Gama membanting botol wiski yang ada dimeja bartender. Membuat si bartender pria itu terkejut bukan main. Pandangannya sudah tidak fokus. Saat ia mencoba berdiri, ia malah jatuh dan menabrak kursi disebelahnya sampai menimbulkan suara bising.
"Tuan." Arfan yang setia mengikuti Gama mencoba membantu dengan meraih lengan Gama. Tapi pria itu menepisnya dengan keras.
"tuan. Anda sudah cukup mabuk. Sebaiknya kita pulang." saran sekretaris yang merangkap sebagai kuasa hukum Gama itu.
"Diam.!! Brisik kau.!" hardik Gama.
Gama berusaha berjalan walaupun sempoyongan. Dia menabrak beberapa orang yang dilaluinya. Kalau saja Arfan tidak cepat turun tangan, sudah terjadi perkelahian disana. Karna orang yang baru saja ditabrak oleh Gama nampak sangat marah.
Arfan membantu mengarahkan Gama ke tempat parkir. Tapi terlalu sulit karna Gama terus saja memberontak dan melangkah tak tentu arah. Akhirnya Arfan memutuskan untuk meninggalkan Gama di tempat yang tak jauh dari mobilnya.
"Tuan tunggu disini. Saya akan mengambil mobil sebentar. Jangan kemana-kemana ya." ancam Arfan sebelum ia pergi meninggalkan Gama. Kalau saja Gama dalam keadaan sadar, ia tidak akan berani bicara dengan nada seperti itu.
Walaupun dengan perasaan khawatir, Arfan tetap pergi untuk mengambil mobilnya. Ia berlari dengan sangat kencang. Ia takut kalau Gama akan menghilang seperti biasanya kalau tuannya itu sedang mabuk.
Sudah sejak setahun ini Gama menjadi seorang pemabuk. Tepatnya setelah ia pulang dari kota yogyakarta. Gama mulai sering mabuk dan kabur jika dalam keadaan tak sadarkan diri. Dalam setahun ini Arfan dibuat kerepotan dengan tingkah Gama yang tak bisa diprediksi.
Saat mabuk, Gama akan memeluk siapapun wanita yang ditemuinya. Karna itu Gama sudah berkali-kali dilaporkan ke polisi dengan tuduhan pelecehan seksual. Untung dia banyak uangnya, dan ada Arfan sang pengacara yang merangkap sebagai sekretarisnya yang siap menyelesaikan segala permasalahan hukum yang menimpa Gama.
Arfan menghentikan mobil ditempat Gama duduk tadi. Tapi pria itu sudah tidak ada disana. Hal itu membuat Arfan mengumpat dengan kesal. Ia mencari-cari disekitar tempat itu, tapi tetap tidak menemukan Gama. Arfan mengacak rambutnya dengan kasar. Dia seperti sudah bisa menebak hal apa yang akan dia hadapi selanjutnya.
"Sial.!!" umpat Arfan. Ia sebal pada dirinya sendiri. Harusnya, walaupun dengan susah payah, ia tetap membawa Gama sampai ke mobil dan memastikan tuannya itu masuk kedalam mobil.
Arfan mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Aku kehilangan tuan Gama di sekitar bar. Cepat cari dia sampai ketemu.!" teriak Arfan. Dia nampak sangat kesal.
Gama sedang menikmati angin dari jendela mobil. Ia melambai-lambaikan tangannya dengan ekspresi tersenyum yang aneh. Wajahnya sudah merah padam. Ia bahkan tidak bisa membuka matanya dengan sempurna. Ia meletakkan dagunya diatas kaca yang tidak sepenuhnya terbuka dan mengarahkan wajahnya ke jalan raya.
"Maaf Mas, mau diantar kemana ini?" tanya sopir taksi yang berusia paruh paya itu.
"Kenapa kau bertanya? Memangnya tidak tau rumahku?" jawab Gama dengan pertanyaan. Ia mengira yang mengemudikan mobil itu adalah Arfan.
"Alamatnya dimana Mas?" tanya si bapak sopir lagi.
"Kau ini bodoh atau bagaimana?! Sekali lagi kau tanya perihal alamat. Aku akan memecatmu.! Kau dengar itu.?!" teriak Gama lagi. ia menunjuk-nunjuk si bapak supir.
"Dasar gila. Apes benar aku malam ini dapat penumpang yang sedang mabuk." Si bapak sopir taksi hanya geleng-geleng kepala sambil mengumpat lirih. Ia menepikan mobilnya dan berniat meminjam ponsel Gama untuk menghubungi seseorang dari sana. Tapi ternyata Gama tidak membawa ponselnya. Si bapak sopir pun hanya kebingungan di pinggir jalan.
Tanpa aba-aba, Gama malah keluar dari dalam mobil dan duduk selonjoran di atas trotoar. Ia bersandar di sebuah pohon. Si bapak sopir menghampiri untuk meminta ongkos taksinya. Tapi Gama menolak dengan keras. Ternyata Gama juga tidak membawa dompetnya. Si bapak kembali memaki-maki Gama dan memutuskan untuk meninggalkannya saja di sana. Si bapak sopir tak henti-hentinya mengumpati Gama. Ia kembali melihat deretan angka argo yang mencapai 500 ribu rupian. Kesal sekali rasanya. Sudah lama ia memutar-mutar sambil menanyakan alamat Gama. Tapi yang ia dapat malah zonk.
"Fan.! Hei.! Kembali.! Kenapa kau meninggalkanku?! Apa kita sudah sampai dirumah? kenapa ranjangku sangat keras dan dingin sekali?" Gama terus meracau tak karuan.
Tak jauh dari tempatnya duduk, seorang wanita sedang berjalan dengan menenteng tas kresek berisi barang-barang belanjaan. Ia baru saja pulang dari minimarket yang tak jauh dari sana. Ia sudah nampak was-was saat melihat Gama yang seperti orang gila itu sedang duduk melintang di trotoar sambil berteriak-teriak tak karuan.
"Hei kau.! Akhirnya datang juga. Lama sekali sudah kita tidak pernah bertemu." teriak Gama. Ia langsung berdiri dan menghampiri wanita itu, kemudian langsung merangkul wanita itu.
Ayyara Manda terkejut bukan main dan langsung menghempaskan tangan Gama dari pundaknya. Dan dengan ekspresi takut langsung mempercepat langkahnya. Tapi Gama tetap mengikutinya. Kali ini dia malah memeluknya dengan erat. Membuat Ayyara langsung berteriak dan tanpa sengaja menjatuhkan tak plastik yang dibawanya. Barang belanjaannya terlempar entah kemana.
"Hei.!! Lepaskan.!!" teriaknya. "Dasar kurang ajar.! Lepaskan.!" ia berusaha memberontak untuk melepaskan diri dari pelukan Gama. Tapi usahanya itu malah membuat Gama memeluknya dengan lebih erat.
Apesnya, dari tempat yang tak jauh dari mereka, beberapa Polisi dan Satpol Pp sedang melakukan razia malam. Saat para petugas itu melihat dua orang yang sedang berpelukan ditempat sepi, mereka langsung saja bergegas menghampiri.
"Kenapa ini? Berpelukan ditempat seperti ini?!" kata salah seorang petugas.
"Pak, tolong saya, lepaskan pria gila ini dari saya." rengek Ayyara.
"Hei... Kenapa kau pura-pura tidak mengenalku? Apa kau membenciku? padahal aku sangat merindukanmu." racau Gama.
"Pak, saya tidak mengenalnya. Sumpah pak.!" kata Ayyara lagi. Perkataan Gama membuat posisinya lebih sulit. petugas itu menatap Ayyara dan Gama bergantian. Merasa curiga.
"Apa kalian benar-benar tidak saling mengenal? Anda sepertinya juga sedang mabuk." petugas itu sudah mulai curiga dengan kelakuan absurd Gama.
"Pak, saya benar-benar tidak mengenalnya. Dia tiba-tiba memeluk saya saat saya sedang lewat." Ayyara terus berusaha menjelaskan situasinya kepada para petugas. berharap mereka mempercayainya.
"Begini saja, kalian ikut kami ke kantor, dan bisa menjelaskan semuanya disana. Karna kalian juga harus tes urin." jelas petugas.
"Tapi pak..." Ayyara sudah tak punya kesempatan menjelaskan. Dua petugas meraih lengan Gama dan melepaskannya dari Ayyara. Sementara salah seorang petugas wanita membimbing Ayyara untuk naik keatas mobil patroli. Disana juga sudah ada beberapa orang yang terjaring razia malam itu. Ada wanita dan juga pria. Mereka nampak menutupi wajah mereka dengan apapun. Ada yang menggunakan jaket, topi, dan tas. Ayyara duduk diujung, sedangkan Gama naik di mobil lain bersama para Petugas.
Udara dingin menembus ke kulit lengan Ayyara. Ia merasa kedinginan naik mobil yang terbuka itu. Apalagi ia hanya mengenakan kaus berlengan pendek. Hembusan angin membuatnya merinding.
"Sial.! Mimpi apa lah aku semalam? Sudah bertemu orang gila, ditangkap polisi lagi." gerutu Ayyara dalam hati.
Tak berapa lama, mobil berhenti di kantor polisi. Semua orang turun dari mobil dan kemudian berbaris. Diujung sana, Gama masih saja meracau tak jelas. Ia bahkan berusaha memeluk petugas polisi wanita yang berjalan didepannya.
Ayyara dipanggil untuk masuk kedalam bersama Gama. Ia duduk disebelah pria itu dengan wajah yang sangat kesal. Petugas meminta Ayyara untuk menuliskan nomor ponsel anggota keluarga yang bisa dihubungi. Untung saja dia membawa ponselnya.
Sedangkan Gama, petugas benar-benar kewalahan menghadapinya. Dia terus saja berusaha memeluk Ayyara yang sedang duduk disampingnya. Sampai petugas memindahkan Gama ke tempat duduk yang agak jauh dari Ayyara dan menjaganya agar tidak beranjak dari tempat duduknya.
"Apa-apaan kamu Yara?!" Ujar Rini, sang ibu mertua datang bersama dengan Dafa, suaminya. Tepatnya mantan suami.
Sebenarnya Ayyara sudah sah bercerai secara agama, Dafa sudah menjatuhkan talak padanya. tapi masih dalam proses persidangan di pengadilan agama setempat.
"Hebat sekali kamu ya.! Kamu itu belum sah bercerai dari Dafa.! Sudah main dengan laki-laki lain.! Aku tidak habis fikir ternyata kamu itu wanita mu****n.!! Untung saja kalian bercerai." Maki Rini lagi.
Baru datang tapi sudah marah-marah tanpa tahu permasalahan yang sebenarnya.
Perkataan mantan ibu mertuanya itu sungguh sangat menyakitkan. Ingin sekali Ayyara menangis, tapi harga dirinya tak membiarkannya.
Ibu mertua yang dulu sangat menyayanginya, Yang dulu mempelakukannya dengan sangat baik, kini berubah menjadi sosok yang asing. Yang bahkan tega mengatainya wanita mu****n. Padahal tidak tau kejadian yang sebenarnya.
Ayyara menatap ibu mertuanya dengan mata yang berkaca-kaca. Orang yang dulu pernah menggantikan sosok ibu baginya itu, kini menatap penuh kebencian padanya. Hatinya sakit sekali. Dafa hanya terdiam saja melihat ibunya memaki-maki Ayyara. Ia tidak berniat membela Ayyara sedikitpun. Ia nampak sudah tidak peduli.
Kalau saja bukan polisi yang menelfonnya perihal Ayyara, dia tidak akan mau datang untuk menemui mantan istrinya itu. Karna mereka masih terikat secara hukum, maka mau tidak mau ia masih berkewajiban memenuhi panggilan polisi untuk menjemput Ayyara sebagai wali.
Disudut lain. Gama nampak sudah sedikit tenang. Petugas kepolisian masih berusaha mencari tau identitas Gama dengan mesin sidik jari. Dan itu membuahkan hasil. Saat jari jemari Gama diletakkan di alat itu, maka muncullah semua identitas pria itu.
Pak petugas segera menghubungi orang terkait. Tidak sulit, karna mereka sudah tau siapa Gama, putra pemilik GD Group, perusahan paling tersohor di Indonesia.
Arfan datang dengan tergopoh-gopoh. Ia segera menemui petugas polisi dan menjelaskan perkara sebenarnya. Selebihnya, entah apa yang mereka bicarakan sehingga mereka mengijinkan Arfan untuk membawa Gama pulang.
Beberapa anak buah Gama membantunya berdiri dan masuk kedalam mobil. Sedangkan Arfan menemui Ayyara yang tengah tergugu di luar kantor polisi. Sendirian. Karna Dafa dan ibunya sudah pulang lebih dulu. Meninggalkannya begitu saja.
"Maafkan bos saya Nona. Ini kartu nama saya, kalau anda mau mengeluhkan sikap bos kami, anda bisa menghubungi saya di nomor itu. Anda juga bisa meminta ganti rugi berapapun jumlahnya." jelas Arfan tanpa basa basi.
"kalau begitu saya permisi, Anak buah saya akan mengantarkan anda pulang" kata Arfan kemudian menyerahkan selembar kartu namanya. Dan kemudian masuk kedalam mobil. Sementara salah satu anak buahnya nampak sedang menunggui Ayyara di samping sebuah mobil. Ayyara hanya menatap, bahkan Arfan tak mau menunggu jawabannya.
"Mari Nona. Saya akan mengantar Nona." kata pria itu sambil membukakan pintu mobil untuk Ayyara.
Ayyara tak punya pilihan lain. Malam sudah hampir berakhir. Dan diwaktu ini akan riskan sekali kalau ia pulang sendirian. Sepertinya ia bisa mempercayai pengacara itu, karna kartu namanya ada pada Ayyara. Wajahnya juga tidak tampak seperti penipu.
Sesampainya dirumah kontrakan sederhananya, Ayyara menghempaskan tubuhnya ke sofabed, satu-satunya tempatnya bisa melepas lelah dirumah itu. Benar-benar hari yang sial.
Dengan langkah sempoyongan, Gama berusaha untuk mencapai satu demi satu anak tangga di rumah mewahnya. Arfan hendak membantu tapi Gama menolaknya. Jadilah Arfan hanya mengikuti Gama dari belakang. Kadang-kdang Arfan akan menengadahkan tangannya, bersiap menangkap Gama saat tuannya itu terhuyung dan hendak terjatuh.
Sebenarnya Gama tak kuat minum, bahkan hanya dengan dua gelas miras saja ia sudah akan mabuk seperti orang yang sudah minum berbotol-botol. Tapi jika dia sedang banyak fikiran, minum adalah satu-satunya pelariannya.
Gama membanting tubuhnya diatas ranjangnya dengan posisi tertelungkup. Arfan menarik nafas panjang melihat tingkah Gama yang jauh dari biasanya. Dengan segera ia melepaskan sepatu Gama kemudian menyelimuti tuannya itu. Setelah memastikan Gama sudah tertidur, iapun kembali ke rumahnya. Benar-benar hari yang melelahkan.
Ayyara memicingkan matanya saat cahaya matahari masuk melalui celah-celah jendela. Ia menarik nafas dalam kemudian menghembuskannya kuat-kuat. Ia menyadari harus kembali kepada aktifitasnya. Ia harus pergi bekerja ke tempat dimana mantan suaminya juga bekerja disana.
Ya, Ayyara dan Dafa punya sebuah usaha yang mereka bangun bersama dari nol. Ayyara bahkan harus rela menjual rumah mewah peninggalan orang tuanya untuk modal memulai usaha travel yang digalakkan oleh Dafa. Mereka membangun bisnis itu sampai berkembang seperti sekarang.
Walaupun mereka sudah hampir bercerai, Ayyara masih bertekad untuk bekerja di perusahaannya. Itu adalah hasil dari kerja kerasnya juga. Jadi biar bagaimanapun, ia tidak akan merelakan perusahaan itu menjadi milik Dafa. Ia akan berjuang untuk merebut perusahaan itu dari tangan Dafa bagaimanapun caranya.
Ayyara menguatkan hatinya seraya merapikan rambut lurusnya kemudian mengikatnya keatas, Gadis ramping dengan kulit putih bersih itu menatap dirinya sendiri di depan cermin. Ia menyemangati dirinya sendiri. Menguatkan hatinya saat nanti bertemu dengan Dafa.
Dijalanan yang macet, Ayyara melajukan sepeda motornya perlahan. Banyaknya kendaraan hampir membuatnya tak bisa bergerak. Suara klakson saling bersahut-sahutan. Memerintah kendaraan di hadapannya untuk segera berjalan.
Saat lampu APILL berubah warna hijau, Ayyara segera melajukan sepeda motornya. Ia berbelok kearah gedung perkantoran yang menjulang tinggi. Ia memarkirkan motornya di basement. Kantornya berada dilantai dua gedung itu, ia dan Dafa menyewa salah satu toko yang ada dilantai itu untuk dijadikan kantor perusahaannya. Sedangkan gedung itu sendiri adalah milik perusahaan besar, yang kantor pusatnya ada di lantai tiga sampai 28. Di lantai 1 terdapat deretan restoran dan cafe, sedangkan di lantai 2 terdapat beberapa counter perusahaan-perusahaan start-up yang sengaja menyewa tempat disana. Seperti perusahaan travel milik Ayyara.
Ayyara masuk kedalam kantornya, sesaat matanya bertemu pandang dengan Dafa yang sedang duduk mengobrol dengan sang Ibu dan temannya. Ayyara menganggukan kepala tanda ia masih menghormati mantan Ibu mertuanya itu.
"Lho? Dia masih kerja disini Jeng?" tanya teman Ibu mertua.
"Masih Jeng. Entahlah. Kok bisa-bisanya dia masih bekerja di tempat mantan suaminya." ibu mertua melirik Ayyara yang sedang memeriksa berkas-berkas di mejanya denan tatapan sinis yang menusuk.
"Masih cinta kali Jeng,, kenapa harus bercerai? Kenapa tidak rujuk saja lagi?"
"hhhhhh..! Kalau saja dia bisa hamil Jeng, aku tidak mungkin menyuruh Dafa menceraikannya."
Deg.!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!