Percayalah, 'bim salabim atau abrakadabrak' itu tak pernah ada di dunia nyata. Semua butuh proses juga waktu yang tidak sebentar, terkadang membuat kita lelah dan putus asa.
***
Seorang pria berjalan terburu-buru ke arah mobilnya yang terparkir ditepi jalan setelah keluar dari dalam hutan. Dia seorang diri. Sekarang hendak pulang karena diberitahu oleh seseorang yang baru saja ia temui bahwa berangkas uang yang dia bawa sudah penuh, namun dia tak boleh membukanya sebelum sampai di rumah. Setelahnya dia bisa membeli apapun yang dia mau tanpa takut uangnya bakal habis. Semua akan berjalan sesuai keinginannya. Dia pulang dengan rasa bahagia juga puas.
"Apa imbalan untuk semua yang kamu berikan? "
"Itu urusan nanti, terpenting sekarang aku akan mengabdi kepadamu, "
Dia mengganguk antara takut juga senang. Seseorang yang duduk di hadapannya juga tersenyum.
"Baiklah, mulai sekarang aku akan memenuhi semua keinginanmu, jika aku membutuhkan imbalan, Aku akan datang menemuimu. "
Tak sempat berpikir jauh lagi, si pria mengangguk sekali lagi tanda setuju. Lalu seseorang itu menyuruhnya pulang.
Itu adalah percakapannya tiga puluh menit yang lalu. Sekarang dia sedang memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi agar segera keluar dari area hutan yang sepi. Beberapa kali, dia melihat ular menyebrang jalan, dengan sigap dia menginjak pedal rem dengan keras hingga tubuhnya seakan terjungkal. Seseorang yang baru dia temui mengatakan bahwa semua binatang yang ada di hutan ini adalah anak buahnya, dia berpesan agar pria itu berhati-hati. Walaupun terlepas dari binatang-binatang yang dapat dia lihat dengan mata telanjang, sebenarnya dia merasakan banyak pasang mata menyala yang melihatnya dari balik dahan pepohonan. Namun, tekad kuatnya atau lebih tepatnya rasa putus asanya dari kemiskinan mengalahkan segalanya. Bahkan rasa takut itu sendiri.
Sepanjang perjalanan pulang, banyak hal berkelabat dalam pikirannya. Salah satunya adalah keluarga kecilnya. Istrinya tercinta dan ketiga buah hatinya. Dia sudah bertekad akan membuat istrinya menjadi nyonya besar lagi agar tidak di cemooh oleh saudara-saudaranya bahwa mereka adalah orang kaya yang jatuh miskin. Anak-anak nya tidak boleh lagi menangis karena kelaparan. Si bungsu yang masih balita tak boleh lagi diejek kurang gizi karena tubuhnya yang kurus, tidak segemuk teman seusianya. Dia ingin mengangkat derajat keluarganya meskipun dengan caranya.
Dia sudah sangat muak di datangi penagih hutang yang selalu marah-marah karena tak sepeser pun hutangnya mampu dia bayar. Hutang seorang mantan pimpinan perusahaan tentulah tak sedikit, apalagi dulu dia punya ratusan karyawan yang harus dia gaji. Bahkan, mobil yang dia bawa sekarang adalah mobil rental yang sengaja dia sewa dengan modal nekat. Dia sangat berharap seseorang yang baru saja dia temui tidak berbohong. Ahh, roda kehidupan. Cepat sekali memutar nasib anak manusia, dari seorang raja menjadi seorang jelata. Begitupun sebaliknya.
Setelah berjam-jam mengemudi akhirnya dia sampai dirumahnya, keadaan sudah hampir pagi. Langit yang legam sudah mulai kebiruan. Istrinya yang membuka kan pintu nampak begitu cemas melihatnya.
"Papa, kemana saja? Kami semua khawatir papa tidak ada kabar, kami takut papa kenapa-kenapa. Apalagi yang punya mobil bolak-balik datang kesini sambil marah-marah. " Cicit istrinya sambil berlalu kedapur membuatkan teh hangat. Sedangkan si pria masih sibuk dengan berangkas uang yang ada dihadapkan nya sekarang.
"Papa kan sudah pamit ke mama mau cari uang untuk bayar hutang hari ini. Masalah mobil nanti papa bayar lebih rentalnya."
"Terus papa cari pinjaman kemana? Uang seratus juta itu bukan uang kecil, Pa. " Sahut istrinya dengan secangkir teh ditangan kanannya. Tanpa menjawab lagi dia membuka brangkas nya. Betapa terkejutnya mereka saat membukanya. Uang pecahan seratus ribuan tertata rapi disana. Bila di kira-kira jumlahnya sekitar lima ratus juta.
Belum sempat mereka saling bercakap mengenai uang itu. Tiba-tiba anak sulung mereka berteriak dari dalam kamar. Sontak mereka berdua setengah berlari menghampiri. Didalam kamar si sulung dan adik keduanya saling berpelukan dan menangis melihat si bungsu sedang kejang-kejang, matanya melotot ke suatu arah lalu darah segar mengalir dari hidung, mulut juga telinga. Dengan cepat sangat mama mengendongnya memanggil-manggil namanya berharap si punya tubuh segera sadar dan berhenti kejang-kejang. Sang papa yang panik segera menggiring nya ke mobil untuk membawanya ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, nyawa anak itu sudah tidak tertolong.
"Padahal dia tidak sakit, Pa. Mama yakin dia sehat. Sebelum papa pulang dia masih main-main sama mama kemudian tertidur lagi. " Jelas istrinya dengan tersedu di pemakaman anaknya. Mereka sangat bersedih dengan kematian anaknya yang mereka bilang tiba-tiba. Di tengah kedukaan itu seseorang yang tidak dia kenali datang pemakaman anaknya. Menyampaikan belasungkawa. Kemudian membisikan sesuatu di telinga si papa sebelum pulang.
"Ini adalah sebuah imbalan. "
Mata si Papa terbelalak mendengarnya, saat dia akan bertanya kepada orang misterius tersebut, orang tersebut sudah menghilang.
mohon maaf bila thypo bertebaran. 🙏 selamat membaca tulisan saya. Dinantikan selalu komentar nya baik kritik maupun saran.
Bandara Internasional Soekarno-Hatta
Drtt ... Drrt... Drrt
"Halo, ada apa? Aku baru saja tiba. Sorry, baru on. "
"Ah, kakak. Aku sudah menunggumu di tempat parkir. Apa perlu aku menghampirimu sekarang?"
"Hahh, aku kan sudah bilang. Tidak usah menjemputku, aku akan naik taxi. "
"Jadi kakak menolak jemputan ku? Baiklah, aku akan pulang sendirian. "
"Eits, jangan begitu. Oke, Oke, aku akan pulang denganmu. "
"Baiklah, aku share loc ya."
Pria muda bernama Jericho itu mendengus kesal sambil memasukan gadgetnya kedalam saku jaketnya. "Dasar anak nakal! " Umpatnya lirih kepada adik bungsunya yang baru saja menelponnya. Bukan tanpa alasan, itu karena dia sangat menyayangi adik bungsunya ini. Dia tahu adiknya baru saja bisa menyetir mobil. Dia tidak ingin hal buruk terjadi pada adiknya yang masih pemula.
Setelah sepuluh menit berjalan kaki, akhirnya dia sampai di parkiran. Seorang gadis yang tak asing di matanya menyambutnya dengan senyuman yang manis. Kedua tangannya terbuka lalu mendaratkan pelukan yang erat di tubuh Jericho. Dia pun membalasnya, kerinduan bertahun-tahun lamanya kini terobati. Meskipun sering menghubungi kakaknya dengan sambungan video namun tetap saja, melihat seseorang dengan nyata itu lebih menyenangkan.
"Mobilnya aku ambil alih, " Seru Jericho yang langsung nyelonong duduk di kursi kemudi. Adiknya hanya menurut saja meskipun sebenarnya dia ingin menunjukan kemampuan menyetir nya kepada sang kakak. Dia sangat paham pada kakaknya ini, dia orang yang keras. Sekali dia bilang tidak boleh, itu adalah larangan keras yang wajib di turuti meskipun dia sadar, jikalau dirinya sering melanggar itu.
Mobil mewah berwarna metalik yang mereka kendarai menyusuri jalanan kota yang padat. Ditengah kemacetan yang membosankan, Jericho mengedarkan pandangannya pada tepi jalanan yang juga penuh dengan lalu lalang orang, pedagang kaki lima juga para gelandangan. Jakarta tak banyak berubah, batinnya. Lima tahun menempuh kuliah di Inggris, diam-diam Jericho merindukan kebisingan kota ini juga penghuninya. Entah apa yang dapat dia bagi pada kotanya dengan gelar Magister yang dia miliki sekarang.. Entahlah.
Jarak antara kediaman orang tuanya dan bandara sebenarnya tidak terlalu jauh. Bila jalanan tidak padat, tiga puluh menit saja sudah sampai ke tujuan. Namun, bila macet begini bisa dua kali lipat bahkan lebih.
Dengan rasa penat yang menumpuk di badan karena perjalanan jauh. Jericho membuka pintu mobilnya. Dia telah sampai di rumah orang tuanya. Rumah mewah dengan arsitektur modern, nampak mentereng diantara rumah lainnya. Siapapun yang melihatnya pasti setuju jika menyebut rumah ini seperti istana. Bukan hanya terlihat mewah dengan fasilitas 'wah', namun beberapa pelayan juga tinggal di rumah ini.
Tanpa perlu aba-aba beberapa pelayanan berdiri menyambut Jericho dan adiknya. Menanyakan barang apa yang perlu mereka bawakan kedalam. Sedangkan dikejauhan, lebih tepatnya di dapur. Beberapa pelayan sudah menyiapkan minuman untuk mereka berdua.
Ada rasa senang juga sedih ketika Jericho menginjakkan kaki dirumah ini. Rasa duka, kehilangan orang tersayang. Terasa seperti embun basah yang meraupi mukanya. Lalu hatinya tak merelakan semua ini terjadi. Tapi hidupnya harus tetap berjalan apapun keadaannya.
"Mama ada dimana? " Tanya Jericho kepada salah satu pelayannya.
"Nyonya besar sedang menikmati kopi di balkon, tuan. " Jawab pelayan berseragam hitam dengan corak berwarna putih. Dia adalah Kepala pelayan disini. "Apa perlu saya memanggilnya? " Lanjut pelayan itu lagi.
"Tidak perlu, biar aku menghampirinya sendiri. " Dengan semangat Jericho menaiki anak tangga menuju balkon dilantai tiga rumahnya. Balkon itu di disain seperti mini cafe dengan lampu ornamen dan pemandangan kota yang cantik, sengaja dibuat demikian untuk membuat nyaman keluarga itu ketika berkumpul.
Kepulangan Jericho dari Inggris tak diketahui oleh sang mama. Dia sengaja memberinya kejutan. Hanya kakak dan adiknya saja yang tahu tentang kepulangannya ini. Mendengar kabar kematian sang papa sepuluh hari lalu membuat Jericho amat bersedih, ditambah lagi kabar dari adiknya bahwa sang mana sering murung dan mengurung diri membuatnya ingin buru-buru pulang.
Di kejauhan Jericho melihat siluet seorang perempuan yang tengah berdiri di tepi balkon. 'Itu pasti mama, ' batin Jericho senang. Ingin sekali rasanya dia segera mendarat kan pelukan padanya.
"Mama, aku pulang. " Seru Jericho lantang.
Namun perempuan yang dia panggil mama itu tiba-tiba berdiri menaiki pagar dan terjun tanpa mengucapkan apapun.
"Oh, nooo. Mamaaa... " Teriak Jericho sambil berlari ke tepi balkon. Air matanya turun tanpa diminta. Dia panik dan takut dengan apa yang dilihatnya barusan. Matanya nanar mencari tubuh mamanya di lantai dasar sana. Terasa oleh Jericho seseorang menepuk pundaknya dari belakang. Membuatnya amat terkejut.
"Jer, ini mama. Kenapa kamu teriak?? "
Eits, sabar ya pembaca. Tunggu lanjutan ceritanya dibab selanjutnya yaa. 😃
Tuhan menciptakan manusia hidup berdampingan dengan mahluk ciptaanNya yang lain, salah satunya adalah 'mereka yang tak kasatmata'.
***
Jericho terdiam menatap wajahnya perempuan parubaya di hadapannya. Beberapa kali dia mengedipkan kedua matanya dengan cepat untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa yang dia lihat adalah nyata. Dia tidak sedang berhalusinasi.
"Jawab mama, Jer. Kamu kenapa? " Paksa mamanya khawatir.
"Ta.. tadi aku lihat mama terjun dari atas sini, Makanya aku teriak," Jelas Jericho sambil menunjuk ke lantai dasar rumah mereka, kemudian dia memeluk tubuh mamanya erat. "Aku senang mama baik-baik saja."
"Mungkin kamu salah lihat, efek kecapekan. Kamu kan habis perjalanan jauh." Ucap perempuan teduh itu sambil mengiring Jericho untuk duduk. Sebelum beranjak tadi Jericho memastikan bahwa tak ada apapun dibawah sana. Pikiran Jericho berusaha mencerna apa yang barusan terjadi. Jelas-jelas dia melihat sang mama berdiri di atas pagar besi kemudian loncat. 'Jika ini mama lalu yang barusan siapa? ' Batin Jericho.
"Apa perlu mama ambilkan minum? Kamu sengaja ya pulang nggak kasih tau mama? "
"Tidak usah, ma. Aku tidak haus, duduklah, aku sedang rindu sekali dengan mama. " Ucap Jericho mengalihkan pikirannya yang tegang.
"Baiklah, dasar anak manja. " Seru mamanya sambil duduk di hadapan Jericho. Anak laki-laki satu-satunya yang sangat manja sikapnya terhadap sang mama. Dia adalah laki-laki yang sangat lembut kepada ibunya tapi keras terhadap orang lain.
"Kamu belum jawab pertanyaan mama, kenapa pulang nggak kasih tau mama? "
"Sengaja, Maafkan aku baru bisa pulang sekarang, ma. " Jawab Jericho sambil mengengam kedua tangan sang mama.
Mamanya hanya diam mendengar jawaban itu, matanya berkaca-kaca tanpa bisa dicegah air matanya jatuh perlahan. Rasa duka masih menjadi mendung yang mengelayut didalam hatinya.
"Mama rasanya belum siap kehilangan papamu, Jer. Dia belum sempat gendong cucunya, dia juga nggak akan lihat kamu ataupun Adel menikah." Suara mamanya terdengar parau diantara tangisnya. Bagi mereka yang setia terhadap pasangannya, kematian adalah satu-satunya pemisah mereka di dunia. Dan itu amatlah pedih bagi mereka yang di tinggalkan.
Tanpa berkata apapun Jericho memeluk mamanya kembali. Berharap pelukannya memberi kekuatan untuk sang mama agar bangkit dari kesedihannya. Sekeras apapun Jericho di luar sana, dia adalah laki-laki yang tak bisa melihat air mata perempuan jatuh apalagi itu ibunya.
"Sekarang tanggung jawab ada di kamu, kamu anak laki-laki mama satu-satunya. " Bisik sang mama pada Jericho.
"Aku janji ke mama akan jaga keluarga ini dan meneruskan semua usaha papa, "
"Mama pegang janjimu, nak. " Ditatap nya wajah anak laki-lakinya lekat-lekat. Mengamati fotocopy wajahnya sendiri pada putranya. Dia tersenyum perlahan. Di ikuti pula oleh Jericho.
"Makan malam datang, " seru adiknya dari kejauhan.
Nampak beberapa pelayan mengekor di belakangnya. membawa baki berisi makanan dan minuman. Tanpa perlu keluar rumah, keluarga ini bisa mendapatkan pelayanan ala restoran.
Berbagai macam menu terhidang dihadapan mereka. Para pelayan sudah pergi, tinggalah mereka bertiga disana. Teriakan Jericho tadi tak akan terdengar oleh siapapun karena saking luasnya rumah ini. Jericho dan mamanya pun tak ingin membahasnya lagi.
"Mata mama merah, habis nanggis yaa? " Celetuk Adel sambil menuang makanan ke piringnya. Belum sampai mamanya menjawab Jericho menyahut.
"Udah jangan di bahas lagi, aku sedang lapar, Del. Kakak kasih tau yaa, di Inggris itu susah cari sambal kayak gini. "
Jericho dengan jahilnya menaruh satu sendok makan penuh sambal diatas nasi adiknya yang tentu membuatnya berteriak tidak mau karena dia bukanlah penikmat makanan pedas.
"Mamaa, Kak Jeri nakal... "
Sang mama hanya geleng-geleng kepala menyaksikan tingkah kedua anaknya kemudian tersenyum. Begitulah Jericho dan Adelina, bila berjauhan saling rindu namun bila berdekatan sangat mirip dengan kartun legendaris Tom and Jerry.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!