"Tolong.." seseorang berlari dengan sekuat tenaga tanpa memperdulikan dirinya yang bertelanjang kaki, berharap ada yang menolongnya
"Ada apa putri?" orang-orang mengerumuninya, ya dia adalah seorang putri raja
"Tolong aku, aku dikejar oleh pasukan ayahku tolong aku tidak ingin menikah dengan raja naga biru itu" dia menangis masih meminta bantuan dari rakyat-rakyatnya, tapi tidak seorang pun yang berani menolongnya.
"Disana sang putri, ayo kita kesana" pasukan-pasukan itu berhasil menemukan keberadaan sang putri dan hendak menangkapnya atas perintah sang Raja.
"Kumohon siapapun itu tolong aku" dia masih menangis, tapi orang-orang hanya menatapnya kasihan
"Mohon maaf tuan putri, hamba tidak berani" mereka mengundurkan diri dan bersembunyi dibalik rumah masing-masing.
Akhirnya dia pun tertangkap oleh pasukan-pasukan yang mengejarnya,
"Lepaskan aku!" dia meronta mencoba melepaskan diri dari para prajurit,
"Mohon diam tuan putri, kami hanya menjalankan perintah dari Baginda" prajurit itu semakin mengencangkan ikatan ditangan putri tersebut.
Ketika itu sampailah mereka diatas sebuah jembatan, jembatan yang dikenal sebagai jembatan persembahan, karna banyak dari mereka yang dijadikan persembahan untuk penjaga sungai itu sungai yang tidak pernah mengering sekalipun.
"Apakah aku harus melompat?" dia mulai berpikir untuk menjatuhkan diri ke dalam sungai itu,
"Jikalau aku mati, aku tidak akan pernah jadi istri raja naga biru itu" dia masih memikirkan cara agar dia bisa lepas dari belenggu Ayah nya.
"Mungkin ini memang yang terbaik, ampuni aku Ibunda aku tidak bisa menepati janjiku aku akan menyusulmu disana" dia memenjamkan mata dan berdoa berharap sang dewa mendengar doa nya.
Setelah itu dia benar-benar melompat ke dalam sungai, untuk meloloskan diri sedangkan didalam sungai itu banyak racun dan bangkai, tujuan dari adanya racun supaya orang-orang yang sudah jadi persembahan tidak bisa meloloskan diri dari sana.
"Maafkan aku" dia memejamkan mata seiring dengan tubuhnya yang hilang masuk ke dalam air,
"Hey b*d*h kenapa kau biarkan dia melompat?" salah satu pimpinan prajurit menyalahkan anak buahnya atas kesalahan ini.
"Maaf kapten, kami tidak tahu jika tuan putri akan melompat ke dalam sungai" prajurit itu hanya menunduk,
"Bagaimana nasib kita nanti jika baginda tau tentang ini? tubuh dan kepala kita akan terpisah" orang yang disebut kapten itu sedang memarahi anak buahnya, bahkan dia membayangkan apa yang akan dilakukan sang Raja jika mereka kembali tanpa membawa putri.
"Kau, cepat turun dan cari putri sampai dapat" kapten menunjuk salah satu anak buahnya untuk mencari putri didalam sungai,
"Ta-tapi kapten, sa-saya takut mati" prajurit itu sangat takut, bahkan sampai wajahnya terlihat pucat.
"Cepat" kapten itu mendorong paksa tubuh prajuritnya itu hingga jatuh kedalam sungai,
"Aaa tolong.." prajurit yang lain hanya melihat dengan tatapan takut dengan berbagai macam pikiran dalam benak mereka, bahkan mereka memasang ekpresi yang berbeda-beda ada yang kasihan, sedih, marah, adapula yang lega karna bukan dirinya yang didorong.
Di lain waktu dan lain tempat maupun lain zaman, seseorang tengah berbaring dengan peralatan rumah sakit yang menempel pada tubuhnya, dia adalah Aletta seorang gadis SMA yang sedang terbaring koma dirumah sakit karna mengalami kecelakaan bersama teman-temannya.
"Gimana ini pah? leta belum juga bangun" ibu aletta hanya bisa menangis meratapi putrinya yang sedang koma, dia selalu berdoa memohon agar putrinya cepat bangun
"Mamah yang sabar, pasti Tuhan akan kabulkan doa kita" sang ayah hanya bisa menenangkan istrinya, dia pun tidak tau harus berbuat apa dia hanya memohon dan memohon agar putrinya cepat terbangun dari koma nya.
'Tok-tok-tok'
seseorang mengetuk pintu ruangan tempat aletta dirawat, ayah aletta membukakan pintu
"Maaf menganggu rama" sapa orang yang mengetuk pintu itu menyebut nama dari ayah aletta
"Tidak apa-apa bram, ayo silahkan masuk" ayah aletta mempersilahkan tamu nya masuk.
"Gimana kondisi leta, rama?" orang yang bernama bram itu bertanya pada ayah aletta,
"Masih belum ada perkembangan lagi bram" ayah aletta menunduk menahan air matanya agar tidak jatuh, bahkan sangat terlihat jelas kantung matanya yang sembab dan hitam itu.
"Semoga leta cepat bangun dan dia baik-baik saja" orang yang bernama bram itu menguatkan ayah aletta, ayah aletta hanya mengangguk mengiyakan
"Theo gak ikut?" ayah aletta bertanya pada orang itu, dia menggeleng
"Nggak, maaf dia memang susah diajak" pak bram menjawab dengan tersenyum kikuk.
"Oh tidak apa-apa, apa memang sebaiknya kita batalkan saja pertunangan anak kita sepertinya theo tidak suka dengan leta?" ayah aletta bertanya pada pak bram, karna memang menurutnya theo tidak bisa menyukai aletta, bahkan aletta sering bilang padanya theo selalu mengacuhkannya.
"Tidak.. tidak.. pasti nanti lama kelamaan theo akan suka pada leta" pak bram melarang pembatalan pertunangan anaknya,
"Sepertinya theo tidak suka pada leta karna dia terlalu hyperaktif" ayah aletta melihat pak bram untuk mengetahui tanggapan darinya.
"Mungkin seperti itu, tapi aku yakin theo lama-lama akan luluh pada leta" pak bram meyakinkan ayah aletta, bagaimana bisa dia membatalkan pertunangan yang sudah dilaksanakan itu, dia tidak ingin menghianati sahabatnya itu yang sudah membantunya ketika ia kesulitan dan jatuh.
"Semoga saja" ayah aletta tersenyum sambil menatap wajah anaknya yang pucat masih memejamkan mata bahkan sudah beberapa hari,
"Aku harap perjodohan ini akan semakin mempererat hubungan kita rama" batin pak bram, ia ikut melihat wajah aletta yang masih terdiam tanpa pergerakan itu.
Ibu aletta masih menggenggam tangan anaknya, berharap dapat menyalurkan kekuatan untuknya agar dia bisa bangun dan melihatnya lagi.
"Leta sayang, ayo bangun ya nak mama kangen kamu nak" ibu aletta kembali menitikan air matanya, bahkan rasanya air matanya seperti mau habis karna terlalu sering menangis.
Kedua orang lelaki yang ada disitu menatap iba, tapi juga tidak bisa berbuat apa-apa mereka sudah berusaha tetapi hasilnya hanya ada ditangan Tuhan.
"Kalau begitu aku pamit dulu ya, kalian jaga kesehatan pasti leta akan sedih jika kalian sakit dan tidak jaga kesehatan" pak bram menasehati orang tua aletta.
"Baik kami akan jaga kesehatan" mereka mengangguk bersamaan,
"Trimakasih pak bram sudah menjenguk leta" ibu aletta berterimakasih pada pak bram,
"Sama-sama bu, kita kan sahabat jadi akan saling mendoakan" mereka tersenyum.
Setelah itu pak bram pamit undur diri dari ruangan itu, mereka kembali duduk disamping aletta yang masih terbaring lemah sembari berdoa terus-menerus berharap putrinya cepat sembuh, tapi mereka tidak tahu apa yang akan terjadi nanti pada putri semata wayangnya itu.
Setelah sekian lama kedua orang yang masuk ke dalam sungai tidak kembali lagi,
"Bagaimana ini kapten? sepertinya mereka telah tewas" celetuk salah seorang prajurit,
'Plak'
prajurit itu dipukul kepalanya oleh kapten,
"Kalau begitu lebih baik kau menyusul mereka" kapten menyuruh prajurit itu untuk menyusul temannya.
"Ta-tapi kapten kita disini sudah menunggu selama lebih dari 1 jam, tidak mungkin mereka tahan berada di dalam air lebih dari 1 jam" prajurit itu menjelaskan pada kapten nya, menegaskan bahwa orang yang mereka tunggu memang sudah tidak ada.
"Lalu bagaimana nasib kita kapten?" salah seorang prajurit yang lain bertanya pada kapten nya,
"Aku pun tidak tahu b*d*h, kalau bisa diwakilkan lebih baik kau yang mewakilkan hukumanku" kapten itu hanya memikirkan dirinya sendiri, dia memikirkan bagaimana caranya dia bisa lolos dari hukuman sang Raja.
"Ku mohon ampuni aku" putri yang sudah tenggelam, masih terus berdoa dalam hatinya berharap dia bisa terlindungi dan bisa bertemu dengan ibu nya yang sudah tiada, tapi nasib nya berubah saat kesadarannya sudah menghilang.
Di lain waktu kedua orang tua aletta terus menangis disampingnya,
"Leta ayo bangun nak, mama sama papah kangen kamu" ibu aletta terus menggenggam tangan putrinya, tidak disangka tangan yang ia genggam bergerak secara perlahan.
"Leta" sang ibu masih belum percaya dengan apa yang dia lihat, dia terus memperhatikan pergerakan tangan aletta
"Pah papah! leta aletta bangun pah" ibu aletta berteriak memanggil suami nya, ia pun berlari mendatangi istrinya.
"Leta bangun mah?" ayah aletta terlihat sangat senang dikala melihat tangan putrinya bergerak, perlahan aletta membuka matanya
"Leta? syukurlah kamu sudah bangun sayang" kedua orang tua nya memeluk aletta erat.
"Ah sakit sekali" aletta mengerang kesakitan, orang tua nya pun melepas pelukannya
"Sakit sayang?, pah tolong panggil dokter!" ibu aletta menyuruh ayahnya untuk memanggil dokter, dia pun berlari mencari dokter.
"Apanya yang sakit sayang?" ibu nya bertanya tapi aletta hanya diam menatap wajahnya,
"Siapa nona ini?" batin aletta dalam hati
"Maaf nona siapa?" aletta bertanya pada ibunya, ibunya tidak tau bahwa yang ada di diri aletta bukanlah aletta yang sesungguhnya tetapi putri lilian.
"Ma-maksudnya sayang? kamu tidak ingat bunda?" ibu aletta menatap lekat manik mata putrinya berharap dia hanya bercanda, mengenal sifat aletta yang suka bercanda dan jahil bahkan kepada orang tua nya sendiri.
"Bunda? apakah aku sudah mati? aku bertemu ibunda? tapi tempat apa ini? apakah ini di surga?" sang putri yang ada didalam tubuh aletta masih belum sadar bahwa dirinya telah bertukar jiwa dengan aletta.
Setelah itu dokter datang bersama dengan ayah aletta, dia memeriksa keadaan aletta.
"Bagaimana keadaan anak saya dokter? dia tidak mengingat saya" ibu aletta menangis menjelaskan kejadian yang di alaminya.
"Tenang bu, kejadian ini biasa terjadi pasca kecelakaan karna kepala putri ibu membentur sesuatu dengan keras" dokter menjelaskan pada kedua orang tua aletta, aletta hanya diam mendengarkan pembicaraan mereka.
"Putri? tuan tahu kalau saya seorang putri?" aletta memegang tangan dokter itu dan bertanya dengan mata berbinar,
"Apakah tuan adalah prajurit yang di utus baginda untuk menangkap saya?" aletta menatap lekat wajah dokter itu berharap dia bukanlah orang yang disuruh oleh ayahnya untuk menangkap dirinya.
"Dokter bagaimana ini? putri saya kenapa? apakah dia berhalusinasi?" ayah aletta bertanya dengan nada khawatir pada dokter,
"Aku mohon jangan tangkap aku, aku tidak ingin menikah dengan Raja Naga Biru" aletta menangis sangat sedih.
"Tenang.. tenang aletta sedang mengalami fase stress jadi mohon kalian tenang dan jangan terlalu banyak mengajaknya berbicara, biarkan dulu dia tenang" dokter memberi saran pada kedua orang tua aletta, mereka hanya mengangguk dengan pasrah.
Setelah itu aletta di beri obat penenang karna dia terus-terusan menangis dan menyebut nama Raja Naga Biru secara terus menerus, ia pun tertidur dengan tenang masih jelas nampak di wajahnya bekas ia menangis.
"Sebenarnya kamu kenapa nak?" ibu aletta mengusap-usap kepala anaknya, ia menangis kembali tangisan bahagia dan juga tangisan sendu karna anak semata wayangnya harus mengalami kejadian yang tidak diinginkan seperti ini.
Di sisi lain ayah aletta sedang menghubungi pak bram untuk memberi tahu kondisi aletta
"Syukurlah kalau leta sudah bangun, aku akan segera kesana rama" pak bram menutup panggilan telepon dan langsung berangkat menuju rumah sakit.
"Theo, ayo ikut papah!" pak bram memaksa anak nya untuk ikut bersama nya,
"Kemana sih pah?" theo menjawab dengan malas
"Kita jenguk leta, leta sudah siuman" pak bram menjawab pertanyaan anaknya dengan antusias, berbeda dengan tanggapan anaknya.
"Kenapa dia harus bangun?" theo membatin dalam hati, dia sama sekali tidak ingin perjodohan ini dilanjutkan
"Theo ada perlu pah, jadi gak bisa ikut" theo hendak berbalik meninggalkan ayahnya, tapi tangannya ditahan oleh ayahnya
"Sampe kapan kamu terus-terusan gini theo? ayo kamu harus ikut kita gak enak kalau gak jenguk" ayah theo memaksanya untuk ikut, akhirnya ia pun menurut pada pemaksaan ayahnya walau dalam hatinya dia sangat kesal.
Mereka di sambut oleh orang tua aletta,
"Nak theo juga datang" ibu aletta menyapa theo,
"Ya tante, dipaksa papah" theo menjawab jujur, kaki nya pun diinjak oleh ayahnya
"Aww pah" theo protes ke ayahnya.
"Ahaha bagaimana kondisi leta sekarang?" tanya pak bram untuk mengalihkan pembicaraan,
"Leta sedang istirahat sekarang, dari tadi dia terus berhalusinasi bahkan dia tidak mengingat aku dan ana" ayah aletta menjelaskan keadaan aletta.
"Hah harusnya dia tidak perlu sadar, kalo bisa hilang aja ingatannya" batin theo dalam hati, dia sangat tidak suka pada aletta
"Sabar ya kalian, pasti nanti aletta akan bisa normal kembali" pak bram menyemangati keduanya, berbeda dengan theo yang hanya diam menatap benci aletta.
Sesekali aletta sesenggukan menangis, walaupun mata nya terpejam tidur tapi air mata nya terus mengalir deras
"Kenapa dia?" theo masih memandangi wajah aletta yang menangis
"Hm bukan urusan gue" theo memalingkan wajahnya dari tatapannya pada aletta.
Sepanjang dia berada di ruangan itu, theo hanya diam sambil sesekali menatap wajah aletta tanpa ekspresi.
"Aku harap kau bisa menerima nya, theo" batin pak bram dalam hati, dia berdoa agar putra nya bisa menerima aletta tanpa harus adanya paksaan dari dirinya.
"Bagaimana bisa seorang aletta menjadi seperti ini? rasanya sangat asing bagiku bahkan biasanya setiap hari terdengar suara cempreng dan nyaringnya itu" lagi-lagi theo memikirkan aletta, tapi dia lalu menepis jauh-jauh pikiran itu.
Theo POV
Hari ini gue jenguk dia, kalian tau kan siapa yang gue maksud? ya jelas si aletta cewek bar-bar yang hobi gangguin gue dikelas padahal udah jelas-jelas gue larang dia buat deketin gue.
Kalo aja papah gue kagak maksa ogah gue jengukin dia, ngapain juga buang-buang waktu gue.
"Theo!" papah tiba-tiba panggil gue,
"Ya pah?" gue jawab panggilan papah
"Kamu kenapa diem terus sih?" mereka liatin gue, karna panggilan tiba-tiba dari papah.
"Ah ga pah" gue menggeleng jawab pertanyaan papah,
"Kamu khawatir sama leta ya? dari tadi lihatin leta terus" mamah nya leta senyum liat gue, gue cuman diem gue liatin leta bukan karna khawatir tapi karna kesel liat dia.
"Titip leta dulu ya theo, papah sama mereka mau makan dulu kamu mau titip?" papah ngajak orang tua nya leta makan, gue liat juga mereka kek kecapean jujur aja gue kasian apalagi liat mamah nya leta emang bener nyusahin si leta.
"Gak pah" gue menggeleng, papah gue ngangguk terus keluar sama yang lain
"Nyusahin lo, buruan bangun sehat biar kagak nyusahin" gue ngomong ke leta yang masih tidur,
"Hhh.." gue menghela napas, ntah kenapa gue sama sekali gak suka liat aletta.
Tiba-tiba gue liat si leta gerak, bangun dari hibernasi nya
"Dah bangun lo? baguslah gue tinggal dulu" gue berdiri mau keluar, tapi gue liat dia cuman diem sambil takut liatin gue.
"Kenapa liat-liat?" gue bilang ketus ke leta, dah biasa gue bilang gitu ke si leta biar dia kagak gangguin hidup gue lagi kalo perlu pergi sekalian dari hidup gue, tapi dia terus-terusan cuman liatin gue pake ekpresi takut emangnya gue hantu apa?.
"To-tolong jangan tangkap saya" bisa gue liat dia nangis sambil gemeteran
"Kenapa lo? ogah amat gue nangkep lo!" gue bentak dia,
"Dasar aneh, gue panggil dokter dulu buat priksa lo" gue mau keluar tapi tangan gue ditahan.
"Tolong jangan tangkap aku, ku mohon aku tidak ingin kembali ke istana" leta masih terus nangis, tangannya bergetar rasanya dingin
"Aneh lo, lepas!" gue lepas paksa pegangan tangan leta, gue mau keluar buat panggil dokter.
"Tolong..!!" gue berhenti, gue masih belum panggil dokter tapi itu orang heboh terus
"Berisik! lo ngapa sih berisik banget" gue bentak lagi leta, biasanya leta kalo dibentak makin jadi bar-bar nya tapi ini cuman diem sambil nangis.
"Aneh banget nih orang" batin gue dalem hati,
"Lo amnesia, lo kagak inget siapa gue?" gue tanya dia,
"Lo? gue? apa itu?" dia balik tanya ke gue, bahkan pertanyaannya bener-bener aneh kaya orangnya.
"Heh gue tanya, kenapa lo balik tanya ke gue?" dia cuman nangis sambil liatin gue pake ekpresi takut segala,
"Gue kek hantu? lo dari tadi liatin gue terus kek takut segala? lo takut gue?" gue tanya lagi ke dia.
"Ma-maaf aku tidak paham ucapanmu" lagi-lagi leta ucapin hal konyol kaya gitu,
"Hah udahlah gak usah pura-pura, kalo emang lo bener amnesia ya baguslah biar lo sama gue tunangannya dibatalin" gue smirk liat leta, sepertinya dia emang pura-pura doang buat cari simpati dari gue tapi sorry gue kagak bakal pernah mau.
"Ta-tapi maaf tolong jangan beri tahu baginda kalau aku ada disini" dia makin nangis, berisik banget
"Berisik lo, udah dibilang berisik lagian gue udah bilang siapa yang bakal mau nangkep lo, kagak bakal ada yang mau" gue kesel sama leta, dia terus-terusan ngomong hal yang gak masuk akal.
"Apa orang yang kau sebut dokter itu bukanlah prajurit suruhan ayahku?" lagi-lagi dia melontarkan pertanyaan konyol,
"Heh lo pikir lo siapa? anak raja? prajurit apaan sih" akhirnya gue keluar tinggalin dia buat panggil dokter.
Setelah itu gue dateng bareng dokter, leta masih menangis gemeteran.
"Sepertinya pasien semakin merasa stress pasca koma" dokter bilang ke gue, ya sebenarnya itu bukan urusan gue toh gue bukan siapa-siapa nya.
Dokter memeriksa lagi keadaan leta, dan gak lama papah sama yang lain dateng.
"Kenapa anak saya dok?" orang tua leta langsung lari deketin dokter, jelas banget mereka panik
"Aletta masih dalam kondisi stress, keadaan nya belum membaik sepenuhnya" dokter menjelaskan.
"Hah menyusahkan" gue utarain apa yang gue rasain,
"Theo!" papah marah karna gue bilang kek gtu, langsung narik gue
"Kalau begitu kami pamit dulu, semoga leta cepat sembuh" papah pamit sambil senyum ke mereka, gue cuman diem ya emang gue harus ngapain kan?.
Sepanjang perjalanan papah terus ngomelin gue, ya salah sendiri kenapa harus jodohin gue sama leta
"Kamu tuh bikin papah malu, kenapa kamu gak bisa sedikit aja hargai perasaan mereka" papah masih ngomelin gue.
Bahkan sampe rumah pun masih di omelin,
"Pah sampe kapan pun theo gak bakal buka hati theo buat dia, orang yang udah bikin mamah meninggal!" gue bener-bener marah, gue juga kecewa kenapa papah segitunya maksa gue buat terus sama leta padahal udah jelas-jelas dia yang buat mamah gue meninggal.
"Theo!" papah bentak gue, bahkan wajahnya keliatan marah banget
"Terserah papah" gue langsung masuk kamar gue, gue gak bisa terus-terusan gini gue gak bisa bersatu sama leta yang ada ntar gue makin benci ke dia.
Gue denger papah gedor-gedor pintu kamar gue, tapi gue lagi males. Gue cuman pengin hidup gue tenang gak ada yang usik, dah itu doang kenapa harus segala di jodohin sih gue gak pernah mau gue dijodohin gue bisa cari sendiri.
"Theo tolong buka dulu, papah mau bilang" papah masih ketok-ketok pintu kamar gue, akhirnya gue bukain
"Apa pah?" gue langsung tanya to the point, jujur kalo bahas tentang perjodohan lebih baik gue gak bukain pintu sekalian.
"Papah mau ngomong serius, tolong dengerin papah dulu" gue cuman ngangguk sebagai jawaban iya,
"Ayo duduk dulu di sofa biar ngobrolnya enak" akhirnya gue ngikutin permintaan papah biar cepet.
"Jadi papah mau ngomong apa?" gue langsung duduk pasang telinga siap dengerin apa yang mau papah omongin,
"Papah tau kalo kamu gak suka ke leta, tapi bukan karna leta mamah kamu meninggal theo" lagi-lagi bahas tentang leta.
"Kalo mau bahas leta, maaf pah theo gak mau" gue berdiri mau balik ke kamar lagi,
"Tunggu dulu theo, papah belum selesai" gue duduk lagi buat dengerin papah
"Kenapa pah?" walaupun gue memang kesel tapi gue gak bisa marah apalagi bentak papah gue, gue bukan anak durhaka ya walaupun emang gue bisa bentak leta tapi kalo ke orang tua gue gak pernah berani.
"Papah kasih kamu waktu 1 bulan, kalo memang selama itu kamu tetep gak bisa suka ke leta papah akan batalin pertunangan kalian" papah jelasin apa yang mau papah omongin,
"Serius pah?!" gue kaget, berharap gue gak salah denger.
Papah ngangguk sambil senyum, gue ikut senyum seneng. Gue emang gitu kalo di rumah bareng orang tua sifat gue masih ke kanak-kanakan tapi kalo di luar gue di kenal sebagai cowok tak berhati. Ya whatever itu bukan urusan gue.
"Makasih pah" gue seneng akhirnya gue gak jadi tunangan sama cewek bar-bar itu,
"Tenang aja, selama ini bahkan gue sama sekali gak pernah suka ke dia jadi ya hanya tunggu 1 bulan itu sangat mudah" gue membatin dalam hati.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!