Di dalam ruang presdir di sebuah gedung perkantoran yang megah, duduk dengan seorang mahkluk gagah nan indah dengan sikapnya yang sangat tenang. Di depannya berdiri pria yang seumuran dengannya dengan sikap hormat.
"Tuan Lais! Ini hasil pengintaian orang suruhan kita!" Revan, si pria yang berdiri meletakan tumpukan foto ke atas meja. Lais hanya menatap sekilas. Ini sudah keempat kalinya pernikahannya kandas lagi. Wanita yang semula berkata akan sabar menghadapi kondisinya ternyata pada akhirnya juga menghianatinya.
Revan menatap bosnya dengan pandangan iba. Sudah berkali-kali pria ini dikhianati oleh istrinya namun ia tidak menunjukan rasa sakit atau penderitaan. Ia tetap menjalankan hidup seperti biasanya. Satu hal yang menjadi keluhan Lais adalah penyakitnya yang tak kunjung bisa disembuhkan.
"Rapikan! Aku akan membawanya ke hadapan orang tuaku sebagai bukti." jawab Lais datar. Ia kembali fokus pada dokumen yang ada di mejanya.
Revan mengambil kembali foto-foto itu dan memasukkannya ke dalam amplop. Ia menaruh amplop itu di meja Lais.
"Bawa saja!" perintah Lais. Revan mengambil kembali amplop berisi foto itu dan membawanya.
Lais berdiri,"Kita berangkat!" Ia melangkah diikuti Revan.
"Kita langsung ke kediaman Tuan Besar?" Revan bertanya saat akan melajukan mobilnya.
"Hm." gumaman Lais cukup jelas menyampaikan ke arah mana mereka harus pergi. Revan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Lais menatap ke luar jendela menikmati pemandangan jalanan. Matanya melihat seorang gadis yang berlari di kejar beberapa pria.
Dasar pencuri. batin Lais.
Bibirnya menyungging senyum sinis.
Meraka sama saja. Semua dilakukan demi uang. Ada yang rela menggadaikan dirinya sebagai wanita simpanan, sebagai istri kontrak bahkan sebagai pencuri.
Pengalaman Lais dengan wanita-wanita yang ia nikahi membuat penilaiannya terhadap mahkluk yang bernama wanita menjadi buruk. Ia yakin jika ada wanita yang rela menjadi istrinya yang mengidap penyakit itu, pasti karena harta dan kekayaannya. Terbukti tak satupun dari mereka yang pernah ia nikahi mau bersabar menghadapi kekurangannya dan membantunya untuk sembuh. Mereka semua hanya menghabiskan uang darinya untuk selanjutnya menjerat pria-pria muda untuk memenuhi nafsunya.
Tiga puluh menit kemudian, mobil yang mereka tumpangi masuk ke halaman rumah megah yang luas. Tanpa menunggu Revan membukakan pintu mobil, Lais turun. Bergegas ia masuk. Ia sudah tidak sabar untuk menunjukan bukti perselingkuhan istri ke empatnya kepada kedua orang tuanya. Lais sangat berharap wanita yang hanya menggerogoti harta keluarganya itu segera enyah dari sisinya. Sesungguhnya setiap hari ia merasa risih dengan jika harus berdekatan dengan wanita yang asing baginya itu.
Seorang pelayan membuka pintu rumah orang tua Lais. Lais masuk dengan langkah lebar. Ia terpaku saat melihat kedua orang tuanya duduk di ruang tamu bersama seorang wanita cantik. Gadis yang kali ini bersama kedua orang tuanya itu penampilannya berbeda dengan para gadis yang dinikahkan kepadanya oleh ayahnya. Gadis ini berhijab dan tampak lugu.
"Kamu sudah datang. Duduklah kami memang sedang menunggumu." kata Tuan Robert , ayah Lais.
Lais duduk. Ia memberi isyarat pada Revan agar menaruh amplop yang berisi foto-foto itu ke meja di hadapan ayahnya.
"Bukti lagi?" kata Tuan Robert dengan sikap tenang." Papa sudah tahu. Untuk itu papa sudah siapkan calon istri baru bagimu." Tuan Robert berkata masih dengan sikap tenangnya.
Lais tercenung. Ia tak percaya pada apa yang dihadapinya. Revan memandang bosnya dengan tatapan penuh rasa iba.
"Pa. Ma. Perceraianku saja belum terlaksana. Papa sudah mempersiapkan pernikahanku selanjutnya? Pa. Sudahlah. Kita menyerah saja. Tak akan ada wanita yang tahan mendampingi pria tak sempurna seperti aku ini."
Mata Nyonya Robert memandang putra semata wayangnya itu dengan berkaca-kaca. Ia tahu penderitaan yang dialami putranya yang entah mengapa memiliki kelainan itu.
"Lais!!!" bentak Tuan Robert."Kamu satu-satunya keturunan papa. Papa tidak mau garis keluarga kita berhenti di kamu. Kamu harus menikah lagi. Aku yakin Nisa tidak sama dengan wanita-wanita itu. Ia akan bisa membantumu sembuh."
Lais menatap wanita berhijab yang menunduk itu. Ia mendengus kesal dengan keputusan papanya yang baginya sangat semena-mena. Lais juga tidak ingin menderita kelainan ini. Tapi apa yang bisa ia lakukan. Terapi yang dianjurkan dokter yang sudah ia jalani selama tiga tahun ini tak satupun membuahkan hasil. Justru ia mendapat cap buruk sebagai pria tukang nikah. Mereka tidak tahu dan tidak peduli apa yang membuatnya berkali-kali menikah. Yang mereka lihat dalam kurun waktu tiga tahun ini, Lais sudah menikah sebanyak empat kali.
"Baiklah pa. Tapi papa harus berjanji ini terakhir kalinya papa mencarikan wanita untuk Lais nikahi. Jika yang kali inipun gagal, maka untuk selanjutnya Lais akan memilih sendiri siapa yang Lais anggap mampu mengobati Lais."
"Baik. Kau bisa pegang janji papa." kata Tuan Robert tersenyum puas melihat anaknya akhirnya menuruti kemauannya untuk menikahi Nisa. Nisa gadis lugu yang ia ambil dari panti asuhan untuk bersedia dinikahkan dengan Lais. Sebagai imbalan, Tuan Robert akan memenuhi kebutuhan apapun yang diperlukan anak-anak panti.
"Revan, urus perceraian bosmu!" perintah Tuan Robert pada Revan.
"Baik tuan besar." jawab Reva. Matanya tak sengaja menatap wajah cantik Nisa.
Sepertinya ia gadis yang berbeda. Semoga ini yang terakhir bagimu tuan.
Lais bangkit dari duduknya. "Aku akan kembali ke kantor."
Lais meninggalkan kediaman orang tuanya bersama Revan.
Mobil mereka kembali menyusuri jalan menuju ke perusahaan. Mata Lais masih melihat ke luar jendela seperti saat berangkat.
Matanya menyipit saat melihat gadis muda yang diseret empat orang pria dewasa.
Akhirnya tertangkap juga. Dasar pencuri.
Lais menyaksikan kejadian itu dengan pandangan mengejek. Tanpa sengaja matanya sempat bertatapan dengan mata si gadis.
Kenapa matanya memelas seolah meminta pertolongan. batin Lais.
Mobil Lais sudah cukup jauh dengan tempat terjadinya peristiwa tadi.
"Revan, putar balik ke tempat tadi!" perintah Lais mendadak.
"Ke tempat yang mana tuan?" Revan bingung.
"Itu, gadis yang diseret oleh empat pria tadi." Revan mengangguk. Saat ada tempat untuk memutar, Revan mengalihkan arah kemudinya.
"Kau turun dan lihat apa yang terjadi." perintah Lais saat tiba di tempat kejadian.
Revan menurut. Ia turun dari mobil dan mendekati seorang gadis yang terus meronta saat dirinya diseret oleh pria bertubuh tegap dan kekar.
"Hentikan!" Sura Revan tegas. Empat pria itu langsung menoleh. Si gadis menarik tangannya dengan kuat saat pria yang mencengkeramnya lengah akibat bentakan Reva. Ia lalu menghambur ke arah Revan dan bersembunyi di belakan tubuh pria tegap itu.
"Siapa kau? Kenapa mencampuri urusan kami?"
"Aku bukan siapa-siapa. Kami hanya kebetulan lewat dan tuanku tidak menyukai perilaku kalian. Jadi hentikan!"
Keempat orang itu tertawa. Mereka segera mengepung Revan.
"Tuan. Terima kasih sudah berusaha menyelamatkan saya. Tapi mereka para centeng babah Deni. Mereka sangat kuat. Tuan sebaiknya pergi saja!" gadis yang bersembunyi di belakang tubuh Revan menarik dan mendorong tubuh Revan agar pria itu pergi.
Revan hanya tersenyum tipis mendengar permintaan gadis itu.
"Hai bocah tampan. Minggirlah! Kami harus membawa gadis itu untuk melunasi hutang orang tuanya!"
"Oh. Jadi ini masalah hutang. Katakan berapa hutangnya?" kata Revan tenang.
"Apa kau mau melunasinya ha?!
"Katakan saja berapa hutangnya. Aku akan membayarnya dan lepaskan gadis ini!"
"Hutang keluarganya 80 juta. Itu belum termasuk bunganya." jelas salah seorang centeng itu.
Revan mengambil ponsel dan menghubungi Lais menjelaskan masalahnya.
"Kalian lihat mobil di sebelah sana? Di dalamnya ada Tuan Lais. Beliau adalah orang yang sangat kaya. Ini kartu namanya. Bilang pada juragan kalian untuk membawa bukti-bukti hutang gadis ini ke perusahaan Tuan Lais. Dia akan melunasi semuanya."
Keempat pria itu ragu.
"Apa Tuan Lais yang kamu maksud adalah Tuan Lais yang sama yang sering muncul di Tv? yang sering berganti istri itu?" salah seorang dari para centeng rupanya mengenal Lais.
"Iya."
"Aku pernah melihat wajah orang itu di TV. Aku akan percaya jika aku melihat wajah tuanmu"
Revan menunjukkan ponselnya. Ia menampilkan foto Lais yang dipakai sebagai foto profil kontkannya.
"Benar. Ini adalah pria itu. Dia pasti tidak berbohong. Kita pulang saja dan menyampaikan informasi ini pada juragan."
Keempat pria itu berlalu. Salah seorang sempat menowel pipi si gadis membuat si gadis begidik dan mengusap kasar pipinya.
"Tuan terimakasih!" suara gadis itu terdengar ceria.
Revan memandangnya. Penampilan gadis ini sangat kusut. Tubuhnya kurus. Kulitnya yang sebenarnya putih tampak dekil.
"Ikut aku!" ajak Revan sambil melangkah mendekati mobilnya. Revan mengetuk pintu mobil tempat Lais duduk. Lais menurunkan kaca mobilnya.
"Tuan, bagaimana dengan dia?" tanya Revan. Lais melihat gadis itu. Gadis itu tersenyum cerah. Matanya berbinar.
"Bawa dia!" perintah Lais yang iba melihat nasib si gadis, Ia merasa bersalah sempat mengira kalau gadis ini adalah pencuri.
...🌹🌹🌹🌹🌹...
Hai redersku. Ini karya ketiga author. Semoga bisa masuk ke hati. Dan jangan lupa dukungannya ya
"Masuklah!" Revan membukakan pintu depan dan menyuruh gadis itu masuk. Ia lalu berjalan memutar dan masuk ke mobil juga. Revan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
"Tuan, apa kita langsung ke perusahaan?" tanyanya pada Lais.
Lais memandang tubuh gadis itu dari belakang. Melihat penampilan dekil gadis itu, timbul keinginan dipikiran Lais untuk memperbaiki penampilannya lebih dulu.
"Kita ke Shelly dulu!" titahnya.
"Baik Tuan!" Reva memutar kemudi berganti arah menuju tempat yang diperintahkan bosnya.
"Revan tanyakan siapa namanya?"
"Nona, siapa namamu?" Revan bertanya menuruti perintah Lais.
"Saya Aruna." jawab gadis itu singkat. Ia menunduk sambil memainkan tangannya di atas pangkuannya.
"Tanyakan dimana ia tinggal!" kembali Lais memberi perintah pada Revan. Aruna mendongak. Ia merasa aneh kenapa orang yang duduk di belakangnya tidak langsung bertanya saja malah menyuruh orang lain.
Aruna menoleh, dan sebelum Revan bertanya ia sudah menjawab apa yang ingin Lais tahu.
"Nama saya Aruna. Nama panjang saya Senandung Aruna. Umur saya 18 tahun dan masih duduk di bangku SMA kelas duabelas. Dulunya sata tinggal di perumahan X tapi sekarang pindah ke kontrakan di gang kumuh W karena rumah kami di sita bank untuk melunasi hutang-hutang ayah. Mereka yang tadi mengejar dan hendak menangkap saya itu adalah suruhan Abah Deny, rentenir yang kaya dan kejam. Mereka bermaksud memaksa saya menikahi Abah Deny sebagai ganti pembayaran hutang ayah saya. Apa penjelasan saya sudah lengkap, tuan? Jika belum silahkan tuan bertanya langsung pada saya. Saya ada dihadapan Anda. Tuan tidak perlu menggunakan jasa orang lain untuk bicara dengan saya." Aruna memandang tajam Lais. Sejenak mereka saling memandang..
Pria sombong. batin Aruna.
Lais membuang pandangannya ke luar jendela lagi. Revan tersenyum. Ia kagum pada keberanian Aruna.
Mobil berhenti di depan sebuah salon mewah.
"Turunlah!" perintah Revan pada Aruna sebelum dirinya turun untuk membukakan pintu bagi Lais.
Lais turun dan langsung berjalan masuk ke dalam salon diikuti Revan dan Aruna di belakangnya.
"Tuan Lais, selamat datang." sapa pegawai salon.
Tanpa menjawab sapaan si pegawai, Lais langsung duduk di sofa yang ada di dalam salon itu.
"Panggilkan Selly!" titah Revan mewakili Lais. Pegawai itu masuk.
Revan berdiri di samping Aruna. Aruna hendak ikut duduk di sofa namun tangannya dicekal oleh Revan..
"Tuan, saya ingin duduk!" Aruna menatap Revan dengan melasnya. Revan tidak menjawab. Ia melebarkan matanya membuat Aruna mengerti kalau dirinya dilarang duduk.
"Tuan, kenapa kita tidak duduk saja? Kursinya kan banyak yang kosong?" Aruna berbisik pada Revan sambil menunjuk kursi kosong di hadapan mereka.
Belum sempat Revan menjawab pertanyaan Aruna, seorang pria keluar dari dalam menuju mereka.
"Tuan Muda Lais, sudah lama tidak berkunjung. Ada yang bisa Selly bantu?" tanya pria itu dengan gaya kemayu.
Aruna tertawa. Ia mengira Selly adalah seorang wanita cantik. Ia tidak menduga jika orang yang bernama Selly adalah pria gemulai nan kemayu seperti ini. Selly langsung menatap Aruna begitu mendengar suara tawanya.
"Apa yang kau tertawakan?" tanyanya kesal.
"Ah bukan apa-apa. Mas jangan marah!" jawab Aruna masih dengan menahan tawa melihat gerak tubuh Selly yang menurutnya sangat lucu.
"Mas? Siapa yang kau panggil mas? Panggil saya sus. Sus Selly!" perintah Selly.
"Situ laki-laki, ya aku panggil mas. Dan nama Selly nggak pantas. Lebih cocok Sholeh. Jadi Mas Sholeh!" jawab Aruna menggoda Selly dengan sengaja. Revan tak bisa menahan tawa mendengar ucapan Aruna yang sukses membuat Selly kesal.
"Beb, kamu mentertawakanku?" Selly mendekati Revan dan bergelayut di lengannya.
Revan merasa risi dan menyingkirkan tangan Selly, "Lepaskan tanganku Sholeh!" perintahnya diikuti tawa Aruna, Selly semakin kesal.
"Kalian diam!" bentak Lais. "Revan katakan pada Selly tujuan kita ke sini!" Ia kembali memberi perintah pada Revan.
Revan mendorong tubuh Aruna ke arah Selly. "Ubah penampilannya!" perintah Revan singkat.
Selly menatap Aruna dari ujung kaki sampai kepala.
Selera Tuan Lais berubah ya. Biasanya wanita yang dekat dengannya sangat seksi dan anggun. Gadis ini sepertinya masih bau kencur. Dan belum tumbuh sempurna. batin Selly.
Pandangan mata Selly berhenti di dada Aruna. Aruna mendelik sambil menyilangkan kedua tangannya di dada. "Apa yang kau lihat ha?" tanyanya galak pada Selly.
"Cih. Memang ada yang bisa kulihat pada tubuh datarmu itu?" ejek Selly. Selly lalu menepuk tangan memanggil pegawainya. Dua orang wanita mendekat.
"Bersihkan dia!" Selly menunjuk ke arah Aruna. Dua orang wanita itu langsung membawa Aruna ke dalam. Aruna meronta,"Kalian mau apakan aku?" bentaknya.
"Tenang nona, kami hanya akan memandikan anda dan membuat tubuh anda bersih dan wangi." jawab salah satu pegawai.
Setelah Aruna dibawa masuk, Lais berdiri dan keluar dari salon. "Kita ke kantor! Kau jemput dia saat sudah selesai nanti!"
"Silahkan datang kembali lain kali Tuan Lais. Saya akan dengan senang hati melayani anda." teriak Selly.
"Sel. Berikan baju yang pantas juga untuk gadis itu!" perintah Revan pada Selly.
"Beb. Ini salon bukan butik." balas Selly.
"Terserah bagaimana caramu. Saat aku menjemputnya gadis itu sudah harus ganti pakaian. Tidakkah kau lihat baju dekilnya itu? Dengan pakaiannya itu ia tidak pantas masuk ke mansion Tuan Lais." Selesai berkata Reva meninggalkan Selly yang cemberut.
Lais dan Revan sudah sampai di perusahaannya. Lais langsung duduk di kursi kebesarannya. Ia menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi sambil memejamkan mata. Tangannya memijit kening.
"Tuan tidak apa-apa?" tanya Revan cemas. Lais hanya menggeleng pelan.
"Maaf tuan, kenapa tuan merubah penampilan Aruna?"
"Entahlah. Aku hanya merasa iba saja melihat gadis itu. Usianya masih muda namun kehidupannya sangat sulit." jelas Lais.
Revan tersenyum tipis. Ia tahu kalau tuannya sangat baik hati. Lais bukan pria dingin tak berhati. Ia hanya pendiam saja. Revan meninggalkan ruangan Lais.
"Tuan Revan, ada tamu yang mengaku bernama Abah Deni ingin menemui Tuan Lais" kata sekretaris Revan saat dirinya tiba di ruangannya sendiri.
"Bawa dia kemari!" perintah Revan.
Tak Lama kemudian, seorang pria tua gendut masuk bersama dua orang anak buahnya. Ia meletakkan kartu nama Lais di meja Revan.
"Saya ingin menemui Tuan Lais." kata Abah Deni.
"Anda tidak perlu menemui Tuan Lais. Cukup bertemu saya. Saya tahu maksud kedatangan anda." Revan mengambil buku cek dari lacinya. "Katakan berapa jumlah hutang gadis itu." perintah Revan.
Abah Deny tersenyum licik. Ia tahu orang di hadapannya memiliki banyak uang. Ia bermaksud menggunakan kesempatan yang ada untuk memperoleh banyak keuntungan.
"Total semuanya 150 juta." kata Abah Deny.
Revan tersenyum. Ia tahu kelicikan Abah Deny. "Ini!" Revan menyerahkan selembar cek pada Abah Deny yang langsung menerimanya. Ia memandang nominal yang tertera pada cek.
"Ini apa? Kenapa jumlahnya hanya 40 juta?" teriak Abah Deny marah.
Revan berdiri..
"Jangan anda kira saya tidak tahu akal licik anda. Terima atau kalian keluar tanpa membawa apa-apa!" tatapan mata Revan tajam menusuk. Suaranya berat dan tegas. Sikapnya sangat dingin. Abah Deny seketika menciut nyalinya menghadapi Revan yang tampak lebih bengis daripada dirinya.
"Tapi ini tidak sesuai dengan perjanjian." suara Abah Deny melunak.
"Mana perjanjiannya? Jika anda bisa menunjukkan pada saya, maka saya aan membayar sesuai perjanjian tersebut!" Revan tahu tidak ada perjanjian tertulis diantara rentenir dan para pelanggannya.
Abah Deny mati kutu. Ia tidak bisa menunjukkan apa yang Revan minta.
"Urusan kita sudah selesai. Kalian boleh pergi. Tapi sebelumnya silahkan buat pernyataan di kertas inii!" Revan memberikan selembar kertas kosong dan bolpoin kepada Abah Deny. Abah Deny menatap Revan bingung.
"Tulis jika hutang gadis itu sudah lunas dan anda tidak akan menggangunya lagi!" titah Revan.
Abah Deny tidak punya pilihan. Ia menulis apa yang Revan perintahkan. Setelahnya ia bergegas keluar ruangan Revan dengan bersungut-sungut karena merasa kalah.
...🌹🌹🌹🌹...
Semoga menghibur. Tinggalin jejak ya
"Tuan, maslah hutang Aruna sudah beres." lapor Revan pada Lais.
"Soal yang aku minta kau selidiki, bagaimana?" Lais membalas laporan Revan dengan pertanyaan.
"Sudah tuan. Semua yang Aruna ceritakan adalah benar adanya. Dan Nisa, dia adalah gadis yatim piatu. Selama ini ia hidup di panti asuhan. Ia bertemu dengan tuan dan nyonya besar saat kunjungan amal ke panti asuhan tempatnya tinggal. Tuan dan Nyonya besar bersedia menjamin kehidupan para penghuni panti asal Nona Nisa mau dinikahkan dengan anda."
"Kau tahu persamaan dan perbedaan antara keduanya, Van?"
Revan yang ditanya bingung. Ia menggeleng.
"Mereka sama-sama harus berjuang untuk hidup. Mereka sama sama patut di tolong. Bedanya, Nisa lebih cepat menyerah. Dia menerima begitu saja syarat papa."
"Tapi bukankah Aruna juga Tuan!"
"Dia beda. Dia menolak menikahi rentenir itu. Kalau dia menyerah ia pasti memilih menikah dengannya dan hidup enak.
"Tapi hutangnya tuan yang melunasinya?"
"Apa dia minta aku bayarkan hutangnya? Aku bisa jamin jika ia tahu ia akan mati-matian berusaha mengembalikan uangku. Kau bisa pegang ucapanku. Aku nggak pernah salah menilai orang. Jika Aruna di posisi Nisa, ia tidak akan dengan mudah mau dijodohkan dengan pria beristri seperti aku."
"Tuan, soal nyonya?" Revan ragu untuk bertanya.
"Biarkan dulu. Aku ingin melihat sejauh mana keberaniannya untuk berbuat serong dibelakangku dengan menggunakan uangku. Dan aku ingin membalas untuk menunjukan harga diriku."
"Apa saya perlu cari info pria itu, tuan?"
"Tidak perlu. Aku tidak ada urusan dengannya."
Lais lalu bangkit dari kursinya. "Van, hubungi Selly. Apa gadis itu sudah siap dijemput!"
"Baik tuan." Reva mengirim pesan pada Selly. Tak lama kemudian, balasan dari Selly masuk ke ponsel Revan.
"Tuan. Aruna sudah siap."
"Baiklah. Antar aku pulang. Lalu jemputlah dia, kemudian pergilah ke panti untuk menjemput Nisa. Bawa mereka berdua ke mansion."
"Tuan! Apa yang tuan rencanakan?"
"Nanti kau juga tahu."
Lais keluar diikuti Revan. Revan segera mengantar Lais pulang, kemudian menuju ke salon Selly.
Revan membuka pintu dan pandangannya langsung tertuju pada gadis muda yang sangat cantik yang sedang duduk di sofa salon itu.
"Beb! Segitunya melihat dia. Nggak mikirin perasaan Selly. Sebel dech." rengek Selly manja sambil memegang lengan Revan.
"Ish, lepasin. Aku laki-laki normal. Wajar jika kagum pada kecantikan wanita. Mana dia?"
"Siapa?" tanya Selly bingung.
"Gadis yang tadi aku antar ke sini. Si Aruna. Mana dia?"
"Tuh!" Selly menuju gadis muda cantik yang sempat membuat Revan kagum tadi.
"Dia, Aruna?" tanya Revan tak percaya. Revan mendekati Aruna, Aruna berdiri. Revan memandang Aruna dari ujung kepala sampai kaki. Ia memutar untuk. melihat Aruna dari depan dan belakang.
"Kau cantik sekali Aruna." puji Revan tulus.
Selly merasa kesal dengan sikap Revan yang jelas menunjukkan kekagumannya pada Aruna. Ia menghentakan kakinya ke lantai lalu dengan kemayunya pergi meninggalkan mereka berdua.
"Aku perempuan. Tentu saja cantik. Emangnya si Soleh tu." jawab Aruna yang membuat Revan tertawa.
"Yuk!"
"Kemana tuan?"
"Pulang!"
"Tuan mau mengantarku pulang? Jangan tuan. Aku takut Abah Deny akan menyuruh orangnya menangkapku. Apalagi sekarang aku jadi cantik begini."
Revan terkekeh. P D juga gadis ini. Begitu pikir Revan.
"Jangan khawatir. Ia tidak akan berani mengganggumu lagi. Dan juga, aku tidak akan mengantarmu pulang ke rumahmu. Aku akan membawamu ke mansion Tuan Lais."
"Hah! Tuan, jangan bilang kalau pria sombong itu akan menikahi ku juga. Ku dengar dari salah satu centeng tadi, ia tipe pria yang suka gonta ganti istri."
Revan tersenyum kecut. Rumor tentang tuannya yang berkali-kali menikah telah membuat nama baiknya rusak. Andai mereka tahu tujuan tuan menikah, mereka akan lebih merasa iba daripada menghujat.
"Tuan!"
"Dia tidak akan menikahimu. Jangan berpikir aneh-aneh. Dan tuan Lais juga bukan orang yang sombong. Hanya saja ia tidak akan bicara dengan orang asing. Ia bukan tipe orang yang mudah akrab dengan orang lain. Bukan hanya terhadapmu, bahkan terhadap rekan bisnisnya asalkan orang itu baru dikenalnya, maka ia akan bicara melalui diriku. Seperti yang terjadi di mobil tadi."
"Jadi kedepannya tolong kau lebih menghormati tuan Lais. Jangan bicara sembarangan. Dia orang baik." titah Revan. Aruna mengangguk. Mereka lalu keluar dari salon. Mobil Revan mengarah ke panti.
"Tuan, bukankah ini panti asuhan?" Aruna menatap bangunan yang ada di hadapannya.
"Iya. Kita akan menjemput calon istri tuan Lais."
"Hah! Dia mau menikah lagi. Bener-bener ya!" Aruna tidak bisa menahan rasa terkejutnya.
"Hush. Sudah aku bilang, hormati Tuan Lais. Kalian orang luar tidak tahu apa-apa. Jangan asal memvonis." Revan kembali memperingatkan Aruna.
Revan berjalan memasuki panti asuhan. Ia menyapa pengurus panti dan menceritakan maksud kedatangannya. Tak berapa lama kemudian Nisa datang.
"Nona! Saya diperintahkan tuan Lais untuk menjemput anda." kata Revan sopan. Matanya memandang kagum pada Nisa yang berpenampilan lembut itu.
Tuan, anda mengundang dua wanita muda dan cantik ke mansion. Apa ini cara Anda membalas penghianatan Nyonya dan menaikkan harga diri Anda. Batin Revan
Nisa mengangguk. Setelah berpamitan ia pergi mengikuti Revan.
Aruna dan Nisa duduk bersebelahan. Nisa memandang wanita cantik dan berhijab di sebelahnya.
"Assalamu'alaikum, kak. Kenalin, aku Aruna.' Aruna mengulurkan tangannya.
" Nisa." jawab Nisa.
Oh suaranya merdu dan lembut. batin Revan.
Melalui kaca spion, Revan memandang wajah cantik Nisa.
"Kak.. maaf ya kalau aku lancang. Tapi jujur aku penasaran. Kakak kok mau sih dinikahkan dengan pria yang sudah beristri?" tanya Aruna. Revan mendelik ke arah Aruna namun Aruna tidak melihatnya.
Nisa menunduk. Ia hanya tersenyum tipis sebagai jawaban pertanyaan Aruna. Aruna bukan gadis bodoh. Melihat senyum Nisa, ia tahu kalau Nisa enggan menjawab pertanyaannya. Aruna pun diam.
"Berapa usiamu?" Nisa bertanya karena melihat Aruna yang tampak masih sangat muda.
"Delapan belas tahun. Kakak?"
"Aku duapuluh tahun."
Ya Tuhan Tuan Lais... kali ini bunga bunga yang baru mekar yang akan menjadi penghuni mansion mu. Semoga salah satu dari mereka berdua bisa menyembuhkan penyakitmu.
Mobil yang membawa Aruna dan Nisa tiba di mansion Lais. Revan mengajak kedua gadis itu turun dan meminta mereka menunggu di ruang tengah. Ia menemui Lais di ruang kerjanya.
"Tuan, mereka sudah datang. Apa yang harus saya lakukan?"
Lais menyodorkan kertas yang barusan ia cetak kepada Revan.
"Berikan pada mereka." perintah Lais.
"Apa ini semacam kontrak? Apa tuan akan menjadikan mereka istri kontrak?"
"Apa menurutmu aku pria macam itu"
"Tidak tuan. Tentu saja tuan bukan pria semacam itu."
"Itu hanyalah apa yang ingin aku katakan pada mereka. Cepat kamu berikan dan biarkan mereka membacanya. Jika ada yang ingin mereka ketahui, kau saja yang menjawabnya. Tadi aku sudah meminta Bu Ira menyiapkan kamar buat mereka. Kau cari saja Bu Ira."
"Baik tuan!" Revan keluar dari ruang kerja Lais.
Sesuai perintah Lais, Revan memberikan kertas itu kepada Nisa dan Aruna.
"Bacalah!" perintahnya.
Nisa dan Aruna segera membacanya. Di kertas yang Lais tujukan pada Nisa. Di situ Lais menulis kalau dirinya tidak akan menikahi Nisa. Namun ia tetap menjamin kehidupan keluarganya di panti asuhan. Nisa harus tinggal di mansionnya demi membahagiakan kedua orang tua Lais. Dan juga Lais menyuruh Nisa melanjutkan studinya. Dia akan membiayai kuliah Nisa.
Nisa mengucap syukur dan menitikan airmata bahagia.
Kepada Aruna, Lais menulis kalau Aruna harus kembali ke bangku sekolah yang sudah sebulan ia tinggalkan. Lais juga meminta Aruna tinggal di mansion agar tidak ditindas lagi oleh keluarga tirinya. Untuk biaya sekolah semua akan menjadi tanggung jawab Lais. Termasuk hutang ayah Aruna.
Tuan Revan benar, ternyata tuan Lais memang orang baik.
"Apa ada yang ingin kalian tanyakan?" tanya Revan.
Nisa menggeleng.
"Tuan!"
"Ya Aruna. Kamu ingin bertanya apa?"
"Mm bukan bertanya. Saya ingin menitip. pesan. Sampaikan pada tuan Lais bahwa biaya yang ia keluarkan untuk saya, kelak akan saya bayar. Karena saya, Aruna, tidak mau menanggung budi seumur hidup."
Revan tersenyum.
Kau benar Tuan. Mereka berbeda. batin Revan.
"Baik. Nanti aku sampaikan. Sekarang kalian istirahat. Kamar sudah disiapkan. Bu Ira." kata Revan sambil melambai. memanggil seorang wanita paruh baya.
"Nona Nisa, Aruna. Ini Bu Ira. Beliau adalah pengasuh tuan Lais sejak kecil."
Nisa dan Aruna mengangguk hormat pada Bu Ira.
"Mari ikut ibu ke kamar kalian."
Nisa dan Aruna mengikuti Bu Ira sedangkan Revan kembali ke ruang kerja Lais.
"Tuan. Semua sudah beres. Apa masih ada lagi yang harus saya kerjakan? Jika tidak ada saya permisi mau pulang."
Lais mengangguk.
"Oh iya Tuan. Tadi Aruna menitip pesan kalau dia akan membayar semua biaya yang tuan keluarkan untuknya. Tuan benar. Mereka berbeda." kata Revan lalu keluar dari ruangan Lais. Lais tersenyum. tipis.
......🌹🌹🌹......
Semoga menghibur.Jangan lupa tinggalin jejak ya readers
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!