Namaku Senja Zevalin Putri. Umurku enam belas tahun. Aku mempunyai adik perempuan satu-satunya bernama Shanum Agnia Putri, dia berumur sepuluh tahun.
Aku memiliki kulit putih dan tubuh ramping.
Wajahku tidak jelek-jelek amat. Hehe
Dengan wajah tirus, bibir tipis dan hidung mancung.
Wajahku tidak sebagus nasibku. Dua tahun lalu, ketika aku duduk di kelas dua SMP ayah meninggalkan kami selama-lamanya karena serangan jantung. Kehidupan kami seketika berubah seketika.
Ibu harus banting tulang menafkahi kami berdua. Ibuku bekerja sebagai asisten rumah tangga disalah satu keluarga kalangan atas. kehidupan kami serba pas-pas an.
kami hanya mengandalkan gaji tiap bulan dari majikan ditempat ibu bekerja. Tak jarang juga ibu mengambil pekerjaan tambahan seperti mencuci baju dan menyetrika baju milik para tetangga kami.
Aku ingin sekali membantu mencari penghasilan tambahan seperti bekerja menjaga toko atau apapun itu setelah selesai sekolah. Tapi ibu melarangku dengan alasan umurku yang masih kecil.
Kini aku sudah lulus SMP, melihat kondisi keuangan kami seperti ini. Aku tidak berniat meneruskan ke jenjang SMA. Tapi ibu tetap meyakinkanku dan menyuruhku untuk tetap melanjutkan sekolah. Sebenarnya saat ini teman-teman seumuranku tengah sibuk mencari sekolah SMA yang akan dituju. Tapi tidak denganku!
Aku hanya bisa tertunduk sedih meratapi nasib keluargaku yang seperti ini. Aku tidak tahu bagaimana nasib ku kedepannya nanti. Suatu saat nanti aku ingin membanggakan Ibu dan adikku. Aku ingin mereka tersenyum melihat keberhasilanku. Aku berharap masa depan yang lebih cerah berpihak padaku.
Seketika ibu membuyarkan lamunanku.
" Senja, ibu mau berangkat dulu kerumah Bu Dewi ya"
"Iya bu"
Aku mencium tangannya mengantarkan sampai didepan pintu. Bu dewi adalah majikan ibuku. Ibu sudah bekerja disana selama hampir dua tahun ini. Menurut ibu, Bu Dewi orang baik, tak jarang beliau menyuruh ibu membawa lauk pauk untuk kami makan dirumah.
Hari ini hari minggu, aku segera menyelesaikan pekerjaan rumah dari mulai mencuci baju, cuci piring, dan menyapu. Sekitar pukul sepuluh ponsel nokia ku berbunyi.
TIIIITTT TITTT TITTT
Kulihat nomor pemanggil, nampak telpon dari rumah tempat ibuku bekerja.
"Halo"
"Iya halo, Senja ini ibu, kamu tolong kesini ya nak bantuin ibu"
"Sekarang bu?"
"Iya, sekarang nampaknya Bu Dewi mau mengadakan acara dengan keluarganya, makanya kamu kesini bantuin ibu ya"
"Iya bu"
Tanpa berlama- lama aku segera ganti baju dan mengambil sepeda bututku. Aku kayuh sepedaku dengan cepat. sepuluh menit kemudian aku sampai di bangunan elite dimana ibu bekerja. Aku jarang kesini kecuali kalau ibu yang menyuruhku datang untuk membantunya.
Aku menuju pos security dan meminta izin agar aku bisa masuk menemui ibuku. Pak security sudah paham denganku lalu menyuruhku masuk.
" Langsung masuk aja nja" katanya
"Iya pak makasih"
Aku menuju samping rumah, ku sandarkan sepedaku ditempat parkir roda dua yang telah disediakan. Aku berjalan menuju pintu samping terhubung dengan pintu dapur. Rumahnya begitu besar dan mewah. Menurut cerita ibuku, Bu dewi mempunyai satu anak perempuan dan satu anak laki-laki. Anak laki-lakinya seusia denganku dan anak perempuannya sedang menyelesaikan kuliah diluar negeri jurusan fashion.
Aku berjalan mengamati sekeliling ruangan yang nampak mewah dengan design interiornya. Dan tiba-tiba
BRUKKKKGG
Aku menabrak seseorang.
"Aduhhh" aku kesakitan memegang lenganku.
"Maaf maaf maaf"
"Nggak apa-apa kok aku yang salah nggak liat-liat" ucapku menunduk tanpa melihat sosok yang kutabrak tadi.
*Happy reading dear*
Senja Zevalin Putri diperankan oleh Benyapa Jeenprasom
Ketika aku mengangkat wajahku betapa terkejutnya aku. Ternyata Dhevan anak bungsu Bu Dewi yang kutabrak.
"Kamu nggak apa-apa kan?"
"Nggak apa-apa kok, maaf ya mas"
"Iya nggak pa pa"
"Aku permisi dulu ke dapur"
"Iya silahkan"
Baru kali ini aku melihat wajah anak Bu Dewi secara langsung, dia sangat tampan dengan wajah perpaduan asia dan barat. Manis dan ganteng! aku mengutuki pikiranku sendiri.
Aku berjalan menuju dapur kulihat ibu sedang sibuk memasak berbagai menu makanan.
"Ibu.."
Ibu menoleh kearahku.
"Kamu, sudah datang"
"Apa yang bisa Senja bantu bu"
"Ini". Ibu menyerahkan bawang merah, bawang putih dan cabe.
"Tolong kupas ya"
Aku mulai mengupasnya. Ibu tampak dengan cekatan memasak.
Tak beberapa lama kemudian suara Bu Dewi terdengar menghampiri kami.
"Ini, senja ya bi"
"ohhh iya Bu ini Senja anak saya"
"Sudah besar ya, kenapa jarang sekali main kerumah ini"
" Kemarin - kemarin dia sibuk les dan ujian akhir SMP bu" jelas ibuku
"Ohhh, udah lulus ya, Dhevan anak Ibu juga lulus SMP tahun ini, Senja mau melanjutkan di SMA mana?" tanyanya
JLEBBB
Aku bingung menjawabnya.
"Senja belum mendaftar ke sekolah mana pun Bu" jawab ibu sedih.
"Loh kenapa?"
Bu Dewi tampak melihat raut kesedihan di wajahku.
"Saya sudah meyakinkannya bahwa dia tetap harus melanjutkan sekolah, tapi Senja bersikeras tidak mau melanjutkan karena keadaan kami seperti ini". Aku melihat suara ibu yang terdengar sedih dan kecewa.
" Senja tetap harus melanjutkan sekolah masa depan kamu masih panjang. Jadi mumpung masih muda kamu harus berjuang untuk masa depanmu"
Aku menunduk sedih mataku berkaca-kaca. siapa yang tidak mau sekolah pikirku.Tapi takdir berkata lain, dengan kondisi kami yang seperti ini tidak mungkin aku memaksa untuk tetap melanjutkan sekolah.
Bu Dewi mendekatiku. Dia tampak mengetahui perasaanku saat ini. Dia menarik tanganku dan tangan ibuku. kami bertiga berdekatan.
"Aku mohon Bibi menerima niat baik saya, saya ingin membiayai sekolah Senja"
Ibu nampak kaget dan kebingungan.
"Maafkan saya bu, saya tidak bisa menerima niat baik ibu, ibu sudah terlalu banyak membantu kami" ibu terisak.
"Bi Yani tidak perlu khawatir. saya hanya membantu Senja untuk lanjut ke SMA"
"Kalau pun nanti Senja ingin melanjutkan kuliah, biar lah dia yang berusaha lebih giat lagi. Tolong terimalah niat baik saya bi"
Ibu menangis, air mata tampak membanjiri pipinya.
"Saya harus bagaimana membalas kebaikan Ibu selama ini" kata ibuku
"Shhhhh sudah yang penting senja tidak boleh mengecewakan saya dan ibumu ya"
Aku terdiam seribu bahasa, air mataku jatuh menetes. kenapa ada orang sebaik Bu Dewi.
"Terima kasih ya bu, Senja janji bakal membuat Bu Dewi dan Ibu bangga"
"Itu yang perlu kamu lakukan" ucapnya sambil tersenyum.
"Oya, besok kamu langsung daftar di SMA X ini ya"
Aku kaget, kenapa Bu Dewi menyuruhku daftar di SMA favorite kota ini. Memang tempatnya tidak terlalu jauh dari rumah ku maupun rumah Bu Dewi.
"Tapi bu sa-ya"
Bu dewi menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Yang pasti besok kamu segera daftar kesana, sebelum ditutup. Okey"
Aku bingung harus menjawab apa. Aku hanya bisa mengangguk meng-iya kan orang yang baik hati mau menolong kesulitan kami.
"Oke Bi yani, Senja, lanjutkan memasaknya ya nanti malam anak gadisku datang dari Paris" katanya penuh bahagia.
"Terima kasih ya bu atas kebaikannya" ucap ibuku
"Iya, sama-sama bi" jawab Bu Dewi sambil mengusap - usap punggung ibu dan berlalu pergi.
*Happy Reading*
Seperti inilah sosok Dhevan Ganesha Wijaya (diperankan oleh Pon Nawasch)
Wajah baratnya ditularkan dari sang kakek (dari pihak ibu). ini foto kira-kira pas dia SMA ya gaes. hehe😉
Hari ini aku berniat akan mendaftar di SMA yang Bu Dewi sarankan. Segala persyaratan sekolah sudah ku bawa semua. Aku sering mendengar lulusan dari SMA ini rata-rata mempunyai karir yang bagus. Aku harap begitu pun denganku.
Aku mengendarai sepeda bututku, tak kuhiraukan tatapan orang-orang yang memandangku sebelah mata. Aku harus tetap semangat. Aku akan membuktikan kalau aku pun bisa sukses suatu saat nanti. Tak berapa lama sampailah aku di sekolah elit yang menjadi favorite di kota ini.
Setelah menaruh sepeda di parkiran motor, aku menuju ruang Administrasi sekolah.
"Permisi" ucapku
"Iya, silahkan" kata ibu itu.
"Bu saya mau mendaftar sekolah"
"Atas nama siapa?"
Aku bingung menjawabnya karena baru pertama datang untuk mendaftar.
"Senja Zevalin Putri"
Tampak ibu itu mengetik di komputernya, tak lama setelah itu.
"Ohhh, kamu sudah didaftarkan oleh Ibu Dewi Wijaya selaku ketua yayasan disini. Jadi kamu tinggal menyerahkan persyaratannya" jelasnya
Aku kaget bukan main, sekolah bagus dan elit ini ternyata punya keluarga Bu Dewi. Aku segera menyerahkan semua persyaratan yang diminta. aku mendengarkan penjelasan dari ibu bagian admimistrasi tersebut.
"Dan perlu kamu ketahui senja, kamu tidak perlu mengeluarkan biaya sekolah dari mulai masuk sampai lulus sekolah nanti. Semua sudah ditanggung oleh Bu Dewi"
Aku terharu mendengar penjelasannya, Bu Dewi membiayai sekolahku sampai nanti aku lulus sekolah. Bagaimana aku bisa membalas semua kebaikan Bu Dewi kepadaku.
"Terima kasih bu, atas penjelasanya" jawabku sambil pamit undur diri.
Aku berniat berkeliling melihat-lihat suasana sekolah. Tampak sekali status sosial mereka ketika dilihat dari cara berpenampilan.
Aku berjalan menelusuri ruangan-ruangan kelas. Tiba-tiba seseorang memegang tanganku.
"Hai" sapanya.
aku menoleh dan melihat sosok abg, seumuran denganku.
"Hai juga" jawabku
"Kamu anak baru yang daftar disekolah ini juga kan?"
"Iya, aku baru selesai mendaftar"
"Kenalkan, namaku Dian"
"Namaku Senja"
Kami saling berjabat tangan.
"Oya, boleh kah aku meminta nomor ponselmu?"
"Boleh" jawabku ragu-ragu sambil mengeluarkan posel nokia jadulku.
Dia nampak biasa aja melihat penampakan ponselku. Mungkin dia memang benar-benar tulus ingin berteman denganku. aku bahagia, punya teman seperti Dian.
Setelah bertukar nomor ponsel, kami cepat sekali akrab. Dian termasuk anak yang baik.
"Hari senin depan kita masuk kan nja"
"Iya"
"Ntar kita bareng ya ke kelasnya, kalau ada kenalan gini kan enak jadi nggak malu" hehee dia tertawa.
Aku meng-iyakan, Kami berdua asyik mengobrol. Tidak kusadari jam menunjukan pukul 11.30 wib.
"Di, aku pulang dulu ya"
"Yaudah, hayu bareng aja ama aku"
"Nggak di, aku bawa sepeda"
"Hmmmm gitu, okelah duluan aja nja, Bye.. sampai ketemu minggu depannya"
Dian melambaikan tangannya padaku.
"Aku duluan yah" aku balas melambaikan tanganku.
Aku berjalan menuju parkiran mengambil sepedaku. Aku kayuh sepedaku. Aku teringat Shanum adikku.
Sampailah aku dirumah sederhana peninggalan ayahku. Ku buka pintu ruang tamu.
"Assalamualaikum" sapaku
"Walakkumsalam" jawab Shanum.
Tampak Shanum keluar dari kamar kami.
"Adek udah makan belum?"
"Udah kak, kak Senja belum makan ya"
" Belum dek"
"Pasti laper, udah buruan sana" katanya
Sejak sepeninggal ayah, kami dituntut harus mandiri. Begitu pula dengan Shanum. Kami terbiasa ditinggal ibu untuk bekerja dipagi hari dan sore hari ibu baru pulang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!