NovelToon NovelToon

Gadis Pemilik Hati

Maxwell Family

Pagi yang cerah menambah semangat untuk mereka yang akan memulai aktivitas. Dan bagi mereka yang bekerja lebih pagi bahkan terlihat sudah mulai sibuk dengan pekerjaannya. Para orang tua sudah mulai menyusun sarapan untuk keluarga. Sebagian ibu berteriak memanggil anak-anaknya untuk segera bersiap ke sekolah.

Hari ini, bertepatan dengan hari senin, hari yang dibenci kebanyakan orang karena harus kembali bekerja, kembali ke sekolah, dan kembali ke pekerjaan rutin yang membosankan setelah sehari sebelumnya menikmati hari libur.

Sama halnya dengan Maxwell, ia masih saja tidur di bawah selimutnya yang tebal. Padahal satu jam lagi ia harus ke kampus.

"Max!" panggil bunda Mila sambil mengetok pintunya. Tidak ada sahutan karena ia masih terlelap dalam mimpinya.

Bunda Mila yang tidak sabar langsung membuka pintu dan memasuki kamarnya.

"Maxwell!" panggil Bunda Mila sembari mengangkat selimut yang menutupi tubuh Maxwell. "Max, ayo bangun, yang lain sudah menunggu untuk sarapan."

Maxwell menggeliat sambil membuka matanya. Menyesuaikan pandangannya dengan cahaya, lalu duduk dengan malas.

"Bunda, Max masih mengantuk," ucapnya sambil menguap.

"Sudah, cepat mandi sana. Daddy sama Zia sudah menunggu untuk sarapan. Kau harus segera turun kalau tidak ingin Daddy yang kesini," jawab bunda Mila memperingati.

"Baiklah." Maxwell kembali menguap. Namun ia mulai beranjak dari tempat tidur.

Membiarkan Daddy-nya memasuki kamar, itu bukanlah ide yang baik. Maxwell bergegas ke kamar mandi setelah Bunda Mila meninggalkan kamarnya.

Sementara itu, di meja makan, semua makanan sudah mulai dihidangkan. Bunda Mila membantu Bi Lina menyiapkan sarapan dan menghidangkannya di atas meja. Setelah dirasa lengkap, ia pun ikut duduk disamping suaminya.

"Kak Maxwell mana sih? Lama deh, setiap hari harus ditungguin terus," gerutu Zia yang mulai bosan menunggu.

"Sabar dong sayang, sebentar lagi kakakmu juga akan turun," jawab bunda Mila menenangkan putrinya.

"Zia mau susul aja." Saking tidak sabarnya, Zia pun menyusul kakaknya ke kamar.

"Persis Daddy-nya, tidak sabaran," ucap bunda Mila pelan. Namun tetap terdengar jelas ditelinga Akbar, suaminya.

"Hemm....tapi dia lebih mirip kamu loh sayang," balas Daddy Akbar.

"Wajahnya emang mirip denganku, tapi kelakuannya itu, tidak ada bedanya denganmu."

"Berarti dia emang anak kita," jawab Daddy Akbar disertai tawa keduanya. Lagi pula anak siapa lagi kalau bukan anak mereka.

Zia sudah berada di dalam kamar Maxwell. Ia masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Suara air terdengar dari kamar mandi, menandakan kalau kakak laki-lakinya itu masih berada di dalam sana.

"Masih mandi? Lelet banget sih." Zia menggerutu sendiri.

"Kak Maxwell!" Zia meneriaki Maxwell sambil duduk di atas tempat tidur milik Maxwell.

"Apaan?" Terdengar sahutan dari dalam kamar mandi.

"Cepetan!" Teriaknya lagi. Tangannya kini mulai meraih ponsel Maxwell yang berada di atas tempat tidur itu. "Wow, pacar baru lagi," ucapnya pelan. Dia memandangi wallpaper ponsel milik kakaknya. Setiap wallpapernya berganti, berarti pria tersebut punya kekasih baru. Maxwell selalu memasang wallpaper ponselnya dengan foto pacar terbarunya.

"Iya bawel," sahut Maxwell yang tiba-tiba sudah keluar dari kamar mandi. "Siapa yang mengizinkanmu menyentuh ponsel itu?" Maxwell berjalan menghampiri adiknya dan langsung merebut ponsel dari tangan Zia.

"Pelit banget sih, cuma liat foto doang," ucap Zia dengan kesal.

"Tetap saja tidak boleh, privasi tahu." Sambil meletakkan kembali ponselnya di atas tempat tidur. "Keluar sana, kakak mau ganti baju." Maxwell mengusir adiknya dengan mengibaskan tangannya beberapa kali. Mau tidak mau Zia pun keluar.

"Aku akan kasih tahu bunda kalau kakak punya pacar baru lagi!" Teriaknya sebelum meninggalkan kamar Maxwell.

"Dasar mulut ember!" balas Maxwell sambil berteriak juga.

Zia kembali ke meja makan dengan terengah-engah karena berlari dari kamar Maxwell.

"Mana kakak mu?" tanya Daddy Akbar sembari melipat koran yang sedari tadi ia baca.

"Baru selesai mandi," jawabnya sambil mengatur napas.

"Itu Kak Maxwell sudah turun," serunya beberapa saat kemudian sambil menunjuk kakaknya yang sudah terlihat dan sedang berjalan menuju meja makan.

"Kalau begitu kita mulai sarapannya," seru bunda Mila setelah Maxwell duduk di samping Zia. Ini sudah menjadi tradisi di rumah mereka. Sarapan dan makan malam akan dimulai ketika anggota keluarga sudah lengkap. Setelah itu mereka pun memulai sarapan.

"Bunda, kakak punya pacar lagi," ujar Zia sambil mengunyah makanan yang di mulutnya.

Maxwell langsung melirik dengan ujung matanya.

"Kenapa? Emang benar kan, kakak punya pacar baru," balas Zia menantang tatapan kakaknya.

"Max, bunda kan sudah bilang, berhenti memacari banyak gadis, kasihan mereka." Nasihat yang selalu Maxwell dengar dari bunda Mila. Dan seperti biasa, Maxwell menganggukkan kepalanya.

"Pilih salah satu yang benar-benar kamu suka. Jangan memacarinya sekaligus, tidak baik seperti itu nak," sambung bunda Mila lagi.

"Iya Bunda. Lagi pula mereka kok yang ngejar-ngejar Maxwell. Mereka juga tahu kalau aku punya pacar yang banyak, tapi tetap saja mau dengan Maxwell," jawab Maxwell dengan sombong.

"Idih...sombong!" Zia memberi komentar dengan sinis. Maxwell kembali meliriknya. "Apa?" sambil melototi Maxwell.

"Berarti mereka tidak tulus menyukai mu. Kamu pilih satu yang kamu suka dan putuskan yang lainnya." Kali ini daddy Akbar ikut memberi komentar.

"Tapi tidak ada yang Max sukai diantara mereka."

"Lalu untuk apa kau memacari semuanya?"

"Untuk senang-senang aja," jawab Maxwell seenaknya disertai tawa.

"Huss, tidak boleh seperti itu Maxwell. Entar kena karma baru tahu rasa kamu. Nanti jumpa cewek yang kamu benar-benar suka, terus ditolak karena punya pacar banyak, baru deh kamu nyesal."

"Gak mungkin Bunda. Siapa sih yang sanggup menolak Maxwell," jawabnya lagi sombong dan kembali tertawa.

"Kamu hati-hati Max. Ingat, karma itu berlaku, dan kamu punya adik perempuan loh. Kamu pasti tidak mau juga kan kalau Zia dapat pria yang pacarnya banyak." Daddy Akbar kembali ikut menimpali.

"Zia? Mana ada laki-laki yang mau dengannya. Sudah jelek, galak lagi."

"Jelek apanya? asal kakak tau ya, di SMA pelita, aku dapat julukan bunga pelita. Kenapa?" dengan nada angkuh, "karena aku orang tercantik di sekolah, sama kayak bunda dulu, iya kan bunda?"

Bunda Mila dan daddy Akbar hanya tersenyum menanggapinya. Ya, itu adalah masa lalu mereka sewaktu bersekolah di sana.

"Kakak juga, kakak paling tampan di kampus, mirip daddy dulu," jawab Maxwell tidak mau kalah.

Berdebat seperti ini adalah kebiasaan mereka. Setiap ada kesempatan Maxwell dan Zia selalu saja berkelahi. Tapi dibalik itu semua, mereka tetaplah kakak adik yang saling menyayangi.

"Mirip Daddy dari mana? Lihat, daddy punya lesung pipi, sementara kakak tidak punya. Kakak playboy sementara daddy tidak, dan kami bertiga suka stroberi sementara kakak malah alergi. Kakak beda sendiri, wekk." Sambil menjulurkan lidahnya.

Maxwell terdiam, meskipun ia tahu Zia tidak sungguh-sungguh dengan ucapannya. Tapi entah kenapa ia merasa sedikit tersinggung. Bunda Mila dan daddy Akbar pun terlihat terkejut dengan perkataan Zia.

"Zia, kenapa bicaranya seperti itu sayang? " tegur bunda Mila.

"Heheheehe becanda kok bunda," jawab Zia.

Suasana menjadi kaku. Bunda Mila pun mengarahkan supaya mereka segera menyelesaikan sarapan.

"Ayo, lanjutkan sarapannya."

Setelah selesai sarapan, bunda Mila mengantarkan suami dan kedua anaknya ke pintu depan. Mereka berpamitan lalu bergegas meninggalkan rumah. Daddy Akbar menaiki mobilnya bersama Zia. Sebelum ke kantor ia akan terlebih dulu mengantar putrinya itu ke sekolah.

Sementara Maxwell, ia menaiki mobilnya sendiri dan langsung menancap gas menuju kampusnya.

Bunda Mila memandangi kepergian mereka. Setelah itu, ia pun kembali memasuki rumah, melanjutkan aktivitasnya di rumah seperti biasanya.

Patut Diperebutkan

Maxwell sudah sampai di kampus. Begitu ia turun dari mobil, Rika, pacarnya datang menghampiri.

"Max! " Teriak Rika memanggilnya. Gadis itu mempercepat langkahnya ke arah Maxwell. Dilihat dari segi manapun, sangat jelas kalau gadis ini sedang marah bahkan sangat marah.

"Hei Rika," sahut Maxwell dengan malas.

"Apa ini?" Sambil menunjukkan layar ponselnya.

"Foto," jawab Maxwell singkat.

"Semua orang juga tahu kalau ini foto." Rika berteriak di depan wajah Maxwell. Guratan di wajahnya terlihat jelas, menandakan ia sangat emosi. "Kenapa foto kamu bisa di instagram Keyra?"

"Kenapa bertanya padaku? Tanyakan saja langsung pada Keyra."

"Dia bilang kalian berpacaran. Apa itu benar Max?" dengan suara bergetar dan sekarang Rika terlihat menahan air matanya.

"Iya, itu benar." Maxwell menjawab tanpa basa basi.

"Kau memang berengsek Maxwell!" maki Rika dengan spontan. "Kita baru pacaran satu bulan, dan sekarang kau malah pacaran sama cewek lain. Dan kenapa harus Keyra? Kamu tahu kan kalau Keyra itu sahabat ku." Rika berteriak dengan histeris. Air matanya yang semula ia tahan pun kini jatuh membasahi wajahnya yang dipolesi dengan makeup.

"Hei Rika! berhenti meneriaki ku." Maxwell membalas dengan nada tinggi juga. "Kenapa kau harus marah-marah seperti ini? Dari awal kau juga tahu kan, pacar ku bukan kau saja. Dan asal kau tahu, Keyra sendiri yang meminta untuk jadi pacar ku, sama seperti yang kau lakukan dulu."

Ya, itu memang fakta. Semua gadis yang ia pacari, satu pun diantaranya tidak ada yang ia dekati terlebih dulu. Sebaliknya, gadis-gadis itulah yang selalu mendekatinya dan meminta untuk dijadikan pacar. Sama halnya dengan Rika dulu, saat itu Maxwell juga punya pacar, namun Rika mengaku tidak peduli dan tetap ingin menjadi pacar Maxwell.

"Tapi kau bisa saja menolaknya Max. Keyra itu sahabat aku."

"Sahabat mu kan? Bukan sahabat ku."

"Dasar berengsek!" Rika menampar wajah Maxwell dengan telapak tangannya. "Kau akan mendapat karma Max." Umpatnya lalu bergegas meninggalkan Maxwell dengan air mata yang berlinang.

"Karma? Hmm... bisa saja ini juga karma untukmu." Maxwell meraba pipinya yang memerah akibat tamparan Rika. "Sial, sakit sekali. Kau juga akan dapat karma karena sudah menamparku." Ucapnya dengan geram sambil memandangi punggung Rika yang semakin menjauh.

"Wah wah... pagi-pagi sudah dapat hadiah aja," ledek Irfan sambil bertepuk tangan. Pria itu tiba-tiba muncul dan berdiri di samping Maxwell, ia melingkarkan salah satu tangannya di bahu Maxwell. Keduanya adalah sahabat sejak SMP dulu.

"Semua cewek memang seperti itu. Di awal ngomongnya terima semua kekurangan ku. Giliran aku punya pacar baru, malah marah-marah." Jawab Maxwell sambil terus memegangi pipinya.

Irfan langsung tertawa mendengar ucapan Maxwell.

"Kau yang benar saja Max. Mana ada cewek yang mau pasangannya punya pacar lagi. Dan sekarang, kau malah pacaran sama sahabatnya Rika, kau memang tidak waras." Irfan dibuat geleng kepala dengan sikap sahabatnya ini.

"Kalau begitu jangan pacaran dengan ku. Sudah tahu aku punya pacar yang banyak, tapi mereka masih saja ingin menjadi pacarku."

"Emang kau mau yang bagaimana lagi sih? Rika itu sudah yang paling cantik di kampus ini. Apa lagi yang kau cari?"

"Entahlah, bagiku mereka semua sama saja." Ia pun melangkah melanjutkan niatnya yang akan memasuki gedung kampusnya. Sementara Irfan masih menertawakannya dibelakang.

****

Siang itu, Maxwell duduk di salah satu cafe yang ada di kampusnya itu. Ia duduk bersama Keyra, pacar terbarunya yang merupakan sahabat Rika. Mereka duduk sambil menikmati makanan yang sudah mereka pesan sedari tadi.

Keduanya baru resmi berpacaran kemarin, dan ini adalah pertama kalinya mereka duduk berdua sebagai pasangan. Keyra dengan bangga memamerkan kebersamaannya dengan Maxwell.

Menjadi pacar Maxwell adalah suatu keberuntungan bagi sebagian besar gadis di kampus itu. Dan mereka yang berstatus sebagai pacar Maxwell akan mendadak terkenal dan menjadi sorotan, baik dikalangan hawa maupun kaum adam.

"Maxwell punya pacar baru lagi?" Bisik seseorang yang juga berada di cafe itu. Keyra yang mendengar hanya tersenyum sinis.

"Beruntung sekali gadis itu. "

"Eh, itu kan Keyra sahabatnya Rika. Gila ya, kok dia tega sih merebut pacar sahabatnya sendiri."

"Pria seperti Maxwell emang patut diperebutkan."

Mereka membicarakan Maxwell dan Rika sambil berbisik dan sesekali melirik ke arah keduanya.

Maxwell yang sudah biasa jadi bahan gosip sama sekali tidak menghiraukannya. Ia sama sekali tidak mempermasalahkan apapun yang orang katakan tentang dirinya.

"Baby lihat deh, itu Rara sama Kiky mau ngeprank lagi." Keyra menunjuk dua orang temannya yang baru memasuki cafe.

"Ngeprank? Apa itu? " Kening Maxwell berkerut, kata prank itu terdengar asing di telinganya.

"Mengerjai orang loh Baby, berbuat jail pada seseorang orang lalu direkam dan nanti dimasukin ke Youtube."

"Oo... " Maxwell menjawab sambil mengangguk. "Mereka mau ngeprank siapa?" Sambil ikut memandangi Rara dan Kiky.

"Niken, si gadis aneh di kelas kami."

Dari tempat mereka duduk, mereka melihat Rara dan Kiky yang kini berjalan mendekati gadis yang bernama Niken tersebut. Gadis itu duduk sendiri dan terlihat sedang menikmati makanannya.

"Dasar cewek tidak tahu diri!" Tiba-tiba Rara membanting meja Niken. Sementara Kiky merekam aksinya secara diam-diam dari belakang. Diberbagai tempat mereka juga sudah memasangi kamera tersembunyi. Niken terlihat terkejut, ia mengangkat wajahnya sekilas namun kembali menikmati makanannya.

Rara meraih mangkuk makanan Niken, ia menjauhkan benda itu dari pemiliknya. Ia sengaja melakukannya supaya Niken marah. Rekaman video ini akan diberi judul Marahnya Orang Pendiam. Mereka akan berusaha memancing amarah Niken yang terkenal paling pendiam ini.

Niken yang tidak suka berurusan dengan orang lain berusaha sabar dan menahan emosinya. Ia meraih kembali mangkok makanannya dan kembali menyantapnya.

"Dasar cewek murahan, kau kan yang menggoda pacar ku!" Bentak Rara. Semua mata kini mengarah pada mereka.

"Ra, udah ya aku tidak mau ribut. Aku juga tidak mengerti apa yang kau bicarakan." Niken masih belum terprovokasi. Ia berusaha untuk tetap tenang.

Merasa usahanya gagal. Rara kembali menarik mangkok makanan Niken, dan dengan teganya menumpahkan makanan itu ke tubuh Niken.

"Kau memang cewek penggoda, kau pantas mendapatkan ini." Bentaknya sambil menyiramkan seluruh isi yang ada di mangkok itu ke kepala Niken.

Sontak hal itu membuat semua yang ada di sana terkejut. Begitu juga dengan Maxwell, ia ikut terkejut dengan aksi Rara. Sementara Keyra malah tertawa dengan bahagianya. Ini seolah pertunjukan hiburan baginya.

"Maksud kamu apa menyiram ku seperti ini?" Niken beranjak dari duduknya. Ia menatap Rara dengan wajah yang kini dipenuhi makanan. "Kau mau cari gara-gara?" Bentak Niken dengan suara yang meninggi.

"Hahahahah.....ini prankk! " Ucap Rara dengan girang. Ia tertawa karena merasa berhasil membuat Niken marah.

Semua yang ada di cafe itu pun ikut tertawa. Mereka menertawakan Niken, bahkan ada yang bertepuk tangan. Ini pertama kalinya mereka melihat Niken marah.

"Ini prank Niken, prank! " Ucap Rara sambil menahan tawanya. "Lihat, kami merekamnya dan sengaja membuat kau marah." Lanjutnya sambil menunjuk beberapa kamera yang merekam sedari tadi.

Ingin rasanya Niken memaki gadis yang ada dihadapannya saat ini. Namun melihat semua orang yang ikut menertawakannya ia pun mengurungkan niat itu.

Niken meninggalkan tempat itu dan melangkah menuju toilet untuk membersihkan tubuhnya. Sementara Rara dan Kiky terlihat sangat bahagia. Rencana yang mereka susun dari beberapa hari yang lalu akhirnya berhasil.

Mereka berdua berlari menghampiri Keyra dan Maxwell.

"Kau lihat Key, dia marah, hahahaah aku berhasil membuatnya marah." Rara sangat puas dengan hasil usahanya. Ia yakin, dari video ini, ia akan mendapatkan view yang banyak.

"Hebat, tos dulu dong," sahut Keyra. Keduanya kembali tertawa dengan penuh kemenangan.

"Kita harus segera upload videonya," ucap Kiky dengan tak kalah senangnya.

"Sepulang dari sini, kita langsung edit ya, selesai itu kita upload." Ketiga gadis itu kembali tertawa. Disisi lain, Maxwell diam tidak memberi komentar apapun. Ia tidak menyukai hal ini, namun ia juga tidak berniat untuk melarang atau mencegah ketiganya. Bukan urusan ku, batin Maxwell.

Tidak lama kemudian, Niken terlihat kembali ke mejanya. Ia kembali untuk mengambil ponselnya yang tertinggal di sana.

"Eh, Niken balik lagi tuh," tunjuk Keyra.

Dengan semangat, Rara dan Kiky kembali menghampiri Niken. Gadis itu terlihat sangat berantakan. Rambut dan pakaiannya terlihat basah. Mungkin ia membersihkan tubuhnya dengan air.

"Niken, Niken, tunggu!" Teriak Rara. Ia berlari dan menahan tangan Niken yang sudah ingin meninggalkan tempat itu.

"Sorry ya Ken, kami tidak maksud berbuat kasar, ini untuk lucu-lucuan aja kok, iya kan Ky." Ucap Rara tanpa merasa berdosa sedikit pun.

Niken tidak menanggapinya. Ia melepaskan tangannya dari Rara, namun seperti harimau yang tidak mau melepaskan mangsanya, Rara dengan cepat kembali meraih tangan Niken dan menahannya.

"Bagaimana kalau sekarang kita buat video tentang perasaan kamu sewaktu disiram tadi."

Niken melototi Rara dengan tajam. Ia tidak mengerti dengan jalan pikiran gadis ini. Bukannya minta maaf, sekarang malah memintanya untuk buat video gila seperti itu. Niken memaki dalam hati.

"Aku bayar deh," sambung Rara. "Kalau gak

percaya, ini aku kasih uangnya sekarang." Rara merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah amplop yang berisi uang dari dalam sana. Ia menyerahkan uang tersebut ke tangan Niken.

"Isinya sepuluh juta, kan lumayan tuh, bisa buat bayar uang kuliah mu," sambung Kiky.

Niken semakin muak dengan sikap kedua gadis ini. Ia menatap keduanya dengan tajam sambil meremas kuat amplop yang berisi uang tersebut.

"Kita buat videonya sekarang." Kiky menyalakan kamera dan bersiap merekam.

"Ayo dong Niken, kasih tahu kita perasaan kamu pas disiram tadi?" Rara sangat bersemangat. Keyra dan Maxwell juga masih menonton dari tempatnya. Bahkan Keyra terlihat sangat antusias.

Mereka sudah sangat kelewatan. Berbuat seenaknya tanpa memikirkan perasaan gadis ini.

Niken sudah muak dengan kedua gadis ini. Bukan hari ini saja, tapi setiap hari gadis - gadis ini memang selalu menyebalkan baginya. Niken membuang napasnya dengan kasar, lalu perlahan berjalan ke meja yang di sebelahnya.

Ia meraih mangkok makanan mahasiswi yang di sana. Kebetulan makanan itu baru saja datang dan masih panas. Lalu tanpa bicara sapatah katapun, Niken langsung menyiram Rara dengan makanan tersebut. Menuangkan semua isi makanan itu ke atas kepala Rara persis seperti yang gadis itu lakukan padanya.

Semua tercengang melihatnya. Mereka tidak menyangka kalau Niken berani melakukan seperti itu.

"Kau mau tahu kan rasanya bagaimana? Sekarang tanyakan pada dirimu sendiri." Niken mengembalikan mangkok yang sudah kosong itu ke tempatnya semula.

"Aaaa... panas, kurang ajar, dasar cewek tidak tahu diri!" Rara meneriaki sambil membersihkan tubuhnya. "Harusnya kau bersyukur dapat uang itu, sudah miskin masih saja belagu!" Maki Rara.

"Ini, aku kembalikan uangnya." Niken meletakkan amplop tersebut ke tangan Rara. "Aku juga tidak butuh uang haram mu. Uang korupsi ayah mu kan?" Cibir Niken. Setelah itu Niken bergegas meninggalkan tempat itu.

Orangtua Rara adalah seorang pejabat negara yang sudah beberapa kali tersandung kasus korupsi. Sudah bukan rahasia lagi kalau sebagian kekayaan yang mereka miliki berasal dari hasil korupsi. Namun sampai saat ini, pihak berwajib belum juga menemukan bukti yang kuat untuk menahannya.

"Dasar cewek berengsek, sialan, aaa Niken! " Rara berteriak histeris memaki Niken.

Sementara itu, Maxwell terlihat menyunggingkan senyum di bibirnya.

"Wow.... menakjubkan." Ia kagum dengan keberanian Niken. Maxwell menatap Niken yang melangkah semakin menjauh. Lain halnya dengan Keyra, gadis itu berlari menghampiri Rara. Ia berusaha menenangkan Rara yang terus berteriak histeris.

.

.

.

.

Halo semuanya 🤗🤗🤗

Sekedar info aja, ini adalah novel kedua ku, dan merupakan season 2 dari novel ku yang sebelumnya. Saran aku, untuk lebih memahami isi cerita, lebih baik baca yang season 1 dulu ya karena namanya season 2 sedikit banyaknya pasti akan berhubungan dengan yang sebelumnya. Judulnya Reuni Cinta Carmila. Bagi yang mau aja ya, kalau gak mau juga gpp 😆😆😆.

Jangan lupa like dan comentnya ya

Terimakasih😄😄😄😄

Kehidupan Niken

Niken keluar dari gedung kampus. Ia berjalan sambil menundukkan pandangannya, berusaha menyembunyikan wajahnya agar tidak terkena sinar matahari. Selain itu ia juga ingin menutupi wajahnya yang terlihat berantakan saat ini.

Ia melangkah panjang menyusuri trotoar yang juga dipadati pejalan kaki lainnya. Berjalan menuju tempat kerjanya seperti yang biasa ia lakukan tiap hari.

Selesai kuliah, ia akan bekerja part time di toko kue yang letaknya tidak jauh dari kampusnya. Di Sana ia bekerja mulai sore hingga malam.

"Hari yang menyebalkan. " Gumamnya dalam hati sambil mengingat kembali kejadian di cafe tadi.

Septria Niken Pratiwi atau yang akrab disapa Niken adalah gadis yang dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang di kampusnya. Bahkan teman sekelasnya sering menyebutnya gadis aneh.

Nike berasal dari keluarga yang sangat sederhana. Untuk biaya kuliah saja, ia harus banting tulang sendiri mencari biayanya.

Sedari kecil, Niken hanya tinggal dengan ibunya. Sementara ayahnya, ia sendiri tidak tahu siapa dan dimana. Setiap ia bertanya pada ibunya, hanya makian yang ia dapatkan. Ibunya akan meneriakinya anak tidak tahu diri dan mengatakan kalau ayahnya sudah mati.

Niken gadis yang pendiam dan terkesan tertutup. Ia tidak akan bicara dengan teman-temannya di kampus kalau bukan masalah tugas kuliah.

Ia juga tidak pernah ikut hang out atau sekedar berkumpul bersama teman-temannya. Niken sama sekali tidak punya seseorang teman dekat yang bisa ia ajak berbagi cerita. Lagi pula, siapa yang mau berteman dengan gadis miskin seperti dirinya. Meskipun dia tidak pernah menyalahkan takdirnya namun ia turut sadar diri dengan keadaannya.

"Akhirnya sampai juga. " Niken menyeka keringatnya ketika sampai di tempat kerjanya. Ia masuk melalui pintu khusus karyawan, dan melangkah menuju ruang ganti yang sekaligus berfungsi sebagai tempat istirahat mereka.

"Hai Niken! " Sapa Dira, teman satu shiftnya. Setelah shift pagi nanti pulang, maka berdua-lah yang akan melanjutkan pekerjaan hingga malam nanti.

"Hai Kak, " balas Niken sembari menyunggingkan senyum di bibirnya.

Dari sekian banyak orang, mungkin hanya dengan Dira-lah ia banyak bicara, karena selain ramah, Dira juga senior yang baik.

Niken membuka bajunya, lalu menggantinya dengan seragam toko yang sudah ia bawa dari rumah pagi tadi.

"Kau kenapa Ken? Kok lesu gitu, lagi banyak tugas kampus ya?"

"Enggak kok Kak. Gerah aja, diluar panas banget soalnya. " Sambil mengipas wajahnya dengan telapak tangan.

"Iya sih, gerah banget. Kayaknya mau hujan. Nih untukmu, biar gerahnya hilang. " Dira menyodorkan sebotol minuman dingin pada Niken.

"Tidak usah Kak," tolak Niken.

"Udah gak papa, ambil aja. Tadi aku sengaja beli dua, satu untukmu, satu lagi untukku. " Dira kembali menyodorkan botol minuman tersebut. Akhirnya Niken pun menerimanya.

"Terimakasih Kak. "

"Hmm."

Pergantian shift masih ada sekitar dua puluh menit lagi. Mereka menggunakan waktu itu untuk istirahat sejenak sambil minum minuman yang dibeli Dira.

"Kuliahmu bagaimana Ken? Aman?"

"Aman Kak. "

"Syukurlah, " ucapnya sambil menikmati minumannya. "Aku iri denganmu, kerja kita lumayan melelahkan tapi kau masih bisa kuliah, udah gitu kuliahnya lancar terus lagi."

"Ya memang harus seperti itu Kak. Niken kerja juga biar kuliahnya lancar, biar bisa bayar uang kuliah."

"Kau memang hebat Niken. Orangtuamu pasti bangga punya anak sepertimu. "

Niken tidak menjawab. Ia tersenyum getir setiap mendengar ucapan seperti itu. Andaikan itu benar, andaikan ibunya bangga seperti yang dikatakan Dira, pastinya hari-hari akan lebih mudah untuk ia lewati. Niken mendesah panjang sambil menghirup minumannya.

"Eh udah yok. Sebentar lagi yang shift pagi mau pulang nih." Keduanya pun bergegas dari ruangan tersebut.

Kedatangan mereka langsung disambut girang kedua teman mereka yang bekerja di shift pagi.

"Yeayy..saatnya pulang," seru keduanya dengan semangat.

"Sekarang giliran kalian ya," ucap yang di kasir sambil menyelesaikan closingannya.

"Iya iya, pulang sana," jawab Dira lalu disambut tawa oleh keduanya.

"Niken dan Dira sudah datang ya?" Ibu Nayra pemilik toko tiba-tiba menghampiri mereka. "Sini ngumpul dulu semua. Ibu ada sedikit pengumuman untuk kalian. "

"Pengumuman apa Bu? Kami tidak disuruh lembur kan?" Mulai was-was, karena kalau lembur bisa gagal acara kencannya malam ini. Mana pacarnya sudah jemput di depan lagi. "Semoga tidak disuruh lembur." Doanya dalam hati.

"Makanya ngumpul dulu sini," perintah Ibu Nayra.

Mereka berempat pun mendekat dan berdiri mengelilingi wanita pemilik toko tersebut.

"Ibu dapat pesanan snack box sebanyak 100 box selama satu bulan. "

"Wow.... " Mereka bertepuk tangan mendengar kabar itu.

"Dengar dulu, ini belum selesai. Snack box ini akan dikirim setiap pagi ke kantor untuk orang rapat di sana. Jadi Ibu mau bagi tugas. Shift malam bertugas menyiapkan semua perlengkapannya, seperti box, air mineralnya dan sebagainya. Sementara shift pagi yang bertugas menyusun isinya hingga siap diantar, bagaimana?"

"Oke bu. " Jawab mereka serentak tanpa ada penolakan sedikit pun.

"Kalau pesanan ini berjalan lancar, dan tidak ada komplain sama sekali, bisa jadi bulan depan mereka akan pesan lagi. Dan pastinya kalian akan mendapat bonus akhir bulan nanti."

"Wow asyikk..... " Mereka bersorak dengan tepuk tangan yang semakin meriah. Semangat mereka langsung membara ketika mendengar bonus. Lagi pula siapa sih yang tidak suka dengan bonus.

"Baiklah, kalau begitu kalian boleh pulang. " Ucap Ibu Nayra pada dua orang yang masuk di shift pagi tadi.

"Asyik." Jawab keduanya. "Pulang dulu ya, da-da. " Melambaikan tangan dengan senyum bahagia.

"Asyik, aku jadi kencan."

Setelah keduanya pergi, Niken dan Dira pun mulai bergegas mengerjakan tugas mereka. Namun langkah Niken ditahan Ibu Nayra.

"Sebentar Niken, Ibu ada tugas untukmu. "

"Tugas apa Bu?"

"Teman Ibu ada yang pesan cookies, nanti malam dia akan jemput. Tolong ya kamu siapkan barangnya, pilih yang paling bagus, ini yang pesan sahabat Ibu sedari SMA. "

"Baik bu,” jawab Niken sambil menganggukkan kepalanya. Setelah itu ia pun memulai pekerjaannya.

****

Jam sudah menunjukkan pukul 21.00, Niken dan Dira pun sudah bersiap untuk closing. Niken yang bertugas di kasir sudah hampir selesai dengan hitungannya, dan Dira juga sudah selesai merapikan etalase. Kue sudah disortir, yang lama sudah ia tarik dari etalase tersebut.

"Selesai." Teriak Dira. "Niken, kau sudah selesai, pulang yuk!" Serunya.

"Iya, ini sudah hampir selesai kok Kak," jawab Niken.

Ia mengumpulkan semua uang penjualan, dan membiarkan uang modalnya tetap didalam laci. Setelah itu, ia memasukkan uang tersebut ke dalam brankas.

"Niken!" Ibu Nayra yang ternyata belum juga pulang datang menghampirinya.

"Iya bu, "

"Cookies yang Ibu pesan tadi mana? Orangnya sudah datang."

"Oh iya, ini bu, " sambil menyerahkan kantong plastik berisi dua kotak cookies.

"Terimakasih ya. Kalau sudah selesai kalian pulang saja. " Lalu meninggalkan Niken. Ia berjalan menghampiri orang yang menjemput cookies tersebut yang saat itu sudah hampir masuk ke dalam toko.

"Maxwell, kenapa lama sekali ? Tante pikir gak jadi ambil malam ini." Seraya menyerahkan kantong yang ditangannya pada Maxwell.

"Maaf Tante, tadi Maxwell ada keperluan lain, makanya telat jemput cookiesnya."

"Ya udah gak papa, salam ya buat Bunda kamu."

"Iya tante, nanti disampaikan," jawab Maxwell. Bersamaan dengan itu, Niken dan Dira pun datang menghampiri mereka. Keduanya pamit untuk pulang.

"Bu, kami pamit pulang duluan," ujar Niken.

Mata Maxwell langsung beralih pada Niken. Ia memperhatikan gadis itu dengan seksama. Maxwell mencoba mengingat dimana ia melihat gadis ini.

"Prank, iya benar, dia gadis yang tadi diprank Rara dan Kiky."

"Iya, terimakasih ya untuk hari ini. Hati-hati dijalan." Jawab Ibu Nayra.

"Iya bu," balas Niken dan Dira serentak. Mereka keluar dari toko tersebut, dan bergegas pulang.

Maxwell yang penasaran dengan Niken terus mengikuti gadis itu dengan pandangannya, dan tanpa ia sadari kepalanya bahkan ikut bergerak mengikuti arah Niken.

"Max, kau lihat apa?" Sambil mengikuti arah pandangan Maxwell.

"Tidak ada Tante. " Jawab Maxwell sambil tersenyum cengengesan.

"Emmm, Tante tahu, kau lihat Niken ya? Dia manis ya anaknya?" Puji Tante Nayra.

"Manis apanya? Biasa aja, " jawab Maxwell dengan cepat.

"Ya kalau penampilannya dibandingkan dengan pacar-pacar kamu emang beda jauh. Tapi lihat hatinya dong. Niken baik loh anaknya, pintar, udah gitu mandiri lagi. Dia kerja sambil kuliah, ehh kalau gak salah dia kuliah di kampus mu juga."

"Hah? masa sih Tante?" Jawab Maxwell pura-pura kaget.

"Iya benar. Emang kamu gak pernah lihat dia di kampus?"

Maxwell menggeleng pelan.

"Padahal dia satu kampus loh denganmu."

"Ya udah Tante, Max pamit dulu ya. Bunda nungguin soalnya."

"Baiklah, hati-hati ya."

"Iya Tante."

Maxwell melangkah meninggalkan toko tersebut. Ia berjalan memasuki mobilnya lalu bergegas untuk segera pulang.

Tidak jauh dari toko ia kembali melihat Niken. Ia melihat gadis itu turun dari motor Dira.

"Kamu yakin gak mau aku antar saja?" Kata Dira begitu Niken turun dari motornya. Ia berniat mengantar Niken pulang kerumahnya, tapi Niken menolak dan memilih turun di halte.

"Gak usah Kak. Bentar lagi busnya juga datang kok," tolak Niken dengan lembut.

"Yakin?"

"Iya Kak."

"Serius nih aku tinggal?"

"Iya Kak gak papa, serius. Kak Dira pulang saja."

"Ya udah, aku duluan. Hati-hati ya, kalau busnya gak datang telepon aku saja."

"Iya Kak. Kak Dira hati-hati juga." Dira menyalakan motornya dan terpaksa meninggalkan Niken. Sementara itu, Maxwell masih memperhatikannya dari seberang jalan. Ia menatap Niken dari dalam mobilnya.

Sambil menunggu bus, Niken mendengarkan musik melalui ponselnya. Ia menyanyi mengikuti lirik lagu yang ia dengarkan sambil menggerakkan kepala menyesuaikan musik. Niken yang ini, sangat berbeda dengan yang ia lihat di kampus tadi. Dan tanpa sadar Maxwell tersenyum melihatnya.

Tidak lama kemudian, bus pun datang dan berhenti tepat di depan halte. Bus kembali berjalan setelah Niken menaikinya. Setelah bus menghilang, Maxwell baru sadar dengan dirinya.

"Astaga! Aku pasti sudah gila, ngapain aku disini lihatin dia? " Malu sendiri dengan dirinya. Maxwell buru-buru menyalakan mesin mobilnya lalu meninggalkan tempat itu.

.

.

.

bersambung....

Jangan lupa likenya ya 😊😊😊

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!