...Shiawase to wa...
...(Kebahagiaan itu adalah)...
...Hoshi ga furu yoru to mabushii asa ga ni...
...(Bukanlah sebuah pengulangan malam yang bertabur bintang)...
...Kurikaesu youna mono janaku...
...(Atau pagi hari yang memesona)...
...Taisetsu na hito ni Furikakatta...
...(Tapi bisa payungi orang yang berharga)...
...Ame ni Kasa wo saseru koto da...
...(Saat hujan turun menerpa mereka)...
^^^Lirik lagu Back number: Mabataki^^^
...----------------...
Seorang pria memasang dasi kupu-kupu di kerah kameja, lalu memakai tuksedo abu-abu ke tubuhnya. Ia menatap bayang dirinya di cermin. Wajah tampan dengan garis rahang yang tegas, sepasang mata teduh yang berhias bulu mata lentik, alis rapi, hidung mancung dan bibir merah alami terlihat dalam pantulan cermin itu. Jelas, sangat tampan rupawan dan begitu memikat bagi siapapun yang melihatnya. Hampir mendekati kata sempurna untuk level ketampanan orang Jepang.
Pria itu menarik sudut bibirnya, menciptakan senyuman tipis. Dengan penampilannya yang begitu memesona, dia telah siap menghadiri acara pesta pernikahan.
Dia adalah Chiba Yamada. Seorang penyanyi papan atas di Jepang dan merupakan putra dari pemilik Yamada grup—salah satu perusahaan terbesar di Tokyo. Di usianya yang menginjak dua puluh delapan tahun, ia telah menelurkan tujuh album, empat di antaranya mendapat predikat sebagai album terlaris di pasaran. Single lagunya selalu menduduki top tangga lagu Oricon. Ia juga sempat merambah sebagai aktor pendukung dorama berjudul "Don't Forget" yang diadaptasi dari novel. Namun, di antara segudang popularitas yang diraihnya, ia menjadi salah satu penyanyi kontroversi.
Lima tahun lalu, ia menikahi seorang gadis untuk menutupi gosip miring yang mengatakan dirinya seorang gay. Sayangnya, pernikahan yang tak dilandasi cinta itu hanya bertahan selama tiga bulan. Malam ini, wanita yang pernah menjadi istrinya itu, akan menikah dengan pria yang pernah menjadi bodyguard mereka.
...----------------...
Sebuah gedung mewah dihias dengan sangat indah. Dekorasi yang bernuansa putih menampilkan kesan elegan hingga membuat para tamu berdecak kagum. Beberapa orang berlalu-lalang untuk mempersiapkan segalanya. Para wartawan tampak menunggu di tempat parkir hotel, mereka tak diizinkan masuk, karena acara itu memang diadakan secara privasi. Lagi pula, kehadiran awak media di sini hanya untuk meliput kehadiran Chiba Yamada. Benar saja, tepat saat artis itu datang, para wartawan langsung berbondong-bondong menyerbunya.
"Tolong menyingkir, aku sedang tidak ingin diwawancarai," pinta Chiba yang tak acuh sambil berlalu. Ia berjalan cepat memasuki ballroom gedung.
"Papa!" panggil seorang balita berusia tiga tahun. Ia berlari dan memeluk Chiba.
"Kau sudah di sini rupanya. Mana ayah dan ibumu?" tanya Chiba sambil menggendong balita itu.
Balita itu menoleh ke samping sambil menunjuk ke arah Ken dan Yuki yang tengah berbincang dengan Hibari dan Ayako. Sambil tetap menggendong si balita, Chiba melangkah mendekati kawan-kawan lamanya.
"Chiba-san, akhirnya kau datang," sapa Hibari menyambut kehadirannya.
Baru saja ingin berucap, tiba-tiba lampu di ballroom itu menggelap. Hanya ada beberapa lampu sorot yang menghantam pintu masuk. Diiringi alunan musik yang merdu, pintu masuk perlahan-lahan terbuka. Sepasang pengantin berjalan diiringi sambutan para tamu undangan. Pengantin pria yang berperawakan tinggi itu tampak gagah dengan balutan tuksedo hitam glamor, sementara pengantin wanita tampil anggun dengan gaun putih elegan.
Sepasang mata milik Chiba tak mengerjap melihat kedua mempelai itu memamerkan senyum bahagia. Ada sunggingan senyum tulus yang turut terukir di wajah tampannya seiring ingatannya mundur pada lima tahun yang lalu. Tepatnya, saat ia menyatakan perasaan pada perempuan yang tengah memakai gaun pengantin saat ini.
"Aku tidak bisa menyimpan perasaan ini terus-menerus di hati. Itu sangat, sangat, menyiksaku! Maka dari itu ... aku memintamu untuk menolak perasaanku. Agar aku tak berharap lagi. Agar aku yakin bahwa kau memang bukan untukku. Dan agar aku bisa membawa hatiku yang patah pergi meninggalkanmu," ucapnya setelah menyatakan perasaannya pada wanita yang masih menjadi istrinya kala itu.
"Tidak mungkin! Ini tidak mungkin!" ucap perempuan itu berkali-kali dengan suara yang nyaris tak terdengar, "kau pasti bercanda, 'kan? Mana mungkin seorang Yamada Chiba menyukai perempuan seperti diriku!"
"Memangnya kenapa kalau aku jatuh cinta padamu? Perasaan ini bukan baru saja terjadi. Ini sudah sangat lama." Ia menarik napasnya, lalu berkata lagi, "Mirisnya, cintaku bersemi saat kau telah jatuh cinta padanya."
Perempuan bernama lengkap Hana Shimizu itu kembali tersentak. Tapi, tak dapat berkata-kata lagi, seolah lidahnya menjadi kelu untuk bersuara.
"Untuk itu, aku datang ke sini untuk mendengar langsung penolakan cintaku," lanjut pria itu.
"Gomen (maaf), aku ... tak bisa. Aku hanya bisa menganggapmu sebagai sahabat."
"Haaahhh!" Chiba mendesiskan napas lega. "Akhirnya aku lega setelah mengatakan perasaanku dan mendengar penolakanmu," ucapnya sambil membuat satu tepukan di tangannya. Segurat senyum paksa kembali tercipta di bibirnya.
"Gomen ...." Perempuan itu tertunduk lagi dengan perasaan bersalah.
"Ini bukan salahmu. Momen ini membuatku sadar, jatuh cinta itu sangat menyebalkan. Kita harus siap mendengar hal-hal yang sebenarnya tak siap untuk kita dengarkan," ucapnya.
"Itu karena kau jatuh cinta pada orang yang tidak tepat. Kau seharusnya memberikan cintamu pada orang yang juga memiliki cinta untukmu seorang," ucap perempuan itu kembali.
Kepingan memori yang kembali berkumpul di otaknya, hanyalah sebuah masa lalu. Kini, ia telah merelakan perempuan itu dan melepaskan segala perasaannya.
"Hana, ketahuilah! Senyum ini masih sama seperti dulu, tapi aku melakukannya bukan terpaksa, melainkan benar-benar tulus dari hatiku. Dari lubuk hatiku, aku mendoakan kebahagiaanmu," gumam Chiba sambil menepuk tangan saat melihat sepasang pengantin itu berdansa di hadapannya.
Sejak pernikahan palsunya terendus publik dan berakhir dengan perceraian, Chiba Yamada seolah menutup diri dari wanita manapun. Selama lima tahun terakhir, ia selalu menampik kabar yang mengaitkan dirinya dengan beberapa rekan artis. Sepertinya, hingga kini belum ada wanita yang mampu mengetuk pintu hatinya.
Namun, entah kenapa malam ini hatinya seakan diterpa nestapa. Melihat mantan istri dan sahabat lamanya berbahagia di hari pernikahan, saudara kembarnya berfoto bersama anak dan istri, dan ayah kandungnya yang turut hadir bersama kekasih baru. Hal itu membuat ia menyadari hidupnya sangat kesepian. Tiba-tiba, hatinya menuntut untuk dicarikan sang penjaga.
...----------------...
Waktu telah menunjukkan pukul sebelas malam. Acara sudah berakhir, semua tamu telah pulang. Seorang wanita muda berpakaian karyawan tengah mengecek setiap ruangan yang masih terbuka. Dia memang ditugaskan untuk mengunci ruangan-ruangan yang ada di gedung itu setelah selesai disewa.
Wanita muda itu tampak mematahkan lehernya ke kiri dan kanan guna merilekskan ototnya yang kaku. Raut lelah tergambar jelas di wajahnya yang manis.
"Huft! Padahal ini hari terakhir aku bekerja di sini. Kenapa rasanya lelah begini, ya?" gumam wanita berambut panjang itu sembari memutar pergelangan tangan kirinya.
Saat melewati sebuah ruang tempat upacara pemberkatan pernikahan, Ia tertegun melihat seorang pria berdiri di depan altar. Ia pun masuk menghampiri pria itu.
"Summimasen (permisi), saya akan segera mengunci ruangan ini," ucapnya sopan di belakang pria itu. Tak direspon, wanita itu mengulangnya kembali. "Summimasen—"
"Bisakah kau menjadi mempelai pengantinku malam ini?" Pria itu tiba-tiba membuka suara tanpa menoleh ke belakang.
"Eh?" Mata wanita itu melebar disertai mulut yang ternganga mendengar pria asing di hadapannya tiba-tiba memintanya menjadi mempelai wanita.
.
.
.
urutan visual:
Chiba Yamada
Mayu Ichihara
Rai Matsui
Ken Ryuu
Manajer Thao
Rinko Sekai
Rio Matsui
Arata Ryuu
.
.
Catatan penulis ✍️✍️
Mina san, arigatou gozaimasu sudah menyempatkan membaca karya keempatku di app ini. oh, iya, ini visualnya aktor/aktris jepang yang mewakili imajinasi saya. tapi, kalian bebas berimajinasi. FYI, level kecantikan dan ketampanan tiap negara itu berbeda. Visual di atas udah mewakili standar cakep+cantik versinya orang Jepang. Tapi, kalo kalian yg kurang suka wajah Asia, silakan mainkan imajinasi masing-masing.
Semoga menyukai karya keempatku, dan saya butuh respon kalian ❤️
"Maksudku ... aku sedang ingin belajar tata cara pelaksanaan janji suci pernikahan, tapi kurasa aku memerlukan partner wanita. Bisakah kau yang bertindak sebagai mempelai wanitanya?" ucap pria itu memperjelas ucapannya.
"Maaf, Tuan. Saya tidak bisa. Sekali pun hanya akting atau main-main, saya tidak bisa. Saya hanya ingin mengucapkan perjanjian suci bersama pendamping hidup saya yang sebenarnya. Tentunya orang yang saya cintai," ucap wanita itu penunduk sopan.
Pria berperawakan tinggi itu tertegun. Ia tampak menunduk seraya mendekih.
"Begitukah?" desisnya sinis.
Tak menunggu respon, pria itu segera berbalik dan melangkah pelan melewati pegawai wanita tersebut tanpa menoleh. Ia terus berjalan lurus hingga keluar dari aula pemberkatan.
Pegawai wanita itu mengernyit, seperti mengingat-ingat sesuatu. "Kenapa wajah pria itu tak asing, ya? Aku seperti mengenalnya."
Lama memikirkan, akhirnya ia tersadar jika pria yang baru saja berbicara dengannya adalah seorang penyanyi papan atas. Sontak, ia pun berlari keluar berusaha untuk mengejar penyanyi itu. Sayangnya, penyanyi bernama Chiba Yamada itu telah pergi.
"Ya, ampun! Kenapa aku baru sadar? Padahal aku bisa mengajaknya berfoto bersama," dengusnya kesal pada diri sendiri sambil menghentak-hentakkan kaki.
Satu jam kemudian, wanita bernama lengkap Mayu Ichihara itu kembali ke kontrakannya. Saat baru saja menuju kediamannya, ia tercengang melihat koper dan barang-barang miliknya telah berada di depan kontrakan tersebut. Bahkan, seorang pria yang merupakan pemilik kontrakan pun ada di sana.
"Ada apa ini? Kenapa Bapak telah mengepak semua barang-barangku? Bukankah aku sudah membayar uang sewa untuk bulan ini?" protes Mayu pada pemilik kontrakan.
"Bayar sewa katamu?! Hei, pacarmu saja sudah menyerahkan kunci rumah ini padaku dan mengatakan tidak akan memperpanjang sewa rumahnya!" kata Tuan kontrakan dengan nada sengit.
"A–apa? Tidak ... tidak mungkin!" Mayu melebarkan matanya. Ia hendak melangkah masuk ke rumahnya berusaha menerobos Tuan kontrakan. Sayangnya, pria tua bertubuh gempal itu menahannya masuk.
"Apalagi yang mau kau lakukan?" ketus pria itu.
"Kemarin aku baru saja menitipkan uang sewanya pada pacarku!" ucapnya sambil menarik koper dan melangkah masuk ke rumahnya.
Tuan kontrakan yang berdiri di depan pintu, kembali menghadangnya. "Menitipkan uang sewa? Pacarmu hanya datang padaku untuk menyerahkan kunci. Apa masih kurang jelas?"
Tak percaya, wanita berusia dua puluh lima tahun itu mengambil ponselnya. Saat membuka pin ponsel, ia tersentak mendapatkan satu pesan masuk dari kekasihnya yang dikirim delapan jam lalu saat ia sedang sibuk bekerja.
...Sayang, maafkan aku, aku terpaksa harus memakai uang sewa kontrakan dan tabunganmu untuk membayar sebagian utang judiku. Sekarang, aku sedang bersembunyi dari kejaran para rentenir. Jika mereka melihatku, maka aku akan ditangkap polisi. Sebaiknya kau juga pergi dari situ, karena rentenir menemukan aku di sana pagi tadi, makanya aku terpaksa memakai seluruh uangmu....
Membaca pesan tersebut, membuat kelopak mata wanita itu terbuka lebar. Darahnya mendidih, urat-urat di lehernya bermunculan, bibirnya mengerut berkumpul menjadi satu. Tentu saja emosinya meledak seketika.
"Bagaimana?" tanya Tuan kontrakan dengan gaya berkacak pinggang.
Masih menatap layar ponsel sembari menggenggamnya erat-erat, Mayu menoleh ke arah Tuan kos dengan mata yang menyala.
"Dasar siluman kera!" teriaknya penuh emosional.
"Apa katamu? Kau bilang aku siluman kera?!"
"Bukan kau! Tapi yang mengirim pesan ini yang siluman kera. Dia sudah menipuku dengan mengambil semua tabungan yang sudah susah payah kukumpulkan selama bertahun-tahun. Tidak hanya itu, dia juga mengambil uang yang seharusnya kupakai untuk bayar sewa kontrakan ini. Huuuuaaaaaa ....." Tangis Mayu pecah seketika. Ia menyandarkan kepalanya ke lengan pria tua itu sambil terus meraung-raung seperti anak kecil.
Tak ayal, kelakuannya membuat Tuan kontrakan itu tampak blingsatan. Ia berusaha menepis kepala wanita berambut panjang itu. Namun, yang ada malah membuat tangisannya menjadi-jadi.
"Hei, hei, hentikan! Kenapa kau malah menangis seperti ini!"
"Bagaimana tidak menangis, aku baru saja ditipu kekasihku sendiri. Jika kau tak percaya, kau bisa baca pesan ini," ucapnya menunjukkan pesan dalam ponselnya, "aku sudah tidak punya uang sama sekali dan sekarang aku bingung harus tinggal di mana malam-malam begini," isaknya kembali tersedu-sedu.
"Ya, sudah. Untuk malam ini, kau kuizinkan menginap di sini. Tapi, besok pagi kau harus keluar dari kontrakan ini karena penghuni baru akan segera masuk," ucap sang pemilik kontrakan dengan wajah terpaksa.
Tangis Mayu berhenti seketika. Ia langsung memegang kedua tangan pria pemilik kontrakan. "Domo arigatou gozaimasu," ucapnya dengan mata berbinar-binar.
Tuan kontrakan bergegas melepas tangannya, lalu beranjak pergi. Begitu bayangannya menghilang dari pelupuk mata, Mayu langsung menyunggingkan senyum, seraya menghapus air mata palsu. Ya, ia hanya berakting menangis untuk mendapatkan belas kasihan dari pria paruh baya tersebut. Sebenarnya, wanita itu masih memiliki simpanan uang di dompetnya, hanya saja ia terlalu perhitungan menggunakan uangnya untuk bermalam di hotel.
Perputaran jarum jam sungguh cepat. Mentari telah mengintip jendela kehidupan. Pagi yang cerah, jalanan kota Tokyo dipadati pejalan kaki dengan aktivitasnya masing-masing. Di sebuah ruangan, Mayu menghadap manajer gedung tempatnya bekerja.
"Saya mohon, Pak. Pekerjakan kembali diriku di sini. Surat pengunduran diriku beberapa hari yang lalu, anggap saja batal. Saya membuat surat itu karena pacar saya mengiming-imingi kami pindah ke kota Hokaido dan bekerja di sana. Ternyata dia malah menipu dan menghabisi seluruh uang saya," ucap Mayu memelas sambil menangkupkan kedua tangannya.
"Saya prihatin dengan cerita Anda. Tapi, surat pengunduran diri Anda telah sampai ke pusat. Lagi pula, hari ini kami telah memasukkan orang baru yang akan bekerja di sini menggantikan posisi Anda," ujar pak manajer tempatnya bekerja.
"Sial! Ini semua gara-gara Nonji!" umpatnya dalam hati.
Beberapa hari yang lalu, Nonji—kekasih Mayu—memintanya untuk berhenti dari pekerjaan dan menjanjikan pekerjaan baru di kota Hokaido. Ia juga meminjam sejumlah uang untuk membeli rumah di kota itu dan mengajaknya tinggal bersama. Karena ucapan Nonji sangat meyakinkan, membuatnya memercayainya. Ia menyerahkan tabungannya dan juga keluar dari pekerjaan. Tak disangka, pria itu justru menipunya. Uang yang ia pinjam, malah digunakan untuk berjudi, tak hanya itu uang titipan membayar sewa kontrakan dan sisa tabungannya pun dipakai pria itu untuk membayar hutang judi.
Nasib sial benar-benar menimpanya. Ia telah keluar dari pekerjaan dan terusir dari kontrakannya. Sekarang, uang di dompetnya pun tak akan cukup membiayai kehidupannya selama beberapa hari. Menemui teman atau keluarga sangat tidak mungkin, karena dia hanya seorang pendatang di kota Kosmopolitan ini.
Mayu berjalan bersungut-sungut keluar dari gedung sambil menarik koper. Ia mencoba menghubungi kembali kekasihnya. Sia-sia saja. Teleponnya tak kunjung terjawab. Wajah mulusnya tampak merah padam. Antara marah, menyesal dan frustrasi berkumpul menjadi satu.
Mayu berjalan lurus menyeberang jalan tanpa melihat rambu-rambu. Tanpa ia sadari, sebuah mobil sport mewah berwarna kuning melaju pesat dari arah kanan jalan.
Suara ban berdecit berbunyi. Mayu jatuh tersungkur tepat di depan mobil mewah itu. Ia sempat menjerit kesakitan dan mencoba bangkit. Namun, ia segera mengurungkan niatnya ketika seorang pria tampan bertubuh proposional yang menggunakan kacamata hitam, keluar dari mobil mewah itu. Tak ayal, dia pun berpura-pura pingsan dengan menutup kedua matanya.
"Kau baik-baik saja, 'kan? Apakah kau terluka? Apa yang lecet dari dirimu?" ucap pria itu dengan nada panik.
Mayu yang masih berpura-pura pingsan, lantas hanya bisa menahan senyum saat mendengar pria tampan berhidung mancung itu tampak peduli padanya. Dalam hatinya berkata, ini kesempatan yang bagus untuk memperalat pria itu. Ia bahkan sempat berkhayal tinggi kalau pria berkacamata hitam itu akan membawanya tinggal di rumah besar yang super mewah.
Penasaran, Mayu membuka sedikit matanya, mencoba mengintip ekspresi khawatir pria itu. Namun, ia malah tercengang ketika mengetahui ternyata pria itu sedang berbicara dengan mobil mewahnya, bukan dengan dirinya. Dengan kata lain, pria itu sama sekali tidak peduli padanya.
Kurang ajar! Kupikir dia sedang bertanya padaku! Ternyata dia malah berbicara dengan mobilnya sendiri!
Karena kesal, Mayu pun menyudahi aktingnya yang tak berguna. "Hei, apa kau tidak lihat aku terluka karena kau!" teriaknya mencoba membangunkan tubuhnya agar bisa duduk.
Pria yang tengah berjongkok membelakanginya itu, lantas menoleh. Ia membuka kacamata hitam, lalu berdiri dan berkata dengan santai, "Tolong cepat menyingkir dari sini! Kau menghalangi jalanku!"
.
.
.
Mendengar ucapan ketus yang keluar dari mulut pria itu, membuat mata Mayu membulat. "Apa katamu? Aku menghalangi jalanmu? Apa kau tidak sadar, aku terjatuh karena ditabrak mobilmu!" geramnya dengan nada suara meledak-ledak.
Tak peduli, pria itu justru berbalik dan hendak masuk kembali ke mobilnya. Siapa sangka, Mayu malah memeluk betis pria itu agar tak bisa ke mana-mana.
"Hei, apa yang kau lakukan?" tanya pria itu yang terkejut dengan tingkah Mayu.
"Tolong! Pak polisi, orang ini menabrakku dan ingin melarikan diri!" teriak Mayu penuh semangat sambil terus menahan lelaki bertubuh jangkung itu.
Mata pria itu terbelalak mendengar teriakan Mayu. Apalagi, saat ia berbalik ke belakang, memang ada polisi patroli yang sedang berjaga di perempatan jalan. Ini gawat, ia juga baru menyadari ada tanda larangan parkir di kawasan itu. Tanpa berpikir panjang, ia pun langsung menggendong Mayu yang masih terus berteriak, lalu membawanya masuk ke mobil.
Begitu masuk, pria itu bergegas menjalankan mobilnya. Mayu yang pertama kali naik mobil mewah, tak bisa menyembunyikan ekspresi girangnya.
"Hei, Perempuan! Kau sengaja menabrakkan diri agar bisa minta kerugian padaku, 'kan?" tuduh pria itu sambil menyetir.
"Tentu saja tidak! Aku—" Ucapan Mayu terhenti saat ia memperhatikan wajah pria itu secara saksama.
Astaga ... apakah aku sedang bermimpi? Dia benar-benar tampan seperti pangeran.
Mayu tertegun menatap sosok tampan itu dari dekat. Kulit putih terawat, hidung tinggi dan lancip, serta bentuk rahang yang tegas. Membuat mata wanita itu tak berkedip sedikit pun, seakan terhipnotis dengan pesona pria yang baru saja menabraknya itu. Tiba-tiba ia berkhayal tengah berdansa dengan pria itu.
Pria itu merasa heran dengan ekspresi wajah Mayu saat ini. Bagaimana tidak, wanita itu terus menatapnya sambil tersenyum dengan kepala berayun-ayun.
"Kenapa kau melihatku seperti itu?"
Mayu tersadar dari lamunannya. Imajinasinya yang sedang berada di lantai dansa langsung buyar seketika.
"Kau ... kau ... mengingatkan aku pada pacarku. Tidak, maksudku mantan pacarku," jawabnya mencari alasan, "Dia sudah menipuku. Gara-gara dia aku jadi kehilangan pekerjaan dan seluruh uang tabunganku. Bukan hanya itu saja, aku terusir dari rumah kontrakan karena dia membawa lari uang yang seharusnya kupakai untuk bayar sewa rumah," tutur Mayu sambil menunjukkan raut sedih. Ia bahkan menutup wajahnya dengan kedua tangan sambil terisak.
Bukannya merasa iba, pria itu malah tersenyum masam.
"Sudah, sudah! Jangan menipuku! Modus penipuan yang meminta belas kasih itu sudah terlalu sering digunakan."
Mayu menoleh kembali ke arah pria itu. "Aku tidak berbohong. Kalau kau tak percaya, bawa aku ke kantor polisi sekarang! Aku akan membuat laporan untuk mantan kekasihku!" pintanya sambil memegang lengan pria itu.
Mendengar Mayu menyebut kantor polisi, tentu saja membuat pria itu terdiam. Pasalnya, orang seperti dirinya sangat anti dengan kepolisian.
"Ayo, bawa aku ke kantor polisi!" pintanya kembali sambil memelas.
Pria itu menghentikan mobilnya secara tiba-tiba hingga membuat Mayu terkejut.
"Turun!"
Mayu lantas menoleh ke jendela kaca samping. "Apakah kita telah di depan kantor polisi?"
"Kubilang turun!"
"Hah? Kau mau menurunkan aku di sini?"
"Iya. Lagi pula kau tidak cedera apa pun," tegas pria itu sambil meliriknya dari atas ke bawah.
Mayu menatapnya dengan kesal sambil mengerutkan bibir. Sementara pria itu mengangkat kedua alisnya seraya mengarahkan matanya ke pintu mobil, mengisyaratkan agar wanita itu segera keluar dari mobilnya. Saat ia hendak membuka pintu mobil, tiba-tiba pria itu kembali menahannya.
"Chotto matte!"
Mayu terdiam sejenak. Ia menahan napasnya seraya bertanya dalam hati. Kenapa dia tiba-tiba menahanku? Apa mungkin dia berubah pikiran? Atau dia ingin memberikan kartu namanya padaku.
Sambil tersenyum, Mayu berbalik ke arah pria itu. Namun, matanya mendelik tatkala pria itu malah menyodorkan sapu tangan padanya.
"Hapus air matamu sebelum kau keluar dari mobil ini. Kalau kau keluar seperti itu, orang-orang akan menganggap aku baru saja mencampakkanmu," ujar pria itu.
Mayu menggerenyotkan bibir seraya merampas sapu tangan itu. Ia mengelap seluruh wajahnya lalu mengeluarkan cairan di hidungnya dengan sapu tangan itu. Lantas, tingkahnya membuat pria itu tercengang sekaligus jijik.
"Arigatou gozaimasu." Mayu melempar sapu tangan berwarna biru tersebut ke wajah pria itu. Ia pun keluar dari mobil itu, lalu membanting pintunya dengan kasar.
Mayu berjalan cepat sambil menggerutu. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti saat ia baru menyadari sesuatu.
"Koperku!" Mayu berbalik dan berlari berusaha mengejar mobil tersebut. Dia lupa meninggalkan kopernya begitu saja di jalanan. Masalahnya, dompet dan ponselnya ada di dalam koper.
"Hei, berhenti!" teriaknya sekuat tenaga.
Percuma! Mobil itu makin menjauh. Mayu mengatur napasnya yang tersengal-sengal. Tidak ada pilihan, ia harus berjalan kaki untuk kembali ke tempat di mana kopernya tertinggal.
Tiga puluh menit berlalu, dan Mayu masih berjalan sambil terus menggerutu. Ia baru menyadari kalau pria itu membawanya cukup jauh, sehingga memerlukan sejam lebih ke tempat sebelumnya untuk mengambil kopernya. Wanita itu mengembuskan napas kasar berkali-kali, merasa dirinya seperti seorang gelandangan yang tidak memiliki apa pun. Padahal, baru sebulan yang lalu dia menikmati hidup dengan baik dan mendapatkan pekerjaan yang terbilang bagus. Namun, semuanya seakan pupus tak tersisa ketika ia mengikuti kencan buta dan berkenalan dengan pria yang bernama Nonji, yang akhirnya menjadi kekasihnya lalu menipunya habis-habisan.
Saat hampir di batas asa, tiba-tiba matanya memandang kejauhan sebuah mobil mewah yang baru saja dinaikinya. Ya, mobil itu terparkir di depan restoran sushi yang terkenal. Sontak, sunggingan senyum lebar refleks terurai di bibirnya. Ia bergegas menuju ke restoran tersebut.
Benar saja, dari luar restoran, Mayu dapat melihat pria itu duduk sendiri sambil menyantap hidangan menu. Ia pun masuk ke restoran itu dan menghampiri si pemilik mobil sport mewah berwarna kuning.
"Hei, apa kau tak mendengar tadi aku berteriak memanggilmu?" tanya Mayu yang langsung memosisikan duduk di depan pria itu.
"Kenapa kau masih mengikuti aku?" ketus pria itu sembari memasukkan sushi ke dalam mulutnya.
"Koperku tertinggal di jalanan."
"Terus, apa hubungannya denganku?"
"Tentu saja ini salahmu! Kalau bukan karena kau menabrakku, lalu tiba-tiba menggendong dan membawaku masuk ke mobilmu, mana mungkin aku lupa mengangkat koperku sendiri."
"Salahmu sendiri, kenapa tidak bilang kalau kopernya juga perlu diangkat," balas pria itu santai.
"Sudahlah tidak ada gunanya berdebat! Sekarang, antar aku ke tempat tadi untuk mengambil kembali koperku. Di sana, ada ponsel dan dompetku. Kedua barang itu merupakan benda berharga yang kumiliki saat ini," ujar Mayu sembari menunduk.
"Itu bukan urusanku. Masalahmu, bukan masalahku." Pria itu meletakkan sumpitnya, kemudian mengelap mulutnya. Ia berdiri, lalu beranjak pergi dari meja makan.
Mayu yang masih duduk, merasa kesal dengan jawaban tak acuh dari pria itu. Ia menggertakkan gigi sambil mengepalkan kedua tangannya. Kemudian berdiri dan memutar badannya dengan cepat.
"Chotto matte! (Tunggu sebentar)"
Pria itu menghela napas ringan, seraya berbalik kembali. Mayu berjalan pelan menghampirinya.
"Apa kau mau lepas tanggung jawab begitu saja setelah aku mengandung anakmu?" teriak Mayu sambil memegang perutnya.
Seketika, mata pria itu terbelalak. Beberapa orang yang makan di tempat itu langsung menoleh ke arahnya.
Tak berhenti sampai situ, Mayu kembali berkata, "Bahkan kau menyarankan agar aku menggugurkan kandungan ini! Tega sekali kau!" Mayu memasang mimik sedih tak berdaya.
Mulut pria itu terbuka secara refleks. Tentu saja ia terkejut dengan pernyataan mengada-ada yang dilontarkan wanita itu. Ia mengedarkan pandangan ke segala arah dan melihat orang-orang tampak melempar tatapan tajam padanya. Beberapa orang bahkan mengggeleng-gelengkan kepala atas respon dari ucapan Mayu.
Saat Mayu hendak kembali bersuara, ia bergegas menghampirinya dan langsung menutup mulutnya.
"Oke ... oke ... aku akan bertanggung jawab. Ayo pergi mencari gaun pengantin kita sekarang!" ujar pria itu sambil menyeret Mayu keluar dari restoran.
.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!