NovelToon NovelToon

You

Alex & Efira

Tung

Tung

Tung

Tung

Aku membuka mataku, mencari benda pipih milikku yang sedari tadi terus berbunyi. Oh, ayolah. Ini masih pagi, pun hari Minggu. Siapa yang mengganggu tidur nyamannya sepagi ini?

...Room Chat On...

From Alex

Pagi Efira.

Aku ada di depan. Bukakan pintu!

Kenapa kau mengganti password-nya ha?

Cepat bangun atau album K-popmu ini akan berakhir di tempat sampah seperti tempo hari.

Aku hitung sampai tiga.

Satu

Typing…

...Room Chat End...

Oh ya Tuhan. Mataku terbelalak sempurna, aku langsung lari tunggang langgang. Ini sudah hitungan ke-? Ah aku tidak peduli, yang terpenting adalah albumku selamat.

“Kau terlihat seperti gelandangan.” Ucap lelaki di hadapanku, sesaat setelah aku membuka pintu dan merebut album berhargaku.

“Lihat! Rambutmu seperti singa.” Lanjutnya, sambil terkekeh pelan, mengambil sedikit ujung rambutku lalu mengangkatnya perlahan.

Tidak sopan. Ingatkan aku nanti, aku ingin menendang bokongnya jika sekali lagi lelaki ini mengataiku.

“Apa? Kau tidak tau? Ini fashion terbaru.” Ketusku yang langsung disambut tawa terpingkal darinya, sedangkan aku? Hanya memasang wajah datar.

“Kau mendapat fashion seperti ini dari mana?” Ucapnya mengataiku ‘lagi’.

“Pergi saja sana!” Usirku.

“Tidak mau.” Jawabnya, lalu masuk begitu saja ke ruang tamu, tanpa izin dariku selaku tuan rumah.

“Lex, aku ingin tidur seharian ini dan kau datang mengacaukan rencanaku. Tidak bisakah kau pulang dan beri aku waktu untuk tidur dengan tenang sehari ini saja?” Ucapku.

Pasalnya, lelaki ini selalu mengganggu masa tenangku. Bukan hanya di rumah, di sekolah, di kampus, dimana pun itu, sepertinya lelaki ini tidak akan ada habisnya dalam menggangguku.

“Mati saja jika kau ingin tidur tenang.”

Percayalah, aku sangat ingin mencakar wajah tampannya. Masih pagi sudah mengacaukan suasana hati.

“Aku ingin melempar sandal ke pipi mulusmu itu jika kau mau tau.” Ucapku.

“Aku tidak mau tau.” Jawabnya santai.

Lihat saja sekarang, dia sudah rebahan di sofa, menyetel televisi dan menggendong se-toples camilan. Nikmat Tuhan yang mana lagi yang kau dustakan?

“Aku sedang tidak ingin mengganggumu.” Lanjutnya, mungkin tau apa yang sedang aku pikirkan.

“Baiklah, terserahmu saja.” Aku pergi meninggalkan sahabatku ini, ah tapi aku menghentikan langkahku sejenak, memandang Alex penuh selidik, “Jangan berani mengacaukan rumah.” Cetusku.

“Iya. Kau ini cerewet sekali. Tidurlah!” Jawabnya tanpa melihat ke arahku, fokus dengan acara televisi.

Aku menyelip masuk ke dalam kamar berdekorasi K-Pop milikku dan pergi ke pulau kapuk menjemput mimpi.

Namaku Efira, mahasiswi semester akhir salah satu universitas negeri terbaik di Amerika, dan lelaki itu bernama Alex. Kami sama-sama mengenyam pendidikan di sini, baik S1 maupun S2. Datang jauh dari Indonesia tanpa berbekal apapun selain kecerdasan, kami berhasil mendapatkan beasiswa dengan skor tertinggi.

Selain dari itu, Alex adalah teman masa kecilku. Anggap saja kami kembar, kami bahkan lahir di tanggal yang sama meskipun dari rahim yang berbeda.

...***...

Tepat pukul 10.00 waktu setempat, aku terbangun karena suara bising dari luar kamar.

Sedang apa dia? Pikirku

Aku memutuskan keluar kamar setelah membasuh wajah.

Mataku langsung tertuju pada seorang lelaki yang sedang sibuk di dapurku, memasak menggunakan apron pink milikku. Rupanya lelaki itu kelaparan, mungkin karena menungguku bangun.

Sedikit keringat terlihat di dahinya, sesekali Alex mengusapnya dengan kaos putih polos yang ia gunakan. Aku pikir Alex terlihat sangat errrr…

Sexy?

“Apa yang kau lakukan?” Tanyanya membuyarkan segala atensiku.

Bodoh juga rasanya, apa-apaan pikiranku tadi.

Aku memilih menghampirinya dulu, melihat atau mungkin bisa membantunya memasak?

“Apa yang akan kau masak?” Tanyaku.

“Pot Roast, kesukaanmu.”

“Apa yang bisa aku bantu?” Tanyaku lagi, memandang antusias daging sapi di hadapanku. Membayangkan dia diolah dengan saus dan air, bersama potongan kentang dan wortel, dengan tekstur lembut berkuah.

Ah, perutku sudah berdendang, meminta segera diisi.

“Kau tidak perlu membantuku. Duduk saja disana.” Arah tunjuknya menuju meja makan yang tak jauh dari dapur.

“Kau bisa mandi dulu, rupanya kau belum juga mandi setelah hibernasi berjam-jam. Pantas saja aku mencium aroma terasi dari tubuhmu.” Lanjutnya sambil mengapit hidung menggunakan ibu jari dan jari telunjuknya.

Kurang ajar kan?

Aku berbalik ke arahnya dengan wajah tertekuk. Menggunakan tangan kananku untuk memeluknya erat dari samping, sedangkan tangan kiriku sibuk meraup ketiakku sendiri, dan meletakkannya tepat di hidung Alex.

“Nih, cium terasi ini Lex. Cium!”

“Kau benar-benar bau ikan asin.”

Plak

Aku menggampar pelan bahunya, menunjukkan raut masamku. Sekali menyebalkan tetap saja menyebalkan. Aku mendengus lalu berjalan sambil menghentak-hentakkan kaki sebagai tanda tidak terima.

Drama

“Ayo pergi, aku bosan.” Alex berkata, sesaat setelah kami menyelesaikan ritual makan dan tentu saja aku sudah mandi.

Kami sedang berada di ruang tamu, duduk berdua di sofa putih, menonton acara variety show yang sama sekali tidak menarik.

“Aku bosan tapi, aku juga malas keluar.” Jawabku, meletakkan kepalaku di pahanya.

“Mati saja kau.” Ucapnya, menyentil dahiku pelan. Aku mengerucutkan bibir sejenak, mengelus sayang dahi mulusku sebelum menjawab perkataannya.

“Kau bahkan tidak bisa hidup tanpaku.”

“Percaya diri sekali, apa tidak seharusnya aku yang mengucapkan hal itu?”

“Coba katakan, siapa yang sudah menerorku pagi-pagi sekali hanya untuk bertemu denganku?”

“Hey, aku hanya ingin memberikan albummu.”

“Lagipula, kenapa bisa paket K-Popmu itu bisa sampai di apartemenku ha? Sengaja? Agar aku yang membayar biaya pengirimannya? ” Lanjut Alex.

“Tentu saja, minggu lalu kau sudah berjanji akan mentraktirku album terbaru mereka. Bukankah janji harus ditepati tuan Alex yang terhormat? Kau juga harus mengganti uangku yang kugunakan untuk membeli album bukan?”

“Kau memang kucing kecil. Nakal sekali.” Ucap Alex mencubit hidungku.

“Nanti akan kuganti hm.” Lanjutnya.

“Jika tidak ada aku, pasti kau sangat merindukanku kan Lex? Atau kau malah senang jika aku tidak mengganggumu?” Ucapku, memainkan dagu sahabatku pelan, bertanya-tanya mengapa dagu lelaki itu bisa begitu halus tanpa bulu, seperti tidak pernah ditumbuhi saja.

“Ah, aku pasti sangat merasa bebas.” Jawab Alex.

“Kau itu terlalu naif dalam mengakui perasaanmu. Apa yang kau ucapkan lebih sering tidak sesuai dengan kata hatimu. Gengsimu terlalu tinggi. Setinggi ini, atau bahkan lebih.” Aku merentangkan tangan kananku ke atas, hingga jari-jariku menyentuh hidungnya.

Manis sekali.

Alex hanya tertawa sebentar, melihat tingkahku, “Bagaimana kalau kita nonton apa yang ada saja? Coba tunjukkan koleksi DVD-mu!” Ucap Alex mengganti topik pembicaraan.

Tentu saja aku sangat bersemangat, sedikit terburu-buru membuka laci meja di bawah televisi. Pasalnya aku sudah membeli beberapa DVD drama terbaru. Aku belum menayangkannya sama sekali.

“Aku mau menonton ini Lex!” Aku menunjukkan DVD dengan latar aktor dan aktris yang menjadi bintang utama dalam drama tersebut.

“Efira, kau sungguh-sungguh akan membuatku mual disini. Drama romantis?”

“Aktornya tampan kan? Kita harus melihat ini, titik.” Ucapku menunjuk gambar aktor di DVD tersebut.

“Masih tampan aku.” Jawabnya, wajah lelaki itu sudah menunjukkan kepasrahannya, mengambil DVD itu dari tanganku dan menyetelnya untukku.

Selama hampir 3 jam drama itu berlangsung, 20% kami menontonnya, 80% sisanya dramanya yang menonton kami.

Menonton kami bertengkar!

20 menit pertama, semua berjalan dengan baik-baik saja, meskipun Alex terus saja bergerak gelisah di sampingku. Sebenarnya aku tidak peduli jika dia tidak memulai peperangan.

Dengan tiba-tiba Alex merebut camilan yang aku gendong, “Lex, kemarikan itu! Kau makan yang lain saja.” Tuturku, menunjuk makanan ringan lain di meja.

“Aku mau yang ini” Jawabnya.

Baiklah, mari mengalah. Meskipun ada ketidak relaan atas potato yang sudah pindah ke gendongannya.

Tidak berselang lama, lelaki di sampingku ini menarik-narik pelan rambutku. Tapi, setelah itu Alex menariknya dengan kasar.

Sialan!

“ALEX, RAMBUTKU!” Teriakku diikuti kekehan tak berdosa dari Alex.

Jahil sekali memang. Aku tidak akan diam saja, lihat saja sebentar lagi.

Aku melirik kakinya sekilas, dan muncullah sebuah ide gila.

Aku memeluk kaki kirinya dengan kuat, menjalankan aksi balas dendamku.

“ASTAGA EFIRA, ITU SAKIT” Protesmya ketika aku mencabuti bulu kakinya.

Kurang ajar, dia menjambak rambutku lagi, kali ini lebih kuat dari sebelumnya.

“Hentikan. AARRGGHHH.” Teriaknya kesakitan.

Rasakan! Siapa suruh menggodaku?

Baiklah, kami sudah sangat berantakan tapi, aku masih ingin melanjutkan menonton dramanya. Ada sedikit penyesalan ketika aku sadar bahwa aku tidak dapat menikmati drama ini karena Alex.

“ALEX, kau menumpahkannya!” Ucapku histeris saat camilan kesukaanku sukses berhamburan di lantai.

“Uppss. Aku serius, aku tidak sengaja.”

Aku hanya mampu menghela nafas, sudah tidak mampu mengekspresikan diri lagi.

Diam adalah jalan ninjaku.

Tapi, tak lama.

“Ahahahahaha. Hentikan! Alex, hahaha.” Tawaku menggelegar ketika dengan jailnya lelaki ini menggelitik pinggangku.

Aku sudah kehabisan kesabaran, melempar kaleng wafer ke arahnya, sangat yakin dia cekatan menangkap kaleng tersebut.

Tapi, ternyata dugaanku salah.

“Kau menghantam asetku bodoh” Protes Alex.

Aku mendelik, memutar kepalaku melihat apa yang terjadi disana.

Terlihat lelaki itu meringis menahan sakit.

“Lagipula kenapa kau tidak mengangkapnya?” Tuturku pelan.

“Mana sempat” Terdengar penuh penekanan.

“Aku pulang. Terimakasih kenangannya hari ini. Aku rasa sekarang aku perlu waspada terhadapmu” Lanjutnya lalu melangkah pelan menuju pintu apartemenku.

“Hati-hati di jalan” Ucapku, meskipun percuma saja. Lelaki itu sudah menghilang di balik pintu.

Rencana Setelah Kelulusan

Sudah 3 bulan sejak hari itu, waktu terus berjalan dengan cepat. Selama itu, baik Efira maupun Alex sama-sama disibukkan dengan kepentingan masing-masing. Entah dalam urusan universitas atau pekerjaan mereka.

Efira terlihat baik-baik saja menjalani hari-harinya. Gadis itu terlihat senang-senang saja dengan kebebasannya. Berbeda dengan Alex yang semakin uring-uringan karena tidak sempat bertemu Efiranya. Berbalas pesan saja tidak.

Sore ini sekitar pukul 19.00, dalam dinginnya udara yang merasuk kulit. Terlihat seorang lelaki tengah menatap kota dari balkon apartemennya.

“Aku bisa gila jika seperti ini terus. Aku akan menemuinya.” Gumamnya, masuk mengambil jaket dan pergi menemui sahabatnya, Efira.

Keduanya memilih untuk tidak tinggal di apartemen yang berdekatan. Efira biangnya, gadis itu bilang bahwa Alex akan terus mengganggunya dan tidak akan mengizinkannya bebas barang sedikitpun.

“Pokoknya kita tidak bisa tinggal berdekatan” Saat itu Efira tidak terima jika Alex harus tinggal tepat di depan apartemennya.

“Why?”

“Kau pasti akan sangat menggangguku. Bagaimana jika aku sibuk? Lalu kau datang dan aku tidak bisa melanjutkan kesibukanku.”

“Itu karena kau sendiri yang tidak bisa menolak pesonaku.”

“Cih, atau bagaimana jika ada teman-temanku mampir dan kau datang merusak segalanya. Bagaimana?”

“Tidak masalah selama temanmu itu seorang wanita.”

“Kalau lelaki?”

“Aku tendang bokongnya sampai terjatuh dari lantai apartemenmu. Lagipula kau bisa mengusirku bukan?”

“Dan sialnya kau selalu tidak mau pergi jika hal itu benar-benar terjadi.”

“Kau memang cerdas.”

Efira memijat pelan pelipisnya, masalah tempat tinggal saja jadi perdebatan.

“Pokoknya tidak. Cari apartemen lain!” Ketus Efira.

“Kau sangat menyebalkan kalau kau mau tau.”

“Aku tidak mau tau.”

Perdebatan itu di akhiri dengan Alex yang mengalah, mencari apartemen lain yang juga dekat dengan kampus.

Meskipun faktanya, Efira tetap tidak bisa bebas karena sahabat lelakinya itu selalu menguntitnya.

Hanya butuh waktu kurang lebih 15 menit untuk Alex sampai di apartemen Efira. Dia terus menekan bel apartemen sahabatnya itu tanpa henti.

“EFIRA BUKA! INI AKU.”

“Iya, sebentar.” Terdengar teriakan Efira dari dalam.

Ceklek

“Ada perlu apa?” Tanya gadis itu, masih sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Tanpa permisi, Alex langsung memeluk sahabatnya.

“Merindukanmu bodoh. Memangnya kau tidak rindu?” Masih sempat-sempatnya mengumpat.

Efira tersenyum tipis, “Aku sama sekali tidak merindukanmu.”

“Ya sudah, biar aku saja yang rindu. Benar kata aktor lokal itu bahwa rindu itu berat.”

“Ayo ke café, aku benar-benar suntuk. Butuh refresh otak.” Ajak Alex, memperhatikan sahabatnya yang sedang menyisir rambut di cermin meja rias.

“Tunggu sebentar. Aku ambil tas dulu.” Jawab Efira, berlalu menuju lemari untuk mengambil tas selempang kecil miliknya.

Sedangkan Alex terus memperhatikan gerak-gerik Efira sambil berbaring di kasur, menjadikan kedua tangannya sebagai bantal.

“Sudah, ayo pergi.” Ucap Efira menatap Alex.

...***...

“Besok hari kelulusan bukan? Kau akan datang?” Efira membuka suara diantara keduanya.

“Tidak, aku ada rapat penting. Lusa aku sudah habis masa kontrak. Aku harus segera menyelesaikan tanggung jawabku disana.”

“Apa rencanamu?”

“Sebelum mengambil ijazah, selama satu pekan, aku akan mengajakmu bersenang-senang sebelum meninggalkan tempat ini.”

“Lalu?”

“Ya tidak ada lalu-lalu Efira, kita hanya perlu bermain. Lagipula, setelah sampai di rumah, belum tentu kita dapat menghabiskan waktu bersama.”

Efira hanya menganggukkan kepalanya. Memilih meneruskan acara makannya.

Alex dan Efira sudah bekerja setelah menyelesaikan pendidikan S1-nya, Alex masuk ke salah satu perusahaan IT. Mudah saja, mengingat kemampuannya di bidang tersebut tidak perlu di ragukan.

Sedangkan Efira? Ah, gadis itu menemukan pekerjaan yang sesuai dengan hobinya, meskipun itu menyimpang dari kuliahnya di bidang interior.

Namun, untuk mengisi waktu luangnya, gadis itu mampu menunjukkan bakatnya hingga menjadi salah satu desainer untuk agensi bergengsi disana.

“Bagaimana denganmu? Maksudku agensimu?” Lanjutnya.

“Tentu saja sangat baik. Kau harus menggunakan setelan yang sudah kurancang khusus untukmu besok” Jawab Efira semangat, gadis itu mengunyah makanannya dengan lahap.

“Tentu. Padahal kau bisa menjadi model disana tapi, kau malah menjadi desainernya. Itu melelahkan bukan? Belum lagi hal tersebut menyimpang dari kuliahmu.”

“Kau pun tidak bisa menyimpang dari hobimu bukan? Seperti itu lah alurnya terjadi, Lex.”

Alex hanya tersenyum sebagai jawaban. Lelaki itu mulai berfikir bahwa mereka sudah dewasa, Efiranya juga sudah dewasa, bukan lagi Efira yang suka mengadu saat tidak bisa mengerjakan PR-nya, atau Efira yang merengek meminta waktu Alex untuk bermain bersama. Sudah tidak sama, gadis itu tumbuh menjadi gadis yang cantik dan cerdas.

“Mau bertaruh sesuatu?” Ucap Alex.

“Bertaruh apa?”

“Diantara kita, siapa yang lebih unggul saat kelulusan nanti bisa mengajukan permintaan kepada lawannya?”

“Kau sedang menantangku?” Tanya Efira.

“Kau pasti menjadi lulusan terbaik.” Ucap Alex mengusap puncak kepala gadis itu.

“Bagaimana jika kau mengungguliku lagi?” Kali ini Efira menatap sahabatnya serius. Jelas saja pernyataan lelaki itu berbanding terbalik dengan kenyataan.

Pasalnya, gadis itu selalu menjadi yang kedua setelah Alex. Boleh saja bersahabat tapi, urusan nilai mereka sanggup bersaing.

“Itu bagus, tandanya aku dapat meminta apapun padamu.” Goda Alex, mencubit hidung mancung Efira.

...***...

“Masuklah.” Efira mempersilahkan Alex masuk, membuka gamblang pintu apartemennya.

Gadis itu berjalan menuju ruang kerjanya, tentunya diikuti oleh Alex. Disana, terpampang jelas setelan jas berwarna maroon, terlihat pas dengan gaun cantik berwarna senada di sampingnya.

Tunggu.

Apa gaun itu milik Efira? Gadis itu merancangnya berpasangan?

Ah, membayangkan dirinya dan Efira menggunakannya saja sudah sanggup membuat Alex tersenyum sendiri.

“Lex?”

“Alex?”

“Hello?”

“Alexander Harrison?"

Lihatlah, lelaki itu bahkan tidak sadar dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Sibuk dengan imajinasinya sendiri.

Hingga,

Plak

Tamparan sedikit keras di bahunya berhasil membuat lelaki itu tersadar. Mengelus bahunya pelan. Entah sudah berapa kali bahu kokohnya menjadi korban atas ketidak manusiawi-an seorang Efira.

“Bagaimana menurutmu? Ini jas yang akan kau gunakan, aku menyiapkannya lengkap dengan kemeja dan juga dasinya.” Ucap Efira menjelaskan.

“Dan gaun ini adalah gaun milikku, aku ingin saja membuatnya.” Lanjut Efira menunjuk gaun pesta warna maroon miliknya.

“Bagus. Aku suka. Bisa tolong kemaskan itu untukku.” Jawab Alex.

“Tunggu sebentar.” Efira langsung mengambil paper bag dan mengemas setelan Alex dengan rapi.

“Setelah rapat besok, aku akan menjemputmu untuk makan malam. Selamat malam” Ucap Alex setelah berhasil meraih paper bag yang di berikan sahabatnya itu.

“Aku menunggumu.” Jawab Efira.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!