! Hanya bersyukur karena masih bisa diberi umur panjang, sehat walafiat dan bisa melihat wajah Mamah yang cantiknya melebihi Sahrini ini!" ucap Naura yang diakhiri kelakarnya sambil mencium pipi Ibunya yang sudah melahirkan dan mengurus dirinya selama dua puluh tahun itu.

"Mamah memang cantik, semua orang juga tahu!" ucap Ranti yang memang senang disebut cantik, padahal tidak cantik-cantik amat. "Cepat bangun, hari ini kamu mulai kerja lagi. Jangan sampai kesiangan!" Ranti mengingatkan Naura.

Hari ini adalah hari pertama Naura bekerja kembali, setelah dua minggu kemarin dengan terpaksa Perusahaan tempat dia bekerja harus merumahkan seluruh pekerjanya karena pemberlakuan lockdown yang diterapkan pemerintah setempat.

"Iya, mah! Aku siap-siap sekarang," teriak Naura kepada Ranti yang sudah keluar dari kamarnya.

Untung hanya mimpi. Tapi siapa dia? Kenapa aku sudah berkali-kali bermimpi menikah dengan orang yang sama? tapi tetap saja wajahnya pakai masker. Mentang-mentang musim pakai masker, di dunia mimpi pun tidak lupa pake masker.

***

Pengenalan Tokoh:

Nama Naura Aurelia seorang gadis yang hidup bersama Ibunya bernama Ranti. Ayahnya sudah meninggal sejak ia duduk di bangku SMP. Ia merupakan anak bungsu dari dua bersaudara, kakak wanitanya sudah menikah dan ikut bersama sang suami.

Naura yang terlahir bukan dari keluarga kaya lebih memilih bekerja di sebuah pabrik elektro selepasnya keluar dari sekolah menengah kejuruan. Bukan tak mau kuliah, tetapi dia tak ingin menambah beban Ibunya dengan biaya kuliah yang terbilang sangat tinggi bagi keluarga Naura.

**Happy reading Kak ....

Ini cerita keduaku, semoga kalian semua suka. Ada yang tahu siapa si gerandong??

Jangan lupa tinggalkan jejak sebagai cambuk penyemangat untuk aku si amatiran ini ..🙏🙏🙏**

Gara-Gara Masker

"Beres," gumam Naura sembari menilik-nilik penampilannya yang baru selesai mengikat rambut.

Setelah libur panjang, ini hari pertama Naura memakai seragam lagi. Seragam berwarna putih keabuan dengan logo perusahaan di atas saku kanan bajunya, yang merupakan identitas dari perusahaan di mana Naura menggantungkan hidupnya sejak dua tahun ke belakang. Tidak lupa, masker sesuatu yang sangat penting akhir-akhir ini juga sudah terpasang dilehernya.

"Cantik," gumam Naura lagi. Sebelum keluar kamar, ia harus memastikan penampilannya sudah sempurna. "Sebelum memuji orang lain, mending puji diri sendiri aja dulu!" celoteh Naura pada dirinya sendiri di balik cermin.

Ranti sedang menyiapkan sarapan ketika Naura keluar dari kamar.

"Mah, Ara langsung berangkat, ya!" Naura pamit.

"Makan dulu, baru berangkat!"

"Nanti saja di pabrik, udah siang! Takut kesiangan ... Ara berangkat, ya!" Naura mencium pipi Ranti yang sudah tak muda lagi, "Dadah ... Mamah cantik!" Naura pergi dengan menenteng bekal berwarna pink.

Naura menghidupkan sepeda motor maticnya, bersiap menarik gas sampai suara melengking si mamah cantik yang selalu ingin dibilang kembaran Sahrini itu menghentikan langkahnya.

"Ara tunggu ...!" teriak si Ibu dari dalam sambil berlari dengan sapu di tangan.

"Ada apa, Mah? Ara gak nyolong mangga tetangga, ngapain bawa-bawa sapu segala?" Naura teringat saat dia harus mendapatkan sepuluh pukulan sapu saat ia ketahuan mengambil satu mangga milik Pak Rudi, padahal waktu itu Pak Rudi sendiri tak mempermasalahkannya. Dan itu selalu jadi momok yang mengerikan, setiap ibu menghampirinya dengan memegang sapu.

"Emang siapa yang mau mukul kamu? Ini, Mamah lagi nyapu di dalam!" jelas Ranti.

"Owh ... aku pikir mau pukul Ara lagi," Naura menghidupkan lagi motornya.

"Tunggu dulu Katemi ...." Ranti menghadang si anak yang hendak berangkat.

"Ya ampun, Mah, Katemi lagi Katemi lagi! Gak ada panggilan yang lebih baik apa selain itu?" Naura protes dengan panggilan yang selalu dilontarkan Ibunya itu. "Ara udah gak pernah nakut-nakutin Mamah lagi," lanjutnya lagi sambil memajukan bibirnya, cemberut.

"Iya, kamu sudah tak pernah nakut-nakutin Mamah, ganti nakut-nakutin laki. Sampai-sampai setiap lelaki yang main ke sini pada minggat," ujar Ranti tak mau kalah.

"Au ... ah," Naura tak mau lagi menanggapi ocehan sang ibu yang selalu merambat kemana saja bila diladeni. "Ara, mau berangkat udah siang, Mah! Minggir cantik ... hush ... hush sana!" ujar Naura dengan suara manja ala selebritis Ibu Kota sambil menggerak-gerakan tangannya.

"Motor Mamah kapan bisa diambil?" tanya Ranti langsung ke pokok permasalahan sebelum Naura benar-benar pergi.

Naura mencoba mengingat sesuatu, "Owh, itu! Rabu depan baru sidang, Mah! Nanti Ara ambil ke sana,"

"Maskermu!!" Ranti mengingatkan lagi.

"Ini ..." Naura memperlihatkan masker yang terkalung di lehernya, "kan selalu ingat pesan Mamah, 'Neng Ara jangan lupa pake masker, ya! pake ... pake ...'" Naura memperagakan jargon sebuah iklan menggalakan pakai masker di salahsatu stasiun televisi yang sering ia tonton.

"Masker dipake menutup mulut dan hidung bukan dijadiin kalung!"

"Iya .. iya, nanti Ara benerin! Sekarang yang penting berangkat dulu, sebelum dapat SP gara-gara kesiangan. Assalamualaikum," Naura menarik gas si matic, meninggalkan Ranti yang baru saja akan membalas salamnya.

"Waalaikumsalam," jawab Ranti untuk anak tercintanya yang sudah melesat jauh dengan kecepatan tinggi.

Naura membelah jalanan dengan kecepatan tinggi, yang menurutnya itu sangat menyenangkan. Selain itu, Naura juga ingin bisa sampai di pabrik tepat waktu dengan jarak rumah dan pabrik yang cukup jauh. Namun, tiba-tiba Naura memperlambat laju si matic ketika melihat seseorang dengan jarak lima meter di depan melambaikan tangan, meminta Naura menepi.

Ada apa ini? Masa iya pagi-pagi udah dapat hadiah lagi?

Naura berhenti di depan seorang berseragam dinas yang dengan sengaja menghentikannya.

"Selamat pagi, Mba!" ujar petugas itu.

"Pagi," Naura melihat tanda pengenal dibaju petugas kepolisian tersebut. Ya ampun ketemu dia lagi, dia lagi. Sempit banget ini dunia, dari beribu-ribu polisi kenapa ketemunya dia mulu? rutuk Naura dalam hati.

"Ada apa ya, Pak? Sekarang aku komplit lho ... udah pake helm, SIM dan STNK juga bawa," Naura menunjuk helm yang dipakainya lalu membuka tas, menunjukan SIM dan STNK.

Tidak seperti satu minggu ke belakang, Bagaimana Naura harus merelakan sepeda motornya di bawa polisi karena ia tidak memakai helm serta tidak membawa SIM dan STNK. Dan sialnya polisi yang menilangnya adalah orang yang sama dengan polisi yang menilangnya minggu lalu.

"Helm ada, STNK dan SIM juga ada. Lalu maskernya mana?" tanya si polisi dengan nama Dimas Rusliana Hartono yang tertera di name plate-nya.

Naura langsung meraba mukanya sendiri, maskernya masih mengalung di leher belum terpasang. "Ya, Tuhan, aku lupa! Kawalat sama Mamah ini mah," Naura merutuki dirinya sendiri yang tadi sudah diingatkan oleh ibunya.

"Ini maskernya, Pak!" Naura menunjuk masker yang masih pada lehernya lalu memakainya dengan segera.

"Anda tahu kesalahan anda kali ini apa?" tanya Dimas dengan suara yang begitu tegas dan lugas.

Naura hanya mengangguk, mengakui kesalahannya. Tetapi buka Naura namanya jika tidak mencoba membela diri.

"Tapi sekarang saya sudah memakai masker, Pak! Jadi saya boleh lanjut perjalanan, ya!" ucap Naura dengan memelas.

"Anda tidak lihat? Setiap pelanggar mendapatkan hukuman! Itu adalah supaya kalian jera dan tidak mengulanginya lagi. Anda pun hari ini melanggar aturan, jadi sudah seharusnya anda mendapatkan konsekuensinya." Dimas tak termakan wajah memelas Naura.

"Tapi saya harus bekerja, sebentar lagi jam masuk tiba dan—" Naura masih mencoba memberi penjelasan.

"Daripada terus memberi alasan, lebih baik anda mengerjakan hukuman seperti pelanggar lain, supaya anda bisa cepat melanjutkan perjalan," tutur Dimas, memotong pembicaraan Naura.

"Ish ..." Naura mendelik kesal, entah mengapa bawaannya jika bertemu polisi satu itu selalu saja dirinya ketiban sial.

Dengan terpaksa Naura harus menyapu kawasan taman, tempat ia ditilang gara-gara tidak memakai masker. Naura juga harus menyanyikan lagu Indonesia Raya sampai selesai sambil menyapu.

Happy reading, Kak ...

PCR

Naura tiba di tempat kerja tepat saat pintu gerbang akan ditutup oleh satpam. Dengan segera ia memarkirkan motornya di tempat khusus karyawan yang berada di luar gerbang dan langsung berlari ke arah gerbang yang 30cm lagi akan tertutup rapat.

"Pak Asep tunggu dulu!" Naura menahan pintu gerbang agar tidak tertutup.

"Neng Ara baru nyampe? Ayo, masuk!" Pak Asep si satpam membuka kembali gerbang sampai tubuh Naura bisa masuk lalu menutupnya lagi. "Cek suhu dulu ya, Neng!" ucap Pak Asep sambil menembakkan thermo gun ke kening Naura, "tumben kesiangan, Neng? Yang lain sudah mau mulai senam pagi lho ...." tanya Pak Asep sambil menunjuk karyawan lain yang sudah berjajar untuk senam pagi sebelum memulai bekerja.

"Aku habis senam duluan, makanya kesiangan!" jawab Naura sambil memutar-mutar badannya disemprot antiseptic. "Sekarang manusia juga kayak burung, ya? Main semprot aja," ujar Naura yang membuat Pak Asep tertawa.

"Ikuti protokol kesehatan, Neng! 'Kan kemarin waktu PCR udah dijelasin tata cara masuk kerja di newnnormal ini," jelas Pak Satpam sambil memberikan handsanitizer di telapak tangan Naura. "Neng tahu gak? Hasil PCR Abang gagal lho ...!" lanjut Pak Asep yang lebih suka atau lebih tepatnya lagi selalu ingin disebut Abang oleh Naura padahal usianya sudah berkepala empat, tetapi selera humornya lumayan tinggi untuk menggoda para karyawan.

Ya, sebelum kembali masuk ke dunia kerja, seluruh karyawan di sana diwajibkan untuk melakukan PCR (Polymerase Chain Reaction) terlebih dahulu di salahsatu rumah sakit yang ditunjuk perusahaan, untuk memastikan setiap karyawannya terbebas dari virus corona.

"Kok gagal? Gagal gimana maksudnya? Jangan-jangan positif, ya? Ih ... kok bisa masuk kerja sich?" Naura berpikir Pak Asep beneran terkena virus yang lagi viral itu.

"Iya PCR-nya gagal, Abang gagal selalu gagal menjadi pengejar cinta Rara," ucapnya dengan senyum lebar yang tersungging di bibir yang di hiasi kumis baplang itu.

"Hah?? Aku kira PCR dalam arti sebenarnya, ternyata ngegombal toh ... ingat istri yang lagi bureuyeung (hamil), gombalin aku mulu entar anaknya mirip aku lho ...!"

"Biarlah mirip Neng Ara, Abang 'kan ngefans sama Eneng," ujar Pak Asep yang memang mengagumi Naura, gadis cantik, mandiri dan periang.

"Orang ngefans sama artis Pak, biar anaknya mirip artis. Ini ngefans sama kuli,"

Naura ngeloyor pergi menghampiri teman-temannya yang sudah bersiap untuk senam pagi dengan lagu poco-poco yang sudah mulai diputar oleh instruktur senam dari pihak HRD.

"Bukannya tadi udah olahraga, mau ikutan senam lagi?" goda Reva, sahabat sekaligus teman seperjuangan Naura di sana.

"Dasar teman gak beradab, bukannya nolongin temen yang kena razia, ini malah dadah-dadah sambil tertawa bahagia meratapi kesialanku." Naura memanyunkan bibirnya dengan tangan dan kaki mengikuti instruktur senam.

Naura mengingat bagaimana teman-temannya melambaikan tangan sambil tersenyum mengejek, saat Naura bersih-bersih di area taman sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya. Untung saja Naura bisa membersihkan area taman yang ditugaskan kepadanya dengan cepat, sehingga ia bisa segera menyusul Reva dan Mela.

"Lapor, Pak! Aku udah selesai, sekarang boleh lanjut perjalanan, ya?" ucap Naura sembari memberikan sapu yang ia pegang kepada Dimas.

"Baik, itu lebih dari cukup. Jangan lupa—"

"Jangan sampai aku kena surat peringatan dari PT, Pak! Ceramahnya lain kali aja ya, Pak! Aku udah mepet bentar lagi jam masuk. Assalamualaikum ...." Naura memotong ucapan Dimas yang hendak memberi wejangan untuk jangan lupa memakai masker dan mengikuti protokol kesehatan.

Naura berlari ke arah motor yang terparkir lalu melajukan motornya dengan kecepatan tinggi lagi, tak peduli meskipun para polisi memperhatikan dirinya yang main kebut aja. Yang terpenting bagi Naura, ia harus sampai di pabrik sebelum pintu gerbang terkunci rapat oleh satpam.

"Tapi polisi yang ngawasin kamu kayaknya cogan, ya?" tanya Mela, membuyarkan lamunan Naura.

"Iya, Ra. Meskipun tertutup masker, kegantengannya masih tetep terpancar." Reva juga ikut menimpali.

Emang ganteng, ganteng banget malah. Tapi sayang ngeselin. Naura yang pernah melihat wajah tampan itu, dalam hatinya membenarkan ucapan teman-temannya.

"Kata siapa ganteng? wajahnya aja ketutup masker mana mungkin bisa kelihatan," elak Naura, bertolak belakang dengan kata hatinya.

"Mau ketutup apapun, kalau bawaannya ganteng pasti langsung terlihat auranya." tutur Mela lagi.

"Awas ketipu, entar gimana kalau pas buka masker ia persis si gerandong."

"Gak bakalan, aku yakin tuch polisi ganteng abis, pasti ia mirip Oppa saranghyeo!" ucap Reva keukeuh, "aku rela kalau tiap hari harus ditilang sama dia." Reva membayangkan wajah polisi ganteng itu mirip Lee Min Hoo, aktor korea kesayangannya.

"Terserah dirimu saja! Udah gosip mulu, sejak mulai senam sampai selesai ngegosip mulu." Naura meninggalkan kedua temannya, mengikuti supervisor dan koordinator serta teman se-team lainnya yang berjalan menuju ruangan tempat mereka bekerja untuk melaksanakan breafing pagi sebelum kerja dimulai.

Sepertinya sebelum-sebelumnya aku juga pernah bertemu dia? Tapi dimana ya?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!