NovelToon NovelToon

Prasasti Aksara

Prasasti - 1

Nora tersenyum manis walau tangannya terasa sakit saat di tarik Aksara Menuju ke taman belakang sekolah. Saat sampai ditujuan, Aksa melempar Gadis itu tanpa merasa bersalah mendengar ringisan Nora.

" Yunora Prasasti... Gue kasih tau sama Lo... untuk. Terakhir. Kalinya... Jauhin Cewek gue!!" Bentakan Aksara bahkan tak menggentarkan Yunora yang kini hanya tersenyum manis menatap pria tampan itu.

Hujan yang mengguyur keduanya bahkan tak membuat Mereka merasa harus mengakhiri pembicaraan mereka. " Cewek kakak yang mana sih kak?? Milly?? si Milly itu pacar kakak?

aku gak paham deh kak, Letak bagusnya dia dimana sih?? Kak Aksa gak tau aja dia itu jal--"

"JANGAN. PERNAH. LO SEBUT NAMA DIA PAKE MULUT KOTOR LO!!!" Aksara benar-benar sudah naik pitam. Wajahnya merah padam secara menyeluruh bahkan hingga telinga, Matanya menyorot tajam kepada Nora yang kini mengatup bibirnya.

" Gue udah muak sama Lo, Ra. Gue gak suka sama Lo, Apa Lo gak paham?"

" Kalo Kak Aksa ngomong jelas kayak gini, Milly gak perlu dapet bully. Tinggal bilang kalo dia yang kakak suka 'kan? kenapa susah banget.." Nora merasa jengkel hingga akhirnya ia membalik badannya, meninggalkan Aksa yang terpaku, menatap tak percaya punggung kecil didepannya.

" Lo akan bayar semua yang Lo lakuin Ra. even bukan gue yang mewujudkannya." Ucap Aksa dingin sebelum berbalik.

Tak lama kemudian bel pulang sekolah berbunyi. Banyak yang terkejut melihat Nora basah kuyup masuk ke kelas disaat guru masih memberi tambahan materi sedikit walau bel pulang sudah berbunyi. Gadis itu membuat kelas menjadi hening karena ia dengan lancang masuk ke kelas setelah membolos, dan membereskan barang, terutama saat gadis itu melangkah keluar tanpa menggubris gurunya.

" Yunora! kamu mau kemana?!"

" Pulang. ibu gak denger bel nya udah bunyi? Walau cuma sekedar waktu dan beberapa menit, tetep aja kehitung korupsi Bu. Korupsi dimulai dari yang kecil-kecil kayak gini. permisi." Ucap Gadis itu sambil keluar dari ruang kelasnya dan berjalan menuju gerbang sekolah.

banyak siswa sekolah yang menatapnya aneh karena dirinya sangat basah tapi tidak memperdulikan bahwa dirinya membuat orang yg ia senggol juga ikut basah.

Nora berhenti saat melihat jaket yang dilipat rapih disodorkan kepadanya. Gadis itu menatap tangan yang memegang jaket itu. Milly menatap tak enak hati kepada Nora. " Kamu basah Ra... pake jaket aku dulu gapapa kok. nanti kamu sakit.."

ucapan penuh nada cemas itu membuat Nora merasa muak. memangnya dia basah karena siapa? perempuan didepannya ini semakin lama semakin membuatnya darah tinggi diam-diam.

Nora menghela nafasnya lalu mengambil jaket itu, namun ia lansung menempelkan jaket tersebut ke wajah Milly. Gadis yang sedikit lebih tinggi dari Nora ini, mencoba memegang tangan Nora yang masih menempelkan jaket di wajah Milly.

hingga tibalah saatnya kaki Nora menyenggol kaki Milly dan gadis itu nyaris saja jatuh terbanting jika saja Nora tidak menahan punggung gadis itu dengan tangannya yang lain.

" Duh, Mill... hati-hati dong... kalo Lo jatoh kan nanti gue ketawa... sayang dong tawa cantik gue jadi mubazir..." ucap Nora dengan nada yang manis sambil berjongkok didepan Milly yang terbaring di lantai koridor , mengatur nafas karena tadi sempay sesak tertutup jaket.

Saat Nora berdiri, Ia menoleh ke sekeliling dan mendapati Aksara tengah berjalan mendekat dengan wajah merah padamnya.

" Lo gak nge--"

" Buat kali ini, gak ada urusannya sama Kak Aksa. Udah ah mau balik, bye!" Ujar Nora santai sambil berjalan berlalu meninggalkan Aksara yang tak melepas pandangan tajamnya dari gadis itu.

Nora menahan bahu Seseorang yang tengah berjalan menuju parkiran sekolah. " Bang Ruda, nebeng . Mama pulang jadi Papa jemput mama."

" Abang kamu kemana emang?" Ruda tersenyum manis sebelum ia membuka sweater hitamnya dan memberikannya kepada Nora.

" Abang ada seminar di kampus. dadakan katanya." Ucap Nora sambil mengikat Sweater Ruda di pinggangnya. sweater itu bahkan menutupi lutut Nora.

Ruda dan Nora berteman sejak kecil berkat rumah mereka yang bersebelahan. Ada banyak teman seperumahan Nora, namun mereka berbeda sekolah dengan Nora dan Ruda.

Itulah kenapa Ruda bisa mengantar Nora bahkan hingga masuk ke rumah gadis itu. " Numpang minum, Ra.. kalo bisa sih numpang makan, soalnya abis ini mau ngebasket." Nora mendengus lalu menunjuk dapur rumahnya, seolah mempersilahkan Garuda untuk menyamankan diri sendiri.

Nora membuka pintu kamarnya, mengganti pakaiannya dan kini melangkah ke arah kamar Orang tuanya. " Ma?? udah sampe?" Tanya Nora Sebelum ia membuka pintu kamar orang tuanya. Bandara dan rumahnya tidak lah begitu jauh, seharusnya mereka sudah sampai.

Nora tak akan heran jika Ayahnya sudah pergi ke kantor lagi karena pria itu memang sangat sibuk. Saat ia membuka pintu kamar ibunya, Kamar itu kosong. hanya ada koper Besar milik ibunya di samping kasur.

Nora tersenyum sambil duduk memperhatikan koper besar ibunya. Ia merindukan Wanita itu. Terutama merindukan pujian ibunya jika memakan kue buatannya.

" Ma? dikamar mandi ya?" tanya Nora didepan pintu kamar mandi dalam itu. hanya ada Suara air mengalir deras, tanpa ada suara pergerakan apapun didalam. Nora mengerutkan keningnya, Ia menarik daun pintu itu, dan ternyata tidak dikunci.

Nora membuka perlahan pintunya, " Ma.. kok pintunya gak dikun-- MAMA!!!" teriakan Nora menggema, bahkan berhasil mengejutkan Garuda yang tengah melahap roti lapis yang baru ia buat di dapur itu.

Nora berlari mendekati Bathtub, Menarik paksa tubuh ibunya yang terendam air merah yang memenuhi Bathtub itu. " Mama!! Mama please.."

Nora berusaha mengeluarkan tubuh ibunya dari bathtub, melakuka CPR , berharap ibunya akan mengeluarkan air yang memenuhi paru-paru wanita itu. Rasa sesak mulai memenuhi hati Nora. Gadis itu menempelkan telinganya ke dada kiri ibunya, berharap mendengar detakan walau kecil. " Ma..." lirih gadis itu. Air matanya mulai mengalir, tapi ia menghapusnya kasar. Ibunya masih hidup, untuk apa ia menangis.

Nora menatap sekeliling tubuh ibunya, mencari sumber warna merah Dari air Bathtub yang sudah bau amis darah itu.

Gadis itu terkejut saat ia melihat aliran darah masih keluar dari pergelangan tangan kiri ibunya. " Mama... mama!! Engga... gak bisa... Mama gak boleh pergi!!! Nora menarik kepala ibunya, dan merasakan aliran sesuatu lagi disekitar leher ibunya.

Ternyata ibunya seingin itu untuk mati hingga merobek lehernya juga. Tamat sudah, air mata Nora mengalir deras, memeluk erat kepala ibunya yang mulai dingin.

Tidak, Nora tidak boleh menyerah. Ibunya mungkin hanya kehabisan darah... ya, Nora bukanlah dokter yang bisa menentukan ibunya mati atau tidak. Nora menarik tubuh ibunya, Walau isakan masih bisa terdengar, Nora masih berusaha mengangkat tubuh ibunya.

Seragamnya sudah penuh dengan darah, Rambutnya berantakan dan sepatu putihnya kini berubah menjadi merah muda.

" Ra? tadi kenapa teri--"

" Bang Ruda, Please bawa Mama ke rumah sakit... Mama berdarah banyak.. please.."

Garuda terkejut bukan main melihat keadaan Nora dan bahkan ibu gadis itu. ia menghampiri Nora dan mencari denyut nadi ibu, Tapi melihat pergelangan yang telah terluka cukup dalam itu, Garuda memilih untuk meletakkan jarinya didepan hidung sang ibu.

Tangan gemetar dan wajah yang pucat. Tentu Garuda belum pernah melihat orang dengan keadaan seperti ini. Tapi melihat Nora yang putus asa, mana mungkin ia bisa mundur begitu saja.

tak ada..

Tak ada apapun. " Ra, Mama Ka--"

" please bawa ke rumah sakit... please.. Mama mungkin bisa selamat jadi aku mohon..." Ucap Nora sambil mengusap kedua telapak tangan didepan wajahnya, seolah benar-benar tengah memohon.

Garuda merasa itu sia-sia, Tapi sekali lagi, keputusasaan Nora membuat Garuda tak bisa menolak gadis itu. Pria itu menggendong ibu Nora dan memasukkannya ke dalam mobil sedangkan Nora ikut masuk di bangku depan.

" Telpon Abang atau Papa kamu dulu, Ra. Mungkin mereka bisa ke rumah sakit sekarang juga." Ujar Garuda.

Ia menoleh dan mendapati Wajah pucat pasi Nora dan tangan gadis itu yang bergemetar hebat saat memegang ponsel.

" Ra, kalau gak bisa Abang aja." Ujar Garuda sambil mengambil ponsel Nora dari tangan gadis itu.

Semua berjalan begitu lambat, Saat perawat di IGD berteriak meminta dokter untuk segera datang, saat seorang perawat lainnya melakukan CPR ke dada Ibunya,

Nora merasa semuanya berjalan begitu lambat.

Terutama saat Nada nyaring yang monoton itu masuk ke ke telinganya dan gambaran garis lurus di monitor samping brangkar ibunya terlihat di matanya.

Nora melirik wajah ibunya yang kini benar-benar pucat. Gadis itu tak mengerti, tapi entah kenapa wajah ibunya terlihat tengah tersenyum damai.

Sangat Berbeda dengan dirinya yang terjatuh lemas di lantai sambil memukul dadanya yang terasa sesak. Rasanya seperti sesuatu didadanya ditarik paksa tanpa persetujuannya.

Pelukan hangat Garuda bahkan tak bisa menghalau dinginnya semesta yang Nora rasakan atas kehilangan ibunya.

" La? Mama mana? katanya Mama masuk rumah sak--" Suara bass khas milik kakak kandung Nora, Nagara, membuat Nora mendongak, menatap pias kakaknya.

Gara bahkan tak bisa berkata-kata saat melihat seragam Putih Nora yanh sekarang berwarna merah pekat. Gadis itu berdiri, menghampiri kakaknya dan menarik kepala Gara untuk masuk ke dalam ceruk leher gadis itu sendiri.

" La, ken--"

" Mama udah tidur lelap kak... dia.. pulang lebih dulu.." Bisikan lirih, tangan Tremor yang memeluk lehernya itu, seolah tak mengizinkan Gara untuk menahan diri.

Adiknya yang pemberani dan kasar kini benar-benar lemah.. tentu ini bukan candaan dan mimpi belaka. Gara memeluk erat pinggang adiknya, mengubur wajahnya di ceruk leher sang adik bersama isakan lemahnya disana.

" kita bisa.... Mama gak perlu khawatir mikirin kita.." bisik Gadis itu perlahan.

...****************...

Pemakaman tengah berlangsung di Taman makam keluarganya, Sedangkan Nora tengah menulis materi yang Gurunya jelaskan dikelas. Gadis itu membolos.

membolos dari kegiatan mengantar sang ibunda ke tempat peristirahatan terakhirnya.

" Yunora, kalau memang gak kuat, kamu bisa izin pulang. jangan paksakan diri kamu.."

Nora hanya menggeleng sambil tersenyum singkat sebelum kembali fokus dengan materi yang ada dipapan tulis. Cukup semalam ia menangis hingga matanya kini membengkak dan hidungnya merah. Ia harus melanjutkan hari-harinya lagi.

Tapi sepertinya itu bukanlah hal yang mudah. Karena baru saja ia mengatakan ia harus menjadi tenang khusus hari ini, Ia dihadapkan sumbu peledak emosinya.

" Lo tau gak? ibunya bunuh diri Gara-gara stress.. gak heran sih kenapa Nora tuh tempramental dan kasar.."

Nora menuliskan segala kalimat bermakna sama itu, menganggapnya angin belaka. Sampai ditengah koridor, tepat dihadapannya, Milly berdiri dengan pandangan menyalang ke semua orang.

" Kalian gak tau arti berduka?! jahat banget ngomongin ibunya yang meninggal didepan Nora!!" Bentak Milly keras. Gadis itu berbalik, menatap iba Nora dan memegang pundak Nora, mencoba menguatkan.

" Kamu gapapa 'kan Ra? gausah didengerin..." Nora hanya diam menatap datar perempjan manis didepannya. ia hanya perlu menunggu sejenak,

" itu 'kan kenyataan.. Gue sempet heran darimana sifat barbar Lo sih, tapi kalo nyokap Lo gila, gak heran kalo Lo juga ikut gila. Ups! Surga Nerima orang gila gak ya? hehehehe.." Senyum dan tawa iblis itu membuat Nora menatap tajam perempuan dihadapannya. Ia menarik rambut Milly dengan sangat keras hingga gadis itu mendongak dan menyeret Milly ke pinggir koridor.

" Lo cari mati? Lo pilih pala Lo gue jedotin ke tembok atau gue lempar ke bawah, Bangsat!!" Bentak Nora sambil sambil menekan tubuh Milly hingga terlihat akan jatuh.

Nora menarik mundur dan menjatuhkan tubuh Milly ke lantai, Gadis itu belum selesai. ia mengambil sebuah pot bunga keramik lalu melemparnya tepat didepan Milly hingga gadis itu menjerit.

Milly selama ini bermain dengan predator yang salah. Milly sangat keliru mengira bahwa Nora hanyalah Anak macan. Nora lebih mirip Puma yang tengah kelaparan sekarang.

Nora membawa pot lainnya dan mendekati Milly yang berusaha kabur. Tangan gadis itu menahan bahu Milly, " Gua ganti pilihan, Lo lompat sendiri atau gue pecahin pot ini dikepala Lo?"

" NORA!! BERHENTI!!"

Mendengar suara itu bahkan sudah tak memberi efek apapun lagi pada Nora. Gadis itu diambang kewarasannya. Nora menoleh ke sumber suara, tempat Aksara berdiri dihadapannya dengan pandangan tajam seolah siap membunuhnya.

memangnya kenapa? Nora tak masalah jika dibunuh langsung oleh Aksara jika pria itu memang mau? Nora sudah tak mengerti apapun lagi.

apa yang salah? salahnya mulai dari mana? kenapa ibunya bunuh diri? kenapa ibunya depresi padahal ibunya tak pernah terlihat sedih bersamanya? apa yang salah dengannya? Nora hanya berusaha menolong Aksa dari kebodohan pria itu yang terkelabui oleh akting Milly yang terlalu sempurna.

Hanya karena sebuah uluran tangan dulu, dan Nora merasa punya Budi seumur hidup. Dan sekarang Nora justru dihakimi saat ia hanya memberi pelajaran pada mulut besar gadis brengsek didepannya.

Senyum sarkas Milly yang begitu tipis terlihat Dimata Nora. Gadis itu tak bisa menahannya lagi. Ia Mengangkat tangannya yang memegang pot, dan mengayunkannya kencang hingga membentur kepala.

wajah pucat dan terkejut Milly dan posisinya yang melambung lalu terjatuh di lantai koridor, dan sepasang tangan yang menarik wajahnya dan menghadapkan pandangannya kepada wajah panik Aksara,

Nora justru tersenyum kecil. sebenarnya semua ini dimulai dari mana?

Jika Nora bisa mengulang waktu mungkin ia bisa mengetahui dan bahkan mencegah ibunya pergi seperti itu, dan mungkin ia tak perlu mengulang segala kesalahpahaman Aksara dan dirinya.

" Mari kita lihat, apa kau akan mengulanginya lagi?" bisikan riang itu membuat Nora menoleh dengan segala rasa sakitnya, Cahaya menyilaukan membuatnya memejamkan mata sejenak,

dan saat sudah mulai terbiasa dengan cahaya itu, Nora terkejut melihat jendela gudang sekolahnya.

Tunggu dulu, kenapa Ia di gudang sekolah bersama ketiga orang ini dimana yang dua lainnya berdiri sambil tertawa menyirami baju satu siswa yang terduduk dilantai gudang?

ini... bukankah ini Kejadian saat ia masih semester dua? tapi seingat Nora dirinya tengah berada di masa akhir semester 3, alias kelas dua.

apa ini? apa Nora melindur?

Aksara - 2

Yunora Prasasti, Anak bungsu dari dua bersaudara, memiliki Kakak laki-laki yang berbeda 5 tahun darinya dan tengah kuliah Hubungan Internasional di Universitas ternama yang tak jauh dari rumah. Dan pria itu terbiasa membawa motor ke kampusnya.

Nora masih ingat semua itu. ia bahkan tak lupa Bahwa kakaknya tahun ini, tepatnya beberapa hari lagi akan kecelakaan motor yang menyebabkan tangan kakaknya di gips.

" Yunora, bisa jawab pertanyaan saya yang di papan tulis?"

Nora mengerjap dan menatap gurunya lalu menatap papan tulis yang dimaksud Bu Ratna. Gadis itu berdiri dan menjawab pertanyaan itu dengan cepat. Ratna mengangguk puas,

" Besok-besok jangan bengong lagi. Kalian kalo mau bengong seenggaknya kayak Nora, bisa jawab pertanyaan ibu. paham?"

Semua menjawab sesuai kemauan guru itu. Sedangkan Nora hanya mengangguk sambil melanjutkan lamunannya. Ini Aneh.

Tidak mungkin jika Nora melompati waktu ke belakang, Tapi lebih tidak mungkin Nora melindur, membayangkan masa depannya sampai satu tahun ke depan hanya dalam jeda beberapa detik. Itu lebih konyol lagi.

" Ra, Udah bel.. gak mau ke kantin?"

Gadis itu menoleh dan menatap lamat-lamat Sindy, temannya yang tadi mengerjai siswa di gudang. Sindy dan Renata adalah dua temannya yang sering mengikutinya kemanapun. Apalagi Sindy yang sekelas dengan Nora.

Tak lama lagi, Sindy dan Renata akan menjauhinya karena Nora mengamuk di lapangan sampai kepala salah satu siswa dikelasnya terkena bola basket dan mimisan.

Nora menatap dingin Sindy, membuat gadis yang tak tahu apa-apa itu menatap heran sekaligus takut kepada Nora. Mereka semua tidak tau alasan dibalik semua sikapnya ini, dan mereka berpura-pura tidak tahu juga. hanya ingin menyalahkan dan melampiaskan keberatan tanpa sadar bahwa itu menjengkelkan Dimata Nora.

Nora beranjak dan keluar dari kelas, mengabaikan Sindy yang memanggilnya dengan nada bingung. " Ra, kenapa sih?" ucap gadis itu sambil menahan bahu Nora.

Jujur saja, Nora tak ingin percaya semua yang alami di gudang tadi, tapi soal di papan tulis seolah menjawab kebingungannya. Soal itu sama persis. Jika Nora tidak melamun, mungkin Joko, temen sekelasnya itu yang akan disuruh maju karena melamun.

Mungkin ini kesempatannya. Terserah ini keajaiban atau hukuman, tapi Nora menganggap ini adalah kesempatannya untuk melepas diri dari kesengsaraan satu tahun dari sekarang dan mencegah kematian ibunya.

Dan semua itu bisa ia mulai dengan mempercepat kesendiriannya. Nora tidak membutuhkan teman pengkhianat seperti sindy dan Renata. "Jangan sentuh gue. Kalo bisa Lo pindah tempat duduk sama Joko, gue gak butuh temen busuk kayak Lo."

wajah Sindy memucat. Kenapa? apa Nora tau perbuatannya? bagaimana bisa??

" Ma-maksud Lo Apa Ra?"

mendengar ucapan kecil itu membuat Nora mendengus sebelum menatap tajam Sindy. " perlu gue kasih tau dosa Lo sama gue?"

Tidak, tentu tidak perlu. Alasan utama Nora membenci Sindy dan Renata bukan karena kedua orang itu meninggalkannya untuk hal sepele.

tapi karena dua orang itu menjual nomor handphone dan id Line nya kepada para pria yang mengincarnya. Karena perbuatan mereka itu, Nora harus membanting ponselnya agar punya alasan untuk mengganti ponsel dan nomornya.

" Pergi jauh-jauh dari gue atau gue buang tas Lo dari jendela. lumayan kan, handphone Lo ilang, nomor gue gak bakal kesebar lagi." Ujar Nora sambil menampilkan smirk.

Gadis itu berjalan pergi meninggalkan Sindy yang memucat karena ketahuan oleh Nora. Saat sampai kantin, Nora melihat seseorang yang ia sangat kenali.

Aksara

Nora mengendikkan bahunya, merasa tak memiliki urusan apapun dengan pria itu. Toh, kejadian yang membuatnya merasa berhutan Budi dengan Aksara belum terjadi dan mungkin saja ia bisa mencegahnya, sehingga ia tak perlu berurusan dengan pria itu.

" Ra! ngapain bengong gitu? sini makan!" Ucapan lembut dan tarikan ditangannya membuat gadis itu mengerjap kaget.

" Bang Ruda, aku belom mesen makanannya."

Garuda tersenyum lalu meletakkan mangkuk berisi baksonya didepan Nora yang kini duduk dimeja kantin bersama teman-temannya. " Nih, makan yang ini aja. masih polos, masih belom suka pake saos kan?"

Nora mengangguk kecil, " Terus bang Ruda?"

" gampang... bisa beli somay. Kamu makan dulu aja."

hati Nora menghangat. Pria itulah yang ada disampingnya saat ia menyaksikan kematian ibunya. Garuda masih saja lembut kepadanya. Nora memakan baksonya dengan tenang dan perlahan sambil menunggu Garuda kembali lagi.

" Gak pake sambel?"

Nora mendongak dengan mulut yang masih penuh dengan bihun yang terulur sampai ke dagu, menatap kaget siapa yang bertanya. Kenapa Aksara duduk didepannya? sejak kapan.

Nora tanpa sadar menepuk keningnya keras. Ia lupa bahwa Aksara dan Garuda satu ekskul dan bahkan berteman baik. " lupa?"

Tanya Aksara lagi. Nora menggeleng kepalanya cepat. " lebih enak polosan." ucap Nora singkat sambil lanjut menyuap baksonya. Lebih baik ia terus makan daripada Aksara akan mengajaknya mengobrol lagi.

" Eh, udah setengah aja... Makannya pelan-pelan Ra... kebiasaan makan kayak takut diminta." Ucap Garuda sambil mengusap kepala Nora dengan lembut. Nora lagi-lagi hanya bisa mengangguk. " Bang Ruda nanti basket?"

Garuda mengangguk sambil tersenyum manis. " Kenapa? mau nebeng? nanti aku anterin kamu dulu aja baru ke sekolah lagi "

Nora menggeleng kepalanya. Entah kenapa ia ingin sekali memberi sesuatu ke Tetangganya ini. " Mau aku bikinin bolu? nanti mampir aja pulang dari basket."

Garuda tertawa kecil sambil mengangguk. " kalo aku doang yang dibagi, ngumpet-ngumpet ya. Saga kan orangnya sirikan. Hahahaha.."

Nora mendengus sambil ikut tertawa. tetangganya yang disebut Garuda itu, memang suka sekali bermanja pada Nora. padahal Nora yang paling muda di daerah perumahannya.

" Oh, jago bikin kue?"

Nora menoleh ke Aksara yang menatapnya antusias. " I-iya.."

" Bundanya Aksa juga jago masak, Kadang kan Aku main ke rumah Aksa buat numpang makan enak." Ujar Garuda sambil menunjuk Aksara. Nora tertawa kecil, Garuda punya kebiasaan numpang makan dirumah orang. Padahal dirumahnya sang ibu juga memasak.

" tumben sendiri, Ra?" Tanya Aksara lagi. Nora menatap heran pria dihadapannya. kenapa Aksara sejak tadi berusaha membangun percakapan dengannya??

" Gak punya." jawab Nora sesingkat mungkin. Kali Ini tidak hanya Aksara yang mengernyitkan keningnya, Garuda juga melakukan hal yang sama. " Kok gak punya? Sindi sama Renata itu?"

Nora merasa nafsu makannya berkurang, ia menghala nafasnya dan menoleh ke arah lain selain wajah Aksara. Ia dapat melihat Renata dan Sindy tengah tertawa bersama siswa pria lainnya.

" Mereka itu seems like a *****, bajingan brengsek gak ada akhlak." Ucap Nora gemas. Detik berikutnya, gadis itu memekik tertahan sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

Garuda mengerjap tak percaya dengan apa yang ia dengar dan Aksara sempat terdiam sebelum ia tertawa keras. Nora lupa ia berkata sangat kasar dengan sangat lancarnya. Garuda mendengus sebelum mengusap kepala Nora, " Mulutnya... jangan lupa makan permen ya.. seinget aku, kamu gak suka makanan pedes lho, Ra."

Nora meringis sambil menatap sungkan Garuda. Aksara tertawa, " Jadi kamu baru tau ya mereka ngejual nomor kamu?" tanya Aksara sebelum menyeruput minuman dinginnya dengan sedotan.

Nora menatap bingung Aksara. " Kak.. Aksa tau?"

Aksara dan Garuda mengangguk bersamaan. " Dia sampe ngebanting hape temen sekelas karena orang itu gak mau ngapus nomor kamu. Dasar anak sultan."

Sial.

Nora rasa dirinya tak bisa tak berhutang budi dari Aksa.

Prasasti - 3

...Terkadang Semesta memang tidak mengizinkan kita memahami suatu hal di Dunia ini...

...- Unknown -...

Gadis itu mengerjap matanya tak percaya. Rasanya ia hanya mengundang Garuda untuk mampir ke rumahnya agar bisa mengambil bolu buatannya.

kenapa teman-teman seperumahannya dan Aksara justruikut hadir dan bahkan sekarang semuanya tengah minum teh di ruang tengah rumahnya. " rumah gue berasa kandang ayam. berisik banget." Keluh Nora bermonolog.

Seseorang merangkul leher Nora dan tertawa kecil. " Kan rumah kamu emang sering sepi. Lagian siapa suruh bikin bolu buat Garuda aja. kamu mulai pilih kasih ya."

Nora mendengus dan hanya mengikuti arah dorongan lengan Gerhana kepadanya. " Kak Han sirikan aja kalo kata kak Garuda."

" Rara cantik.. kita bukannya sirikan... tapi mencegah ketimpangan sosial diantara kita. Ya gak, Sam?" Saga menyenggol bahu Samuel yang membuat kue di tangan pria itu jatuh.

" Bangsat lu Ga!"

plak! Kepala Samuel terhantam nampan plastik yang Dipegang Bulan tadi. " mulutnya dijaga.. gue Tabok mulut lo pake nampan, mau?" Tawar Mahasiswi Kedokteran gigi itu.

Nora tertawa kecil sambil duduk disamping Gerhana dan Sagara. Gerhana melempar sekaleng minuman dingin kepada Aksara yang tengah menatap lekat Nora. " Bengong Bae, bro.. Ntar kecolongan luu.." ledek Gerhana sambil tertawa. Nora menatap aneh Tetangga depan rumahnya ini.

" Kak Han kayak bapak-bapak, gak jelas." ujar gadis itu. Garuda tertawa keras meledek Gerhana. Rumah yang biasanya sepi itu mendadak ramai.

Ada Gerhana dan Bulan si tetangga kembar dari rumah sebrang, Garuda tetangga samping kanan rumah Nora, Sagara dari rumah di samping kiri dan Samuel tetangga samping rumahnya Gerhana.

Masih ada dua orang yang belum hadir. Si Mahasiswa HI, Nagara, dan Mahasiswa tahun akhir psikologi, Gamaliel, kakaknya Samuel.

Aksara memang tidak tahu kenapa rumah Nora sepi, tapi melihat keramaian seperti ini, Aksara merasa sekalipun sepi sesaat pasti akan selalu ramai.

" Bolunya enak. Besok aku bawain brownies."

Nora menatap heran sekaligus kaget Aksara yang akan pulang. " Kak Aksa yang bikin?"

Aksara tertawa sambil menggeleng kepalanya. " Aku udah pernah coba, tapi jadinya gak shinning shimmering splendid kayak bikinan bunda."

Nora menggeleng kepalanya sambil menahan tawa. " Gapapa. yang penting kak Aksa yang buat. Dan... Makasih ya Kak." Ucap Nora kecil.

Aksara mengerutkan keningnya, ingin bertanya kenapa Nora berterima kasih padahal dia yang mendapat makanan gratis dari gadis itu,

tapi sebuah tangan menarik kerah Hoodienya, " Jan gangguin anak perawan ye... Ra, masuk sana. mau magrib di culik Wewe gombel lu.."

Nora menatap nyalang Tetangganya itu. " Wewe gombel yang takut sama aku, huh!" Ucap gadis itu sebelum berbalik masuk kedalam rumahnya. Tak menyadari bahwa balasannya barusan berhasil membuat Aksara terpukau.

Gadis ini benar-benar imut. melebihi adik kecilnya yang selalu Aksara akui sebagai makhluk paling imut.

......................

Nora menatap langit-langit kamarnya. Sudah hampir seminggu dirinya selalu memikirkan hal yang sama.

Apa salahnya?

Nora menerka sedalam mungkin, bahakn berusaha menyalahkan dirinya, Namun kembali lagi pada pertanyaan pertama, Memang salahnya dimana?

Nora tak pernah membangkang ucapan ibunya, apalagi ayahnya. Saat ayahnya menyuruh dirinya meminta maaf kepada Milly walau dalam permasalahan itu, Nora tidak salah, Nora tetap melakukannya.

Karena sang ayah dan ibunya memiliki hak untuk menerima kebaktian darinya. Nora tak mempermasalahkan egonya jika sudah menyangkut orang tua.

Tapi pertanyaannya kepada Langit sampai sekarang belum terjawab. Memangnya dia memiliki kesalahan apa Sampai Ibunya yang harus membayar dengan nyawa berharga wanita itu?

" Ra? belom bangun?" pertanyaan Nagara didepan pintu kamarnya menarik perhatian Nora. konsentrasi lamunannya buyar.

Nora menoleh, " udah, Ini Mau siap-siap." ucap gadis itu lantang tanpa meninggikan intonasinya. Nora turun ke lantai bawah dan menghampiri meja makan. Disana sudah duduk sang Kepala keluarga dan kakaknya.

" Mama di Korea gimana Pa?" tanya Nora setibanya ia duduk di kursi samping sang ayah. Dion mengunyah rotinya dan mengangguk santai.

" Sehat kok. Kemarin ikut konser... eso ya?"

" EXO, pa... pake X. kalo Mama denger, Papa diomelin." Ujar Nora sambil menggeleng kepalanya kecil. Walau terlihat datar dan cuek, Ayahnya ini sangatlah polos dan menggemaskan. Nora sering merasa gemas kepada ayahnya. Apalagi pria yang sudah berkepala 4 ini masih terlihat awet muda dengan pipinya yang masih terlihat bulat menggemaskan.

Dion tertawa membayangkan sang istri memarahinya karena salah sebut nama idola wanita itu.

" Bang Gara nebeng Kak Gama 'kan?"

Nagara mengangguk patuh sambil tersenyum manis. Jika Adiknya sudah memohon seperti seminggu yang lalu, Nagara bisa apa selain menurutinya? Sedangkan Dion menatap heran.

" kenapa Emangnya? mobil Kamu rusak, bang? 'kan masih ada motor?" Tanya Dion keheranan. Nagara menggeleng sambil menunjuk Nora yang tengah memakan sarapannya dengan cuek seolah percakapan kedua pria dihadapannya tak ada sangkut pautnya dengan gadis itu.

" Rara yang minta.. Dia larang Abang naik kendaraan sendiri dan bahkan nyogok Gama pake Bolu Marmer nya."

Dion menatap bertanya kepada putrinya sedangkan Nora menghela nafasnya lelah sejenak dan sepekan mungkin. " Kemarin-kemarin tuh... Nora mimpi Abang kecelakaan motor... Makanya Nora suruh jangan berangkat sendiri. kan kalo kecelakaan ada yang jagain. Makanya Abang cari pacar... jadi Kesadaran untuk menjaga diri sendiri meningkat."

Ucapan gadis itu membuat kedua pria itu tertawa kecil, Merasa gemas dengan perhatian besar Nora kepada Nagara.

Pada Akhirnya Nora diantar Dion agar Nagara dan Gamaliel bisa langsung ke kampus sedangkan Nora yang searah dengan Dion tidak akan mengukur waktu siapapun.

Nora menatap layar ponselnya yang menampilkan notifikasi baru sambil berjalan di koridor sekolah menuju kelasnya. Notifikasi line yang dua hari ini tak pernah bosan menguji Fleksibilitas emosi Nora.

APerv12

Gimana? Kapan giliran Lo? atau Lo maunya live aja? di Sekolah nih? hayu aja gue mah.

Nora menghela nafasnya kesal. Dikira Nora tidak orang ini siapa dan Nora akan diam?

Nora mendengus. Ia tak tahu wajah orang ini, tapi ia ingat hari inilah ia membuat anak orang mimisan dengan bola basket. Senyum iblis terpatri diwajah Nora. Ia tak perlu mengulangi perbuatannya dulu.

hanya perlu memperparahnya.

Nora tau orang itu satu kelas dengannya. Karena nomor itu juga ada di grup Line kelasnya. Tapi sayangnya gadis itu tak ingat wajah orang itu. Terlalu banyak pria yang Nora buat babak belur sampai Nora tak pernah ingat siapa saja yang bermasalah dengannya.

Nora menatap lapangan dimana teman-teman sekelasnya menggunakan seragam olahraga yang sama dengannya. Ia memperhatikan dengan teliti pandangan-pandangan yang bertemu dengannya.

Gotcha! Nora mendapatkannya. Jadi dia? wahh orang cupu dengan tampang sok polos seperti ini?

Nora baru saja melangkah mendekati teman sekelasnya itu, Tapi namanya sudah di panggil oleh guru olahraga, Pak Abidin. " Katanya Ada kabar dari keluarga kamu, kamu bisa ke lobby, Surat Dispennya nyusul juga gapapa."

Nora mengerutkan keningnya. memangnya ada apa lagi? Setahunya Sang Ayah ada rapat penting pagi ini. Kakaknya juga katanya sedang sibuk dengan kegiatan mahasiswa.

Ah, jika diingat-ingat Nagara kecelakaan saat tengah dalam perjalanan untuk menjemput Nora yang di skors karena membuat si mesum dikelas gadiis itu mimisan.

Seharusnya, karena Nora tidak jadi melakukannya, Nagara tidak akan kenapa-kenapa.

" Rara! Gara masuk rumah sakit... dia ketabrak mobil di daerah parkiran kampusnya.... dokter bilang tangannya patah dan perlu di gips. kamu ikut Tante ke rumah sakit ya?" Ucapan terburu-buru yang dilakukan Ibu Garuda membuat Nora mengerutkan keningnya tak mengerti.

Apa ia tak salah dengar? Ia bahkan belum memegang bola basket sama sekali, kenapa Nagara sudah masuk rumah sakit??

Melihat wajah pucat Nora, Ibu Garuda menghela nafasnya, ia mengusap bahu Nora lembut, " Kalo belum siap gapapa, Nanti Garuda yang anter ya?" Nora hanya bisa mengangguk dengan pandangan kosong.

Pandangannya terus kosong, bahkan ia tak menghiraukan panggilan orang-orang yang memperingatinya tentang bola yang melayang ke arahnya.

" Ra!!" Teguran dan cengkraman yang tidak begitu keras dibahunya membangunkan Nora dari lamunannya. Ia terlalu shock mendengar berita kakaknya kecelakaan.

" Kenapa?" Pertanyaan lembut itu membuat Nora mendongak dan menatap Pemilik suara lembut itu. Tentu orang itu sedikit terkejut,

Dimatanya, Nora adalah gadis yang pribadinya sulit ditebak termasuk emosi gadis itu. Karena Nora sering bersikap cuek dan apathis.

Tapi pandangan Nora yang menggambarkan ketakutan yang benar-benar menekan Aksara membungkam pria itu. Tangan Nora bergetar hebat, Berita ini benar-benar guncangan besar baginya.

Nora kira semuanya sudah terkendali. Nora kira dirinya benar-benar bisa mengubah semuanya menjadi lebih baik. Nora kira dirinya bisa memulai kembali semuanya dan menata semua yang salah menjadi lebih baik.

Tapi bahkan sampai saat ini, Nora tidak tahu menahu letak masalah dan kesalahannya dimana.

" Ra? muka Lo pucet, ke UKS aja ya?" Kecemasan Aksara benar-benar terlambat karena tepat ia berhenti bicara, Nora jatuh pingsan dihadapannya.

...****************...

Sekali lagi, Nora tak tahu salahnya dimana. Bahkan sampai hari ini ia tidak ada memukul anak orang sama sekali walau banyak yang memancingnya untuk melakukan itu.

Ia benar-benar sudah jadi Nora yang tenang seperti waktu itu. Seperti saat hari pemakaman ibunya. Tapi seolah Semesta menjadikan dirinya sebagai badut, Ia selalu saja menemukan kegagalan disetiap langkahnya. Dan ia tak tahu letak kegagalannya dimana.

Saat Nora membuka matanya, yang paling pertama ia lihat adalah langit-langit biru laut khas sekolahnya. memang sekolah yang sedikit aneh. Saat nyaris semua sekolah menggunakan cat hijau dan langit langit dibiarkan putih, Sekolahnya memakai cat abu-abu muda dan langit-langit biru laut seperti ini. seperti apa? seperti kantor PLN.

Tak ada orang disampingnya, Tapi Nora tahu siapa yang membawanya ke UKS sekolah. Aksara pastinya. Melihat jam dinding di UKS, Nora rasa pria itu tengah membeli makan dengan Garuda di kantin.

Nora menghela nafasnya dan beranjak dari kasur yang lumayan tinggi itu. kenapa kasur saja rasis?? mempersulit orang bertubuh mungil seperti Nora. baru Nora menapakkan kaki di lantai, pintu UKS sudah terbuka kecil lalu tertutup kembali.

" kenapa pelan-pelan gitu?" tanya Nora. Ia heran dengan sikap Aksara belakangan ini. Seolah dirinya tengah berhati-hati untuk mendekati Nora. Nora tidak mau munafik dan takut kepedean, Tapi Aksara memang sangat terlihat mencoba mendekatinya. Entah mendekati untuk berteman atau yang lain, Nora merasa Aneh.

Karena di masa sebelumnya, Nora dan Aksara tak pernah mencoba menjadi dekat. Mereka berteman karena Garuda menjadi penghubung mereka. tidak lebih dari itu. Makanya, Nora merasa aneh dan belum terbiasa dengan ini.

Tapi atensi yang muncul di hadapannya bukanlah Aksara, Melainkan Zidan, Si APerv12 alias A Pervert ke 12. Nora menamai pria-pria brengsek yang menggodanya dengan Asilly atau Aperv tergantung dengan pesan apa yg mereka kirim. Zidan adalah salah satu yg mesum. pria itu tidak hanya menggodanya tapi juga mengirim beberapa gambar tidak pantas dilihat dan bahkan memintanya melakukan hal yang sama.

tidak hanya Zidan yang melakukan hal tersebut, tapi beberapa orang juga melakukannya bahkan seebelu si Cowok sok polos kurang ajar ini melakukannya. Nora tentu mengerutkan keningnya melihat pria itu datang membawa minuman dan sebungkus makanan.

" gue bawain makan.. ini bubur sama air, jang--"

" buat apa? siapa yang nyuruh?"

Zidan tersenyum. " Buat Lo lah, Ra... lagian, gue penasaran, kapan Lo.." Pria itu melangkah, mendekati Nora dan menggapai genggaman tangan Nora, lalu mengusapnya lembut dan mulai mengusap lengan Nora.

" Mau ngebales chat gue?" Ucap Zidan sambil tersenyum manis. Nora menatap sterofoam bubur itu lalu merebutnya. Gadis itu membukanya dan langsung melempar bubur itu ke wajah Zidan, tak perduli itu masih panas.

"ARRGGHH!! ANJING!! RA! LO AP-"

dengan Acuh Nora memberi bogem mentah ya ke wajah lengket Zidan. Merasa Zidan tak punya waktu untuk melawan, Nora mendorong pria itu hingga jatuh, dan menyeretnya keluar dari UKS.

Sial bagi Zidan, Nora memiliki tenaga yang cukup besar hingga mampu membawanya ke koridor sekolah. " Ra, gue tau salah.. gue minta ampun ok? gue gak akan ngulangin lagi, ple--"

Nora melepas cengkramannya dari kerah baju Zidan, melangkah menjauhi pria itu, membuat Zidan bernafas lega karena telah dibebaskan dan selamat dari maut.

Tapi ternyata tidak. Nora kembali dengan sebuah pot keramik. Bukankah ini bisa mengulang waktu lagi? jika bisa Nora akan memecahkan kepala Beratus kali kalau mau asal masa itu tak perlu terulang lagi.

Nora menarik dasi Zidan hingga pria itu merasa tercekik. "R-ra.." rintih pria itu.

" sebenernya salahnya dimana? Apa yang salah?" gumam gadis itu. Zidan kini berwajah pucat, Nafasnya tak bisa berjalan teratur karena sedikit tercekik, dan lagi, Nora sangat mengerikan sekarang.

"Mana hape Lo."

Zidan dengan cepat memberikan ponselnya dan Dasinya kini kembali seperti semula. ia menghela nafas mengambil udara sebanyak yang ia bisa. Sedangkan Nora membuka ponsel itu, memeriksa hal yang bersangkutan dengannya. Melihat apa yang ia cari, Nora benar-benar merasa ini diluar batas.

Sungguh, dengan semua yang terjadi padanya, Siapa yang salah?

"SALAH! GUE! APA?!!" Nora berteriak penuh penekanan ke wajah Zidan. Gadis itu benar-benar nyaris gila. Kakaknya masuk rumah sakit lebih cepat dari seharusnya, dan ternyata pelecehan yang ia dapat berkat dua teman brengseknya itu lebih parah dari yang ia ketahui.

Nora sudah tidak tahan lagi. Jika memang tidak akan mengembalikan waktu, Setidaknya ia bisa mati sebelum merasakan penderitaan tak berujung itu.

PRANG!!!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!