NovelToon NovelToon

Dia Kekasih Senjaku

Ospek

Haiii ... haii para readers ... daku muncul lagi menjadi gadis sekolahan pada awalnya. Ahh kangen masa-masa punya the genk onyet-onyet 😂 bukan cinta monyet-monyet saja. 😘

Semoga syukaaa dengan cerita ini.

💞👇👇💞

__----------- __

Insan Aini, gadis berusia 16 tahun. Dia terbilang cantik. Kulit kuning langsat, bola mata tajam. Rambut sedikit pirang dan pendek. Pagi ini dia akan mulai mengikuti ospek hari pertama di salah satu SMA Negeri terkenal di kota ini. Rambut yang pendek jadi begitu susah diikat untuk dikepang dua. Intinya menurut Aini sendiri yang susah untuk di kepang.

Walau dia anak bungsu, dia tidak manja pada mamanya. Aini gadis yang mandiri, gayanya saja yang suka bermanja ria.

"Maa, Aini pergi ya," teriak Aini di pagi buta. Hari ini hari ospek pertama. Betapa bahagia dia mengganti seragam putih dongker menjadi putih abu-abu. Walau seragam yang dipakai masih dibeli dipasaran saja, belum hasil jahitan dari sekolahnya.

"Kamu sudah sarapan belum?" teriak mamanya dari dapur yang sedang membuatkan minum untuk suaminya. Papa Aini.

"Nanti sajalah Ma, Aini bawa bekal saja. Takut telat." Aini menghampiri mamanya dan menyalami tangan sang mama. Dia telah menyiapkan bekal tanpa merengek pada mamanya.

"Kamu diantar kakak?" tanya mama menyambut saliman tangan Aini.

"Tidak Ma, naik angkot sajalah. Menunggu kakak sama saja dengan datang terlambat, lama. Dia saja baru mandi." Aini juga mencium pipi mamanya.

"Rambut kamu tidak jadi di kuncir?" tanya mamanya saat Aini mencium pipi sang mama.

"Nanti saja di sekolah Ma, malu aku macam anak TK. Ikat sana ikat sini," Aini bersungut sedikit ketika membayangkan pita merah putihnya berkibar di rambut sedikit pirang.

"Terserah kamu saja. Kalau dihukum kamu yang jalani," kata mamanya santai. Aini hanya memberi cengiran khas. Mama Aini tidak pernah keras pada anak. Dia mempercayai urusan anak-anak tetap menjadi masa indah pada suatu hari nanti. Tugas mama Aini hanya mendidik dan mengarahkan anak. Biarlah segala sesuatu jadi keputusan anaknya.

Aini berlalu dengan cepat dan menunggu angkot di simpang jalan besar. Rumah Aini tidak dilalui angkot. Rumah Aini masuk gang, keluar gang walau mobil masih bisa masuk di area gang rumahnya. Aini bergerak dengan lincah.

Di sekolah ....

Para senior mulai berteriak mengumpulkan adik-adik junior. Dengan bergaya bak kakak-kakak yang punya hak penuh pada adik-adik junior. Rasa bangga terselip di hati para senior bisa dikenal oleh adik-adik junior.

Mereka semua diminta berbaris, masing-masing lokal dua baris ke belakang. Mata para senior mulai setajam elang yang hendak memangsa anak ayam. Mereka mulai mencari kesalahan para junior untuk meramaikan acara ospek ini.

Begitu juga dengan Raimon, seorang senior yang berkepribadian hangat. Namun di acara ospek ini, dia sengaja memasang wajah wibawa yang jutek. Matanya mengarah pada barisan adik-adik junior yang menjadi bagiannya. Aini yang tomboi lupa menguncir rambut. Maka hukuman pertama jatuh padanya.

"Ehh kamu yang tidak kunciran, sini maju!" teriak kakak senior dengan mengganas. Kakak yang bernama lengkap Raimon Anggara. Lelaki yang berusia 18 tahun. Dua tahun lebih tua dari Aini.

Aini sadar, dia lupa karena telat mendapat angkot dan hampir terlambat lupa menguncir rambut. Namun dia melirik kearah lain, mana tahu ada yang juga tidak kunciran. Melihat Aini mengedarkan pandangan ke arah lain, membuat geram si kakak senior.

"Apa yang kamu lihat, hanya kamu yang tidak kunciran!" tegas kakak seniornya membuat banyak pasang mata menoleh padanya.

Dia masih merasa ragu jika dia yang ditunjuk, maka Aini kembali menunjuk dirinya sambil berkata, "Saya Kak?" tanyanya dengan wajah tanpa dosa. Membuat dosa kakak senior karena harus mengumpat kesal dirinya di pagi hari. Dia tak mengira, gadis cantik itu begitu pembangkang.

"Iya kamu, siapa lagi!" kata kakak senior masih mengganas. Aini pun maju ke depan tanpa merasa bersalah. Senior yang lain terus mengatur barisan dan mencari salah junior-junior.

Aini telah berdiri di hadapan kakak senior. "Aku hadir Kak, memenuhi panggilanmu," ucap Aini dengan muka imut.

Jika tidak sedang ospek ingin Raimon tertawa mendengar kata-kata Aini yang polos tetapi penuh kejahilan. Tidak hanya Raimon yang ingin tersenyum, teman seangkatan Raimon berdiri tak jauh darinya juga menahan senyum. Lelaki yang terbiasa serius itu tiba-tiba tergerak hatinya untuk memperhatikan interaksi Raimon dan junior yang tidak dia tahu siapa namanya.

"Kenapa kamu tidak ikut mengikat rambutmu seperti teman-temanmu!" kata Raimon setelah memisahkan Aini dari barisannya.

"Sudah Kak, tapi mungkin lepas saat aku mengejar angkot," dia membuat alasan. Berharap lolos dari hukuman.

Senior-senior yang lagi non job hanya mendengar percakapan mereka berdua, namun teman dekat Raimon ingin tertawa mendengar alasan tak masuk akal Aini.

"Hmmm unik juga cewek ini, gaya acuh, tapi sikap manja kentara sekali," batin hatinya. Membuat dia menjadi lebih tertarik untuk mendengar percakapan Raimon dan Aini.

"Kenapa kamu kejar-kejar angkot? Harusnya kamu kejar itu cowok!" kata kakak senior mulai mengerjai Aini.

"Kalau kita kejar, berarti tanda apa Kak?" Dasar Aini sableng. Dia pula yang balik bertanya. Lebih mantapnya lagi senior malah masuk dalam perangkap.

"Karena Larilah!" jawab Raimon serius. Tanpa dia sadar Aini mengetawai dia di dalam hati.

"Tuh Kakak tahu, karena sopir angkot itu mau melarikan angkot maka saya kejar. Supaya saya tidak telat. Kalau cowok belum ada yang lari Kak, maka saya tidak pernah mengejar," jawab Aini suka hati.

Sebagian senior mengulum senyum mendengar jawaban asalnya. Satu senior tiba-tiba ikut serta dalam membully. Bukan Aini namanya kalau bisa dibully. Pasalnya baru TK saja dia sudah pandai membully teman. Dia masih suka membully teman, jika tidak ingat pernah mendapatkan hukuman saat itu oleh papanya.

"Jadi kalau saya lari kamu mau mengejar saya?" tanya sang kakak senior yang dari tadi sudah menyimak percakapan mereka.

Aini memindai wajah kakak senior yang baru ikut bertanya. Dia mempunyai raut wajah yang tampan. Hidungnya mancung dan kulitnya putih. Rambut hitam legam ditambah manik mata yang hitam begitu terlihat tajam membuat dia mendekati sempurna di mata Aini remaja.

"Kenapa diam?" tanya kakak senior kembali bertanya.

"Karena saya lagi memperhatikan Kakak, maka saya diam," jawab Aini polos dan begitu lugas. Membuat dua senior tersebut jadi menggemas.

"Sekarang sudah selesai memperhatikan saya?" tanya senior yang baru bergabung dengan Raimon.

"Sudah," jawab Aini tersenyum manis. Namun belum bisa mengalahkan manis madu lebah.

"Bagaimana wajah saya?"

"Masa Kakak tidak tahu wajah Kakak sendiri," ucapnya tanpa berniat memberikan jawaban pasti.

💕💕💕

Aini.

Senior Tampan Aini

"Bagaimana wajah saya?" Desak sang kakak senior kembali.

"Tampan, hampir sempurna di mataku," akunya begitu saja. Membuat dua senior tersebut terbatuk kecil.

Setelah mendehem kembali, teman Raimon bertanya, "Lalu apa kamu tidak ingin mengejar saya?" Perkataan yang begitu penuh godaan menurut Raimon, sanggup membuat dia terpana. Tak biasa sahabat satu ini mengeluarkan pertanyaan yang menurut dia aneh untuk ukuran temannya.

"Walau wajah Kakak tampan, saya tidak akan mengejar Kakaklah!" tegas Aini tanpa ragu-ragu.

"Kenapa?!" katanya kembali bertanya.

"Kalau Kakak lari untuk apa saya kejar, Kakak tidak punya hutangkan sama saya?" kata Aini dengan berani. Sebagian terkikik geli. Selama ini tidak ada yang berani mengerjai Rama. Walau Rama bukan pria dingin. Dia hangat namun terlalu serius.

Rama Surya, dia duduk di kelas tiga. Anak jurusan IPA dan bintangnya IPA. Sifatnya memang ramah hampir sama seperti namanya. Namun dia lebih serius dari teman-temannya. Pembawaan dia yang lebih serius membuat segan teman-teman jika ingin bergurau. Kini Rama habis-habisan diguraukan oleh siswa baru. Siapa yang tidak terkikik melihat. Seakan mereka merasa puas ada yang berani mengerjai Rama. Ahhhh betapa ironisnya nasib Rama di tengah kawan-kawan yang sudah lama ingin menjahili.

"Kamu berani juga ya sama senior?" kata Rama akhirnya serius.

"Kenapa saya harus tidak berani Kak. Kakakkan bukan hantu? Saya takut cuma sama hantu Kak!" kata Aini membuat telinga yang mendengar semakin ingin melihat kelanjutan drama Rama dan Aini.

"Nama kamu siapa?" tanya Rama kehabisan akal melawan gadis sableng di depannya. Rama mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan nama gadis cantik yang sableng di depannya.

"Insan Aini. Panggil saya Aini, Kak" jawab Aini berani memberikan nama lengkap. Membuat Rama dan yang lain geram-geram gemas dengan keberanian Aini memberikan nama lengkap.

"Saya tidak perlu nama lengkapmu, kamu kira saya petugas sensus apa!" tiba-tiba Rama kesal sendiri melihat gadis cantik penjawab.

"Yey yang bilang begitu siapa juga," gumamnya kecil. Namun Rama dan Raimon masih mendengar dengan jelas. Jika Raimon hanya tersenyum tidak dengan Rama. Tingkat gemas sudah mencapai level internasional. Dia ingin menghukum gadis cantik ini.

"Boleh aku ikut menghukum gadis pembantah ini Mon? tanya Rama pada Raimon. Rama tak enak hati melangkahi Raimon begitu saja. Dia yang tadinya cuma berniat ikut mengerjai malah jadi kesal dan ingin menghukum gadis cantik itu.

Raimon memang teman dekat Rama, dia tentu mengizinkan. Raimon belum pernah melihat Rama seantusias ini menanyai siswa/i ospek pada tahun sebelumnya. Bahkan dengan teman wanita yang lain Raimon hanya say hello.

Rama masih terkenal dengan jomblonya. Banyak teman leting yang menaruh hati padanya namun dengan sikap Rama yang serius, mereka hanya memendam dan bahkan ada yang melupakan rasa cinta monyetnya.

"Oke, kamu yang urus," kata Raimon memberi izin sepenuhnya.

"Sini kamu ikut saya," perintah Rama pada Aini.

"Baik-baik ngomong kenapa," kata Aini merasa tak suka dengan cara Rama yang main perintah. Aini merasa dia seperti anak buah Rama yang melakukan kesalahan. Rama tertegun dengar nada Aini yang tak suka.

"Ayo ikut kakak," ulang Rama dengan nada lebih lunak. Rama beranjak dan duduk di bangku panjang yang ada pada setiap lokal. Aini mengikuti tanpa bantahan lagi. Rama duduk di bangku panjang tersebut dan meminta Aini tetap berdiri. Jelas membuat Aini kembali panas.

"Kamu tinggal di mana?" tanya Rama serius.

"Di rumahlah Kak." Aini tak berniat menjawab serius. Dia justru ingin mengganggu kakak kelas tersebut. Dia berniat membalas ulah kakak kelas yang memintanya hanya berdiri.

"Saya tahu. Maksud saya rumah kamu di mana?" tanya Rama masih serius.

"Ya saya tinggallah Kak, masa bisa saya bawa-bawa rumah sebesar itu. Berat mah Kak!" Aini semakin julid saja.

"Kamu bisa sopan tidak jawabnya?" Rama mulai terpancing emosi walau nada masih terdengar lembut.

"Kurang sopan apa sih Kak? Kakak sopan tidak, belum kenal tanya-tanya aku tinggal di mana!" Aini juga ikut emosi karena dikatakan tidak sopan.

"Memang salah kalau saya tanya kamu tinggal di mana!" kata Rama heran. Dia merasa tidak ada salah bertanya alamat. Apalagi mereka akan satu almamater dan satu gedung walau hanya setahun lagi.

"Tidak salah juga sih," jawab Aini tanpa dosa.

"Lalu masalah di mana?" kata Rama mendesak Aini.

"Di sini, di saat aku berdiri, sedang Kakak enak-enakan duduk dan bertanya alamat aku." Aini protes besar-besaran. Intinya dia tidak suka di perlakukan macam anak SD kena hukuman oleh guru.

"Jadi kamu protes?" tanya Rama menelisik wajah kesal Aini. Ada kesenangan tersendiri tiba-tiba hadir di hatinya saat melihat Aini cemberut.

"Gak berani juga sih sebenarnya kalau bukan karena penat berdiri sambil ditanya-tanya," jawab Aini makin asal. Teman-teman seletingan Rama yang tak jauh dari sana makin penasaran apa yang akan Rama lakukan pada gadis berkulit kuning langsat itu. Mereka dari tadi melihat Aini asyik berdebat, membuat emosi Rama naik turun.

"Kamu mau duduk dekat saya?" tawar Rama serius. Namun Aini malah menolak dengan alasan di buat-buat.

"Mana aku mau ah Kak, macam orang sedang mojok saja!" sentil Aini makin membuat Rama gemas campur kesal.

"Kamu pikir saya mau mojok dengan kamu!" olok Rama.

"Ya mana tahu. Hati, hati Kakak yang punya kok tanya saya," jawab Aini lagi.

"Larilah kamu dulu, dua putaran lapangan basket itu!" perintah Rama. Rama benar kesal lihat Aini asyik mendebat dia saja.

"Saya berani menolak Kak kalau soal lari, maaf!"

"Alasannya!" tegas Rama.

"Saya tidak bawa baju ganti. Saya tidak sudi seragam saya basah oleh keringat. Kakak cukup paham dengan alasan yang aku utarakan?" Aini menolak dengan tegas juga.

"Jika saya menolak?" tanya Rama penasaran.

"Saya akan laporkan Kakak pada kepala sekolah atas tindakan ospek di luar batas!" ancam Aini serius.

"Hahahahaha, kamu berani sekali ya." Rama tertawa ngakak. Gadis polos yang terlihat manja ini siapa duga kalau dia keras kepala dan berani.

"Terserah! Pastinya saya tetap tidak sudi di suruh lari!" Aini masih bersikeras menolak.

"Baik, kamu ambil bukumu. Kamu minta semua tanda tangan semua kawan satu angkatanmu! apa itu kamu juga tidak bersedia?"

"Oke, saya bersedia kalau itu."

"Siapkan dalam dua hari."

"Haa dua hari? Kakak pikir panjang tak itu?"

"Kenapa?"

"Apa mungkin hanya dalam dua hari?" tanya Aini ragu.

"Bisa, kalau kamu serius!"

"Ok." Lalu Aini kabur dari hadapan kakak senior tampannya.

Sepeninggalan Aini, Raimon mendekati Rama. "Menarik ya Ram?"

"Mengesalkan yang benarnya!"

"Awas jatuh cinta kalau terlalu kesal," kata Raimon.

"Gak rugi juga kalau jatuh cinta sama dia. Dia cantik juga. Cuma sifatnya itu bisa mati muda kalau jadi lakinya!" kata Rama serius, Raimon tergelak.

"Kenapa kamu tertawa?"

"Habis kamu mikirnya jauh amat. Belum tentu juga dia mau sama kamu walau kamu tampan."

"Bukan tipe aku, aku suka cewek dewasa dan serius. Tampak sama kamu tadi, tidak ada serius sedikitpun kelakuannya.

"Apa hukuman kamu beri?"

"Aku minta kumpulkan tanda tangan seluruh kawan satu letingnya."

"Gila kamu Ram, menyusahi gadis cantik itu!" teriak Raimon.

"Tak tega? Bantulah dia!" kata Rama.

"Hmmm Raja Tega!" Raimon merutuk dan Rama hanya tersenyum miring.

Siswa/i ospek sedang istirahat. Raimon melihat Aini sibuk mengumpulkan tanda tangan kawan letingnya. Tingkah yang ramah dan ceria seolah bisa menyatu di kalangan teman yang baru dikenalnya. Namun Raimon merasa kasihan melihat gadis itu kesana-kemari. Raimon jadi menyesali membiarkan Rama ikut ambil bagian mengerjai gadis itu.

"Kenapa? Kasihan?" olok Rama.

"Aku doakan kau cinta dan ditolak gadis itu!" Raimon setengah mendoakan setengah menyumpah.

💕💕💕

Hukuman Aini

"Maaaaa ...." panggil Aini saat pulang sekolah. Aini sengaja berteriak di depan pintu melampiaskan sedikit kesal hati karena kena hukuman. Dia siap mendengar repetan mamanya karena tidak mengucapkan salam saat pulang.

Aini sengaja cari marah mamanya. Namun seperti hari-hari biasa, Aini hampir tidak bisa membuat mamanya marah. Mamanya hanya berkata lembut dan penuh cinta.

Mama membukakan pintu mendengar anak bungsunya berteriak. "Anak mama kok jadi tarzan hutan?" goda mamanya. Mamanya tahu anaknya lagi kesal bukan berniat tidak ada etika. Mamanya juga sangat paham Aini mencari-cari cara agar mamanya marah.

"Anak mama kenapa? seperti lagi kesal?" tanya mamanya lembut menyambut saliman Aini. Aini duduk di sofa tamu di ikuti mamanya.

"Maaa, aku benar di hukum loh jadinya karena doa Mama," Aini mengadu pada mamanya dan belum berniat untuk mengganti baju seragam yang masih melekat di tubuh.

"Ohh ya? Doa mama yang mana?" tanya mamanya pura-pura tak ingat. Mamanya tak berniat mendoakan anak yang tidak-tidak.

"Mama benaran lupa atau pura lupa?" Aini bertanya dengan muka sewot. Membuat mamanya gemas dengan kelakuan anak bungsunya yang jauh berbeda dengan anak sulungnya yang tenang dan serius.

"Maafi mama, cantik. Habis kamu itu suka memandang sesuatu dengan sepele. Apa salah kamu ikat saja dari rumah. Tidak kamu saja yang kuciran pakai pita merah-putih itu." Mama baru memberikan anaknya pengarahan ketika waktu luang begini. Aini keras kepala dan tidak bisa main masuk saja jika ingin menasehatinya.

Apalagi mamanya sangat paham usia Aini yang baru memasuki SMA. Anak seusia ini hanya menganggap benar perkataan diri sendiri dan teman saja. Mereka harus di beri pengertian bertahap tidak bisa main door di tempat.

"Mmm iya sih," jawab Aini macam tak ikhlas.

"Kena hukumlah anak cantik mama?" tanya mama sambil mengusap-usap rambut anaknya yang pergi tak berpita pulang juga tidak. Tanda dia tidak ada mengikat rambut sedikitpun. Usapan lembut tangan mamanya membuat adem isi kepala yang sempat panas.

"Pastilah Ma, apalagi seniornya Aini balik kerjai. Gondokan pasti dia Ma," jawab Aini dengan kekehan puas.

"Kamu ya Nak, dari kecil casing saja yang kalem padahal nakal kamu ini kelewatan," kata mamanya lembut.

"Bukan nakal Ma, jahil. Gak boleh bilangi anak nakal. Nanti jadi doa loh lagi," ucap Aini serius.

"Iya cantik, mama ngaku salah dengan anak pintar mama," ucap mama Aini sportif.

"Apa hukumanmu?" tanya mamanya.

"Minta tanda tangan kawan seleting dan itu seluruhnya Maaa ...." Aini memanjangkan nada.

"Duhh kenapa sampai hati mereka menghukum anak cantik mama ini?"ucap mama pura-pura sedih. Mamanya sangat mengetahui jelas, jika Aini tidak tertekan. Mamanya hanya menganggap angin lalu jika itu tidak merusak mental anaknya.

Mama Aini ingin hal itu akan jadi kenangan indah anaknya nanti setelah dia melewati masa remaja.

"Yeee gaya mama saja pura sedih, padahal ikut senang ada yang bisa ngerjain anak cantiknya," kata Aini sambil tertawa. Aini lalu asyik menceritakan apa yang terjadi di saat ospek tadi. Dia sudah lupa dengan kesal hatinya.

"Jadi tampan tidak kakak seniormu?" tanya mamanya seperti mengajak berteman pada anaknya. Mama Aini sengaja tidak berlaku otoriter pada anak seusia Aini. Aini butuh teman cerita bukan butuh orang tua yang menceramah panjang pendek.

"Weew tampan Ma," aku Aini yang melihat Raimon dan Rama yang tampan. Walau Rama lebih tampan di matanya.

"Naksirlah anak mama tuh?" goda mamanya sambil menyenggol lembut hidung mancung anaknya. Mamanya gemas melihat hidung kecil mancung anak bungsunya. Padahal dia dan suami tidak mancung. Mamanya sangat suka melihat film india waktu hamil Aini. Mamanya rela merajuk jika suaminya tidak membelikan kaset film india yang di minta.

"Naksir apa Ma? Kesal yang ada iya. Sudah dia ikut-ikutan. Dia pula yang terpancing emosi dan menghukum Ai dengan nyusahi anak cantik mama ini saja," ucap Aini jenaka.

"Hati-hati nanti naksir loh kalau terlalu kesal," ucap mamanya masih terus menggoda putrinya.

"Tak apalah kalau iya, tampanpun, bisa Ai pajang di kotak kaca," kata Aini membuat mamanya tergelak.

"Makan sana, mama sudah buat lauk kesukaanmu, lengkap dengan sayurnya." Mama mengusir lembut anaknya.

Cup ... satu ciuman Aini daratkan di pipi mamanya. "Makasih Ma, suatu saat kelak aku akan jadi istri dan ibu yang baik seperti Mama," puji Aini. Mama tersenyum lembut.

"Tapi ganti bajumu dulu ya Nak, dan cuci dulu mukamu yang terkena debu." Mamanya masih meminta dengan lembut.

"Ok Mam, biar gak jerawatan dan biar fresh," ucap Aini sudah paham dengan permintaan mamanya untuk mencuci muka jika sudah berjam-jam dari luar rumah.

Malamnya mereka makan bersama dan setelah itu bercanda di ruang keluarga sudah menjadi rutinitas keluarga Aini. Papa dan mamanya selalu menyempatkan untuk bersenda-gurau pada anak-anaknya walau dua putri mereka telah mulai beranjak remaja.

"Paa, tadi Aini kena hukum loh ...."Aini mulai mengadu pada papanya.

"Kenapa adek kak Meisy yang cantik ini kena hukum?" tanya papanya melibatkan anak sulungnya yang sedikit pendiam.

"Gak tahu Pa, Aini tadi belum cerita sama kakak," jawab putri sulungnya.

"Kenapa kamu kena hukum sayang?" tanya papa akhirnya langsung pada Aini.

"Tuh Pa gara doa mama," ucap Aini bercanda menyalahkan mamanya.

"Loh kok mama sih sayang," ucap mamanya pura-pura memelas. Semua hanya tersenyum.

"Itu semua karena telat ngejar angkot dan akhirnya lupa ikat rambut Pa," Aini kembali mengadu pada papanya.

"Lalu itu salah siapa?" tanya papanya.

"Salah kakak Pa," kata Aini lagi mengenakan kakaknya.

"Kok kakak sih Dek, kamu ini suka nyalahi orang deh Dek," kakaknya pura-pura sewot. Dia sangat tahu adiknya bercanda.

"Kakak gak antar aku sih tadi, weew," dia menjulurkan lidah pada kakaknya.

"Adek yang gak mau Pa," tak urung juga kakaknya memberikan penjelasan.

"Kenapa gak mau tadi pagi diantar kakakmu?"

"Kak, tolong bilang jam berapa Kakak siap mandi tadi pagi?" Sang kakak hanya nyengir ikut mengaku bersalah.

"Besok boleh minta antar gak Pa?" rengeknya manja.

"Tumben anak manja papa minta antar?"

"Biar cepat sampai Pa, jadi sempat minta tanda tangan, waktunya hanya tinggal sehari besok Pa, banyak Pa, 200 orang murid yang harus Ai minta Pa."

"Ohhh hukumannya minta tanda-tangan."

"Iya Pa."

"Tanda-tangan Papa gak?"

"Gak Pa, besok saja kalau ada sumbangan-sumbangan atau terima raport juga boleh."

"Iya Sudah, besok papa antar. Sekarang tidurlah kalian lagi. Hari sudah jam 9 malam."

"Siap Pa Boss sayang," ucap Aini. Kakak dan mamanya hanya senyum-senyum.

Sepeninggalan anak-anaknya ke kamar. "Walau mereka sudah besar rasa masih punya anak kecil saja ya sayang lihat perangai anak-anak kita," ucap papanya Aini.

"Iya Bang, adek kadang gemas lihat kelakuan anak bungsumu Bang. Jahilnya itu kok gak hilang-hilang.

"Loh kalau soal itu jangan heranlah kamu Dek, abang rasa Aini foto kopi kamu. Sekarang saja kamu sering jahili abang sama anak-anak," ucap papanya Aini bercanda dengan istrinya.

"Iya ya Bang, satu foto kopimu Bang. Pendiam dan serius."

"Adil ya Dek pembagian kita. Bagaimana kalau kita buat adik laki-laki buat mereka," bisik papa Aini menggoda istrinya.

"Sudahlah sayang, sama saja itu, laki-laki ataupun perempuan asal kita amanah dengan titipan Tuhan itu," ucap mama Aini.

"Ya sudah kalau tidak ingin anak kecil lagi, tapi bolehkan abang melepas capek bersamamu?" kode suaminya.

"Sudah tua masih saja seperti anak muda," ucap mama Aini manja. Merekapun menuju peraduan mereka.

💕💕💕

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!