NovelToon NovelToon

Dia Mamiku!

Bab 01

Kebanyakan orang bilang, lebih baik merantau kedaerah kota untuk menjamin kehidupan kedepannya. Nyatanya tidak, tidak semudah untuk mencari pekerjaan dilingkungan padat penduduk ditambah hanya dengan membawa beberapa sertifikat dan ijazah Sma.

Fikir Sania kali itu,

Tapi, Sania patut bersyukur mendapat pekerjaan begitu tiba dikota metropolitan ini. Begitu turun dari bus dan mencari tempat untuk tinggal sementara, ada seorang ibu-ibu yang menawarinya menjadi seorang pengasuh.

Sania yang sedang membutuhkan pekerjaan dan menyukai seorang anak kecil segera menyetujuinya. Walaupun sedikit ragu, tapi karena terus didesak Sania mengikuti ibu itu.

"nyonya, kenapa anda tahu Sania sedang mencari pekerjaan" Sania merapatkan tubuh, tidak ingin membuat kendaraan kotor karena ulah tubuhnya

"Sania? Jadi namamu Sania. Baiklah perkenalkan nama saya Ajeng. Jangan panggil saya nyonya, nyatanya saya hanya bekerja ditempat yang akan kamu asuh anaknya. Oh iya, kamu terlihat sedang memiliki banyak fikiran. Jadi, saya simpulkan kamu tidak memiliki uang atau kamu sedang mencari pekerjaan. Benar kan! Setelah saya tanya, kamu sedang membutuhkan pekerjaan"

"oh seperti itu. Apa Sania boleh memanggil dengan sebutan ibu?" tanyanya hati-hati

"boleh, sangat boleh. Ibu jadi senang kalau kamu memanggil dengan sebutan itu"

"baiklah bu, sebelumnya Sania berterima kasih banyak sama ibu karena telah mempercayakan saya untuk bekerja ditempat ibu"

"iya sama-sama nak, ibu liat kamu sangat baik. Semoga kamu juga memperlakukan anak itu dengan baik. Kasihan dia menjadi korban karena keegoisan orang tuanya"

Sania menoleh heran. Semua pertanyaan dibenaknya harus ditelan mentah-mentah, saat melihat keacuhan Ajeng.

"bu, setelah selesai bekerja apa Sania boleh ijin untuk mencari tempat tinggal?"

"tidak usah, rumah majikan ibu masih cukup kalu hanya menampung dirimu"

"maksud ibu, Sania tinggal dirumah majikan Sania?"

Ajeng mengangguk, "sudah, nanti ibu jelaskan kalau sudah sampai dirumah tuan Seno"

...~§~...

Ruangan yang biasanya kosong, kini mulai terisi dengan barang-barang Sania. Terlalu berlebihan jika dikatakan barang-barang, pasalnya Sania hanya membawa beberapa potong pakaian, ijazah, dan ponsel.

"Sania!" Sania segera keluar menghampiri sumber suara

"iya ada apa bu" mata Sania menangkap sesosok bayi digendongan Ajeng

Apa ini bayi yang akan aku urus?

Sania membawa bayi kegendongan, menimang-nimang sembari menepuk pelan bokongnya. Seperti keajaiban, bayi yang biasanya tidak mudah untuk ditenangkan kini terdiam digendongan Sania seraya menatap dengan mata berkaca-kaca.

"namanya siapa bu? Umurnya berapa?" tanya Sania tidak sabar

"Sean, den Sean. Sepertinya dia suka sama kamu. Den Sean baru berumur lima bulan. Ibu harap kamu bisa menggantikan sosok kedua orang tua yang baik untuknya"

"memangnya orang tua Den Sean kemana bu?"

"sudahlah untuk yang itu kamu tidak perlu tahu. Intinya kedua orang tua Den Sean, sibuk dengan urusan masing-masing. Tugas kamu hanya mengurus den Sean dengan baik"

"baik bu" Sania terus menimang-nimang Sean dan membawanya kehalaman rumah

Kau masih kecil tapi sudah menjadi korban keegoisan orang tuamu, Sania mengusap rambut Sean

"tahh... tahhh..." tangan kecilnya menunjuk bunga-bunga

Sania melangkah menuju bunga yang ditunjuk Sean, "bunga! Ini namanya bunga. Bunga yang indah, seindah den Sean" Ucap Sania lalu menjawil pipi Sean membuatnya tertawa kecil

"kamu masih kecil udah ganteng banget. Apalagi sudah gedenya, semoga kamu tidak menjadi playboy seperti orang-orang kebanyakan ya" monolog Sania

Sean tertawa kecil melihat tingkah orang yang menggendong nya yang tidak pernah berhenti bicara. Lengan mungilnya menggapai wajah Sania.

"duh, sitampan kalau ketawa makin lucu banget. Sayang banget, masih kecil sudah tidak merasakan kasih sayang orang tua" ucapnya, "tapi den Sean tenang saja, Sania akan terus menjaga den Sean seperti anak sendiri" Sean menatap bingung kepada Sania lalu kembali tertawa

Anak sendiri? Sania jadi ingin tertawa. Walaupun dikampung sudah biasa terjadi pernikahan dibawah umur, Sania mengukuhkan diri untuk tidak terjerumus kedalamnya. Bukan karena pernikahan dibawah umur menjadi perbuatan yang buruk, tapi Sania hanya ingin merasakan dunia luar tanpa terkekang oleh tali pernikahan.

Maka dari itu, Sania memilih untuk meninggalkan kampung dan mengiming-imingi uang kepada orang tuanya. Walaupun harus meninggalkan kekasihnya dikampung.

Suara decitan kendaraan terdengar, Sania menoleh dan segera mendatangi pintu utama. Sania menunduk sopan melihat dua orang dewasa datang, ia mengira mereka merupakan kedua orang tua Sean. AKA majikannya.

"sore, Nyonya... Tuan...."

"sore. Jadi kamu pengasuh baru anak saya Sean. Jaga baik-baik anak saya" ucapnya seraya bergelayut manja dilengan laki-laki itu, "anak bunda sini"

Sean melengos, ia menelungkup wajah didada Sania. Respon Sean membuat Sania menjadi tidak enak. Ia tersenyum canggung.

"sudah tidak apa-apa. Perkenalkan saya, Karin ibu Sean dan Alex, pacar saya. Saya harap kamu tidak macam-macam dengan pacar dengan saya"

"iya Nyonya"

Pacar? Nyonya dan Tuan terlihat sangat mesra, bahkan saat sudah menikah saja mereka masih berasa seperti orang pacaran. Bahkan nyonya masih menyebut suaminya sebagai pacarnya. Sania terkikik.

Sean menguap dipelukan Sania. Tangannya terkepal dan dimasuki kedalam mulut kecil Sean. Sesekali Sania mengeluarkan lengan Sean. Ia ingin membawa Sean kekamar dan menidurkan anak majikannya itu. Sebelum berbalik ia dikagetkan dengan kedatangan dua orang yang menatapnya aneh.

"kamu siapa?"

"Saya pengasuh den Sean, tuan" ucapnya sopan

"Saya ayah kandung Sean, Seno. Ini pacar saya, Ranty. Tolong jaga anak saya dengan baik" Seno dan Ranty berlalu meninggalkan Sania yang terkejut

Tadi, ibu kandungnya sama pacar. Sekarang, ayah kandungnya sama pacar juga. Loh-loh, ini maksudnya bagaimana?

Kebingungan Sania terhenti saat Sean menangis kencang.

Bab 02

Sania keluar dari kamar Sean setelah anak itu terlelap. Tidak sulit untuk menidurkan seorang balita. Sania hanya butuh menimangnya sebentar, Sean langsung tertidur lelap.

"ibu, belum tidur" sapa Sania pada Ajeng yang masih berkutat didapur

"belum nak Sania. Tuan seno meminta ibu untuk membuat masakan untuk kekasihnya"

"kekasih?" heran Sania, "maksud ibu seperti apa? Sania juga melihat kedatangan empat orang dewasa. Jadi, yang mana orang tua den Sean. Setidaknya, Sania harus tahu untuk memberi tahu pantauan den Sean"

"sudah nanti ibu jelaskan. Sekarang kamu anatarkan makanan ini kekamar tuan Seno"

"kamar tuan Seno?"

"kamu keatas saja, sebelah kiri tepat kamar tuan Seno. Kalau tidak ada berarti diruang kerja"

Sania mengangguk lalu membawa nampan menuju tempat yang dituju Ajeng. Ia membuka pintu setelah mengetuk, namun ruangan kosong. Ia berbalik arah dan mendapati satu ruangan.

"masuk" jawab seseorang setelah Sania mengetuknya

Sania langsung memejamkan mata saat mendapati Nyonya Ranty berada dipangkuan Tuan Seno. Dengan gemetar, ia menghampiri meja kerja dan menaruh nampan makanan.

"maaf tuan saya menganggu"

"kenapa kau yang datang? Ajeng mana?" Sania berbalik, "bukankah kau pengasuh anak saya. Mengantar makanan seperti ini bukan tugas kamu"

"ibu Ajeng s---"

"sudahlah biarkan sayang. Dia sangat menganggu kita, waktu berduaan kita terpotong karena kedatangannya"

Cih, perbuatan kalian yang mengganggu mata suciku, Sania pamit undur diri, "saya permisi dulu tuan"

"sudah kau antar?" ajeng datang dan membawa nampan kosong yang dibawa balik Sania

"sudah bu, Sania menagntarnya keruang kerja tuan Seno" Sania mendekatkan diri pada Ajeng, "masa ya bu, Sania melihat sesuatu yang seharusnya tidak Sania lihat. Mata Sania ternodai" Sania meraup mukanya frustasi

Ajeng tertawa, "kamu ini, bisa saja bercandanya. Tapi hal itu memang sangat lumrah terjadi dirumah ini. Jadi, kamu jangan kaget"

"tapi bu, Sania masih bingung. Orang tua den Sean yang mana ya?"

Ajeng memboyong Sania kehalaman belakang rumah tuan mereka. Mereka duduk dikursi yang berhadapan langsung dengan taman.

"ibu juga kurang paham ya. Orang tua kandung den Sean itu tuan Seno dan Nyonya Karin. Ibu dikerjakan setelah kedua orang tua tuan Seno meninggal. Jadi, yang ibu tahu pernikahan mereka tidak akur sejak awal. Mereka memilih saling membuka diri jika memiliki pacar masing-masing"

"kenapa tidak pisah saja?"

"sst, kalau terdengar tuan sama nyonya bisa dipecat kamu" Sania menutup mulutnya, "ibu dengar, mereka mendapat amanah dari orang tua agar tidak berpisah. Jika berpisah harta mereka akan disumbangkan"

Sania mengangguk miris, kehidupan orang kaya tak seindah yang orang lihat

...~§~...

Mengobrol dengan Ajeng membuat Sania lupa waktu. Makan malam ia lewatkan, karena rasa kantuk lebih mendominasi saat itu. Kini ia terbangun dengan perut yang keroncongan.

Samar-samar terdengar tangisan bayi. Sania segera mendatangi kamar Sean.

"uluulu, den Sean kebangun ya" Sania membawa Sean kegendongannya

"den Sean temenin mba makan ya" Sean mengerjapkan mata berulang kali seakan menyetujui permintaan Sania, "yu, mba lapar banget nih"

Seperti rumah sendiri. Sania memasak mie instan seraya menggendong Sean. Sean yang digendongan hanya memainkan air liur dimulutnya.

"sedang apa kamu?"

Sania terlonjak kaget. Sania yakin ia akan melempar Sean, jika tidak ingat siapa tuannya.

"tuan, kagetin Sania" sebelah tangannya mengelus dada, "apa tuan gak lihat Sania lagi gendong den Sean. Kalau kelempar bagaimana?"

"cerewet" Seno menjenguk minum yang telah dituang dalam cangkir, "kamu sedang apa?" Seno memilih duduk dimeja makan menghadap dapur, seraya memperhatikan anaknya

"masak, Sania lapar"

"sini Sean biar sama saya saja. Kau urus dulu urusanmu" Sean mulai memberontak digendongan Seno. Sean terus merengek lama-lama tangisannya mulai terdengar.

"tuan sih gak pernah ada waktu untuk den Sean" Sania langsung menutup mulut saat Seno menatapnya tajam

"maksud kamu apa?"

"maaf tuan, Sania salah" Sania menunduk memilih menghabiskan mie instan

"sini tuan" Sean yang sudah tertidur dioperkan kembali kepada Sania. Dengan masih menunduk, Sania pamit undur diri seraya menunduk sopan

Seno menepuk pundak Sania, "kamu perempuan pertama yang bicara pada saya tanpa embel-embel 'berusaha menarik perhatian'" setelah itu Seno pergi meninggalkan Sania yang terpaku

Hah? Maksudnya?

Bab 03

Sania menyuapkan pisang yang sudah dihancurkan pada Sean. Pagi-pagi, ia dibangun kan oleh Seno karena Sean tak kunjung berhenti menangis.

Karin, selaku ibu kandung Sean ataupun. Seno, selaku ayah kandung Sean tidak berhasil menghentikan tangisan Sean. Sean baru berhenti menangis saat berada dalam gendongan Sania.

Bener-bener membingungkan. Orang tua yang sepatutnya dekat dengan anak terganti kan perannya hanya dengan seorang pengasuh.

"wah kamu sudah cocok jadi istri saya" Ucap Seno kala itu

Sania berdecih, ia menganggap perkataan Seno sebagai angin lalu. Sudah punya istri dan pacar, masih saja menggoda pengasuh anaknya.

"aaaa" Sean membuka mulutnya mengikuti Sania.

Untuk seukuran anak berusia lima bulan, Sean merupakan tipe anak yang pandai dan tidak menyulitkan. Walaupun belum bisa berbicara, ia seperti mengetahui setiap kata yang diucapkan Sania. Tentu saja, hal itu menjadi kebahagiaan tersendiri bagi Sania. Mendapat anak asuh yang tidak rewel.

"Anak ibu sudah wangi yaaa. Maaf ya hari ini ibu tidak bisa menemani kamu bermain" celoteh Karin didepan Sean

Sean mengerjapkan mata, bingung. Ia memainkan pisang halus didalam mulutnya dan disemburkan kepada Karin.

"Anak sia**lan" Karin mengusap kasar wajahnya, "ibu sudah dandan lama-lama!" bentak Karin

Sean menangis, tangannya menggapai-gapai Sania yang terdiam.

"sudah jangan tangis terus, pengang kuping saya! kamu memang jadi anak yang sangat menyusahkan!" Karin mencengkeram wajah Sean

"nyonya, maaf saya lancang. Tidak sebaiknya nyonya berperilaku kasar kepada anak sendiri. Terlebih lagi, den Sean masih sangat kecil" Sania menggendong Sean dan menenangkannya

"terserah! Sudah kau urus anak si***lan itu. Saya tidak mau tertimpa sial jika terus berada didekatnya"

Astagfirullah, anak telah menjadi titipan Allah. Seharusnya nyonya bersyukur karena masih banyak orang yang ingin memiliki anak, tetapi belum dikasih oleh Allah. Kata tersebut hanya tertahan didalam hati Sania, jika diucapkan bisa-bisa Sania kehilangan pekerjaannya

"duh den Sean jangan nangis terus dong" Sania mengusap air mata Sean yang terus turun, "pipinya sakit yah"

Seakan mengerti Sean mengangguk.

"Anak ayah kenapa nangis" Sean mengulurkan tangan pada Seno yang datang. Sania kira, Sean lebih dekat kepada Seno ketimbang ibu kandungnya sendiri

"kamu apakan anak saya!" Seno mengerang frustasi

Sania gelagapan, "bukan salah saya tuan" elaknya

"terus saya harus salahkan siapa? Pacar saya? Sudah jelas-jelas diruangan ini hanya ada kamu dan anak saya. Mau saya pecat?"

"tapi memang kenyataannya bukan saya! Tadi nyonya Karin datang, dan den Sean tidak sengaja menyemburkan makanan dalam mulutnya kepada nyonya Karin. Nyonya Karin marah-marah dan menyebabkan den Sean seperti saat ini" tunjuk Sania pada Sean yang masih sesenggukan

"apa! Dasar wanita kurang ajar. Masih berani dia menyakiti anak saya" Seno pergi dengan amarah setelah memberikan Sean pada Sania

Sania ada salah bicara ya? Sania mengendikkan bahu.

Sania membawa Sean kekamarnya. Ia membersihkan wajah Sean yang masih belepotan dengan pisang tercampur air mata.

Kain basah menjadi incaran Sean. Ia meremas-remas kain itu, dan tertawa saat melihat air yang memuncrat padanya. Kejadiannya terus diulang oleh Sean, lagi-lagi Sean tertawa. Sania menggeleng,

"bahagianya anak kecil cuma hanya karena hal remeh seperti ini ya. Makin dewasa, makin sulit aku untuk menemui kebahagiaanku sendiri" lirih Sania

"sudah-sudah, jangan main air nanti kamar kamu jadi becek kemana-mana" Ucap Sania

Sean menatap Sania bingung, dan kembali memainkan kain basah. Kali ini lengan kecilnya ia kibaskan kewajah Sania.

"hahahah, sudah nanti ayah kamu marah sama mba" Sania mengangkat Sean dan menggantikan baju lalu menaruh tubuh gempal Sean diatas kasur

Seno merengek tidak terima. Tangisannya kembali pecah jika saja Sania tidak mengalihkan pandangan. Sania memegang mainan mobil dihadapan Sean. Tampaknya Sean tidak perduli, kini ia sedang berusaha berbalik diatas kasur.

Tubuh gempalnya menyulitkan Sean. Terkadang ia cemberut jika kembali gagal berbalik.

"yeayyy den Sean berhasil. Akhirnya kamu bisa tengkurep juga" Sania mengangkat-angkat Sean ke udara

"eh awas anak saya jatuh" entah datang darimana, Seno tiba-tiba datang dan membawa Sean kepelukan nya

"maaf tuan, saya hanya senang karena den Sean sudah bisa tengkurep" Sania mengambil Sean dari gendongan Seno dan menaruh anak majikannya diatas kasur, "tuan lihat deh, den Sean lucu banget ya" Sania menepuk punggung Seno, tanpa sadar.

Seno mengernyit. Ia merangkul erat Sania, "kalau mau pegang saya jangan pura-pura pukul gitu. Saya tahu, pesona seorang Seno akan selalu memikat seorang perempuan"

"eh? Maksudnya? Sebelumnya maaf saya memukul pelan tuan, Sania cuma refleks" bela Sania, "lagi pula mana mungkin Sania terpikat dengan pesona laki-laki yang sudah memiliki istri dan pacar, ckckkck"

"apa maksudmu!!!"

"tidak tuan, tuan hanya salah dengar" ujar Sania seraya membawa Sean pergi dari hadapan Seno

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!