Aku Malik Jayadi, tinggal di sebuah kampung
Telongsari yang berada di kota M di Jawa timur.
Aku lahir dari keluarga tak berada. Bapakku
hanyalah seorang petani yang tidak punya
lahan, jadi beliau harus selalu mencari orang
yang lahannya mau di garap.
Ibuku seorang buruh cuci di kampung, yang
berkeliling dari rumah ke rumah menawarkan
jasanya. Aku tiga bersaudara, dua kakakku
perempuan dan mereka sudah menikah serta
ikut suami masing masing ke kota lain.
Kini tinggal aku, si bungsu yang selalu
disayang dari kecil, bahkan sampai sekarang
yang usiaku sudah menginjak 26 tahun, dan
mempunyai seorang putri kecil berusia 3
tahun.
Keseharianku yang hanyalah seorang sopir
angkot, harus selalu berjuang untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari.
Aku berkeliling dari jalanan kampung satu ke
kampung lainnya agar dapat menambah
penumpang. Bahkan kalau lagi sepi
penumpang, aku harus bertahan berkeliling
jalanan kampung sampai malam menjelang,
supaya aku bisa membayar uang setoran
harian ke pak Ahmad, pemilik angkot yang
tinggal di kampungku.
...----------------...
Pagi hari setelah aku tiba di rumah bos angkot.
"Lik, nanti servis kan angkot mu itu ya!
Sepertinya ada yang bermasalah. Coba kamu
dengarkan suaranya! Ada dengungan setiap
kali menyalakan mesin." Terang pak Ahmad.
"Iya pak, nanti setelah pulang narik, saya bawa ke bengkel. Apa mau saya yang bawa pulang
setelah selesai dari bengkel?" Tawarku pada
pak Ahmad.
"Tidak usah Lik, biar Toni saja yang bawa
pulang, lagian sore nanti dia gak ada kegiatan,"
tolak pak Ahmad.
"Baiklah pak, kalau begitu saya pamit narik
dulu, Assalamualaikum," sambil memasuki
tempat kemudi. Aku tersenyum dan pamit pada
pak Ahmad.
"Waalaikumsalam, hati hati nak," balas pak
Ahmad sambil tersenyum tipis.
Terlihat pak Ahmad melihat angkot yang berlalu
di depannya. Beliau menghela napasnya pelan
sambil berkata lirih. Entah apa perkataan beliau, aku hanya bisa melihat mulutnya seperti sedang berkomat-kamit seorang diri.
...---------------...
Siang menjelang sore.
"Alhamdulillah, hari ini bisa setoran dan masih
ada sisa buat beli bahan-bahan dapur," aku
berucap sambil tersenyum senang.
Beginilah keadaan dan kehidupanku sehari hari
yang disibukkan dengan pekerjaan sopir dan
harus memikirkan kebutuhan anakku yang
sebentar lagi masuk sekolah dini.
Tidak banyak yang bisa aku kerjakan selain
menjadi sopir, aku hanyalah seorang lulusan
SMP negeri di kampung, tak ada keahlian
khusus. Menyetir pun aku harus bersusah payah belajar. Untunglah ada Mas Toni. Anak
sulung pak Ahmad yang mau mengajariku menyetir. Semenjak SMP aku bergaul dengan
mas Toni. Walaupun usia kami selisih 2 tahun
tapi kami merasa seperti sahabat dekat.
Bahkan mas Toni menganggapku sebagai adik
lelakinya. Mungkin karena dia cuma punya adik
perempuan.
Urusan cinta, jangan ditanya.
Aku sudah menjalani kehidupan rumah tangga
selama 2 tahun dan berakhir dikhianati.
Di usia Annisa Beranjak satu tahun. Istriku
mulai berubah. Dia cenderung mengabaikan
tugasnya sebagai seorang istri dan ibu.
Gelagatnya yang berubah, membuatku curiga.
Tragedi itu pun terjadi, dia meninggalkan aku
dan anaknya yg masih menyusui demi lelaki
lain, dia menghilang dari kehidupan kami dan
sudah tidak ada kabar lagi darinya hingga
sekarang Annisa sudah berusia 3 tahun.
Annissa Sari. Putri kecilku satu-satunya.
Putriku tumbuh menjadi anak yang ceria, yang
mampu membuat kami geleng-geleng kepala
akan tingkah dan ulahnya.
Dialah penyemangatku untuk saat ini. Demi
dialah aku berjuang dan bertahan di kampung
ini. Dialah putriku yang berharga.
Aku sungguh beruntung masih punya orangtua
yang lengkap. Ditambah lagi putri kecil yang
manis dan ceria walaupun di sisiku masih
tidak ada seorang wanita spesial yang mengisi
hari-hariku.
Sebenarnya, bukan tidak ada perempuan yang
mendekati. Walaupun aku hanyalah seorang
sopir. Tapi tampangku yang lumayan tampan
dan rupawan bisa menaklukkan hati para
perempuan di kampung ini. Hanya saja aku
belum mau memulai sebuah hubungan baru.
Saat ini prioritasku adalah anakku. Putri kecilku Annisa. Aku harus menemaninya tumbuh dan
berkembang. Membangun mental yang kuat
untuknya agar dia tidak berkecil hati walaupun
dia tidak mempunyai seorang ibu yang
merawat dan mendidiknya.
Annisa tidak haus akan kasih sayang.
Orangtuaku selalu memberikan perhatiannya
dan memantau perkembangannya selalu.
Apalagi ada Fatma. Anak bungsu pak Ahmad
yang sering datang kerumah membawakannya
mainan dan peralatan menggambar.
Annisa selalu bersemangat ketika Fatma
berkunjung ke rumah. Dia selalu berlari dan
langsung memeluk Fatma yang ada di
depannya. Senyumnya selalu merekah didepan
Fatma, dia berceloteh khas anak kecil yang
menggemaskan.
Dari raut wajahnya, aku tau dia menyimpan
rasa kepadaku.
Perhatiannya selama ini tak lain dan
tak bukan untuk mengambil rasa simpatiku.
Bukannya aku tidak mau menikah lagi tapi
kenangan masalalu selalu saja terbayang
ketika aku dekat dengan seorang perempuan.
Apalagi dia seorang Fatma. Anak dari juragan
angkotku. Keluarganya banyak membantu
kami. Mereka tidak pernah menyinggung
tentang statusku. Tapi aku yang seorang
orangtua tunggal ini sadar diri.
Dia bisa mendapatkan laki laki yang lebih
segalanya daripada aku yang hanyalah
seorang sopir. Selama ini aku hanya menganggap Fatma sebagai teman dan
seorang adik saja.
Perasaanku masih tertutup rapat bagi
perempuan lain. Mungkin suatu saat akan tiba
waktunya aku menemukan cinta sejatiku.
Sekarang. Biarlah aku menjalani hidupku yang
sederhana. Biarlah aku mencoba bangkit
dengan keadaan. Aku harus berusaha lebih
agar hidupku, anak serta kedua orangtuaku
berubah menjadi lebih baik.
Di kampung inilah aku harus bertahan. Aku
enggan berpisah dengan anak dan kedua
orangtuaku. Sudah banyak yang menyuruhku
untuk mencari peruntungan di ibu kota.
menurut mereka keadaan perekonomian
kampung sekarang tidak stabil. Sudah banyak
orang yang merantau ke kota lain demi menuju
kehidupan yang lebih baik.
Tapi, tidak sedikit dari mereka lupa akan siapa mereka dahulu.
Ya....mereka berubah menjadi lebih sombong
karena sudah merasa memiliki segalanya.
***
"Kasian sekali Malik, dia seorang lelaki yang
baik. Sopan dan ramah tapi, begitu saja
ditinggal istrinya demi lelaki lain." Gumam pak Ahmad ketika Malik sudah berlalu dari rumahnya setelah berhasil membawa uang setoran angkot.
Pak Ahmad berlalu dari tempatnya berdiri,
memasuki rumahnya yang ternyata di
belakangnya, ada anak bungsu tercinta.
"Eh....bapak, bapak sudah disini ya," kata si
anak sambil cengengesan.
"Ngapain kamu disini? pasti ngeliat Malik lagi,
iya kan?" Tanya pak Ahmad bertubi-tubi pada
Fatma.
"Eeemmm ... itu ... iya ... pak," jawab Fatma
sambil menundukkan kepalanya.
"Kamu harus mengerti Malik itu siapa, bapak
tidak melarang kamu suka sama siapa, tapi
ingatlah satu hal, Malik memang anak baik.
Tapi dia seorang duda. Duda beranak satu," pak
Ahmad berkata panjang lebar menasehati
anaknya.
"Fatma mengerti pak, Ibu sudah menunggu di dapur, Mari kita menunggu makan malam sambil nonton TV bersama!"
Mereka berdua melangkah beriringan menuju
ruang keluarga dan melanjutkan aktifitas sore menjelang malam.
"Akhirnya...sampai juga di bengkel mas Kadir,"
aku menghela nafas sambil berkata lirih.
Ku dekati Mas Kadir yang tengah sibuk
mengamati mesin mobil yang baru saja
selesai di kerjakannya.
"Mas kadir, apa kabar bos? masih sibuk ajah
nih, kapan nyantenya mas? mbok ya sekali kali
ngopi bareng!" aku menyapa Kadir, pemilik dari
bengkel ini.
Sejurus dia menoleh ke arahku tanpa beranjak
dari tempatnya berdiri.
"Banyak kerjaan Lik, tuh kamu liat aja," tunjuk
kadir kearah mobil dan motor yang berdekatan.
"Wah...jadi nanti angkotku belakangan dong
mas, padahal besok harus narik lagi mas," aku
berkata sambil menyengir kearah kadir.
"Tenang saja Lik, asalkan rusaknya gak parah
pasti mas duluin kok," Mas kadir tetap saja
berkata tanpa beranjak dari tempatnya.
"Kayaknya gak parah kok mas, ada suara
dengung kalo mesinnya di nyalain, tau deh
apanya yg bermasalah," lanjutku lagi.
"Oh...kalo cuma gitu doang sih gampang Lik,
Biar karyawan baru mas nanti yang benerin, dia
masih di kamar mandi, udah tinggal aja!" Kadir
kemudian mengambil kunci angkotku.
"Kalau gitu, aku pulang dulu mas. Kabarin ya kalau
udah kelar, katanya sih mas Toni yang mau
ngambil." Kataku sambil berlalu pergi.
...----------------...
Ku langkahkan kaki di jalanan yang berdebu.
Aku harus pergi ke rumah pak Ahmad, untuk
mengambil motor kesayangan yang
memang aku titipkan disana setiap kali
berangkat narik angkot.
Tampak sepi. Tak ada satu orangpun di
halaman rumah pak Ahmad. Tiba-tiba ada suara deritan pintu terbuka.
Fatma menghampiriku. Dia
membawa sebuah bungkusan plastik di
tangannya. Disodorkannya plastik tersebut
kepadaku.
"Lauk lebih buat kamu mas," katanya
tersenyum lebar.
"Aduh... aku gak enak nih Fat. Masak hampir
tiap hari dapat lauk terus. Kok jadi ngerepotin
kamu ya." Kataku tak enak hati.
Fatma menyunggingkan senyum manisnya.
"Gak repot kok mas, lha...ini aja lebihan lauk kok, lagian kalo berlebih nanti nyisa, gak ada yang makan mas." Tambahnya lagi.
"Makasih banyak Fat. Aku sudah banyak
dibantu olehmu dan keluargamu," ucapan
terimakasih yang tulus dariku.
"Ya udah.... aku pulang dulu, salam buat bapak
dan ibuk ya, hari ini gak bisa ngobrol bentar,"
lanjutku lagi.
Fatma hanya menganggukkan kepalanya.
Ku arahkan motor menuju rumah yang
berjarak sekitar 5 km dari rumah Fatma.
Aku kasian sama Fatma. Kenapa dia, yang
berpendidikan tinggi dan sebentar lagi mendapatkan pekerjaan serta umur yang
cukup untuk menikah. ma2sih saja melajang
sampai sekarang. Tidak mungkin dia seperti
ini hanya mau menungguku.
Bukankah pria yang mendekatinya juga bukan
dari sembarang orang. Pikiranku melayang
entah kemana.
Suara motorku yang berisik, mengalihkan
perhatian Annisa yang tengah bermain
bersama neneknya.
"Yeeyyyy...... Ayah udah pulang, Nissa bisa
minta gendong kalo gitu," matanya berbinar
sambil berlari menghampiriku di halaman
rumah.
" Aduh...duh... anak ayah kok tambah gede ajah
sih, makan apaan ya kok bisa tambah gede
kaya sekarang?" aku bertanya sambil
memajukan mulutku.
"Makan nasi dong Yah, o iya.... makan esklim
juga dong," jawabnya sambil terkekeh.
Dia melebarkan tangannya ke arahku, tanda
minta di gendong.
"Weiii....anak ayah tambah gede tambah berat
ya," ucapku sambil menggendong Nissa dan
mengelus elus kepalanya.
"Kan bental lagi Annissa mau sekolah Yah,"
seringainya lebar.
Kami masuk ke dalam rumah masih dengan
Nisa di punggungku. Ku berikan bungkusan
plastik dari Fatma tadi ke tangan ibu.
"Pasti dari Fatma ya nak?" ibuku sudah
menduganya.
"Siapa lagi buk, kalo bukan dia. Selama ini
cuma dia yang selalu ngasih bungkusan
plastik...he...he." kataku sambil menurunkan
Nissa dari punggungku.
"Nissa, jangan ganggu ayah ya nak! Biar ayah
mandi dulu. Udah sore banget ini," seru ibu
pada Nissa.
"Iya Yangti...tapi aku mau salim sama ayah
dulu, tadi kan aku langsung minta gendong,"
cengirnya dengan wajah yang lugu.
Setelah selesai dengan Nissa, aku beranjak ke
kamar mengambil handuk dan langsung
menuju ke kamar mandi di belakang rumah.
...----------------...
Kami bersenda gurau di dipan ruang tamu,
setelah makan malam selesai. Nissa yang
selalu berceloteh. Tak henti-hentinya membuat
kami tertawa dengan segala kelucuannya.
Malam ini, seperti biasa kami mulai tidur pada
pukul 9 malam.
Nissa sudah berada di alam mimpinya. Kubelai
wajah lugu dan polos itu. Aku akan melakukan
yang terbaik untuk masa depannya nanti.
Tiba-tiba......dertttttt.....derttttttt.....
Suara telepon genggam yang kuletakkan di
meja. Kulihat di layar sambil mengernyitkan
dahi.
"Ngapain ya pak Ahmad nelpon malem-
malem gini?" gumamku seorang diri.
"Assalamualaikum, ada apa pak?"
"Waalaikumsalam," jawab pak Ahmad dari
seberang telpon.
"Lik, bapak mau minta tolong! Toni belum
pulang. Tadi dia pamit telat pulang. Mampir
kerumah temennya. Kamu aja ya yang ngambil
angkot di bengkel kadir!"
"Oh...begitu ya pak. Ya sudah pak saya kesana
sekarang."
Ku ambil jaket dan kunci motor, kulajukan ke
arah bengkel mas Kadir.
Setibanya disana kulihat orang baru," pasti ini
karyawan baru mas kadir sepertinya," ucapku
dalam hati.
"Maaf mas ganggu. Saya mau ambil angkot
biru itu, di suruh pak Ahmad kesini," aku
berkata sambil terseyum dan menelisik wajah
di depanku.
"Oh... pasti mas yang namanya Malik ya. Mas
kadir udah pulang dari tadi mas."
"Saya montir baru disini. Kenalin dulu saya
Andi," sambil menjulurkan tangannya ke
arahku.
"Saya Malik mas. Jangan sungkan mas Andi,
panggil saja nama, gak usah pake
mas...he...he," cengirku lebar.
"Panggil juga aku Andi, kayanya kita seumuran
deh, biar cepet akrab gitu mas, eh....Lik,"
tambahnya lagi.
Setelah mengobrol sebentar, aku pamit pulang.
"Ini kuncinya jangan lupa Lik," sambil
menyerahkan kunci ke tanganku.
"Kelamaan ngobrol jadi kelupaan deh," ucapku
terkekeh.
"Kamu lanjutin beberes ajah dulu, nanti kan
aku mampir lagi ngambil motorku," lanjutku
lagi.
Andi hanya mengangguk tanda setuju.
Ku antarkan angkot ke rumah pak Ahmad.
Kuserahkan kunci nya pada beliau. Tanpa basa
basi aku langsung pamit pulang. Karena
malam sudah hampir larut.
Aku melangkah menuju bengkel. Mengambil
kembali motor yang kutitipkan disana.
Untunglah jarak dari rumah pak Ahmad dengan
bengkel tidak terlalu jauh. jadi selang sepuluh
menit kemudian. Aku sudah di depan bengkel.
"Andi, aku langsung pulang aja ya. Kasian
kamu, pasti udah capek seharian kerja."
"Santai aja napa Lik, lagian aku masuk sore
tadi, makanya aku pulang jam segini,"
sahutnya.
"Kapan-kapan kamu mampir ke rumah ya Di,
ngopi bareng gitu. Cerita-cerita hal seru," ajakku
padanya.
"Beres pokoknya, nyantai aja lah. Gue selalu
punya waktu. kalau di hari libur tapi...he...he..,"
cengirnya.
"Bisa aja lu," aku tertawa kecil.
"Ya sudah lah, aku pulang dulu.
Assalamualikum," aku memberi salam.
"Waalaikumsalam," jawabnya.
Ku kendarai motorku di kegelapan malam.
lampu lampu jalan sekitar tidak banyak. Tapi
lumayan buat di jadikan penerang di jalan.
Kulihat para pemuda memadati warung kopi
pinggir jalan.
"Dapet kenalan baru, dapet temen baru nih,"
gumamku seorang diri sambil melajukan
motorku dengan lebih cepat.
Suatu pagi di rumah pak Ahmad.
Terlihat Malik memasuki halaman rumah
majikannya, dia sumringah hari ini bisa narik
seperti biasa. Kemarin setelah pulang, dia
kepikiran angkotnya yang belum selesai di
servis.
"Untunglah Andi cekatan. Jadi hari ini
rejeki ku gak kepatok ayam," ujarku dalam hati
sambil menarik nafas lega.
Dari dalam rumah. Terlihat seorang gadis
berpakaian ala kantor. Memperhatikan pria di
halaman rumahnya.
Wajahnya tersenyum penuh makna. Terlihat
pria itu sudah memasuki rumahnya.
"Assalamualaikum, buk, pak," terdengar pria
itu memberikan salamnya.
"Waalaikumsalam mas, masuk aja kuncinya
ada di tempat biasa!" jawab gadis tadi.
"Udah rapi kamu Fat, mo kemana jam segini?"
pria itu bertanya sambil mengernyitkan dahi
dan menelisik gadis manis di depannya.
"Oh....ini mas, Fatma mau interview kerja di
anak cabang perusahaan Forest, di kota
sebelah." Jawabnya sambil sumringah.
"Wah...keren kamu Fat, gak lama lulus kuliah
udah mau kerja aja...hebat," sambil
mengacungkan jempolnya.
"Fatma tuh mau interview mas, bukan mau
kerja kok," sanggahnya.
"lha, emang intrepiu itu gak kerja gitu?" Malik
bertanya sambil mengangkat kepalanya sok
mikir keras ...ha..ha.
"Hadeuh," dengus Fatma sambil menepuk
jidatnya. Dia melanjutkan perkataannya.
"Interview mas bukan intrepiu...I-N-T-E-R-V-I-E-W, interview itu
wawancara kerja mas, jadi kalo udah lulus
interview baru deh kita di panggil buat
memulai kerja," Fatma menjelaskan panjang
kali lebar, selebar jalan kenangan bersama
mantan 😄.
Malik hanya manggut-manggut tanda mengerti
walaupun tak sepenuhnya dia paham,
perkataan gadis di depannya ini.
"Semoga lulus ya Fat, biar kamu gak terjebak
di kampung ini, kan enak tuh kerja di kota. Pasti
nanti banyak pria kota yang suka ama kamu.
Secara kamu kan manis kayak gula,
he...he...he..," Malik menggoda gadis di
depannya.
Fatma menunduk sambil tersenyum malu
mendengar perkataan pria di depannya.
"Dikatain kek gitu sama cowok yang disuka.
Gimana gak mau terbang coba," Fatma berkata
dalam hati.
( Busyet dah lu, turun woi kagak usah terbang, gak balik kapok lu, gue tendang dari karakter novel gue😜 suara hati Author )
"Gak mau ah mas kalo jadi gula. Nanti di
kerubung semut dong. Kalau semutnya mas
Malik ya gak masalah," sahutnya sambil
menatap pria di depannya.
Gleeekkkkk......
Malik menelan salivanya.
"Baru kali ini Fatma
terang terangan kek gitu. Ada yang salah kali ya
sama dia," suara hati Malik.
Tiba tiba Malik menempelkan telapak
tangannya ke dahi Fatma. seketika perempuan
itu langsung terlonjak kaget.
"Gak kayak biasanya mas Malik spontan kek gini," katanya dalam hati.
"Dahi mu gak panas kok. Normal kaya punyaku.
Tapi kenapa hari ini kamu beda ya?" tanya
Malik penasaran.
"Beda apanya sih mas, perasaan dari dulu
aku tuh ya ...gini gini ajah, ngayal kali mas
Malik," jawab Fatma tersenyum.
"Udahlah mas, aku permisi sekarang, dijalan
ajah nanti harus pake waktu 40 menit. Belom
lagi naik ojek ke kantor Forest. Gawatkan kalo
telat," Fatma menghentikan obrolannya.
"Oke deh, lanjut ajah. Good luck ya Fat,
semoga lulus wawancaranya dan bisa
langsung kerja disana... Aamiin," Doa tulus
Malik kepada Fatma.
"Para orangtua sepertinya sibuk di dapur. Aku
ngobrol sama anaknya aja bisa sampe gak
tau," suara hati Malik.
Dia melangkahkan kakinya ke ruang belakang mencari majikannya untuk pamit narik angkot pagi ini.
...----------------...
Sementara Malik berangkat kerja mengejar
setoran. Dilain sisi, dua orangtuanya
mengobrol santai akan anaknya yang sudah
2 tahunan ini betah menjomblo.
( Eitssss yang jomblo cung ☝️ Author doakan supaya gak jones tapi jadi jojoba ya😂🙏)
"Pak, gimana ya pak anak kita, sampe
sekarang kok ya betah sendiri. Kasian Nissa lho.
Dia butuh figur seorang ibu." Ibu Sumiyati
memulai obrolan dengan sang suami dengan
tampangnya yang agak kuatir.
"Kita harus ngapain lagi buk, lha wong
Maliknya sendiri yang pengen sendiri dulu.
Bukannya ibu tau sendiri. Banyak gadis
kampung yang terang-terangan suka sama dia.
tapi dianya biasa aja tuh." Balas pak Sugeng
santai.
"Iya juga sih pak, bahkan anak pak Ahmad. Si
Fatma jelas-jelas sering kemari dan ngajak Nissa bermain tujuannya ya itu, suka sama anak kita. Dia gadis baik dan penyayang tapi, sayang sekali. Malik hanya melihatnya sebagai teman dan adik sendiri," Bu Sum menarik nafasnya yang terasa berat.
"Pasrahkan saja semuanya sama Allah buk.
Kalau dah jodoh tak kan kemana. Lagian kita
udah tuwir buk. Gak pantes ngurusin anak
muda. Kita arahin saja Malik biar jadi lelaki
yang bertanggung jawab dan kuat
menanggung biaya hidup...eh...beban hidup
maksudnya." Pak Sugeng cengengesan.
"Bapak nih bisa-bisanya becanda. Orang lagi
ngomongin hal anak kok." Sungut bu Sum
kesal.
"Udahlah buk gak usah serius amat kalo punya
masalah hidup. Kita kan udah tua. Ngapain juga
mikir yang berat-berat. Nanti pikiran tambah
mumet, biarkan aja lah Malik dengan
keputusannya. Lha wong anak kita udah pernah
berumah tangga kok. Mungkin dia memilih
berhati-hati takut salah pilih lagi." Pak Sugeng
mengakhiri obrolannya dengan sang istri
sambil beranjak menuju belakang rumah.
"Tapi ibu lebih percaya sama Fatma,
dibandingkan gadis lain. Cuma dia yang peduli
sama Nissa. Gadis lain mana ada kek gitu.
Bertamu juga nanya Malikkkk terus gak pernah
nanya Nisa, gadis centil" batin Bu Sum sambil
berlalu pergi ke kamar cucunya.
Siang hari yang terik ini. Terlihat Annisa
memejamkan matanya tanda tidur pulas. Di
elus-elusnya kening sang bocah dengan
teratur. Mata neneknya sungguh sayu
melihat cucu kesayangannya yang hidup
tanpa belaian dan kasih sayang seorang ibu di
sisinya.
"Cucu nenek harus jadi gadis yang kuat dan
tabah ya sayang, suatu saat kamu dan ayahmu
akan bahagia serta menemukan sosok wanita
yang akan menemani kalian sampai dewasa," lirih sang nenek disamping cucunya yang masih tertidur pulas.
...----------------...
Terlihat seorang gadis berjalan dengan
tergesa-gesa. Matanya berbinar tanda bahagia.
Kabar ini harus segera di beritahukan pada
orangtua kesayangan serta kakak satu-
satunya.
"Ibuk, bapak, mas Toni," teriak gadis itu tak
sabar.
Orang di dalam rumah langsung berlari.
mendengar suara gadis itu berteriak. Berpikir
yang tidak-tidak. Mereka khawatir terjadi apa-apa
dengan putri satu-satunya.
"Ada apa nak? kenapa teriak gitu sih?" tanya
ibu kuatir.
"Ibuk," gadis itu merangkul dan memeluk
ibunya sambil tertawa senang.
Sang ibu hanya mengernyitkan kening tanda
heran.
"Fatma keterima jadi sekretaris di anak
perusahaan Forest buk. min3ggu depan sudah
bisa langsung masuk kerja." Tuturnya
antusias.
Bapak dan saudara lelaki yang mendengarnya
langsung mengucap syukur tanda bahagia.
"Alhamdulillah," jawab mereka serentak.
"Kali ini kamu gak boleh menyia-nyiakan
kesempatan ini nak. Artinya kamu harus bisa
bekerja keras tapi harus ingat batasan bergaul
dengan partner kerja." Nasehat Ibu pada anak
gadisnya.
"Iya buk, pak, mas. Fatma akan bekerja keras
meraih cita-cita. Terimakasih sudah
mendukung Fatma selama ini. Aku gak akan
mengecewakan kalian kok," ujar gadis itu
berapi-api.
Mereka sekeluarga menuju ruang tengah
sambil bercengkrama dan menikmati indahnya
kebersamaan di hari itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!