"No mom, i'm sorry!, Maaf telah membuatmu sedih, tolong jangan menangis, aku tak bisa melihatmu menangis mom, baiklah, aku janji tak akan pernah mempertanyakannya lagi." Kata,-kata yang keluar dari mulut mungil si kecil Rain, yang membuat hati zahra hancur berkeping-keping.
"Maafkan mommy sayang, bukan maksud mommy untuk membuatmu sedih, tapi pada kenyataannya mommy sendiri tidak tahu siapa daddy mu, dan mommy terlalu takut bahkan untuk memandang wajahnya waktu itu." Rintih hati zahra berbalut kepedihan.
"Namun daddy mu adalah orang yang dekat dengan kita. sangat dekat sedekat nadi namun jarak kita terlalu jauh untuk bisa bersatu." batin Zahra semakin menjerit pilu.
Tentang sebuah kerinduan, luka lama yang terbuka atau sejarah yang terulang.
***
Di sebuah kafe yang cukup mewah, seorang gadis sedang duduk bersandar di kursi karna jam kerja telah usai.
Dialah Khanza yang memiliki nama panjang Khanifah Zahra biasa di panggil Zahra, gadis sederhana namun cantik dan pintar yang memiliki mimpi luar biasa tinggi untuk menjadi seorang fashion desainer, dengan berbekal ijazah SMK nekat hijrah ke kota besar agar bisa kuliah dan memenuhi amanat neneknya untuk mencari sosok ayah yang tak pernah di lihatnya.
"Zahra, bisa tolong antarkan pesanan ini ke apartemen di jalan melati no.10 lantai 9," pinta Dea teman sesama pelayan.
"Tentu Dea, tidak masalah," ucap Zahra sambil tersenyum
"Setelah mengantarkan pesanan itu kau bisa langsung pulang, tapi tidak apa-apakan kau pulang sendiri?" Sambung dea
"Tidak masalah, emang kamu mau kemana?" Tanya Zahra pada sahabatnya.
"Eeh.. itu... aku mau... bilang gak ya?
"Bilang aja ih, mau ngedate ya sama kak Anton?" Goda Zahra sambil menaik turunkan kedua alisnya.
Lantas kedua gadis pun tergelak bersamaan yg membuat teman yang lain yang juga sedang bersiap pulang menoleh bersamaan.
"Ya udah Zahra aku duluan ya, alamatnya udah tau kan? Bisa ngamuk nanti si Bos kalau pesenan itu tidak sampai ke alamatnya." Dea memastikan
"Iya udah Dea, udah tau kok gak mungkin kesasar juga, masih indonesia kan?" Zahra menjawab asal
"Iya tau gue yang udah 3 bulan di kota gede, awas kesasar nangis lu." Dea dengan nada menakut-nakuti.
"Udah sana berangkat gih, mas Anton nya entar ngambek lo kalo kelamaan nunggu." Zahra main usir
"Ya udah aku duluan ya, kamu bisa bawa motor aku, oh iya, kalo misalnya nanti Bensinnya habis, kamu bisa isi kan?" Goda Dea dengan jahilnya.
"What!!! bensin habis, kenapa gak di charger dulu tadi pagi, duh Dea nyusahin deh, mana aku gak bisa bener lagi bawa motor" Zahra bermonolog membatin.
***
"Dea... Dea.." Aldi si bos cafe yg baik hati dan tidak sombong yang sangat friendly terhadap seluruh karyawannya menghentikan langkah Dea yang terburu- buru.
"Tunggu, maen selonong aja, mau saya pecat kamu?" hardik Aldi tapi gak serius.
Ya, Aldi memang species langka, manusia ganteng dan baik hati yang tidak mudah memecat karyawan kafenya hanya karna kesalahan kecil.
"Jangan dong bos! Jangan pecat saya, saya masih betah kerja disini,belum punya tabungan nih saya buat modal nikah." pembelaan diri yang sangat dramatis yang di buat-buat oleh Dea, agar mendapatkan maaf dari si bos.
"Kamu nih, pinter banget bikin alasan," si bos pura-marah.
"Emang mau kemana sih, Buru-buru amat. apa jam segini gak terlalu malam buat anak gadis keluyuran." Petuah si bos sok tua.
"Ih... si bos nih, siapa juga yang mau keluyuran, ini saya juga mau pulang." cerocos Dea menolak salah.
"Kamu di jemput pacar kamu ya?" Si bos memicingkan mata tanda curiga.
"Iya dong bos!"Dea antusias menjawab.
"Ya udah pulang sana, tapi jangan lupa laksanakan tugas dari saya tadi" Aldi berkacak pinggang mengingatkan.
***
Apartemen.
Rakai Langit Abiyasa, 23 tahun.
Pemuda tampan berkulit bersih, berhidung mancung, bermata abu-abu meneduhkan, dengan garis wajah tegas dan bulu-halus menambah kesempurnaan wajah tampannya, pahatan sempurna bak dewa yunani yang mampu menghipnotis setiap kaum hawa yang memandangnya.
Raka terduduk di lantai ruang tengah dengan botol minuman ditangannya, dan jangan lupakan keadaan apartemen yang kacau acak-acakan, hasil karya tangannya yang melempar dan membanting semua yang ada di hadapannya.kecewa dan patah hati, itulah yang di rasakan seorang raka, kepergian kekasihnya dan pemutusan sepihak dan kepergian kekasih hatinya membuat hati seorang raka serasa di cabik-cabik, nyaris kehilangan akal dan mabuk-mabukan.
"Kenapa?.. kenapa?...
Kenapa kamu lakukan ini sama aku, apa belum cukup semua yang aku berikan ke kamu, dan kamu lebih memilih pria tua sialan itu." ocehannya terpotong saat mendengar suara bel yang di pencet berulang-ulang, tandanya si pemilik tangan udah capek.
Ting..
Tong...
Ting...
Tong...
Dengan langkah gontai Raka bangun dari duduknya, hendak membuka pintu apartemennya,belum sampai tangannya terulur pada handle pintu getar gawainya menghentikannya.
Drrrt...
Drrrt...
Drrrt...
"Makanlah, jangan jadi pecundang." Begitulah pesan yang tertera pada gawainya, lantas ia melempar gawainya asal ke sofa.
Raka melanjutkan uluran tangannya untuk membuka handel pintu, dan tampaklah gadis sedang berdiri di depan pintu sambil menunduk.
"Selamat malam tuan, saya mengantarkan pesanan anda dari cafe Barista," Zahra mengulurkan tangan untuk menyerahkan kotak makan berbungkus paper bag warna putih.
Raka hanya mematung, bahkan tangannya tak terulur untuk menerima apa yang di berikan gadis yang ada di hadapannya, memandangnya tanpa berkedip, alkohol mengalahkan akal sehatnya, saat ini yang ada di otaknya hanya Melissa, kekasihnya, gadis yang ia pacari sejak 3 tahun yang lalu.
Emosinya memuncak tatkala ia mengingat betapa pedasnya mulut kekasihnya.
"oh... tidak Kai, aku tidak mau membuang masa mudaku untuk semua ini, aku masih ingin bebas dan melanjutkan karir. jadi, lupakan aku, dan aku minta jangan menggangguku lagi,,"
Ucapan sang kekasih waktu itu bagai gulungan kaset rusak yang berputar-putar di otaknya.
Dan yang ada di otak Kai kini hanyalah dendam dan kebencian, dia menganggap semua wanita sama, hanya makhluk menyebalkan dan membuat sakit hati, yang membuatnya selalu marah dan mendendam.
"Masuklah!" Kai memerintah tanpa melihat wajah gadis di hadapannya.
"Tidak perlu tuan, saya hanya mengantarkan pesanan anda, dan ini sudah lunas tuan." Zahra menolak dengan halus.
Raka yang tengah di rundung emosi mengulurkan tangannya, tapi bukan untuk menerima pemberian Zahra namun menarik tangan Zahra dengan kasar, yang membuat gadis itu meringis kesakitan.
"Apa yang anda lakukan tuan, tolong! lepaskan saya!" Zahra berusaha melepaskan cengkeraman tangan Kai sekuat tenaga, tapi tentu saja tubuh mungilnya tak mampu mengalahkan lengan kokoh si pemilik apartemen mewah.
Kai sedikit kewalahan karna Zahra yang terus memberontak, lantas ia memanggul Zahra di pundaknya seperti mengangkat karung beras dan membawanya ke kamar lalu melemparkan tubuh mungil Zahra ke atas ranjang dengan Ukuran King Size dengan kasar.
Happy Reading
Zahra terus meronta dan berteriak berusaha untuk menyelamatkan diri. berharap ada seseorang yang mendengar teriakannya dan menolongnya. tapi semua sia-sia.
Takut itulah yang ada di pikiran Zahra saat ini. sekuat apapun tenaga yang di miliki Zahra tetap saja kalah dengan tubuh Kai yang tinggi dan tegap.
"Lepaskan aku tuan, kumohon." Zahra memohon dengan tangisannya, tapi Kai tetap dengan beringasnya mengobrak-abrik pakaian hingga semua kancing kemeja yang di kenakan zahra berserakan di lantai.
"Dasar kau wanita j****g, kau sudah mencoba pergi dariku, aku tidak akan pernah melepaskan mu." Kai masih dalam racauan tak jelas nya.
"Apa kau pikir aku ini laki-laki lemah yang bisa kau permainkan begitu saja, hah! " Kai makin menjadi-jadi.
"Apa kau pikir dengan sikap yang ku tunjukkan selama ini aku tidak mampu untuk melukaimu. kau harus tau aku sudah melakukan hal terbaik yang aku bisa untuk bisa menyenangkan mu, untuk membuatmu bahagia tapi kau dengan gampangnya mengatakan perpisahan" Kai makin menggila dalam aksinya.
"Tolong lepaskan saya tuan, biarkan saya pergi." Zahra masih mencoba untuk menghentikan kai
"Diam lah sayang, pemberontakan mu tak akan membantumu" Kai masih meneruskan aksinya.
"Tidak... tidak... jangan lakukan, saya mohon tuan kasihanilah saya." Zahra menendang nendang kan kakinya saat kai melepaskan rok yang di kenakan Zahra
Bugh......
Satu tendangan dari kaki zahra tepat di perut Kai, Kai hanya meringis tapi itu tetap tidak membuat Kai menghentikan aksinya.
Plak...
Satu tamparan mendarat mulus di pipi mulus Zahra, membuat gadis itu meringis. sakit tak lagi dirasakan di kulit zahra, hingga akhirnya pertahanannya runtuh, pemberontakannya tidak menjadikannya lebih baik. tenaganya semakin melemah.
Zahra menyerah, dia berhenti memberontak dan berteriak. permohonannya tidak mampu membuat Kai tersadar karna mabuk dan emosi yang ada di kepalanya.
Zahra hanya menangis menerima semua yang dilakukan Kai pada tubuhnya, tanpa pemberontakan. energinya sudah habis, pasrah dengan keadaan.
Kai masih dengan aksinya berusaha mendapatkan apa yang di inginkan nya.
Rasa sakit, itulah yang diinginkan Kai terhadap gadis yang ada di bawahnya, karna dia masih melihat gadis itu sebagai wanita yang telah berhasil memporak porandakan harga dirinya sebagai laki-laki .
Zahra menerima semua yang di lakukan Kai terhadap tubuhnya, membiarkan laki-laki itu melakukan aksinya menjelajahi tiap inci kulit di tubuhnya, menolak pun tak kuasa ia lakukan. tenaganya terkuras habis karena usahanya untuk melepaskan diri.
Tubuhnya membeku kaku tanpa perlawanan. hanya air mata yang mengalir yang mewakili perasaannya, sampai pada akhirnya...
"Ah....!!!
Pekik zahra saat Kai melakukan penyatuannya, merenggut paksa kehormatannya. mahkota yang di jaganya, kehormatannya di renggut orang yang tak di kenalnya yang baru pertama kali di lihatnya.
Zahra tak lagi menangis, air matanya seperti mengering. gadis itu hanya memejamkan mata merasakan sakit dan rasa yang tak pernah ia rasakan selama hidupnya.
Hatinya sakit batinnya menangis tapi tubuhnya menghianati nya, dia mengutuk dirinya sendiri dengan apa yang di rasakan nya sampai akhirnya tubuh Kai ambruk di atas ranjang di sisi tubuhnya.
Kesadarannya kembali seolah-olah ada yang menepuk kepalanya, air matanya kembali mengalir, menyesali nasib yang sudah di alaminya.
Zahra berusaha bangun dari ranjang dengan terseok terutama di bagian bawah tubuhnya.ia berjalan berusaha mengumpulkan pakaian yang berserakan di lantai dan makainya.
Tapi Zahra sadar kemejanya sudah tak bisa di pakai, dia tak mungkin keluar dengan pakaian acak-acakan, kemeja tanpa kancing tentu orang lain yang melihat akan berfikiran dia orang gila.
Zahra mengedarkan pandangan sekelilingnya, dia berfikir untuk mencari apapun yang bisa menutup tubuhnya, pergi secepatnya adalah yang di pi kirkan nya saat ini.
Dengan pencahayaan yang temaram di kamar itu netra nya menangkap sebuah jaket yang teronggok di sofa kamar, mengambil dan memakainya lalu secepatnya pergi dari tempat terkutuk itu.
Zahra menoleh sebelum ia membuka pintu, mencoba melihat wajah pria brengsek yang telah merenggut kehormatannya, tp rambut gondrong pria itu menutup sebagian wajahnya sehingga Zahra tak mampu melihat dengan jelas.
Dengan merasakan sakit Zahra keluar dari apartemen laknat itu, air matanya terus mengalir seiring dengan berlalunya waktu yang hampir tengah malam.
Happy Reading
Dengan merasakan sakit Zahra keluar dari apartemen laknat itu, air matanya terus mengalir seiring dengan berlalunya waktu yang hampir tengah malam.
Zahra menjatuhkan dirinya di ranjang di lantai kamarnya, duduk bersandar dengan menekuk lutut dan memeluknya erat.air matanya luruh seperti tak pernah surut.
Lalu bangkit melepaskan jaket yang ia kenakan, matanya nyalang memandang jaket dengan rasa kesal dia menghempaskan jaket tersebut ke lantai. antara sakit dan marah Zahra seperti masih merasakan aroma tubuh pria tersebut, pria yang telah menghancurkan masa depannya, seolah masih memeluknya.
Zahra menatap tubuhnya di depan cermin di kamarnya, dia merasa kotor, sangat kotor. memandang jijik pada dirinya.kesuciaanya telah ternoda tak ada lagi yang berharga dari seorang Zahra, si gadis kampung yang pergi merantau untuk sebuah impian yang ingin di capainya.
Zahra berlalu ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya untuk membersihkan diri, rasa sakit masih menderanya.
Zahra merebahkan dirinya di atas ranjang, memandang ke langit-langit kamarnya.menyesali nasib buruk yang menimpanya tapi tak membuat keadaan menjadi baik.
Andai saja ia masih memiliki keluarga, mungkin akan ada tempat untuknya berkeluh kesah. andai dia tidak memiliki keinginan untuk pergi, mungkin keadaan seperti ini tidak pernah terjadi.hanya penyesalan dan putus asa yang dirasakannya saat ini. lelah dengan tangisannya akhirnya Zahra tertidur.
***
Keesokan harinya, Zahra terbangun mengerjapkan matanya mengumpulkan nyawa, dia berharap bahwa kejadian semalam hanyalah mimpi buruk yang akan sirna saat ia terbangun nanti. Tapi tidak, dia menyadari bahwa ini adalah nyata dan air matanya kembali mengalir, meluncur di pipi mulusnya. ia berlalu membersihkan diri dan bersiap untuk bekerja.
Aku berharap bahwa kejadian semalam hanyalah mimpi buruk yang akan hilang saat aku terbangun nanti. aku malu aku takut aku tak mampu lagi memandang dunia menegakkan kepala dengan bangga. aku berharap saat aku keluar nanti saat kulitku tersengat matahari, mampu membuatku kembali mendongakkan kepala menatap masa depan. aku berharap saat angin menerpa wajahku, aku akan menemukan kembali harga diriku. aku menunggu saat hujan turun mengguyur tubuhku, akan kembali mensucikanku.
Tangannya terulur mbembuka laci nakas di samping tempat tidurnya, meraih sebuan kotak dan membukanya. jemarinya meraih sebuah foto, foto ibunya dan sebuah foto seorang pria. wajah yang selama ini belum pernah ia lihat sebelumnya yang bahkan ia tidak tahu dimana keberadaannya.
Ya, dia adalah pria yang mengantarkannya hadir ke bumi ini. jemarinya kembali terulur mengambil sebuah amplop yang berisi surat. entah apa isinya. sebuah pesan yang harus ia sampaikan kepada si pemilik wajah.
"Zahra, kamu harus kuat!" berkata di depan cermin menyemangati dirinya. "tidak ada kejadian atau peristiwa yang terjadi tanpa campur tangan Tuhan." Zahra mendakwai dirinya, "apapun yang terjadi kemarin lupakanlah, ingatlah setiap kejadian pasti membawa hikmah." berperang melawan rasa takut dalam dirinya.
Zahra berangkat menuju tempat kerjanya dengan mengendarai motor listrik milik Dea, teman baik satu-satunya. gadis cantik degan lesung pipit, berkulit bersih cenderung pucat,dengan rambut lurus sebahu.yang selalu berkata manis terkadang terdengar sedikit alay tapi mampu membuat pendengarnya tergelak dan cukup mengerti bahwa Dea adalah gadis yang baik.
Berbeda dengan Zahra yang berwajah ayu, berambut hitam legam panjang sepinggang bergelombang, sangat indah. berkulit langsat, dan bulu mata lentik yang membingkai mata indahnya. bibir merah alami yang selalu terhias senyum tulus yang mampu membuat siapapun yang melihatnya akan terpesona.manis.
***
Zahra sampai di cafe tempatnya bekerja, dengan sedikit gugup kakinya melangkah masuk kedalam cafe.ada rasa takut dia berjalan sambil menunduk dan
Bugh...
Tubuhnya menabarak tubuh seorang di depannya, dia mengusap dahinya dan orang itu berbalik karna merasa punggungnya terdorong.
zahra mendongak dan di depannya sesosok pria tampan sedang berdiri. dialah Aldi, pemilik cafe. bos yang selalu baik terhadap semua karyawannya, Aldi menganggap semua karyawan seperti teman. baik dan tampan. Perfect!!!
"Hey... are you okey??? "tanya Aldi sambil tangannya terulur menyentuh kening Zahra dan di balas senyum kikuk oleh Zahra sambil mengangguk samar.
"Zahra, kalo jalan memang pake kaki, tapi tetap matanya di pakai sesuai fungsinya." cicitnya lagi dengan nada bergurau sambil tersenyum.
"i iyaa, maaf pak, saya meleng tadi." jawab Zahra gugup. "saya permisi pak." Zahra berlalu sambil menunduk dan sedikit membungkuk dan di balas anggukan kepala oleh Aldi.
Zahra berjalan cepat tanpa menoleh, bagaimanapun dia hanya karyawan baru yang belum genap tiga bulan bekerja di kafe itu.
Uftt..
Tumben banget sih, si bos pagi-pagi udah nongol, biasanya juga agak siangan, Zahra membatin.
Aldi menatap punggung gadis itu
dan tersenyum entah apa yang ada di balik senyum itu hanya Aldi yang tau (tapi author lebih tau 😃).
Khanifah Zahra, nama yang indah dan cantik secantik pemiliknya. Aldi membatin.
Aldi menggeleng-gelengkan kepala seperti tersadar, "hhh.. apa yang aku fikirkan," gumamnya tapi masih dapat di dengar oleh gadis yang ada di belakangnya, entah sejak kapan Dea berdiri di sana.
"Pagi bos," sapanya.
Aldi terlonjak "ehm..." aldi berdehem menghilangkan kegugupan.
"Pagi, Dea," sambungnya.
"Pagi-pagi udah ngelamun aja si bos nih?" Dea berceloteh
"kamu telat Dea, bukannya hari ini kamu jadwal piket kan?" aldi memicingkan mata,
"hah! ..
piket??
Telat???
"biasa kali pak jam segini, apaan coba piket kek anak SD aja, lagian, bapak nih yang kepagian," cicitnya tak mau salah.
"Tuh buktinya, Zahra lebih dulu sampe." Aldi menunjuk dengan dagunya.
Dea menoleh ke arah yang di tunjuk Aldi si bos ganteng nan baik, "Zahra, tumbenan tuh anak," ocehnya lagi. "Itu namanya teladan dea, kamu mah telatan" Aldi ngegas!!!
"issh... segitunya yang ngebelain karyawan baru, jangan-jangan...." Dea menjeda ucapannya dan menaikkan kedua alisnya. Dea berlalu dengan agak cepat takut si bos ngamuk karna candaan pagi yang Unfaedah.
Aldi gelagapan "Dea, jaga sikap," teriaknya lagi agar dapat di dengar oleh Dea yang semakin menjauh.
***
Di belakang di ruang ganti karyawan, Zahra berdiri mematung, sampai saat tangan seseorang menepuk pundaknya dari belakang.
"Pagi Zahra, ngelamun aja neng?" sapa Dea
"Pagi De, aku gak ngelamun kok cuma kurang fokus aja kok." zahra tersenyum menyembunyikan raut sedihnya.
Dea menyadari ada yang ganjil pada diri sahabatnya, matanya menelisik wajah Zahra yang biasanya ceria dan menyadari kalau mata gadis itu membengkak.
"Zahra kamu kenapa? kok mata kamu sembab gini? kamu habis nagis? apa kamu sakit?" Dea memberondong dengan pertanyaan.
"Aku gak papa dea, semalam aku menangis karna kangen ibu sampai
ketiduran, jangan khawatir." dengan senyumnya yang menenangkan Zahra menjawab Dea.
"ya udah kalo gitu, buruan yuk cafe bentar lagi buka." Dea menggamit tangan Zahra berjalan bersama
Aku gak mungkin cerita apa-apa sama kamu Dea, maaf aku tidak ingin kamu terbebani oleh masalahku, biar aku sendiri yang menyimpan luka ini.
Zahra dengan cepat menyeka air matanya yang mengalir indah di pipi mulusnya tanpa di ketahui Dea yang berjalan di sampingnya.
Tanpa di sadarinya ada sepasang mata yang mengawasi pergerakan Zahra. dan kedua gadis itu pun melanjutkan pekerjaannya.
***
to be continue...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!