Senada Enggita, seorang gadis berumur 23 tahun yang hidup dari keluarga yang tidak sehat. Ayahnya pemabuk dan ibunya adalah seorang pelayan kafe. Ia memiliki seorang kakak perempuan bernama Yoana Sagita dan umurnya 4 tahun lebih tua darinya. Yoan merupakan seorang model seksi dan ia sangat menutupi status keluarganya. Keadaan keluarga yang tidak baik membuat Sena terpaksa berhenti kuliah dan memilih bekerja di sebuah toserba di dekat rumahnya. Yoan terkesan lebih di sayang daripada Sena yang lebih sering mendapat hukuman fisik. Suatu hari, sesuatu yang buruk terjadi pada keluarganya. Ini bukan pertama kali itu terjadi, tapi untuk pertama kalinya Sena benar benar ikut terlibat. Ayahnya terlilit hutang dan meminta tolong kepada seorang temannya. Temannya memberitahu bahwa ada seorang miliarder yang mencari istri simpanan dan akan memberikan apa saja untuk itu. Awalnya sang ayah ingin menawarkannya pada Yoan, ayahnya yakin sang miliarder pasti tertarik dengan putri sulungnya yang seorang model. Namun Yoan menolak mentah mentah ucapan sang ayah, masalahnya bukan karena akan menjadi istri simpanan tapi karena miliarder itu seorang yang buruk rupa dan cacat. Sena awalnya tidak ingin ikut campur lagi, tapi saat ayah dan ibunya memohon untuk itu ia tidak bisa menolaknya. Saat pernikahan berlangsung, media sama sekali tidak di izinkan untuk meliput karena pernikahan itu benar benar di rahasiakan. Sena mulai bertanya tanya, siapa sebenarnya sosok pria yang akan menjadi suaminya.
**
Sena melangkahkan kakinya menuju ke tempat kerjanya. Dengan headset di telinganya ia bersenandung kecil. Tiba tiba seorang anak kecil berlari dan menabraknya.
"kenapa kau berlari?" tanya Sena yang sudah berjongkok dan membantu anak itu berdiri.
"ibuku mengejar ku" jawab sang anak.
"kenapa?" tanya Sena bingung.
"Lily!" Sena melihat ke belakang anak itu dan melihat seorang wanita berjalan menghampirinya.
"namamu Lily?" tanya Sena. anak itu mengangguk.
"kenapa kau berlari? ayo pulang kau harus mandi" ucap sang ibu. Sang anak berlari menghampiri sang ibu. "apa dia mengganggumu nona?" tanya sang ibu pada Sena.
"tidak, dia anak yang baik" jawab Sena tersenyum manis.
"maafkan anak saya, kalau begitu saya harus pergi" ucap sang ibu yang kemudian pergi begitu saja dengan membawa anaknya.
Sena kembali melanjutkan perjalanannya. Rutinitasnya setiap pagi adalah pergi ke toserba untuk bekerja. Aktifitas nya juga tidak berbeda setiap harinya. Pergi bekerja, pulang, mendengar ibunya mengomel, melihat ayahnya mabuk mabukan, melihat penampilan seksi sang kakak dan berakhir di kamar kesayangannya.
"halo selamat datang" sapa Sena pada seorang pengunjung.
"kenapa penjaga tokonya tidak berubah? apa kau bekerja dari pagi tadi?" tanya seorang pengunjung.
Sena tersenyum. "Toserba ini tidak terlalu ramai jadi aku bisa menjaganya sendirian" jawab Sena.
setelah membayar, pengunjung itu langsung pergi.
Sena pulang dengan berjalan kaki seperti biasa. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. setelah sampai, Sena membuka pintu dan masuk kedalam rumahnya. Tapi bukan kedamaian yang terlihat melainkan sebuah pertengkaran. Sena berjalan menuju kamarnya dan mencoba mengabaikan mereka. tapi Sena sempat mendengar isi pembicaraan ayah, ibu dan kakaknya.
"cuma ini satu satunya cara untuk membuat semuanya kembali seperti semula Yoan" ucap sang ayah.
"Yoan sudah bilang tidak, apa ayah tidak membayangkan bagaimana reaksi publik kalau mereka tau?" tanya Yoan. "aku model terkenal tidak mungkin menikah dengan pria cacat dan buruk rupa" imbuhnya.
"menikah?" batin Sena.
"tapi Yoan, ayahmu bisa saja di habisi oleh mereka jika tidak bisa membayar hutangnya" ucap sang ibu. Bukannya menjawab, Yoan malah mengambil tas dan kunci mobilnya.
"Yoan tidak akan menikah dengannya, sekalipun ibu dan ayah memohon, itu tidak akan terjadi" ucap Yoan. Ia melangkah lalu berhenti dan berbalik. "bukannya putri ayah ada dua? kenapa tidak Sena saja? ia bahkan tidak berguna di keluarga ini, ada baiknya jika kita menjualnya untuk membayar hutang ayah kan?" ujar Yoan dengan tawa meremehkan. Ia berbalik lalu pergi setelah mengatakan itu.
Sena tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya atas ucapan Yoan. Teganya Yoan bicara seperti itu, fikirnya. Sena bergegas masuk kedalam kamarnya karena takut ayah dan ibunya melihatnya.
Sena duduk di lantai bersandar dengan tembok. Ia memeluk lututnya sendiri dan meratapi nasibnya.
"aku akan menolaknya juga jika itu terjadi, aku juga punya hak" ucap Sena meyakinkan dirinya sendiri. Ia menghela nafas lalu mengacak rambutnya frustasi. "ini membuatku pusing" imbuhnya. Ia merebahkan tubuhnya dan memilih memejamkan matanya.
Pagi harinya masih seperti biasa, hari ini Sena berniat untuk menghindari kedua orang tuanya. Takut takut mereka akan membahas soal pernikahan itu. Saat sedang mengendap untuk pergi, ayahnya memanggil namanya dan seketika Sena menegang.
"mati aku!" batinnya. Ia kemudian berbalik perlahan untuk melihat sang ayah dan ternyata sang ibu juga ada disana. "kalian memanggilku?" tanya Sena.
"Sena, duduklah dulu" ucap sang ibu.
"aku harus pergi bu, aku bisa terlambat nanti" ucap Sena sembari tersenyum. Sena terkejut saat ayahnya tiba tiba berlutut di hadapannya. "ayah apa yang ayah lakukan?" tanyanya.
"bantulah ayah nak!" ucap sang ayah. Sena semakin terkejut karena ibunya kini ikut berlutut.
"iya Sena, ayahmu terlilit hutang dan nyawa ayahmu dalam bahaya" ucap sang ibu. Sena terdiam dan seketika membeku. Apa ayah dan ibunya benar benar akan menjualnya, fikirnya.
"t-tapi kenapa aku?" tanya Sena.
"karena kau satu satunya harapan kami nak" jawab sang ayah.
"menikahlah dengannya Sena, kami akan sering mengunjungimu" tambah sang ibu.
"kalian benar benar akan menjualku?" tanya Sena tak habis fikir.
"tidak begitu Sena, ayah mohon bantulah ayah" ucap sang ayah dengan wajah memelas. Ia semakin terkejut saat ayah dan ibunya menangis. Ia bahkan tau jika itu hanya drama, tapi ia benar benar tidak tega.
"apa yang harus aku lakukan?" tanya sang ibu di sela sela isakannya. "ayahmu bisa saja di bunuh oleh para gangster itu" imbuhnya. mendengar itu membuat tubuh Sena melemas, ia tidak mungkin membiarkan ayahnya mati di tangan gangster.
"sekarang harus bagaimana?" tanya Sena. "kenapa kalian melakukan ini padaku?!" teriak Sena. Kini ia ikut menangis dan menundukkan pandangannya. Ia kembali menatap ayah dan ibunya. "kenapa tidak kak Yoan saja yang dinikahkan?" tanya Sena. "kenapa harus aku?!!" teriaknya lagi.
"maafkan ayah yang sudah merepotkan mu nak" ucap sang ayah. "ayah tidak tau akan seperti ini jadinya" imbuhnya.
"maafkan ibu, mungkin ibu harus menjual jantung ibu untuk melunasi hutang ayah" ucap sang ibu. Sena menatap tidak percaya.
"lalu bagaimana ibu akan hidup?" tanya Sena kesal. Ia kemudian menghela nafas kasar. "baiklah, aku akan melakukannya untuk kalian" ucap Sena pada akhirnya. mendengar itu membuat kedua orang tuanya sangat antusias. keduanya berdiri dan langsung memeluk Sena. untuk pertama kalinya Sena merasakan pelukan dari ayah dan ibunya, meskipun ia tau itu hanya drama tapi ia menikmatinya.
bersambung...
Seorang pria berjalan tergesa gesa menuju ke sebuah gedung. Pria itu adalah Romi ayah dari Sena dan Yoan. Romi kemudian bertemu dengan dua pria dengan jas hitam. ketiganya berjalan masuk ke sebuah ruangan yang di dalamnya sudah ada beberapa orang yang sedang menunggu. Seorang pria duduk di bangku dengan menghadap ke arah luar sembari memainkan mata pena nya, siapa lagi kalau bukan Deandra Winaja.
Langkah kaki terdengar cukup nyaring dan pintu terbuka. Romi dan kedua pria jas hitam itu masuk ke dalam.
"Tuan, dia sudah datang" ucap Aldric, sahabat sekaligus kaki tangan Dean. Dean memutar bangkunya untuk melihat siapa yang ada di depannya. Romi yang gugup hanya bisa membungkuk hormat.
"duduklah" perintah Dean. "kalian boleh keluar, kecuali kau Al" ucapnya. Mendengar perintah, para pengawal langsung keluar dari ruangan dan meninggalkan Dean, Aldric, dan Romi tentunya. Dean menatap lekat pria paruh baya yang ada di depannya.
"kau yakin?" tanya Dean. Romi mengangkat pandangannya.
"iya tuan, tolong bantu saya" ucap Romi memelas.
"saya akan membantumu" ucap Dean. "tapi dengan beberapa persyaratan" imbuhnya.
"apa itu?" tanya Romi. Dean langsung meminta Aldric mengambil secarik kertas dan memberikannya pada Romi.
"bacalah" suruh Aldric. Romi dengan sigap langsung mengambil dan membacanya. Kertas berisikan beberapa persyaratan yang dibuat oleh Dean untuk Romi.
"Bisa di jelaskan lagi tuan?" tanya Romi pada Aldric. Al menatap Dean lalu Dean mengangguk memberi persetujuan.
"pertama, jangan beritahu putri dan keluargamu tentang tuan Dean, termasuk fakta bahwa tuan Dean tidaklah cacat seperti yang diberitahukan padamu, sampai hari pernikahan tiba" ucap Al yang mulai memberi penjelasan. "kedua, kau dan keluargamu tidak boleh lagi ikut campur tentang apapun yang akan terjadi pada putrimu, Sena. Ketiga, jangan mencoba mendekati keluarga tuan Dean dan yang terakhir Jangan terima putrimu Sena jika dia kembali kerumahmu apapun alasannya" ucap Aldric. Ia kembali meletakkan kertasnya.
"kau yakin?" tanya Dean lagi. "aku bukan orang yang memiliki toleransi" imbuhnya.
Romi tanpa berfikir panjang langsung mengangguk setuju dan itu membuat Dean tertawa tidak percaya.
"saya yakin tuan" ucap Romi.
"baiklah, aku akan membayarkan semua hutangmu setelah kau tandatangani surat itu" ucap Dean. Romi langsung menandatangani surat berisi persyaratan itu.
"terima kasih banyak tuan, saya akan membalas semua jasamu" ucap Romi antusias.
"sekarang kau bisa pergi" suruh Aldric. Romi menganggukkan kepalanya. Lalu pergi setelah mengucapkan terima kasih berulang kali.
sekarang hanya tersisa Dean dan Aldric. Dean menyandarkan kepalanya lalu tertawa sendiri. Aldric yang kini sudah mendudukkan bokongnya menatap Dean bingung.
"apa yang terjadi pada otakmu?" tanya Aldric.
"sopan lah sedikit jika tidak ingin ku pecat" ujar Dean.
"Ck, kau bercanda? kau akan kesulitan mencari seseorang seperti aku" ucap Aldric dengan pedenya.
"kau benar benar ingin ku pecat rupanya" ucap Dean penuh ancaman. Mendengar itu membuat Aldric tertawa.
"omong omong, apa yang membuatmu begitu senang?" tanya Al.
"aku terlihat senang?" tanya Dean. "aku tidak merasa begitu" imbuhnya.
"lalu? kau kenapa tertawa begitu?" tanya Al.
"kau tidak melihat wajah bajingan tadi? bisa bisanya dia menjual putrinya sendiri" jawab Dean.
"ah karena itu" ucap Al sembari mengangguk-anggukan kepalanya. "aku tidak melihat rasa bersalah di wajahnya" imbuhnya.
"benar. Putrinya pasti menyesal mempunyai ayah sepertinya" ucap Dean.
"entahlah. tapi aku masih bingung, kenapa kau memilih menikahi putrinya, padahal kalau kau ingin kau bisa menggunakannya sesekali tanpa harus menikahinya" ucap Aldric. Dean langsung melemparkan tatapan tajam.
"ingin apa?" tanya Dean. "kau berfikir aku lelaki yang seperti apa?" imbuhnya.
"lalu kenapa? kau bahkan tidak mengenalnya. kau hanya melihat fotonya saja" ucap Al. Dean menghela nafas lalu kembali menyandarkan kepalanya sembari memejamkan mata.
"ini keinginan mendiang nenekku, dia ingin aku menikah di usia 28 tahun" jawab Dean. Aldric mengangguk mengerti. Dean memang sangat menyayangi sang nenek. Ayah dan ibunya pergi meninggalkannya sejak ia masih balita dan ia dibesarkan oleh neneknya. Saat sang nenek meninggal dua tahun yang lalu, orang yang paling terpukul adalah Dean. Saat itu Aldric adalah orang yang selalu ada di samping Dean dan membantu Dean berdiri lagi. Oleh karena itu Dean dan Aldric menjadi semakin dekat.
"tapi tidak apa, kau juga sudah tua" ucap Al dengan santai.
"kita hanya beda satu hari, kau harus ingat itu" ucap Dean tidak terima. Aldric tertawa lucu melihat wajah sahabatnya. "ah ya, aku percayakan acara pernikahan ku padamu Al" ucap Dean.
"baik, akan ku urus semuanya" sahut Aldric. Keduanya sama sama terdiam dan tenggelam dalam fikiran masing masing.
***
Romi berjalan dan masuk kedalam rumah untuk menemui istrinya, Sarah. Ia bergegas menghampiri sang istri yang sedang asik bermain ponsel. Menyadari kehadiran sang suami, Sarah meletakkan ponselnya dan mendekati Romi.
"bagaimana?" tanya Sarah antusias.
"tentu saja dia setuju" jawab Romi semangat. "akhirnya hutang kita lunas" imbuhnya. Sarah tertawa bahagia.
"ternyata hadirnya Sena ada gunanya juga ya" ucap Sarah sembari tertawa.
"benar, sebentar lagi dia tidak akan menyusahkan kita lagi" tambah Romi.
"untung saja miliarder itu cacat jadi dia tidak banyak memilih" ujar Sarah. mendengar itu Romi sedikit gugup. "omong omong, apa cacatnya parah? dibagian mana?" tanya Sarah.
"ah sudahlah jangan membahas itu, sekarang yang kita fikirkan adalah bagaimana cara menikmati hidup kita" ucap Romi.
"benar juga. Aku akan membantu Sena mengemasi barang barangnya nanti" ucap Sarah.
"iya, bersikap baiklah padanya sampai dia pergi dari rumah ini" ujar Romi. "bagaimana pun dia sudah berkorban untuk kita" imbuhnya. Sarah mengangguk mengerti.
"untung saja Yoan menolaknya, kan kasihan kalau sampai di terima" ucap Sarah.
"Yoan akan mendapatkan yang lebih dari Sena" ucap Romi.
"yang jelas harus lebih kaya dari calon suaminya Sena" ujar Sarah. "lagian kenapa kau tidak minta uang saja? kan bisa kita pakai sisanya" tanya Sarah.
"kau fikir itu mudah? untung saja dia mau melunasi hutang hutang kita dan menerima Sena" ucap Romi.
"tapi kan harusnya aku tidak perlu bekerja lagi" ucap Sarah. Romi mengelus rambut Sarah.
"tenanglah, setelah ini kita bisa minta uang diam diam pada Sena tanpa sepengetahuan suaminya" ujar Romi.
"benar juga" ucap Sarah. Keduanya tertawa bahagia tanpa beban dan rasa bersalah sedikitpun.
Keduanya terlalu semangat bercerita, hingga tidak menyadari ada sepasang mata yang sedang melihatnya dengan tatapan kecewa. Sena berjalan masuk ke kamarnya dengan membanting pintu. Tubuhnya luruh bersamaan dengan air matanya, hari ini ia kembali menyaksikan bagaimana ayah dan ibunya sama sekali tidak memperdulikannya. Hatinya begitu hancur, saat tau bahwa keluarganya adalah haters yang sesungguhnya. Sena menangis sampai akhirnya tertidur di lantai.
Sena duduk di sebuah kursi di suatu ruangan. Jarinya saling bertautan menandakan bahwa ia sedang gugup sekarang. Hari ini untuk pertama kalinya ia datang kerumah sakit karena ayahnya menyuruhnya memeriksakan kesehatannya sebelum menikah. Sena sudah menunggu lebih dari setengah jam, saat hendak berdiri pintu terbuka.
"maaf, anda sudah lama menunggu?" tanya Arka, dokter spesialis jantung.
"ah tidak jug..." ucapan Sena terhenti saat terjadi kontak mata diantara keduanya.
"Sena" ucap Arka. keduanya saling menatap untuk beberapa saat.
"k-kau disini?" tanya Sena. Tanpa aba aba Arka langsung menarik Sena dan memeluknya. Sontak hal itu membuat Sena terkejut.
"aku merindukanmu" ucap Arka. Sena perlahan membalas pelukan Arka karena ia juga merindukan pria manis itu.
"aku juga merindukanmu" balas Sena. Arka melepaskan pelukannya lalu menatap Sena.
"bagaimana kabarmu?" tanya Arka.
"aku baik baik saja" jawab Sena.
"syukurlah kalau begitu. duduklah" Arka mengajak Sena untuk duduk di sofa.
"kau sedang apa disini?" tanya Sena.
"ini ruangan ku" jawab Arka.
"kau seorang dokter?" tanya Sena lagi. Arka mengangguk sembari tersenyum.
"omong omong bagaimana keadaan paman dan bibi?" tanya Arka.
"eum, seperti itulah" jawab Sena.
"oh ya, apa kau sakit?" tanya Arka. Sena menggeleng.
"aku ingin meminta surat kesehatan dari mu" jawab Sena.
"baiklah, sekarang ayo aku periksa dulu" ujar Arka. Arka langsung melakukan pemeriksaan pada Sena.Setelah selesai pemeriksaan Sena dan Arka kembali duduk di sofa.
"bagaimana?" tanya Sena.
"jantungmu baik, kau benar benar menjaganya" jawab Arka sembari tertawa kecil.
"eum, apa aku boleh memintanya sekarang? aku harus pergi" ucap Sena.
"tentu. kau akan kemana?" tanya Arka.
"ada urusan mendadak" jawab Sena.
"aku akan mengantarmu" ujar Arka.
"tidak" dengan cepat Sena menolak. Arka menaikkan satu alisnya.
"kenapa?" tanya Arka.
"aku akan pergi sendiri saja" tolak Sena. Sena mengambil surat kesehatan yang sudah di berikan oleh Arka. Ia kemudian bangkit di ikuti oleh Arka.
"kau marah padaku?" tanya Arka. Sena tersenyum sembari menggelengkan kepalanya.
"tidak. kau harus stay disini, pasien mu pasti banyak yang menunggu. aku pergi dulu" Sena pergi dan menghilang di sebalik pintu.
Sena berjalan tergesa-gesa menuju lobi. sesampainya disana sebuah mobil hitam sudah menunggunya, Sena langsung masuk ke dalam mobil. Di dalam sudah ada Romi yang menunggunya.
"kenapa lama sekali?" tanya Romi.
"maaf yah" hanya itu yang bisa Sena ucapkan.
Mobil melaju menuju pada sebuah mansion mewah. Tak dipungkiri tangannya sudah berkeringat sekarang. Apalagi saat mobil berhenti dan ayahnya menyuruhnya turun. Dengan beberapa pengawal, Sena dan Romi masuk kedalam sebuah ruangan dan di persilahkan untuk duduk. Selang beberapa menit pintu kembali terbuka. Seorang pria dengan jas birunya melangkah masuk. Sena sontak menoleh, rahang tegas dan tatapan yang mengintimidasi membuat Sena tidak mampu berpaling.
"selamat siang tuan" sapa Romi yang kini sudah berdiri dan diikuti oleh Sena. Dean tidak menyapa atau sekedar melihat, tatapannya kini tertuju pada Sena.
"keluarlah" ucap Dean pada Romi. Romi langsung keluar dan meninggalkan putrinya. Kini hanya mereka berdua yang ada di dalam ruangan. Dean berjalan mendekati Sena yang saat ini sudah gemetar.
"kau Sena?" tanya Dean.
"I-iya" Sena mengangguk pelan. Dean mengeluarkan smirknya.
"Kau tau dengan siapa kau akan menikah?" tanya Dean. Sena menggeleng. "kau akan menikah dengan ayahku" ucap Dean. Sena sontak melebarkan matanya namun bibirnya sama sekali tidak bisa bergerak. Dean tertawa lalu mendudukkan bokongnya di sofa empuknya, ia mengeluarkan ponselnya.
"T-tuan" panggil Sena. Dean mendongak. "apa aku sudah boleh pergi sekarang?" tanya Sena.
"kau mau pergi?" tanya Dean. Kini ia berdiri dan kembali menghampiri Sena. "Pulanglah, kau butuh istirahat dan kumpulkan tenaga sebanyak mungkin. Setelah ini kau akan menerima apa yang sudah di setujui ayahmu" ucap Dean yang membuat Sena seketika menegang.
"Apa yang disetujui ayahku?" tanya Sena.
"Itu tidak penting. pulanglah" ucap Dean. Pria itu kemudian berlalu meninggalkan Sena yang masih membeku. Jarinya saling bertautan dan saling menggenggam erat. Air matanya seketika luluh saat ingat bahwa ayahnya sudah menjualnya.
***
Hari berlalu begitu cepat. Sena berdiri dengan senyum terpaksa. Gadis itu kini berdiri bukan lagi sebagai karyawan toserba, melainkan sebagai nyonya Winaja. Hari ini adalah hari pernikahan Sena dan Dean. Di hadiri oleh keluarga dari Sena dan beberapa kolega dari Dean. Sena melihat kebahagiaan di wajah sang ayah. Tapi kemudian ia melihat kekesalan yang terpancar dari wajah kakak dan ibunya. Yoan kesal karena merasa telah di bohongi oleh sang ayah.
"Ayah sudah membohongiku" ucap Yoan. ia kemudian menatap sang ibu. "apa ibu juga sudah tau?" tanya Yoan. Sarah menggeleng cepat.
"bagaimana ibu bisa tau?" tanya Sarah. Yoan menghentakkan kakinya lalu pergi meninggalkan pesta dan di susul oleh Sarah.
Sena menatap kecewa pada Yoan dan ibunya yang pergi begitu saja tanpa pamit.
Acara berjalan dengan lancar, namun setelah itu ia tidak menemui keberadaan keluarganya. Dan sekarang ia tidak melihat pria yang menyandang status sebagai suaminya itu. Sena menghela nafas.
"nyonya Sena" panggil seorang pelayan. Sena sontak berbalik.
"I-iya?"
"mari saya antar ke kamar nyonya" ujar pelayan itu. Sena mengangguk lalu mengikuti kemana pelayan itu pergi. Pelayan itu membawa Sena ke sebuah kamar yang besar. Sena mengedarkan pandangannya dengan tatapan takjub.
"saya adalah asisten pribadi anda mulai hari ini" ucap pelayan itu. "nama saya Viana" imbuhnya.
"asisten pribadi?" tanya Sena bingung. Viana mengangguk sembari tersenyum.
"Mulai sekarang saya yang akan mengurus segala kebutuhan anda di Mension ini. Mulai dari pakaian, makanan, dan lainnya yang bersangkutan dengan keperluan anda" jawab Viana.
"tapi itu tidak perlu" ucap Sena.
"ini adalah perintah dari tuan Deandra, dan segala yang sudah menjadi perintahnya tidak bisa di bantah nyonya" ujar Viana. Sena tersenyum kikuk.
"kau bisa panggil aku Sena" ucap Sena sembari mengulurkan tangannya. Tapi Viana hanya memandangi tangan Sena dan takut takut untuk membalasnya. Sena lalu mengambil tangan Viana dan menggenggamnya. "Mulai sekarang kita teman" ucap Sena antusias. Viana sontak menarik tangannya.
"maaf tapi itu tidak bisa nyonya" ucap Viana.
"kenapa? aku bukan nyonya dirumah ini" ujar Sena.
"T-tapi ...."
"kau bisa panggil aku nyonya jika dihadapan pelayan lain dan tuan Deandra. jika sedang berdua kita adalah teman" ujar Sena sembari tersenyum. Viana tersenyum malu.
"tapi tetap saja nyonya" ucap Viana. Sena menghela nafas.
"kalau begitu kau bisa memanggilku Nona Sena" ujar Sena.
"baiklah" ucap Viana. "sekarang anda bisa membersihkan diri, aku akan menyiapkan pakaian anda" imbuhnya.
"kau terlalu kaku" ucap Sena kemudian berlalu meninggalkan Viana.
"aku bisa di pecat bila ketahuan" ujar Viana sembari berjalan mengambil pakaian untuk Sena.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!