Disebuah pantai, banyak pengunjung yang tengah menikmati teriknya matahari. Kebanyakan dari mereka menggunakan pakaian minim. Tak terkecuali dengan seorang gadis yang sedang berusaha menjangkau punggung belakangnya. Tubuhnya yang lumayan berisi membuat tangannya kesulitan untuk membuka pengait bra-nya.
Dengan susah paya dia berusaha membuka pengait bra itu, namun tetap saja gagal. Dengan wajah cemberut, gadis itu menatap seorang pria yang sedari tadi duduk di sampingnya.
"Frans, apa kau tidak bisa membantu?" tanya gadis itu dengan ketus.
Kesal karena Frans tak memberi respon malah menatapnya dengan tajam, gadis bernama Onya itu langsung berdiri dari tempat duduknya dan mendekati salah satu pengunjung di tempat itu untuk meminta tolong pada mereka.
"Kak, bisa bantu buka pengait bra-ku?" tanyanya tak kenal malu pada seorang wanita yang tak jauh dari keberadaan Frans.
Sedari tadi Frans coba bersabar. Namun kali ini ia benar-benar geram karena gadis itu semakin menjadi saat didiamkan.
"Dia benar-benar..." Frans tidak bisa mengontrol emosinya lagi. Pria itu berdiri dan menghampiri Onya berada. Tanpa aba-aba dia mengangkat tubuh mungil itu layaknya karung beras keatas punggungnya. Sontak membuat Onya berteriak karena kaget.
"Apa yang kau lakukan, Frans?" Onya berteriak sambil memukul punggung pria itu. Dia meminta pria itu untuk menurunkannya. Namun Frans seakan tuli, dia membopong tubuh mungil itu menuju tempat parkiran.
Keduanya tak luput dari pandangan para pengunjung. Ada yang menatap kagum Frans karena tubuhnya yang bagus dan ideal. Para wanita di tempat itu seakan meleleh, bahkan mengakui bahwa mereka cemburu dengan gadis yang di pompong oleh pria tampan itu.
Sungguh, gadis itu benar-benar beruntung.
Sementara Onya sudah pasrah. Sekuat apapun dia memukul, mencubit, bahkan menggelitik tubuh kekar itu tetap saja percuma. Mungkin tubuh pria itu sudah mati rasa karena terselimuti emosi.
Hingga tepat di samping pintu mobil, Frans menurunkan gadis itu dan menghimpitnya ke mobil.
"Makanya jangan melakukan hal bodoh" ucap Frans sambil menggertak giginya.
Pandangan pria itu kemudian menunduk. Ia melihat sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilihat. "Punyamu bahkan tak seindah milik Lusi. Jadi jangan membuat malu dengan menunjukannya pada mereka. Tidak ada yang tertarik" lanjut Frans justru mengejek hal yang dibanggakan oleh gadis itu.
Jelas Onya tak menerima aset berharganya dibandingkan dengan yang KW. Miliknya asli dan bagus. Bahkan diidamkan oleh para lelaki. Namun pria didepannya ini berani membandingkannya dengan yang KW. Sungguh membuat Onya terkekeh geli.
"Sialan kau, Frans. Milikku lebih bagus dari pacar jelek-mu itu" umpat Onya membuat Frans tertawa terbahak-bahak. "Diamlah" bentak Onya karena pria itu tak kunjung berhenti menertawakannya.
Dengan sekali gerakan Onya berhasil mendorong Frans menjauh darinya. Gadis itu berniat melangkahkan kakinya untuk kembali ke pantai. Namun tangan Frans lebih dulu mencegahnya.
"Mau kemana?"
"Ke pantai" Onya menjawab sembari menarik tangannya. Namun Frans tetap menahannya. "Memangnya kamu mau balik sekarang? Lagian gunung KW mu belum datang" Onya kembali berucap karena Frans tak kunjung menanggapi ucapannya.
Niatnya, Frans ingin kembali karena kesal dengan tingkah sahabatnya itu. Ya, Onya dan Frans adalah sepasang manusia yang bersahabat dekat. Bahkan hubungan Onya dan Frans tak kalah intim dengan hubungan Frans bersama pacarnya yang bernama Lusi.
Mendengar ucapan Onya membuat Frans kembali ingat dengan tujuan mereka datang ke tempat itu. Dengan berat pria itu menghembuskan nafasnya kemudian menatap Onya sembari tersenyum miring. Tanpa mengeluarkan sepatah katapun, pria itu menarik Onya kembali ke pantai.
Sungguh, Onya merasa risih karena tatapan para pengunjung. Gadis itu bisa mendengar cibiran beberapa wanita di sana padanya. Begitu juga dengan Frans. Hanya ada pujian dari mereka pada pria itu. Namun Frans memilih acuh tak acuh.
Hingga tibalah mereka ditempat semula. Frans kembali melepaskan tangan Onya dari genggamannya. Namun sebelum itu, Frans memberi peringatan pada gadis itu.
"Jangan melakukan hal konyol seperti tadi lagi. Kalau tidak, aku akan mengurung-mu di apartemen" ucapnya mengancam.
Onya hanya menatapnya dengan jengkel. Ancaman pria itu sama dalam segala hal. Onya pun tak bisa berbuat apa-apa karena dia tahu, Frans tak pernah bermain-main dengan ucapannya. Pernah dua kali, Onya dikurung. Dan itu menjadi pelajaran serius baginya.
Terdengar aneh, jika keduanya hanya berstatus sahabat. Onya bukanlah pacar, bukanlah saudara, bahkan bukan istrinya Frans. Namun pria itu sangat over protective bahkan posesif padanya. Namun Onya mengartikan semuanya sebagai kasih sayang. Frans sudah dianggap sebagai kakak laki-laki baginya. Walau kadang membuat Onya risih, karena kebebasannya dibatasi oleh sahabatnya itu. Namun, tak bisa pungkiri jika dia merasa nyaman dengan perlindungan Frans. Apalagi dia adalah anak satu-satunya dari keluarga Wiranta. Tentu membuat Onya nyaman karena mendapatkan kasih sayang dari seorang pria yang telah dianggapnya sebagai kakak laki-lakinya sendiri.
Sementara Frans, pria itu memiliki satu orang saudara kandung. Bernama Franky yang usianya kira-kira delapan tahun lebih tua dari Frans. Karena tidak memiliki saudara perempuan, Frans menumbuhkan rasa kasih sayangnya pada Onya. Yang tak lain adalah anak dari sahabat orangtuanya.
Kini Onya dan Frans dihampiri oleh beberapa gadis. Lebih tepatnya disebut sebagai wanita. Karena dalam novel ini, kata gadis hanya berlaku bagi mereka yang masih perawan. Sementara pacarnya Frans, yaitu Lusi, bukan lagi seorang gadis. Sebelum menjalin hubungan dengan Frans, wanita itu sudah tak bersegel. Namun Frans tak mempermasalahkannya. Pria itu banyak belajar dari sang kekasih.
Kini Lusi datang bersama kawan-kawannya. Bisa dikatakan sebagai kelompok kupu-kupu karena selalu berdempetan kemanapun dan kapanpun. Lusi bersama dua kawannya datang dengan menggunakan pakaian minim. Tak kalah seksi dari tubuh Onya. Namun tidak membuat Onya mundur. Walau tubuh Onya lebih berisi dari keempat wanita itu, namun Onya sangat bangga karena tubuhnya asli dan bagus.
Sementara ketiga wanita itu memiliki tubuh yang sangat seksi. Tapi semuanya hasil operasi, yang artinya KW.
Sungguh, semua pengunjung yang ada di sana begitu terhipnotis dengan pemandangan itu. Melihat Lusi menghampiri Frans dan duduk pada pangkuan pria itu membuat mereka yang ada disekitar langsung berbisik-bisik. Ada yang menatap kasihan pada Onya. Ada yang memuji kecocokan Lusi dan Frans. Namun masih banyak lagi yang tak peduli dengan keberadaan mereka.
Kini Lusi berada di pangkuan Frans. Pria itu tak menolak, malah menyambutnya dengan hangat. Tangan pria itu langsung melingkar pada pinggang Lusi sembari mengecup pipi wanita itu dengan mesra. Sungguh membuat siapa saja kepanasan melihatnya. Bahkan keromantisan sepasang kekasih itu tak luput dari tatapan Onya. Gadis itu duduk bersama kedua sahabat Lusi. Mereka tidak ingin mengganggu dua anak manusia yang sedang ingin memandu kasih.
"Mereka benar-benar tidak tahu kondisi" ucap salah satunya. Yang bernama Mena.
"Bagaimana denganmu, Onya?" Tanya salah satunya lagi. Yang bernama Olin.
"Bagaimana, maksudnya?" Tanya Onya salah tingkah membuat kedua wanita itu tertawa kecil. Mereka tahu jika gadis itu belum pernah menjalin hubungan dengan pria lain.
"Maksudnya, kamu sudah pernah menjalin hubungan pacaran belum?" Tanya Mena membuat Onya mengerutkan keningnya. Dia merasa tidak nyaman dengan pertanyaan wanita itu. Takut-takut mereka akan menganggapnya sebagai gadis polos dan lugu.
"Be- belum" jawab Onya dengan gagap. Dia tak bisa berbohong. Pasalnya pertanyaan mereka begitu mendadak hingga tak menyempatkan dirinya untuk berpikir. Jika berbohong, pasti akan ketahuan.
Awalnya Mena dan Olin tak percaya jika Onya belum pernah menjalin hubungan percintaan. Karena banyak sekali para lelaki yang mengidamkan gadis itu. Dari kebanyakan informasi yang beredar, beberapa lelaki pernah mendekati Onya. Sayangnya mereka berakhir gagal tanpa status yang jelas.
"Bagaimana kalau kita kenalin kamu sama teman cowok kita. Siapa tahu ada yang cocok" Mena berucap. Mena agak ragu memberi tawaran itu karena dia mengira gadis itu akan menolak tawarannya. Namun dugaannya salah, ternyata Onya menerima dengan senang hati. Gadis itu mengangguk setuju sembari tersenyum tipis.
"Serius kan, kalau kalian mau bantuin aku?"
Sepasang kekasih tengah memandu kasih. Tak kenal waktu, tak kenal tempat, mereka tak peduli dengan itu.
Kini tubuh mereka dibanjiri dengan keringat. Namun keduanya masih bergulat dengan aktivitas panas mereka. Sang pria terus menggoyangkan pinggulnya dengan kasar. Hingga hentakan terakhir membuat pria itu mengerang. Sungguh, dia sangat menikmati permainannya.
"Kau luar biasa, Frans" ucap wanita dibawah sana. Dia berucap sembari mengigit bibirnya.
Wanita itu mengusap keringat yang membanjiri wajah Frans. Dia begitu terpesona dengan ketampanan pria diatasnya itu. Sungguh ia pasti merasa beruntung memiliki Frans.
"Kau menikmatinya, Lusi?" tanya Frans dengan suara seraknya.
"Sangat..." jawab Lusi dengan nafas panjangnya.
"Apa kau mau lagi?" Frans kembali bertanya. Dan ini yang dinanti-nantikan oleh Lusi. Wanita itu langsung mengangguk penuh semangat.
Dan seperti yang kalian tahu, mereka kembali bergulat dengan aktivitas mereka. Bahkan mobil yang mereka gunakan ikut bergoyang mengikuti gerakan mereka. Untung saja parkiran di sana sepi. Jadi tak ada yang tahu, apa yang terjadi didalam sana.
Selesai dengan aktivitas panas mereka, Frans dan Lusi kembali ke pantai. Keduanya jalan beriringan sambil bergandengan tangan. Sesampainya di tempat semula, mereka digoda oleh dua sahabat Lusi itu.
"Berapa ronde, Lus?" tanya Olin sontak membuat Frans menatap kearah Onya. Melihat gadis itu tiba-tiba membuat Frans merasa geram. Ternyata bra yang dikenakan gadis itu sudah lolos dari tempatnya. Untung gadis itu tengah memainkan ponselnya dengan posisi tengkurap. Jadi kedua gunung kembarnya tertutup dibawah sana. Namun sama saja bagi Frans. Pria itu langsung menatap tajam kearah gadis itu.
"Kita sudah tunggu sejam lebih, loh. Bisa lebih dari tiga ronde berarti" Mena menjawab pertanyaan Olin membuat kedua wanita itu tertawa terbahak-bahak.
Mendengar ucapan Olin dan Mena barusan membuat Onya penasaran. Gadis itu mendogak kepalanya kearah Frans dan Lusi berada. Seketika mata Onya melebar saat melihat tatapan Frans padanya. Jantungnya seakan melompat dari tempatnya.
Dengan cepat Onya memutuskan kontak matanya dengan Frans. Gadis itu merapatkan giginya karena grogi. Saat tangannya sibuk mencari-cari sebuah kain untuk menutupi tubuhnya, entah apa yang dibisikkan oleh Frans pada Lusi. Lusi terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya.
Setelah mendapatkan persetujuan dari Lusi, Frans langsung datang menghampiri Onya.
"Ayo kita pulang" ucap Frans pada Onya.
"Kenapa buru-buru?" Onya bertanya dengan gugup. Dalam hati ia merutuki kebodohannya.
Mengingat ancaman pria itu lagi membuat Onya ingin kabur sekarang.
"Aku lagi ada urusan" dusta Frans.
Onya tahu pria itu hanya berbohong. Namun Onya tak ingin membuat keributan ditempat itu. Mau tidak mau, dia pun menyetujui ajakan Frans untuk kembali.
Sebelum berlalu dari tempat itu, Onya tak lupa berpamitan pada Olin dan Mena.
"Kak Olin dan kak Mena, aku duluan ya" ucap Onya.
"Okay, hati-hati" Olin berucap.
"Jangan lupa dengan pilihanmu, Onya" seru Mena ketika Frans dan Onya sudah menjauh dari tempat itu.
Sepeninggalan Frans dan Onya, kedua sahabat Lusi memutuskan untuk menyalurkan rasa penasaran mereka pada Lusi.
"Sebenarnya apa hubungan mereka, Lus?" Tanya Olin. Berhubung Mena juga ingin menanyakan hal yang sama, diapun melebarkan telinganya karena ikut penasaran.
"Entahlah" Lusi menjawab sembari mendesah. Setidaknya dia tahu sedikit tentang hubungan Frans dan Onya, namun wanita itu memilih untuk tidak menjawab pertanyaan kedua sahabatnya itu. Dia yakin, jawabannya pasti tidak akan membuat mereka puas. Pasti akan ada pertanyaan lain lagi dari mereka padanya.
Sementara Frans dan Onya sudah berada didalam mobil. Terjadi keheningan sesaat. Onya tahu arah tujuan Frans saat ini. Dia takut ancaman Frans berlaku kembali, mau tidak mau, Onya harus membuat alasan pada pria itu.
"Frans..." Onya memanggilnya dengan gumaman kecil. "Antar aku ke rumah ya? Soalnya tadi mama suruh aku lekas kembali ke rumah" dusta Onya.
"Untuk apa?"
"Em... Tidak tahu. Tadi mama gak kasih tahu juga" jawab Onya membuat Frans terkekeh. Pria itu tahu Onya sedang berbohong. Jika ibunya Onya meminta dia untuk pulang, sudah dari tadi Onya menyuruh Frans kembali. Tapi kenyataannya, Frans lebih dulu mengajak Onya untuk kembali. Itu yang membuat Frans tak percaya dengan ucapan Onya.
"Biar aku yang telpon mamamu" Frans tak sebodoh itu. Dia langsung meraih ponselnya sembari tetap menyetir.
Onya menjadi dongkol mendengarnya. Gadis itu sudah pasrah, jika dirinya kembali dihukum.
"Baiklah. Aku bohong. Puas kamu?" belum sempat Frans menekan tombol panggilan pada kontak ibunya Onya, gadis itu sudah berucap dengan nada ketusnya.
"Kalau begitu, siap-siap dihukum, Onya!" seru Frans dengan nada mengejek. Pria itu melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju apartemen.
Sesampainya disebuah gedung. Gedung dimana apartemen Frans tempati. Pria itu membawa Onya yang telah pasrah. Sekuat tenaganya pun, gadis itu tidak bisa melawan. Kekuatan Frans tak bisa dibandingkan dengan kekuatannya.
Kini mereka sudah masuk didalam apartemen Frans. Pria itu membawa Onya masuk kedalam kamarnya.
"Duduklah disitu" Titah Frans sambil menunjuk tempat tidurnya. Setelah itu, Frans melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Entah apa yang dilakukan oleh pria itu didalam sana. Karena menunggu terlalu lama membuat Onya jenuh. Gadis itu melangkahkan kakinya ke balkon yang ada dikamar itu.
Onya menarik nafasnya dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan. Sejenak dia merenungkan kesehariannya. Entah dorongan darimana, hingga membuat gadis itu ingin bebas. Dia merasa jika yang dilakukan Frans sangatlah berlebihan. Memang dia membutuhkan kasih sayang dari pria itu. Layaknya seorang kakak sekaligus sahabat. Namun caranya sangatlah salah. Seolah-olah, kebebasan Onya menjadi korbannya.
Ayolah, siapapun pasti mencintai kebebasan. Memang kebebasan pasti ada batasannya. Namun cara membatasinya tidak boleh salah. Dan cara Frans membatasi kebebasan Onya jelas salah.
Lamunan Onya memudar ketika mendengar suara pintu kamar mandi telah terbuka.
"Onya, kamu dimana?" Mendengar Frans memanggilnya, Onya tetap bergeming. Gadis itu tengah mempertimbangkan rencananya untuk membujuk pria itu.
"Onya!" Kali ini Frans berteriak hingga Onya terpekik kaget dari tempatnya. Gadis itu berlari masuk kedalam kamar. Dia mendapati Frans menggunakan handuk yang hanya membelit pinggang pria itu. Sungguh pemandangan yang indah jika melihat roti sobek pria itu. Namun tidak dengan Onya. Gadis itu sudah bosan melihat bahkan menyentuhnya.
"Ada apa?" Tanya Onya dengan ketus.
"Aku kan sudah bilang agar kamu tunggu aku di sini" pria itu berhasil mengendalikan emosinya. Dia berucap dengan lembut sembari menunjuk kasurnya.
"Sama saja kalau aku tunggu di sini atau di sana. Tetap aku ada di tempat mu ini" ucap Onya dengan ketus sembari melangkah duduk di atas kasur.
Lagi-lagi gadis itu mendengus kesal karena Frans mengganti pakaian di tempat itu tanpa peduli dengan keberadaannya. Namun Onya tidak seperti perempuan lain yang mungkin saja akan mencuri pemandangan indah itu. Sementara Onya malah memalingkan wajahnya.
Kini kedua insan terlihat sedang berdebat. Tidak ada yang mau mengalah. Kekuatan adu mulut gadis itu memang sangat lihai. Namun kekuatan fisik pria itu lebih mendominasi, jadi gadis itu pasti kalah.
Awalnya Onya mengajak Frans untuk bicara baik-baik. Dia ingin protes secara halus dengan harapan, pria itu bisa mengerti dan membebaskannya.
"Frans, aku ingin kembali ke rumah" ucap Onya.
Mendengar ucapan Onya, Frans langsung menggeleng kepalanya. Walau Frans menolak, tapi Onya tetap kekeh untuk kembali ke rumah. Bagaimanapun caranya, dia tidak mau lagi dibatasi oleh pria itu.
"Aku ingin kembali ke rumah, Frans. Memangnya kamu siapa? Mama dan bapakku saja tidak posesif seperti kamu" sarkas Onya. Gadis itu tak kuasa menahan emosinya. Dia berkata-kata dengan nada setengah membentak. Sontak saja Frans melebarkan kedua matanya sembari terkekeh.
"Aku hanya ingin menghukum kamu karena sudah seberani tadi. Apa aku salah?" Frans berucap dengan tenang. Dia tak sadar jika yang dilakukanya memang salah. Walau demi kebaikan, tapi caranya salah. Lagian hubungan mereka hanyalah sepasang sahabat. Tidak lebih dari itu.
Mendengar pertanyaan Frans sontak saja Onya tertawa. "Tentu saja salah, Frans" geram Onya.
"Jika kau tidak membebaskan aku..." ucapan Onya tertahan karena dicela oleh Frans.
"Mau memberitahu Tuan dan Nyonya Wiranta? Silahkan! Tapi jangan salahkan aku kalau Tuan dan Nyonya Wiranta tahu perilaku-mu itu. Aku pastikan kau tidak bisa sebebas ini" ancam Frans.
Jika kalian bertanya, kenapa Frans menghukum Onya dengan cara mengurung gadis itu di apartemennya? Apakah kedua orang tua gadis itu tidak khawatir jika anak gadis mereka tidak pulang ke rumah? Jawabannya juga sederhana. Kedua orangtua Onya sangatlah sibuk. Ayahnya pekerja keras. Saking sibuknya dia jarang meluangkan waktu untuk tahu tentang urusan anak gadisnya itu. Sementara ibunya adalah seorang wanita karir. Seperti ayahnya, sang ibu jarang meluangkan waktu baginya. Sibuk adalah alasan mereka mempercayakan Frans untuk menjaga anak gadis mereka. Saking dekatnya hubungan kedua orangtua Onya dan kedua orangtua Frans, mereka sudah saling menganggap Frans maupun Onya sebagai anak mereka sendiri.
Mendengar ancaman Frans membuat Onya bungkam. Memang benar yang diucapkan pria itu. Namun bukan berarti Onya menyerah. Gadis itu tidak mau ditindas. Kebebasannya harus ditegakkan. Dia harus melawan penjajah itu.
"Tahu malu sedikit lah, Frans. Kau bukan siapa-siapa bagiku. Apa urat malumu sudah putus?" Sarkas Onya membuat Frans sadar betul jika ucapan gadis itu merupakan sebuah makian. Ingin sekali pria itu mencubit bibir lancang itu.
Perlahan Frans melangkahkan kakinya untuk mendekat kearah Onya. Gerak-gerik Frans membuat Onya was-was. Namun gadis itu berusaha untuk bersikap normal, seolah-olah dirinya tak takut. Walau Onya merasa tak nyaman dengan cara Frans menghampirinya, pria itu berjalan sembari menyeringai. Namun Onya memberanikan diri untuk menatap mata pria itu dengan tajam.
"Kau sudah sangat berani padaku sekarang. Apa kau lupa kalau orangtuamu memberikan aku tanggungjawab untuk menjaga kamu, Onya? Apa aku salah menghukum kamu karena melakukan kesalahan? Kau sendiri yang salah. Kau melakukan hal yang merugikan dirimu sendiri. Dan yang kulakukan semuanya untuk kebaikan kamu" walau sedikit emosi dengan makian Onya padanya, tapi Frans mencoba berkata-kata sembari mengontrol dirinya. Jadi nada bicara pria itu terdengar halus.
"Bukan dengan mengurungku. Aku tidak suka dikurung. Kau bisa menghukum aku dengan cara lain. Bukan seperti ini" Onya berucap dengan ketus. Gadis itu merasa ada kesempatan untuk memberi tawaran pada pria itu. "Bagaimana kalau kamu aku traktir?" tawar gadis itu kemudian.
Namun yang diajak malah terkekeh. "Kamu pikir aku kekurangan uang?" Frans bertanya, namun ia merasa tidak butuh jawaban.
Seolah putus asa, Onya menghembuskan nafasnya kemudian menggelembungkan kedua pipinya. Gadis itu tak sadar jika Frans yang berada didepannya itu tengah menahan senyum. Sungguh, gadis itu terlihat sangat lucu dan menggemaskan.
"Pokoknya aku mau pulang" ucap Onya dengan tegas. Tanpa menunggu jawaban dari Frans, gadis itu bergegas keluar dari kamar Frans. Sayangnya pria itu langsung menahan tangannya.
"Please, Frans. Aku mau pulang... huaaa..." pecah tangisnya.
"Hikss... Hikss... Mama... Onya mau pulang... Huaaa..." Gadis itu terus menangis tanpa menoleh kearah Frans. Dia enggan untuk menatap pria itu karena rasa kesalnya.
Tangisan yang awalnya mencuri simpati dari Frans kini gagal sudah. Bukannya merasa bersalah, Frans malah tersenyum sembari terkekeh menahan tawa. Sikap yang diambil Onya benar-benar imut dan menggemaskan. Tangisannya membuat dia terlihat seperti bocah ingusan.
"Kenapa kau tertawa?" Onya menatap pria itu dengan tajam ketika mendengar pria itu tertawa.
Gadis itu langsung menghentikan tangisan sandiwaranya, sontak membuat Frans tertawa terbahak-bahak. Dengan gemas, pria itu memposisikan dirinya berhadapan dengan Onya kemudian mencubit pipi mungil itu.
"Makanya jangan suka bohong" ucap Frans sembari menggoyang pipi mungil itu. Namun dengan kasar Onya menghempaskan kedua tangan pria itu.
"Aku serius, Frans" rengek gadis itu sembari menghentakkan kakinya.
"Iya, iya. Kali ini kamu lolos. Kalau sampai kamu berulah lagi, jangan harap kamu bisa masuk kuliah" ancamnya. "Tapi malam ini kamu tidur disini. Temani aku, ya?" Frans kembali berucap.
"Baiklah" jawab Onya dengan ketus. Namun dibelakang Frans, gadis itu bersorak-sorai karena tidak jadi dihukum.
...*...
Kini Onya sudah bersih-bersih diri. Gadis itu menyusul Frans di dapur. Dilihatnya pria itu tengah memasak dengan lihai.
*Su*ngguh pria idaman kaum Hawa.
Hei tunggu, apa dia sedang mengagumi pria itu barusan? Dengan cepat Onya menggeleng kepalanya. Dia merasa bodoh untuk mengagumi pria itu.
Frans bisa merasakan kehadiran Onya dibelakangnya. Pria itu tersenyum, ia kemudian berhenti dari kegiatannya.
"Mau membantu?" tanya Frans sembari tersenyum. Mungkin debat panas mereka membuat Onya sulit beradaptasi kembali dengan pria itu. Namun berbeda dengan Frans yang dapat mengatur kembali hubungan keduanya. Pria itu berusaha membuat Onya kembali nyaman dengannya.
"Ayolah, Onya. Mulai dari sekarang, kamu harus belajar memasak. Bisa-bisa suamimu mati kelaparan jika menikah denganmu" ucap Frans.
"Iya, iya. Nanti aku perhatikan kamu masak. Jadi lanjutkan saja kegiatanmu" ujar Onya sembari memasang ekspresi datarnya.
Sebagaimana yang Frans duga, gadis itu terus menolak ketika diajak belajar memasak. Memang dasar pemalas atau bukan hobby-nya hingga Onya tak berminat belajar memasak.
"Kalau begitu aku sarankan padamu, Onya. Kau harus menikah denganku... maksudku dengan pria seperti aku. Agar kau tidak mati kelaparan nantinya" ucap Frans.
Onya tak peduli dengan ucapan Frans. Pikirnya, kalimat terakhir yang diucapkan Frans sangatlah mustahil terjadi. Dia memiliki banyak uang. Jadi dia bisa mempekerjakan pembantu atau koki untuk menyiapkan makanan nantinya ketika dia menikah. Dan dia tidak perlu repot-repot belajar memasak, bahkan memasak layaknya ibu rumah tangga. Karena impian Onya seperti ibunya. Menjadi wanita karir, wanita yang sibuk dengan urusan bisnis.
Kini Onya membantu Frans untuk menyajikan makanan di meja makan. Baru saja Onya menduduki kursi, tiba-tiba bel apartemen berbunyi.
"Biar aku yang buka" ucap Frans kemudian bergegas menuju pintu. Betapa terkejutnya pria itu ketika melihat orang yang datang bertamu.
"Malam, sayang. Apa aku boleh masuk?" ucap seorang wanita yang tak lain adalah Lusi.
"Ayo" akhirnya Frans mengajak wanita itu masuk.
"Aku dan Onya mau makan malam. Apa kamu sudah makan?" Mendengar pertanyaan Frans barusan, dengan cepat Lusi menggeleng kepalanya.
"Kalau begitu, ayo kita makan bersama" Frans pun mengajak wanita itu ke ruang makan.
"Hai, Onya. Aku gabung ya?" Lusi menyapa Onya yang telah menyantap makanannya.
"Iya, kak. Jangan sungkan" ucap Onya sambil tersenyum tipis.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!