NovelToon NovelToon

Mr. Adipramana Memilihmu

Prolog

Di Gedung Kantor Pusat Adipramana Grup

 

 

Tok!, Tok!, Tok!.

Pintu ruang presiden direktur diketuk oleh salah satu sekretaris.

 

 

"Masuk!" Sahutan dari orang yang berada di dalam ruangan tersebut.

 

 

"Maaf Tuan, Hari ini ada pertemuan dengan salah satu klien dari perusahaan Liow. Mereka minta pertemuan diadakan di Restoran X pukul tujuh malam." Informasi yang diberikan oleh salah satu sekretaris kepada Presdir Adipramana Grup.

 

 

"Kenapa dadakan, Gia?!" pertanyaan dengan nada tinggi yang diberikan kepada sekretaris itu yang bernama Gia oleh Asisten pribadinya presdir.

 

 

"Maaf Tuan, saya sudah meminta perubahan jadwal ulang namun mereka tetap meminta untuk dilakukan hari ini juga." Jawab sekretaris itu dengan perasaan kaget kalau akan jadi seperti ini.

 

 

"Aturkan saja jadwal untukku!" Sahut Presiden Direktur perusahaan Adipramana grup yang sudah ia kelola atau bahkan ia bangun dari sepuluh tahun yang lalu. Ia menjawab dengan mendongakkan kepalanya yang dari tadi hanya fokus melihat layar Laptopnya saja.

 

 

"Baik tuan, permisi!" Sekretaris itu pun keluar dan kembali ke tempat kerjanya.

 

 

"Ren, lo bukannya hari ini ada kencan sama si Cantik?" Asisten pribadinya.

 

 

"Siapa?!" Rendra. Presdir Adipramana grup

 

 

"Si Cantik." Jawab Asistennya

 

 

"Siapa?! " braak! Suara meja yang baru saja dipukul. Rendra menjawab dengan memukul meja karena suasana hatinya yang sedang tidak bagus.

 

 

"Wih! Santai dong bro. Calm, si Cantika pacar lo bukannya nanti malam kalian mau kencan berdua?" Tanyanya lagi yang masih sabar dengan sikapnya Rendra tadi.

 

 

"Tidak Jadi!" Jawab Presdir itu yang terlihat sedang disibukkan oleh pekerjaannya.

 

 

"Hah! Kenapa? Lo cari masalah ya. Kalau dia marah sama lo gimana ? Kan dia orangnya lebay. Ngurusnya ribet ntar kalau udah ngambek. Nanti gue lagi yang kena buat urusin masalah lo berdua." Jawab Asistennya dengan nada penasaran dan kesal.

 

 

"Tugas lo apa?!" Jawabnya dengan nada yang sedikit meninggi kesal.

 

 

"Asisten Lo."

 

 

"Kalau sudah tahu jalanin aja." jawab dengan perasaan yang masih kesal karena masalah tadi pagi yang membuatnya terpikirkan sampai sekarang. "Rio." Panggilnya kepada Asistennya yang juga sahabatnya.

 

 

"Ada apa tuan ku?" Rio.

 

 

"Hemm.., Tidak Jadi." Rendra.

 

 

"Memang ya, kalau orang yang lagi banyak pikiran gitu. Gak Jelas!" Rio.

 

 

"Keluar!" Rendra.

 

 

"Iya, iya. Gue diam saja kalau begitu." Rio.

 

 

Mereka melanjutkan pekerjaannya dengan suasana hati Rendra yang sedang tidak bagus. Jadi, mereka pun hanya saling diam-diaman saja sebelum Rendra yang memulai pembicaraan atau memang ada hal penting yang harus dibicarakan.

 

 

Rendra Adipramana seperti seorang presiden direktur pada umumnya yang memiliki sifat tegas dan bertanggung jawab. Jika, bagi orang lain kebanyakan lebih penting pacaran dibanding bekerja. Berbeda dengan Rendra yang selalu mengutamakan pekerjaan.

 

 

Kenapa begitu? Karena, perusahaan Adipramana grup ini adalah perusahaan yang ia bangun sendiri dari yang belum berupa sebuah perusahaan besar menjadi sebuah perusahaan besar dan ternama.

 

 

Banyak para mahasiswa yang baru saja lulus kuliah berharap akan keterima kerja di perusahaan besar ini. Perusahaan yang dikenal sebagai perusahaan yang menjadi incaran beberapa orang yang ingin bekerja.

 

 

Terutama bagi orang yang ingin mengubah masa depannya menjadi lebih baik. Karena, perusahaan yang dimiliki Rendra tidak akan sembarangan merekrut seseorang jika orang tersebut tidak memenuhi kualifikasi.

 

 

Selain seseorang yang tegas dan bertanggung jawab, Rendra juga dikenal sebagai incaran wanita-wanita yang ada di perusahaannya. Lagi pula siapa yang tidak akan terpikat dengan ketampanan pria berumur dua puluh enam tahun itu.

 

 

Flashback

 

 

Sepuluh tahun yang lalu

 

 

"Pa." Panggil seorang anak remaja yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas.

 

 

"Iya, kenapa Ren?" Tanya papanya Rendra yang sedang bekerja mencari uang untuk menafkahi keluarganya.

 

 

"Aku ingin bertanya sesuatu boleh?" Rendra yang mengutarakan maksudnya terlebih dahulu.

 

 

"Tanya saja Ren, ada apa?" Papanya yang semakin dibuat penasaran dengan anaknya.

 

 

"Apakah papa tidak lelah berjualan bakso seperti ini?" Tanya Rendra yang melihat papanya setiap hari pulang malam untuk berjualan bakso di ruko yang mereka punya. Seperti yang sedang mereka berdua lakukan sekarang.

 

 

Rendra yang setiap hari sekolah pagi dan pulang siang selalu menyempatkan diri untuk membantu papanya berjualan bakso di ruko. Selain karena sikap berbakti kepada orang tua. Ia juga sangat menyayangi kedua orang tuanya.

 

 

"Rendra dengarkan papa. Kita ini bukanlah keluarga kaya yang bisa mendapatkan uang setiap bulannya mungkin bisa puluhan kali lipat dari keuntungan jualan bakso kita ini. Kalau kita tidak berjualan bakso apakah kita akan bisa tetap hidup?"Jelas papanya dengan panjang dan lebar.

 

 

"Aku mengerti hanya saja aku tidak tegas harus melihat papa banting tulang seorang diri." Ungkap Rendra dengan berat hati.

 

 

"Tidak apa, ini juga untuk kita berdua, untuk mama dan juga adik kamu. Untuk kita semua." Jawab papanya sambil tersenyum dan membersihkan meja yang baru saja dipakai oleh pelanggan yang telah selesai makan.

 

 

"Pa, jika suatu saat nanti aku bisa merubah kehidupan keluarga kita di masa yang akan datang. Apa papa akan mengizinkan aku untuk melakukannya?" Tanya Rendra serius sambil menatap mata papanya.

 

 

"Apa maksudmu Ren? Hidup kita sudah ditakdirkan seperti ini." Jawab papanya yang merasa tidak akan mungkin bisa. Papanya hanya tetap mencoba mengalihkan perhatiannya untuk melakukan hal lain.

 

 

"Aku berjanji akan mengubah masa depan keluarga kita menjadi lebih baik lagi. Aku akan berusaha untuk itu asalkan papa mengizinkan aku untuk melakukannya." Ucap Rendra dengan tegas dan penuh wibawa walaupun hanya seorang remaja muda yang masih belum tahu apa-apa tentang kehidupan kejam yang ada di masa depan.

 

 

"Terima kasih Ren, kamu anak papa. Tanpa kamu minta papa akan mendukung kamu termasuk juga adik kamu. Walaupun papa merasa tidak yakin akan masa depan kita. Tidak ada salahnya untuk mencoba. Papa akan mengizinkanmu jika hal yang kamu lakukan itu adalah hal yang bukan merugikan kamu dan juga orang yang ada di sekitar kamu." Jelas papanya dengan penuh harapan terhadap anaknya.

 

 

"Tidak pa, aku yang seharusnya berterima kasih karena sudah mau membesarkan aku sampai saat ini. Aku akan berusaha sekeras mungkin untuk membalas semua jasa kalian yang mungkin tidak akan pernah sebanding dengan apa yang telah kalian lakukan untukku." Sahut Rendra yang membuat sang papa mengeluarkan bulir bening dari sudut matanya.

 

 

"Papa bangga memiliki anak sepertimu. Papa hanya mengingatkanmu saja kalau ada yang mendekatimu hanya karena apa yang kamu punya suatu saat nanti, berusahalah untuk tetap baik kepadanya dan menjauh saja dengan perlahan agar orang itu tidak menyadari itu nantinya." Nasehat papanya.

 

 

"Baik pa, aku akan terus mengingatnya." Ucap Rendra memeluk ayahnya sebentar lalu melepaskannya lagi.

 

 

"Yasudah ayo jualan lagi, itu sudah banyak pelanggan." Ucap ayahnya setelah melihat di depan rukonya banyak yang mengantri.

 

 

"Hehe..., iya ya. Maaf aku tidak melihatnya." Ucap Rendra tertawa kecil.

 

 

Papa dan anak itu pun melanjutkan kegiatan berjualannya lagi sampai waktu menunjukkan sudah malam.

 

 

Flashback Off

 

 

Bersambung.

Pagi Hari

Flashback

Pagi hari sebelum Rendra berangkat kerja.

Hari ini diawali dengan pagi yang cerah dengan matahari yang baru saja terbit sudah menyinari kamar seorang presiden direktur dari salah satu perusahaan ternama apalagi kalau bukan Perusahaan yang presdir itu bangun sendiri sebut saja perusahaan besar Adipramana grup.

Rendra bangun dari tidurnya dengan masih merasakan lelah matanya yang belum bisa diajak kerja sama untuk membuka matanya. Akhirnya, ia kembali meraih guling yang ada di sampingnya untuk di peluk dan kembali terlelap dalam tidurnya kembali.

Setelah terlelap dari tidurnya, tanpa ia sadari bahwa ada yang mengetuk pintunya.

Tok!, Tok!, Tok!

"Nak, kamu sudah siap belum?" Seseorang sedang memanggil dari depan pintu kamarnya. "Rendra, kamu sudah bangun?" panggilnya lagi.

Rendra pun yang baru saja terlelap kembali akhirnya memutuskan untuk bangun dan beranjak pergi dari tempat tidurnya untuk membuka pintu.

Kreek...!

Pintu pun dibuka oleh Rendra.

"Iya, ma. Kenapa, aku baru bangun ?"

"Lho, kok baru bangun?!" Mamanya menjawab dengan nada sedikit meninggi karena mengetahui anaknya belum siap untuk memulai hari. "Kamu gak berangkat kerja hari ini?"

"Hwaah..., memangnya sekarang jam berapa?" Menjawab sambil menutup mulutnya yang baru saja menguap dengan tangannya karena merasa masih belum puas untuk tidur.

"Sudah jam setengah tujuh, nak."

"Hah! Setengah tujuh! Kalau begitu aku mau mandi dulu nanti aku ke ruang makan." Mendengar dengan setengah panik dan kaget. Akhirnya Rendra langsung menutup pintunya dan masuk ke kamar mandi.

Di ruang makan Rendra sudah siap untuk sarapan paginya bersama papa dan juga mamanya dengan makanan yang sudah disiapkan oleh beberapa pelayan yang ada di rumahnya. Situasi saat sarapan pun tenang tidak ada gangguan sekalipun bahkan lalat yang mengganggu makanan yang sudah dihidangkan pun tidak ada.

Sebelumnya suasana sarapan tenang menjadi sedikit terisi karena mamanya memulai pembicaraan.

"Nak." Mama.

"Iya, kenapa ma?" Rendra.

"Hubungan kamu dengan Cantika bagaimana?" Mama.

Apa ya maksud mama? Gumam Rendra dalam hatinya yang tiba-tiba menanyakan perihal hubungannya dengan pacarnya yang biasanya tidak pernah menanyakan hal ini.

"Baik-Baik saja ma." Rendra.

"Lagi tidak ada masalah kan?" Mama. Menanyakan lagi dengan sedikit ragu untuk memastikan.

"Iya." Rendra.

"Kabar perusahaan bagaimana?" Papa. Yang akhirnya ikutan berbicara juga.

"Baik juga, semua lancar." Rendra.

"Kalau papa meminta kamu untuk mencari pasangan hidup untuk menemani kamu, kamu mau?" Papa. Menanyakannya dengan sedikit ragu takut membuat suasana hati anaknya menjadi sedikit terganggu.

"Maksud papa? Aku kan sudah punya Cantika. Kenapa aku harus mencari lagi." Rendra. Menjawab dengan perasaan hatinya yang mulai tidak bisa diajak kerja sama lagi. "Apa papa sama mama mau bilang kalau kalian mau menjodohkanku? Iya! "

"Begini nak,..." Mama yang baru saja ingin mencoba menjelaskan yang sebenarnya. Tapi sudah dipotong oleh Rendra yang sudah terlihat sedikit gusar dengan pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh papanya.

"Sudahlah pa, ma. Aku harus berangkat kerja sekarang. Aku pergi dulu." Rendra pergi dengan rasa sedikit kesal. Sambil mengambil jasnya yang ia gantung di kursi meja makannya tadi.

"Tunggu, kamu tidak mau menyelesaikan sarapanmu dulu?" Mama

"Aku sudah kenyang." Rendra.

“Tunggu Ren, asal kamu tahu perasaan orang tua untuk anak-anaknya tidak pernah salah. Orang tua kamu seperti ini juga untuk kebaikan kamu. Papa harap kamu bisa mengambil keputusan yang benar untuk hidup kamu.” Jelas Papanya yang membuat Rendra terdiam untuk mendengarkan sebentar.

Tentunya aku juga sudah kenyang dengan perkataan kalian yang hanya memikirkan pasangan hidup saja dan tidak bisa mendukung keputusan anak sendiri. Rendra membatin.

"Pak Leh, berangkat sekarang." bicara kepada sopir yang sudah menunggunya di depan rumahnya tepatnya di halaman parkiran.

"Siap, Siap! Tuan." Pak Leh yang sedang mengelap mobil kaget dengan Rendra yang tiba-tiba datang.

Rendra berangkat dengan rasa kesalnya kepada kedua orang tuanya namun ia juga tidak mau membawa masalah ini ke kantor karena akan membuat ketidaknyamanan nantinya.

Jika saja ia tidak bisa menahan kekesalannya di kantor ia juga pasti akan melampiaskan kekesalannya kepada asistennya.

Pa, ma. Aku pasti akan mendapatkan pasangan hidup dan aku sudah memilikinya. Kenapa kalian tidak menerima itu? Perasaan sedih sekaligus kesal dalam hatinya yang masih terasa olehnya.

Flashback Off

“Ren, lo kenapa? Kayaknya hari ini lo banyak melamun.” Ucap Rio yang menyadari keadaan sahabatnya itu yang merupakan seorang presdir sekaligus atasan di tempatnya bekerja.

“Tidak ada apa-apa, hanya saja orang tua gue kurang suka sama Cantika.” Ucap Rendra.

“Mungkin lo kurang meyakinkan kedua orang tua lo.” Rio yang memberikan saran.

“Tapi, karena orang tua yang berpikir seperti itu membuat gue jadi bimbang sebagai anak.” Ungkap Rendra jujur apa yang dirasa dalam hatinya sekarang.

“Menurut gue mungkin lo bisa pertimbangkan lagi hubungan lo dengan Cantika sebelum semakin jauh.” Saran Rio lagi yang sekarang sedang berperan sebagai sahabat.

“Iya gue akan pikirkan itu nanti.” Ucap Rendra memijat dahinya yang terasa pusing.

“Oh iya, gue cuma kasih tahu aja. Saat kedua orang tua lo masih lengkap dan masih bersatu cobalah sebagai anaknya bisa mendengarkan dan menjalankan setiap nasehatnya yang diberikan. Karena, saat orang tua kita sudah tidak ada lagi, ya kita tidak akan bisa mendapatkan nasehat baru lagi dari orang tua dan hanya bisa mengingatnya yang telah lalu saja.” Rio yang tanpa sadar seperti menceramahi sahabatnya itu.

“Oh,  jadi lo lagi menjadi orang yang sudah selalu benar sekarang?” Rendra yang sebenarnya setuju dengan apa yang Rio ucapkan hanya saja tidak ingin mengungkapkannya.

“Iya, gue kan anak kesayangan sekaligus anak terbaik bapak dan ibu gue.” Ungkapnya jujur sambil mengedipkan satu matanya ke arah Rendra.

“Kenapa kalau anak kesayangan dan terbaik masih jomblo sampai sekarang?” Ucap Rendra yang mengejek Rio.

“Bukan begitu hanya belum menemukan yang tepat.” Jawabnya jelas.

“Bilang saja tidak laku.” Ucap Rendra yang merasa geli sendiri dengan sikap sahabatnya.

“Haha…, maksud lo gue barang?!” Tanya Rio yang sedikit kesal dengan perkataan Rendra.

“Lo berani bentak atasan lo sekarang?” Rendra mengingatkan Rio dengan jabatannya.

“Hehe…, tidak hanya bercanda saja.” Rio yang tersenyum terpaksa.

Rendra dan Rio yang sudah bersahabat dari sejak mereka kuliah selalu bisa membuat orang-orang selalu menggelengkan kepalanya saat berada di dekat mereka berdua. Mereka juga memang sering disebut sebagai adik dan kakak yang sangat serasi sama kedua orang tua mereka. Karena, mereka yang selalu mendukung dan membantu sama lain membuat mereka sukses sekarang.

Siapa yang kira persahabatan mereka akan terjalin sebaik dan semulus ini hingga bertahun-tahun lamanya.

Bersambung.

Pertemuan Malam Ini

Suasana di kantor pusat Adipramana Grup bukanlah lagi sebuah ketenangan dan juga kenyamanan bagi seorang presdir yang sedang dihadapkan dengan halnya pasangan. Karena ia sebenarnya sudah memiliki pasangan namun kedua orangtua mereka menentang hubungan mereka walaupun dengan cara yang baik-baik.

Rendra merasa tidak bisa menjadi seorang anak yang baik kalau ia belum bisa membanggakan kedua orangtuanya. Lain halnya dengan sebuah pencapaian yang sudah ia raih selama ini untuk menjadi seorang laki-laki yang sukses dan dibanggakan semua orang dan kaum wanita juga terutama.

Setelah berdebat dengan Rio atau asisten pribadinya itu ia hanya duduk di kursi yang membuat ia teringat posisinya sekarang sebagai seorang presdir sebuah perusahaan besar apalagi ia juga mengetahui sekaligus merasakan setiap proses yang dialami perusahaan tersebut.

Tentu saja kalau memang ada yang lebih penting untuk hidupnya kedepan atau untuk keluarga dan juga kebahagiaan kedua orangtuanya. Rendra pasti akan memilih hal yang paling penting dibanding melakukan hal yang belum tentu ada kepastian untuk kedepannya.

Jadi ia lebih memilih untuk menghadiri pertemuan dengan kliennya dibanding kencan bersama pacarnya di restoran mewah.

Saat ini Rendra masih terduduk diam sambil menyelesaikan berkas yang memang harus diselesaikan hari ini dan juga menyiapkan beberapa berkas yang harus dibawa saat pertemuannya nanti.

"Ren." Rio sedang duduk di kursi depan meja presdir sambil memegang beberapa berkas yang sudah siap untuk dibawa sambil melihat Rendra yang masih disibukkan dengan Laptopnya.

"Iya." Yang menjawab ala kadarnya karena merasa tidak ingin diganggu dan menjawab tanpa menoleh ke arah Rio yang sedang bicara kepadanya.

"Nanti malam lo yakin ?"

"Apa?"

"Itu, hemm..."

"Cantika?"

"I, iya lo yakin tidak jadi kencan sama dia, kalau dia ngambek gimana? Kan lo tau sifatnya dia gimana?"

"Urusan gue itu." Rendra yang tidak mau membuat setiap persoalan menjadi tambah rumit dengan hanya menjalankan dan melakukan yang terbaik untuk menghasilkan yang terbaik itu sudah menjadi prioritasnya.

"Kalau begitu, kita mau berangkat sekarang?" Rio yang sudah berdiri dari kursinya merasa masih ragu untuk berangkat.

"Iya, tolong bawa ini." sambil menunjukkan beberapa berkas dan laptopnya yang harus dibawa. Ia pun berdiri dan merapikan dirinya sebentar setelah itu ia keluar ruangannya dengan disapa oleh beberapa karyawannya yang ada di dekat ruang presdir.

Rendra dikenal ramah dengan orang lain hanya saja bukan tipe orang yang suka bergaul dengan orang banyak dan ia hanya menyukai untuk memiliki koneksi yang bisa memberinya suatu pelajaran ataupun penambahan ilmu tentang hal yang sedang digarap nya jadi untuk bergaul bersama teman-teman dan lainnya bukan suatu kebiasaan untuk Rendra. Ia juga jarang berjalan-jalan keluar selain memang ada hal penting yang harus dilakukan. Disaat ia sedang merasa stress akan pekerjaannya juga ia hanya duduk di kursi taman belakang rumahnya untuk mengosongkan pikirannya.

Di mobil Rendra sudah duduk di kursi belakang sambil menatap jendela sebelah kirinya yang memperlihatkan jalanan yang begitu ramai dan padatnya di perjalanan ibu kota menuju cafe yang sudah diberitahukan oleh sekretarisnya tadi siang.

Rio yang merasa rendra sedang merasa khawatir akan perjalanan karena mereka terjebak dalam kemacetan ibu kota akhirnya mencoba mencairkan suasana.

"Ren."

"Iya." Rendra yang menoleh melihat kaca tengah yang ada di atas dalam mobilnya untuk melihat wajah Rio.

"Tahu tidak kalau... " Sebelum menyelesaikan kalimat sudah dipotong oleh Rendra.

"Sudah nyetir saja yang bener. Lo mau kita telat ?" Jawab Rendra dengan ketus karena ia merasa khawatir bisa datang dengan tepat waktu dalam situasi seperti ini.

"Iya, iya." Rio yang pasrah menghadapi Rendra.

Rio merupakan sahabat lama Rendra sejak mereka sedang mengenyam pendidikan di sekolah menengah atas sampai sekarang mereka masih bersama. Jadi Rio sangat paham akan sifat dari sahabatnya itu.

Untung saja gue sabar jadi tidak emosi karena sikap lo Ren. Gumam Rio dalam hatinya.

Mereka akhirnya sampai dan waktu sudah menunjukkan pukul enam lewat empat puluh lima menit yang berarti 15 menit lagi mereka akan telat jika belum sampai disaat itu juga. Rendra langsung masuk dengan diikuti pengikutnya siapa lagi kalau bukan Rio.

Masuk ke dalam cafe tersebut dan ia menaiki tangga untuk berada di lantai 2 cafe itu dan sudah terlihat beberapa orang yang memakai jas warna navy dengan rapi untuk pertemuan kali ini.

Pertemuan dengan perusahaan Liow juga menjadi yang pertama kalinya untuk Perusahaan Adipramana Grup untuk melakukan sebuah kolaborasi suatu proyek.

Rendra duduk di salah satu kursi yang berdekatan dengan beberapa orang penting dari perusahaan Liow yang hadir dalam pertemuan ini. Mereka semua berbicara banyak tentang hal yang akan dibahas dan yang akan dilakukan selanjutnya.

Sampai akhirnya mereka semua selesai tepat di jam sembilan malam.

"Terima kasih untuk Pak Rendra atas kesempatannya kali ini kita bisa bertemu dengan tujuan melakukan kolaborasi untuk proyek besar kita." Ucapan hangat dari direktur perusahaan Liow yang sudah berdiri sambil berjabat tangan dengan Rendra.

"Sama-sama pak, saya juga merasa sangat terhormat bisa melakukan kolaborasi untuk proyek ini. Kalau begitu saya undur diri, Terima kasih." Rendra pun membalas jabatan tangan dari sang direktur dari perusahaan itu dan langsung berjalan meninggalkan tempat itu terlebih dahulu diikuti Rio yang setia menemani.

Kenapa hari ini rasanya sangat lelah ya. Rendra.

Mereka berdua kembali menuruni tangga cafe itu untuk turun dan kembali menaiki mobilnya yang terparkir sejak mereka datang di parkiran cafe tersebut.

“Rio.” Panggil Rendra saat mobil mereka sudah melesat pergi dari tempat mereka melakukan pertemuan tadi.

“Kenapa ?” Jawab Rio.

“Mampir ke toko bunga sebentar.” Perintah Rendra.

“Buat apa?” Tanya Rio heran.

“Beli ban mobil kan bocor sebelah.” Jawab Rendra asal karena kesal dan dengan penekanan.

“Beli ban mobil kenapa di toko bunga, presdir bodoh sekaligus kampret! Kalau ban mobil mending ke tempat servis mobil atau ke tukang ban.” Jawab Rio dengan lantangnya.

“Wah, apa lo bilang?! Gue bodoh? Kampret?” Tanyanya kesal ditambah suara yang meninggi.

“Iya, gimana si. Kalau ke toko bunga mending beli bunga.” Ucap Rio.

“Gue mau ke toko bunga memang karena ingin beli bunga, Rio! Gue lagi capek banget hari ini Rio! Ya tuhan! Haha…” Rendra yang membentak sekaligus teriak dan tertawa di akhir.

“Lo selesai marah langsung ketawa, lo sudah gila ya? Ketawanya seram lagi kaya malaikat pencabut nyawa sudah selesai cabut jantung orang.” Jawab Rio bergidik ngeri dengan tingkah aneh sahabatnya itu.

“Haha…, sudah tidak usah banyak bicara. Sepuluh menit lagi belum sampai gue siapin tanah buat lo besok.” Ucapnya.

“Wah, serius lo mau kasih gue tanah? Terima kasih ya, lumayan buat bikin rumah.” Sahut Rio dengan senangnya.

“Bukan untuk itu, tapi untuk lo beristirahat.” Ungkap Rendra santai sambil menyenderkan kepalanya di kursi mobil.

“Terserahlah.” Rio yang pasrah dengan sikap sahabatnya sendiri.

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!