Panji Ariesta Akbar seorang laki-laki yang kini duduk di sampingnya serta berjabat tangan dengan ayahnya
kini telah selesai mengucapkan Ijab Qabul dengan sahutan kata sah dan alhamdulillah oleh beberapa orang yang menyaksikan momen sakral itu. Laki-laki tampan itu kini resmi menjadi suaminya. Suami dari seorang
perempuan bernama Alifa Rizka Claudia.
Rizka bingung harus sedih atau senang menjalani pernikahan ini, memang benar dia sangat ingin menikah
mengingat usianya yang telah menginjak dua puluh lima tahun, namun tidak begini
caranya terlebih dia menikah bukan dengan orang yang dia cintai.
Setelah selesai Ijab Qabul, Rizka menyodorkan tangannya menyalami Panji sembari tersenyum, begitu juga dengan Panji yang membalas senyuman nya namun Rizka tahu bahwa itu adalah senyum
terpaksa.
Beberapa jam setelah akad nikah selesai dilanjutkan dengan acara makan-makan antara dua keluarga. Akad nikah
berlangsung di kediaman orang tua Rizka.
“Malam ini, kamu nginap disini kan?”
tanya Bu Mira, pada anaknya, Panji.
“Enggak Ma, Panji pulang kerumah
aja,” Jawabnya tegas.
“Oh ya udah kalau begitu yang
penting besok kita harus tepat waktu pergi ke gedung tempat resepsi,” Jawab Bu
Mira.
“ Iya Ma.” Panji mengangguk.
Setelah selesai acara akad nikah dan silaturahmi dua keluarga tersebut, satu persatu pamit pulang termasuk kedua orang tua dan keluarga Panji, pamit kepada yang punya rumah yang tidak lain adalah orang tua Rizka.
“Aku pulang kerumah ku ya.” Pamit
lelaki itu.
“Iya Bang hati-hati,” Rizka menjawab tetap sambil tersenyum, jantungnya juga berdebar, entah apa sebabnya.Rizka sadar, pernikahan ini, memang tak diinginkan oleh lelaki itu. Harusnya dia tak perlu risau, sebab mereka akan menjalani pernikahan ini selama dua bulan saja.
***
“Kamu pasti kesal ya karena Panji nggak mau nginap disini?” pertanyaan dari Bu Zahra, pada Rizka yang sedang menghapus sisa make up di wajahnya.
“Enggak Bu. Rizka bisa maklum, karena ini bukan pernikahan yang kami inginkan. Pada dasarnya, kami juga nggak
punya hubungan dan perasaan apapun, semua terjadi karena salah paham,’ jawab Rizka. Namun, kalau boleh jujur, hatinya seakan teriris saat dia mengatakan itu.
“Sabar ya Nak, cinta pasti akan datang dengan sendirinya, seiring berjalannya waktu.” Bu Zahra menghibur anaknya.
“Iya Bu, Rizka nggak banyak berharap dengan pernikahan ini.”
Pernikahan mereka adalah sebuah kesalahpahaman. Panji lelaki berusia dua puluh delapan tahun itu, merupakan
seorang Jaksa Muda yang bertugas di wilayah Kabupaten, dan Rizka adalah seorang Pegawai Kontrak di salah satu Lembaga Pemerintahan. Ada pekerjaan Panji yang mengharuskan Rizka ikut serta untuk meneliti dan mencari data yang Panji butuhkan, sehingga mereka berdua pergi turun ke lapangan untuk mencari data
tersebut ke sebuah desa terpencil.
Nasib berkata lain, mereka dicurigai oleh warga sekitar karena hanya berduaan di dalam mobil dengan yang bukan
mahramnya, padahal mereka berdua hanya ingin meninjau dan memastikan suatu lokasi. Mereka tinggal di suatu daerah di mana adat dan nilai-nilai agamanya nya sangat kental, sehingga kejadian seperti ini mengharuskan mereka untuk dinikahkan secara paksa.
Terlebih lagi Panji merupakan seorang Jaksa yang sedang meniti karirnya, jadi dia tidak mau ambil pusing akan
masalah ini dan memilih menyelesaikan nya secara baik-baik. Dia juga tidak ingin masalah ini sampai terdengar kemana-mana.
Meski pernikahan mereka dilakukan secara paksa, bukan berarti mereka baru saling mengenal. Perkenalan mereka
sudah terjadi sejak beberapa bulan sebelum pernikahan.Namun, hubungan mereka hanya sebatas pekerjaan dan tidak lebih.
Hari Sabtu, resepsi berjalan dengan lancar hingga acara hampir selesai. Terlihat beberapa teman dan rekan mereka
berdua memberikan ucapan selamat, bahkan salah satu teman dekat Rizka, Vania,
tidak menyangka kalau Rizka tiba tiba menikah, padahal tidak ada pembicaraan
apa-apa dengannya mengenai pernikahannya.
“Sekali lagi selamat ya sahabatku, aku nggak nyangka ternyata diam diam kamu lebih gercep, padahal aku duluan yang tunangan tapi masih belum tau kapan dilangsungkan haha,” ucap Vania.
“Iya, aku juga nggak nyangka, doain semoga langgeng ya soalnya aku nggak mau jadi janda.” bisik Rizka pada Vania.
“Nggak boleh ngomong begitu, Rizka. Aku akan doakan yang terbaik.” Vania memberi semangat pada sahabatnya itu.
Tak ketinggalan rekan-rekan kerja mereka juga memberikan selamat terlebih atasan nya Rizka yang juga tidak menyangka dengan kabar pernikahan mereka.
***
Satu hari pernikahan, Rizka ikut suaminya ke rumah lelaki itu. Rumah yang sengaja Panji beli di daerah ini
dikarenakan Panji bukan berasal dari kota ini, namun dari sebuah kota besar yang jarak tempuhnya kurang lebih dua jam dari wilayah ini.
“Ada dua kamar kosong, terserah kamu mau gunakan yang mana.” Panji menunjuk ke arah dua pintu yang berderet.
“Iya Bang, yang ini aja.” Rizka menunjuk pada asebuah pintu.
“Tapi, kamar mandinya di luar kamar ya,” jelas Panji, sambil membantu Rizka memasukkan koper dan barang barangnya
ke kamar.
“Iya, nggak masalah, aku masuk ya. Mau istirahat. Makasih Bang.” Rizka pamit dan langsung menutup pintu. Dia
menghela napas berat, sikap Panji setelah menikah jauh berbeda dari yang dia
kenal saat hubungan mereka hanya sebatas pekerjaan. Lelaki itu lebih banyak
bercanda, namun sekarang justru terlihat dingin dan tak banyak bicara.
Rizka mulai menjalankan tugas pertamanya sebagai seorang istri, malam itu. Tanpa ragu, dia menyiapkan makan
malam untuk mereka berdua, dan kini, mereka sudah duduk saling berhadapan. Rizka melakukan ini, lantaran ingat pesan ibunya agar bersikap baik di hadapan suami, meski pernikahan ini bukan atas keinginan mereka.
“Ini semua, kamu yang masak? Setahuku, nggak ada bahan makanan apapun di kulkas.” tanya Panji heran.
“Nggak Bang, ini makanan tadi yang dibawakan ibu sebelum kita kesini,”
jawab Rizka sambil mengambilkan Panji makanan.
“Oh iya, makasih,” Jawab Panji singkat, dan mulai makan.
Wanita itu, menyungging senyum tipis, tanpa diketahui lelaki di hadapannya. Rasanya, baru beberapa jam hidup
sebagai istri, tapi Rizka menyukai kegiatan mereka malam ini, walau sekadar makan malam.
“Kamu bisa masak?” Panji bertanya, setelah mereka selesai makan dan sebelum Rizka masuk menuju kamarnya.
“Bisa Bang,” jawab Rizka. “Kenapa?”
“Nggak apa-apa, jangan risau soal makanan. Kamu nggak perlu repot-repot menyiapkan makanan. Kita bisa order aja.” Tegas Panji, lelaki itu memang berbicara pada Rizka. Namun, matanya terfokus
pada layar laptop, bukan kepada lawan bicaranya.
“Oke,” sahut Rizka singkat. Dia menarik handle pintu, lalu masuk ke dalam kamarnya dan meninggalkan Panji yang saat itu terlihat sangat sibuk.
Panji memang menatap layar laptop, tapi pikirannya tidak fokus kepada pekerjaannya, melainkan tengah memikirkan sesuatu yang menurutnya sedikit tidak wajar. Rizka masih saja mengenakan kerudungnya saat berada di dalam rumah. Lantas, dia ini dianggap suami atau tidak?
Jauh didalam hati Panji, ia cukup penasaran dengan perempuan bernama Rizka itu. Wanita yang ia kenal selama ini selalu terlihat cantik dengan hijabnya. Kekesalannya kali ini, dia anggap wajar. Sebagai suami, merasa pantas untuk melihat aurat istrinya. Tapi Rizka justru masih betah menyembunyikan rambutnya.
Sementara yang Rizka tetap teguh pada pendiriannya, benar Panji memang suaminya. Tapi hanya status saja untuk sejauh ini, Rizka tidak mau merugi sedikit saja. Ia tak membiarkan Panji untuk melihat auratnya lebih dari itu.
Lamunan Panji akan bayangan tentang Rizka tanpa kerudung, harus terhenti ketika deringan ponselnya yang sangat berisik, memecahkan keheningan di ruangan itu. Tisya memanggil, melakukan panggilan video. Lelaki itu tersenyum, sang kekasih yang dia rindukan akhirnya menghubungi.
“Halo sayang,” ucap Panji pada kekasihnya itu.
“Gimana, malam pertamnaya berjalan dengan lancar?” sindir Tisya dengan nada ketus.
Tisya bahkan mengetahui pernikahan Panji, hanya saja karena dia menyadari bahwa Panji pasti sangat mencintainya, dia tidak begitu khawatir dengan pernikahan mereka. Terlebih ternyata Panji sudah meyakinkan Tisya bahwa pernikahannya ini hanya sementara, dan meminta Tisya untuk bersabar.
“Kamu bicara apa? Aku nggak mungkin ngelakuin itu, bukan dengan orang yang aku cinta!” Panji menegaskan agar Tisya meyakininnya.
Tanpa Panji sadari ternyata suaranya yang besar didengar oleh Rizka dari dalam kamarnya. Rizka terduduk diam
mendengarkan semua, bahkan Rizka juga tahu kalau Panji itu memang sudah punya pacar. Dia semakin terbebani dengan pernikahan ini, berharap waktu cepat berlalu.
Tapi aku bisa apa mana mungkin aku membuat bang Panji sayang dan jatuh cinta padaku. Sementara ia sudah sangat sangat mencintai orang lain. Sekarang yang harus aku persiapkan adalah mental. Karena sekitar dua bulan lagi statusku akan berubah. Semoga masih ada laki-laki tulus yang mau nikahin aku.
Rizka sekarang hanya menunggu semoga waktu cepat berlalu dan Panji segera menceraikannya.
Sabar Rizka, dua bulan lagi. Ini hanya dua bulan. Setelah itu kamu bisa mencari laki-laki yang benar-benar
mencintaimu. Rizka mengelus dadanya,air matanya menggenang tak sanggup membayangkan nasibnya kemudian hari, statusnya akan berubah menjadi janda tapi perawan.
“Iya sayang aku percaya kamu kok, apalagi tadi mama kamu tiba di sini langsung nyamperin aku dan bilang kalau aku harus bersabar, dan dia sayang banget sama aku katanya tetap pengen aku yang jadi menantunya,” jawab Tisya dengan manjanya.
“Nah, kamu harus yakin dan sabar ya Sya.”
“Salah kamu juga, kenapa harus pergi berduaan dengan dia? Bukannya biasanya dengan Roby?”
Tisya mengetahui semua sebab pernikahan mereka.
“Iya, aku terpaksa karena dia yang tau tentang wilayah yang akan aku tuju. Waktu itu, Roby juga ada tugas ke tempat lain sayang,” Jawab Panji.
Rizka yang masih mendengarkan obrolan mereka dengan samar, hanya bisa diam dengan jantungnya berdegup
kencang, rasa sedih bahkan marah menjadi satu. Ternyata dia menyadari bahwa dia hanyalah istri dan menantu yang tak diharapkan.
🌸🌸🌸
Saya ucapkan terimakasih untuk yang baru mampir dan bergabung di novel ini, semoga menikmati setiap alur ceritanya ya... niat saya hanya untuk menghibur.
Kenalan sama author yuk, follow instagram author yuk
@rizki.taaaa
*PS : **Cinta Setelah Pernikahan, web series dengan nama yang sama sudah dirilis! Klik gambar di bawah ini untuk segera menonton loh~ Mohon dukungannya*
Hai , buat yang baru gabung di novel ini, selamat membaca ya semoga terhibur. dan betah lanjut membaca, jangan lupa tinggalkam komentar kalian ❤
***
Setelah selesai semuanya Rizka pun sudah mengenakan pakaian Dinas rapi. Jam menunjukkan pukul 6.30 tapi Panji juga belum keluar dari kamarnya.
Apa dia belum bangun? ya ngapain aku pikirin mungkin dia lelah, lelah bekerja atau berbincang dengan pacarnya itu.
Tiba tiba...
Cklekk
Suara pintu kamar Panji terbuka dan dia sudah berpakaian rapi, siap untuk berangkat ke kantor tidak lupa membawa Laptop dan berkas berkasnya.
“Aku duluan ya,” kata Panji.
“Nggak sarapan dulu bang?” tanya Rizka agak mengencangkan suaranya karena Panji sudah berada di pintu utama.
“Nggak sempat lagi, aku buru buru.” Jawabnya sambil berlalu.
Rizka terdiam, apakah ini memang kebiasaanya setiap pagi tak pernah sarapan atau karena malas melihat dah menghadapi dirinya.
Terserahlah, jalani saja, ikuti saja alurnya gimana maunya dia.
Dikantor Rizka
Semua orang yang melihat keberadaan Rizka dikantor terkejut
“Hah? Kok dia masuk kerja?” kata Neni rekan kantornya Rizka.
“Kenapa sih kalian kok pada kaget gitu?” tanya Rizka heran.
“Ya iya lah Ka, kok kamu nggak cuti sih kan ada jatah cuti menikah, malah masuk kantor.” Jawab mbak Yanti yang juga rekan kerjanya.
“Iya habis gimana lagi ngapain aku cuti tapi dirumah aja?” kata Rizka kesal.
“Lah emang pengantin baru ngga honeymoon kemana gitu?” Tanya Neni dengan keponya.
“Enggak, dia sibuk. Ada beberapa sidang dalam minggu ini.” jawab Rizka.
“Ya udah jangan kesal gitu dong nanti pasti ada waktu yang pas kok,” jawab Mbak Yanti menyemangati Rizka.
Rizka hanya tersenyum, sambil menghidupkan PC nya dan merapikan beberapa file pekerjaannya yang masih berantakan.
Dirumah.
Waktu menunjukkan pukul 9 malam. Panji baru pulang, sebenarnya bukan lembur. Waktu pulang kantor tepat jam 5 sore tapi kebiasaan Panji adalah duduk nongkrong dan ngopi bersama rekan rekan kerjanya.
Namun tak biasanya Panji pulang jam segini, biasanya lebih lama lagi. Ia khawatir dengan Rizka yang sendirian dirumah, walau dia tidak atau belum mencintai istrinya itu tapi rasa peduli dan khawatir masih ada dibenak nya mengingat tanggung jawabnya sebagai seorang suami.
Panji melihat ke garasi terdapat sepeda motor milik Rizka terparkir disana pertanda ia ada dirumah.
Panji membuka pintu dengan kunci yang ia bawa pintu Tak terkunci dari dalam karena sebelumya Panji dan Rizka sudah membicarakannya dan mereka telah memegang kunci pintu masing masing. Agar tidak saling mengganggu nantinya apabila salah satu dari mereka terlambat pulang.
Sepi amat, udah tidur kali ya?
Panji masuk ke kamarnya merebahkan dirinya diranjang melepaskan lelah, tak terasa ia tertidur selama 30 menit dan tebangun lalu bergegas mandi membersihkan diri. Setelah itu ia keluar dari kamarnya melihat keruangan dengan heran, beneran sepi banget kaya ngga ada orang, udah tidur atau dia keluar rumah. Tanya nya dalam hati dan tanpa ragu.
Tok tok tok
“Ka, kamu di dalam?” tanya Panji sambil mengetuk kamar Rizka.
Tak ada jawaban.
Panji mengeluarkan ponsel dari saku celana nya dan mulai chat Rizka.
Dddrrrt drrttt
Jaksa Panji, SH.
Begitulah nama Panji tertera di ponsel Rizka
Kamu dimana Ka?
Rizka yang tidak menyangka akan di chat oleh Panji langsung duduk dari rebahan. Ternyata ia berada di kamar, rebahan, dengerin musik sambil pake handsfree dengan volume kencang. Tentu saja ia tak mendengar Panji mengetuk pintu kamarnya, dan ia pun kemudian membalas chat Panji.
Aku dirumah bang, kenapa? Kamu dimana?
Balas Rizka sambil bergumam
Perhatian juga dia. Kirain sama sekali nggak peduli.
Depan pintu kamarmu. balas Panji.
Segera Rizka bangun dan buru buru mengenakan kerudungnya, Dan membuka pintu kamarnya.
“Udah pulang ya bang, maaf ga kedengaran, pake handsfree soalnya, ada apa bang?” tanya Rizka sambil mengeluarkan kepalanya di pintu, namun tidak membuka pintu sepenuhnya.
“Gak apa-apa kirain kamu diluar rumah, ohya udah makan?” tanya Panji.
“Udah bang tadi sore aku pulang kerja langsung beli makanan. Kamu sendiri?” Jawab Rizka yang sedikit bahagia karena Panji perhatian padanya.
“Udah tadi waktu di cafee bareng teman teman.” jawabnya lagi.
“Ka ini uang untuk belanja, satu bulan ya” sambil memberikan Rizka uang sebesar tiga juta rupiah.
“Oke, kamu sukanya makanan apa bang?” tanya Rizka lagi.
“Ehhmm bentar, apa nggak bisa kita ngbrol diluar kamar kok harus ngintip ngintip gini sih, tenang aja aku nggak akan macam macam kok sama kamu, jangan takut!”
Jawab Panji memalingkan wajahnya tanpa mau menatap Rizka.
“Iya Bang maaf, maaf.” sambil keluar kamar dan kemudian duduk di sofa ruang TV.
“Pertanyaan tadi jadi aku jawab nggak?” sambung Panji.
“Ya iya lah kan aku butuh jawabanya, jadi tau mau dibeliin bahan makanan apa.” jawab Rizka sambil membuka handsfree dari telinganya.
“Seafood, ayam, boleh. Kalau sayur aku nggak terlalu suka. Terserah kamu aja” jelas Panji.
“Oke baiklah besok pulang kerja aku belanja” jawab Rizka Tegas.
“Bisa sendiri kan? Naik motor?” tanya Panji.
“Bisa Bang, oh ya Bang mengenai tagihan listrik, air dan internet gimana? Aku akan ikutan bayar juga kok. Kan aku ikutan pakai” jelas Rizka panjang lebar.
“Apaan sih kamu ini, biar aku aja yang tanggung toh sebelum ada kamu juga aku bayar semuanya senidiri kan. Hahaha, aneh kamu” jawab Panji sambil tertawa lepas.
“Bukan gitu, aku kan ikutan pake semuanya Bang, jadi nggak enak kalo nggak ikutan bayar.” Rizka.
Panji tidak menjawab, hanya menggelengkan kepalanya.
Emangnya dia pikir dia ngekos disini apa, mau ikutan bayar tagihan, ada ada saja. Lucu banget sih. Pikirnya dalam hati.
Keesokan harinya,
Dipagi hari hujan deras, Rizka bangun kesiangan tidak sempat menyiapkan sarapan, hanya sempat berbenah diri persiapan ke kantor saja. Waktu menunjukkan pukul 7 tapi hujan tak kunjung reda.
"Haduh gimana ni mau ke kantor derasnya ga mungkin juga aku pake mantel pasti tetap basah, mau pesan taksi online juga pasti lama karena hujan macet, ya Allah.” Rizka berbicara sendiri dan Panji yang baru keluar dari pintu kamarnya tak sengaja mendengar ucapan Rizka tadi.
“Bareng aku aja yuk, aku anterin. Ntar kamu telat lagi. Yuk cepetan kita kan searah.” ajak Panji pada Rizka sambil masuk ke mobilnya.
Tanpa menjawab, Rizka langsung masuk ke Mobil. Mobil Panji pun melaju kearah tujuan mereka.
“Ntar sore pulang jam berapa?” tanya Panji.
“Biasa Bang, jam lima.” Jawab Rizka santai.
“Ya udah, tunggu di kantor aja ntar aku jemput kamu, sekalian kita ke supermarket.” ajak Panji.
Rizka tidak menjawab tapi malah bergumam dalam hati
nggak salah nih dia mau ngantarin aku belanja apa dia mulai peduli padaku? huh jangan ngarep Rizka. batinnya.
“Kok diem” Tanya Panji saat Rizka tak merespon tawarannya.
“Eh iya Bang, oke deh siap”
Memang tak ada kemesraan diantara sepasang suami istri itu karena memang pada dasarnya mereka hanyalah rekan kerja. Bicara pun kadang terlalu formal jika sudah menyangkut pekerjaan.
Waktu menunjukkan pukul 17.20 sore.
Panji belum juga menjemput Rizka, Rizka yang mulai bertanya tanya jadi jemput ngga sih. Kemudian mengeluarkan ponselnya hendak menelpon Panji namun tiba tiba ponselnya bergetar tanda chat masuk..
Aku sedang dalam perjalanan ke kantor kamu
Rizka melihat ponselnya dan ternyata ada chat dari Panji.
Oke bang hati hati
Balas Rizka singkat.
Setengah jam kemudian, tibalah mobil Panji tepat di depan Kantor Rizka. dan Panji melihat Rizka sudah menunggu di pintu utama. sambil tersenyum Panji membuka pintu mobil.
“Ayo.” katanya.
Rizka pun langsung bergegas masuk ke dalam mobil.
"Kita belanja di Supermarket Jalan Mawar aja ya Bang, soalnya aku mau beli burger di daerah itu. pengen udah lama banget.” ajak Rizka. dan Panji pun mengangguk tanda mengiyakan. arah tersebut adalah arah kerumah orang tua Rizka yang setiap hari ia lalui pergi dan pulang kerja.
10 menit kemudian, mereka hampir sampai di Supermarket.
"Padahal baru seminggu nggak lewat sini, tapi berasa udah lama banget." Kata Rizka sambil menoleh ke kiri ke kanan.
"Kamu rindu rumah ya?" tanya Panji yang seakan paham isi hati Rizka.
"Ya begitulah Bang, terutama rindu Ibu. kami kan nggak pernah terpisah jauh dan lama. kecuali waktu aku kuliah dulu.” Jawab Rizka.
"Ya udah kapan kapan kalau kamu mau pulang kerumah Ibu, silahkan.” sahut Panji sambil memarkirkan mobilnya.
"Beneran? tapi kamu ikut nggak?" Rizka setengah kegirangan. Wajahnya menghadap ke Panji yang masih fokus memarkirkan mobilnya.
Tapi Panji tidak menjawab dan sedang berpikir...
Gimana kalo aku ikut kan pasti jadinya sekamar sama Rizka. Itu nggak mungkin, bahaya.
Itulah yang ada didalam benak Panji.
“Oh iya kamu udah tau kan, kalo aku setiap sabtu pasti berangkat ke kota M, untuk kuliah?” Panji mengelak ajakan Rizka dan ini adalah alasan yang paling tepat untuk menolak agar Rizka tidak berkecil hati.
Memang benar Panji sedang melanjutkan studinya ke tingkat Pascasarjana di kota M tempat ia berasal. Dan kelasnya dihari Sabtu dan Minggu.
“Hehehe iya Bang aku lupa, yaudah kebetulan banget daripada aku sendiri dirumah mending aku kerumah ibu. Yeeyyy” .
Kali ini Rizka benar benar senang seakan bisa melepaskan dirinya dari kesepian karna di rumahnya Rizka bisa lebih bebas melakukan apapun, bisa bercanda tawa dengan Ibu, Ayah dan adiknya. Karena sebenarnya Rizka bukanlah tipe cewek yang pendiam melainkan ceplas ceplos, supel dan agak keras kepala. Tapi jika dihadapan Panji dia berubah 80 derajat.
Sesampai dirumah.
Sekitar pukul 6.15 sore mendekati Adzan Magrib, Rizka pun bergegas turun dari mobil dengan membawa sebagian belanjaan mereka dan dibantu oleh Panji, masuk kedalam rumah dan meletakkanya didapur. Lalu membersihkan diri untuk mengejar sholat magrib. Begitu juga dengan Panji.
Setelah sholat Magrib, Rizka keluar kamar menuju dapur dan mulai membereskan dan menyusun semua bahan bahan belanjaan tadi ke dalam kulkas.
Sekalian masak makan malam ah.
Pikirnya.
Cekleek
Tak lama kemudian Panji pun keluar dari kamarnya, menuju dapur untuk minum. Ia melihat Rizka yang sedang sibuk memilah milah bahan makanan. Rizka tidak menyadari bahwa Panji yang sejak tadi berada dibelakangnya sambil meemperhatikannya. Dan saat ia berbalik....
***
Bersambung
"Astaghfirullah, ih ngagetin aja! Tiba tiba udah dibelakang, kayak hantu.” Kaget Rizka yang agak marah, masalahnya jarak Panji terlalu dekat dengan dirinya hanya berjarak sekitar setengah meter.
“Asyik banget ya, sampe sampe aku udah keluar dari kamar, ngga tau? Hahaha.” Panji menertawakan Rizka.
“Iya Bang, aku mau masak makan malam nih, cah kangkung sama ayam goreng sambel kecap, kamu mau kan?” tanya Rizka sambil menyiapkan bahan bahan untuk memasak.
“Iya boleh, apa aja asal makan malam, aku bisa bantu apa nih?” Panji.
“Kamu duduk aja dulu Bang di ruang tv, biar aku yang nyiapin. Emangnya kamu lagi ngga sibuk biasanya kan pulang kantor masih tetap kerja?” Rizka.
“Nggak, alhamdulillah udah kelar semuanya adi di kantor, trus jadwal sidang juga masih minggu depan jadi bisa santailah beberapa hari ini, sini aku yang kupas bawangnya” jelas Panji sambil mengambil pisau dan talenan.
“Wah ternyata seorang Jaksa bisa mengupas bawang juga ya, nggak nyangka hahaha” Ejek Rizka pada Panji.
“Ya bisalah, namanya juga lajang tinggal sendirian harus serba bisa, aku juga sering masak kok. Kalau ada waktu. Bosen juga makan diluar trus” Panji.
Lajang. Hahaha Panji masih saja berpikir kalau dia masih lajang dia benar benar lupa jika perempuan yang ada disampingnya itu adalah istrinya. Istri sahnya.
Hening sejenak, yang ada dalam benak Rizka adalah Sekarang kan udah ada aku Bang, kamu ngga sendirian lagi dirumah, aku bisa kok ngerjain semua kerjaan rumah, masak, nyuci, beresihin rumah, semua aku bisa dan itu memang kewajibanku melayani kamu, meski kamu belum menganggapku sebagai Istri.
“Hahaha mau dong kapan kapan nyicipin masakan nya” Rizka.
“Iya boleh tapi sekarang aku dulu nyicipin kamu! Eh maksudnya masakanmu” Kata Panji keceplosan. Sebenarnya dia sengaja menggoda Rizka.
Deg.
Jantung Rizka berdegup kencang mendengar perkataan Panji barusan, padahal dia tau itu hanyalah candaan.
Duh Rizka kenapa pikiranmu kemana mana.
Makanan pun selesai dimasak, mereka pun makan bersama di satu meja, berhadapan. Namum hening tanpa percakapan. Tiba tiba Rizka merasa pusing dan mual, ia pun berlari Menuju kamar mandi ingin muntah. Panji pun heran dan mengejarnya.
“Kenapa Ka?” Panji heran.
“Nggak apa-apa Bang Cuma pusing tiba tiba trus mual, tapi nggak muntah kok” kata Rizka sambil keluar dari kamar mandi dan Panji menunggunya di depan kamar mandi.
“Ya sudah kamu istirahat aja ya.” Panji
“Iya Bang tapi aku belum beresin meja dan cuci piringnya, ntar kalo udah nggak pusing lagi aku beresin ya.” Kata Rizka sambil menuju kamarnya.
“Udah nggak apa-apa biar aku aja, kamu istirahat ya, kenapa kelelahan atau masuk angin?” Tanya Panji antara heran dan khawatir.
Rizka tidak menjawab hanya menggeleng dan langsung menutup pintu kamar, kemudian berbaring di tempat tidurnya.
Sementara didapur sambil membereskan piring di meja, Panji berfikir
Kenapa dia kok kayak orang hamil? Hamil? Belum aku apa apain kok hamil, nggak nggak.
Mungkin dia Cuma masuk angin atau ada yang dia sembunyikan?
Gumam Panji dan penasaran dalam hatinya.
Sementara di kamar Rizka,
Kayaknya aku mau menstruasi deh, tanggal berapa nih?
Rizka melihat ponselnya.
Oh iya bener udah tanggalnya.
Rizka berbaring dan tertidur hingga jam 11. Kemudian ia terbangun dan terkejut melihat kearah jam.
Ya ampun udah kemaleman belum sholat isya.
Rizka bergegas keluar kamar untuk wudhu, tanpa ia sadari ia tidak menggunakan kerudungnya dan langsung ke keluar.
Ternyata Panji berada diruang TV, berbaring di sofa sambil asyik dengan ponselnya. Mendengar Rizka keluar dari kamar, Panji pun langsung bangun dan melihat kearah Rizka betapa terjkejutnya Panji yang melihat Rizka tanpa kerudung dengan rambut lurus sebahu dan berwarna kecoklatan, Rizka mewarnai rambutnya.
“Belum tidur Bang?” Rizka bicara pada Panji sambil berjalan menuju kamar mandi tanpa melihat kearah Panji yang dari tadi sedang menatapnya. Memang kebiasaan Rizka semenjak menikah dengan Panji, jika berbicara dengannya Rizka tidak pernah menatap Panji. Beda saat dengan urusan pekerjaan.
“Hemmm belum ngantuk, kamu udah nggak apa- apa?” Tanya Panji. Rizka belum menjawab karena sudah terlanjur masuk ke kamar mandi, saat ingin buang air kecil
wah ternyata sudah haid, nggak jadi sholat deh
gumamnya.
Rizka pun keluar dari kamar mandi, menuju dapur hendak minum.
“Kamu belum jawab aku Rizka.” lagi lagi tiba tiba Panji berada dibelakangnya.
“Eh iya Bang, nggak apa-apa kok. Aku ada tamu bulanan, aku haid biasa kalo menjelang haid aku emang gitu suka pusing mual.” jelas Rizka sambil menuang air ke gelas tanpa menatap Panji.
“Oh gitu, aku kira kenapa.” Jawab Panji sambil menaikkan alisnya.
“Ehm kamu khawatir atau curiga bang, hayo. Aku tau apa yang ada di pikiranmu.” tuduh Rizka pada Panji.
“Enggak kok, yang ada dipikiranku sekarang itu tumben kamu keluar kamar tanpa kerudung, cantik.” Jawab Panji sambil tersenyum kearah Rizka.
“Hah apa? ya ampun.” Rizka memegang kepalanya dan berlari menuju kamarnya.
Ih benar benar lupa pake kerudung, malu banget sama Bang Panji ya udah terlanjur juga, lagian kan nggak dosa, dia kan suami aku.
Awalnya kaget dan panik menjadi senyum senyum sendiri.
Panji sudah masuk ke kamarnya dan berbaring ditempat tidurnya, melihat ponselnya tak ada telepon atau chat masuk, padahal sejak sore ia mengirimkan pesan pada Tisya kekasihnya namun hingga jam 12 malam belum ada balasan.
Mungkin dia sibuk.
Panji memejamkan mata.
Tanpa ia sadari saat memejamkan mata ia membayangkan Rizka yang ia lihat tadi tanpa kerudung, sambil senyum ia berkata...
“Manis juga, lucu lagi.” apa yang ada dipikiran Panji apakah ia mulai jatuh cinta pada Rizka.
***
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!