NovelToon NovelToon

Albern & Lily

Makhluk Ajaib (Prolog)

Suasana malam itu tampak meriah. Bertempat di sebuah hotel berbintang, Brylee Group menyelenggarakan pesta besar untuk merayakan pengangkatan Albern Brylee menjadi Direktur Utama yang baru di perusahaan tersebut. Sang Papa, Aaron Brylee, kini telah menduduki posisi Chairman, menggantikan Carlson Brylee yang meninggal beberapa bulan yang lalu.

Keluarga Brylee baru saja berhasil melewati awan mendung. Kesedihan datang tak terelakkan saat Carlson harus menghadap Sang Pencipta karena penyakit yang dideritanya. Keluarga besar Brylee Group pun berduka dalam waktu yang cukup lama.

Tapi untunglah, perlahan keadaan berangsur membaik. Kekacauan dan ketidakstabilan perusahaan karena dampak meninggalnya Carlson akhirnya dapat diatasi. Dan kini, Brylee Group tampil kembali dengan wajah pemimpin yang baru. Albern, penerus keluarga Brylee yang katanya lebih handal dari para pendahulunya.

Lelaki tampan dan matang itu tampil menjadi pemeran utamanya malam ini. Sambutan pertamanya sebagai Direktur Utama mendapatkan perhatian lebih. Entah bagaimana, hanya dengan melihat wajahnya saja orang-orang akan kehabisan kata-kata, apalagi saat dia berbicara. Albern langsung mrnghipnotis semua yang hadir hanya sesaat setelah mengucapkan kalimat pertama dalam sambutannya.

Albern Brylee benar-benar telah menjelma menjadi seseorang yang sangat mengagumkan.

"Selamat, atas pengangkatan Anda sebagai Direktur Utama, Tuan Albern. Saya yakin setelah ini Brylee Group akan semakin bersinar." Salah satu kolega memberikan selamat sambil mengulurkan tangannya untuk mengajak Albern berjabat tangan.

"Terima kasih." Albern menjabat tangan orang tersebut dan tersenyum sopan. Hal yang sebenarnya tidak terlalu disukai oleh Albern saat hadir di sebuah pesta, berpura-pura tersenyum dan memasang wajah ramah.

Tapi apa daya, saat ini dia adalah bintang utamanya. Sedikit saja melakukan sesuatu yang meninggalkan kesan buruk, hal itu akan berdampak buruk pada Brylee Group. Bisa dibilang, wajah Albern adalah perwakilan dari wajah perusahannya itu sendiri.

Setelah mendapat ucapan selamat dari satu orang, Albern harus menerima ucapan selamat dari beberapa orang yang lain juga. Beberapa dari mereka bahkan membawa perempuan yang berusaha untuk mendekat pada Albern.

Albern mendesah malas dibalik senyum ramahnya. Para gadis kelas atas yang kini berlomba untuk merebut perhatiannya, mereka semua hanya silau dengan apa yang ia miliki saat ini. Sama sekali tidak punya ketulusan.

Untung saja Aaron, Papanya, tidak pernah setuju dengan yang namanya pernikahan bisnis demi perusahaan, sehingga Albern tidak perlu menerima salah satu perempuan yang disodorkan mitra bisnis mereka padanya. Albern tidak pernah membayangkan bagaimana kehidupannya jika harus menikah dengan seorang gadis yang mencintai kedudukan dan hartanya saja. Jika harus menikah, Albern ingin menikah dengan seorang perempuan yang yang tulus seperti Mamanya, meski dalam tampilan yang berbeda.

"Aku punya kemampuan untuk memajukan perusahaanku tanpa harus mengadakan pernikahan dengan keluarga berpengaruh manapun, putraku bahkan jauh lebih handal. Jadi, jangan pernah mengusulkan sebuah pernikahan pada putraku demi tujuan bisnis. Aku tidak akan pernah menerimanya. Jangan campur adukkan urusan bisnis dan urusan pribadi. Putra dan putri keluarga Brylee akan menikah dengan siapa saja yang bisa membuat mereka bahagia, bukan dengan orang yang membawa keuntungan bagi Brylee Group!"

Itu adalah kata-kata yang pernah disampaikan Aaron saat ada yang menawarkan aliansi dengan syarat sebuah pernikahan. Saat itu Aaron sangat marah. Dia bahkan menolak kerjasama yang ditawarkan tanpa berkedip meskipun keuntungannya sangat menggiurkan.

Ya. Diam-diam Albern jadi semakin mengagumi Papanya karena hal itu. Baginya, tak ada lelaki tua yang lebih keren daripada seorang Aaron Brylee.

Dan kini, setelah dirasa cukup menyapa para tamu, Albern pun perlahan menyingkir. Dia menjauh dari pesta setelah sempat menyuruh sang asisten untuk tidak mengikutinya. Albern duduk di salah satu tempat yang tak dilalui orang lain, lalu asyik membaca dari layar tabletnya. Kebiasaan lama yang belum juga hilang.

"Hai, pria tampan. Kenapa sendirian saja? Mau aku temani?" Tiba-tiba terdengar suara seorang gadis menyapa dengan agak menggoda.

Albern tak mengangkat wajahnya. Tapi bibirnya menipis mendengar suara itu. Siapa lagi gadis yang berani menggodanya seperti itu jika bukan seorang gadis ajaib, Lily.

"Aihhh...bahkan belum terlalu lama sejak diangkat menjadi Direktur Utama, tapi sudah mejadi sangat sombong seperti ini. Hatiku rasanya benar-benar sakit..."

"Berhentilah berbicara seperti itu pada seorang lelaki. Jika itu orang lain, dia akan mengira kamu menyukainya." Albern akhirnya mengangkat wajahnya dan meletakkan tablet di tangannya.

Sontak Lily tertawa kecil sambil mendekati Albern.

"Aku memang menyukai Kak Al, sampai rasanya hampir gila." Ujar Lily dengan entengnya sambil duduk di samping Albern.

"Dan juga kurangi membual, tidak baik untuk seorang gadis." Albern menanggapi dengan santai.

Sekali lagi Lily tertawa.

"Kak Al selalu seperti itu, kalau aku bilang suka selalu dikira membual. Aku kan serius."

Albern menoleh kearah Lily.

"Mana ada gadis mengutarakan perasaannya dengan santai dan sambil tertawa lepas seperti itu. Para gadis itu biasanya akan gugup jika berhadapan dengan lelaki yang disukainya. Mereka akan sangat berjuang untuk bisa bersuara saat mengutarakan perasaannya "

"Benarkah? Kakak tahu dari mana?" Tanya Lily tak percaya.

"Dari para gadis yang dulu pernah mengutarakan perasaannya padaku." Jawab Albern.

"Oh, My God...." Lily seolah terkejut sambil menutupi mulutnya dengan kedua telapak tangan.

"Kapan itu terjadi? Aku harus memberi pelajaran pada para gadis itu. Berani-beraninya mereka mengutarakan perasaan pada jodoh masa depanku." Kalimat ajaib kembali terdengar dari mulut Lily. Dia tampak pura-pura marah dan tak terima.

Albern kembali menipiskan bibirnya hingga hampir menyerupai sebuah senyuman.

"Sudah sangat lama. Saat itu kamu mungkin masih menggunakan popok."

"Apa??" Lily membeliakkan matanya.

Berganti Albern yang tertawa. Dari sekian banyak makhluk di bumi ini, hanya Lily saja yang bisa membuat seorang Albern Brylee tertawa seperti itu. Jika saja ada yang melihat, pasti saat ini tawa Albern sudah diabadikan lewat foto ataupun video saking langkanya.

"Kak Al jahat." Ujar Lily sambil membuang muka.

Tawa Albern mereda. Diam-diam ditatapnya Lily dengan tatapan yang dalam saat gadis itu memandang kearah lain.

"Hei, kalian disini rupanya!"

Zivanna datang tergopoh-gopoh mendekati Albern dan Lily. Buru-buru Albern melihat kearah lain, tak ingin adiknya itu sampai melihat dia memandangi Lily.

"Kak Al, Papa dari tadi mencari Kakak. Masih ada tamu yang harus Kakak temui." Ujar Zivanna kemudian dengan nafas agak memburu. Tampaknya adik Albern itu sudah mencarinya kesana-kemari sejak tadi.

"Baiklah, aku akan kesana." Albern bangkit dan membenahi penampilannya.

"Lily, kamu juga dicari Papamu. Mamamu tampil bermain piano, kamu malah menghilang. Dasar anak durhaka." Ujar Zivanna lagi sambil meraih tangan Lily.

Hampir saja Albern kembali tertawa mendengar kata-kata terakhir Zivanna. Adiknya yang lembut dan anggun ini akan menjelma jadi sosok yang cerewet jika sudah berhadapan dengan Lily. Tampaknya Lily punya bakat dalam hal membangkitkan sisi lain dari seseorang.

"Lagipula, sedang apa kamu berduaan dengan Kak Al disini?" Tanya Zivanna kemudian.

Lily tersenyum.

"Sedang apalagi? Tentu saja kami sedang mencurahkan perasaan satu sama lain. Tapi Kak Zi tiba-tiba datang. Mengganggu saja." Jawab Lily dengan entengnya.

Zivanna terperangah, sedangkan Albern hampir saja tersedak liurnya sendiri. Gadis satu ini benar-benar definisi dari luar biasa. Dia adalah makhluk ajaib yang mampu membuat putra dan putri keluarga Brylee tak berkutik.

Bersambung...

Hai gaess, selamat datang di cerita Albern & Lily. Jangan lupa dukungannya dengan like, komen dan vote, ya.

Happy reading❤❤❤

The Three Musketeers

Seperti biasa, Lily berangkat ke kampus dengan diantar oleh Papanya sendiri, Dokter Evan. Menjadi anak tunggal bagi Lily bagaikan dua sisi mata uang. Disatu sisi, ia sangat berbahagia karena semua perhatian dan kasih sayang hanya tercurah padanya. Tapi di sisi lain, Lily juga harus menghadapi sikap kedua orang tuanya yang seringkali over protektif, terutama Sang Papa.

Dokter Evan bahkan tak bisa mempercayai orang lain untuk mengantar jemput Lily sejak putrinya itu mulai bersekolah. Dan jangan harap Lily bisa berpacaran. Karena setiap pemuda yang mendekati Lily akan dibuat lari tunggang langgang jika sudah bertemu dengan Dokter Evan.

Terkadang Lily sendiri tidak tahu mesti tertawa atau menangis. Yang jelas, di usianya yang sudah menginjak dua puluh satu tahun, Lily belum pernah merasakan yang namanya berpacaran.

"Sudah sampai." Suara Dokter Evan membuyarkan lamunan Lily.

Lily pun langsung mengambil tas dan buku-bukunya, lalu hendak beranjak turun dari mobil.

"Tuan Putri, apa kamu tidak melupakan sesuatu?" Tanya Dokter Evan sambil tersenyum.

Lily berbalik sambil berdecak sebal.

"Papa, aku bukan anak SD lagi." Ujarnya sambil cemberut.

"Iya, tapi kamu tetap putri Papa." Dokter Evan bersikeras.

Lily menghela nafasnya, kemudian mencium kilas pipi Dokter Evan. Hal yang selalu dia lakukan saat diantar ke sekolah oleh Papanya itu sejak taman kanak-kanak.

Dokter Evan tersenyum senang, lalu mengusap dengan sayang pucuk kepala Lily.

"Papa...rambutku jadi berantakan..." Lily sedikit merengek sambil merapikan kembali rambutnya. Dokter Evan hanya tertawa sambil mencubit gemas pipi Lily.

"Sakit, Papa!" Lily protes dengan sedikit terpekik. Terkadang dia kesal pada sikap Papanya yang selalu menganggapnya seperti anak kecil.

Dengan memegangi pipinya yang masih memerah karena cubitan tadi, Lily turun dari mobil. Meskipun kesal, Lily tetap melambaikan tangan saat mobil sang papa bergerak meninggalkan area kampus.

Lily pun melangkah memasuki bangunan kampus tempatnya berkuliah.

Sepanjang perjalanan, hampir setiap mahasiswa dan mahasiswi di kampus itu menyapanya dengan ramah. Dan tentu saja Lily menanggapi dengan ramah juga.

Lily adalah seorang selebriti kampus. Entah itu senior ataupun juniornya, tak ada yang tak mengenal seorang Lily Bramasta di kampus tersebut. Bukan hanya karena wajahnya yang cantik, tapi ada beberapa alasan yang membuatnya dikenal hampir semua orang.

Pertama, dia adalah satu-satunya mahasiwi kedokteran dengan nilai di atas rata-rata yang kemudian tersesat ke fakultas bisnis. Saat di fakultas kedokteran, Lily pernah pingsan karena melihat darah ketika tugas praktek berlangsung. Dan baru diketahui ternyata dia penderita hemophobia, sebuah kondisi dimana ia punya ketakutan berlebih terhadap darah. Sejak saat itu dia keluar dari fakultas kedokteran dan memilih untuk masuk ke fakultas bisnis. Yah, setidaknya dia sudah berusaha untuk meneruskan profesi Papanya, meski tak berhasil.

Lalu yang kedua, Lily sangat ahli dalam hal tebar pesona. Dimana pun dia berada, gadis itu akan jadi pusat perhatian dan mampu mengambil hati siapa saja. Bahkan tak jarang para mahasiswa berkelahi satu sama lain hanya untuk merebut perhatian Lily. Bahkan yang terakhir terjadi, seorang mahasiswa junior Lily sampai masuk ke dalam got hanya karena Lily tersenyum padanya.

Pesona Lily memang sudah tidak diragukan lagi.

Lalu yang terakhir, Lily adalah teman baik Zivanna Brylee. Putri dari investor terbesar di kampus itu.

Zivanna juga tercatat sebagai seorang mahasiswi di sana. Mahasiswi yang seharusnya di wisuda tahun ini, tapi meminta ditangguhkan karena masih ingin kuliah. Disaat orang lain ingin menyelesaikan kuliah secepat mungkin, gadis itu malah tak ingin cepat-cepat selesai kuliah. Lalu alasannya, hanya dia sendiri dan Tuhan saja yang tahu. Yang pasti, hanya putri keluarga Brylee saja yang bisa melakukan hal itu.

Lalu setelah Lily dan Zivanna, ada satu lagi orang yang melengkapi kemana pun mereka pergi. Seorang pemuda bernama Darrel yang tak lain adalah putra dari mantan asisten Papa Zivanna.

Darrel ibarat perpaduan antara seorang vampir dan tokoh anime, Naruto. Seringkali terlihat dingin, tapi terkadang juga bisa jahil dan melakukan hal gila yang tak terbayangkan orang lain. Tapi meski begitu, Darrel ternyata orang yang peduli terhadap penderitaan orang lain. Seringkali dia kedapatan membantu sesama mahasiswa yang memgalami pembulian. Dan saat mengetahui apa yang dilakukan Darrel, Lily dan Zivanna juga ikut-ikutan menggalakkan gerakan anti-bullying di kampus mereka, hingga akhirnya ketiga orang ini mendapatkan julukan The Three Musketeers. Julukan yang terdengar sangat konyol dan membuat ketiganya merasa ingin muntah.

Dan kini, setelah Lily tiba di kampus, The Three Musketeers yang legendaris itu melakukan pertemuan darurat di kantin kampus. Dengan di temani makanan ringan dan minuman kesukaan masing-masing, ketiganya tampak sedang membahas sesuatu yang amat sangat penting. Terlihat sangat serius, hingga para mahasiswa lain tak berani untuk terlalu mendekat, apalagi sampai mendengar pembicaraan mereka.

"Jadi kamu sungguhan menyukai Kak Al?" Zivanna terus memberondong Lily dengan pertanyaan yang sama berulang kali. Dia seakan tak percaya pada pengakuan Lily.

"Kenapa Kak Zi terkejut begitu, sih? Aku kan memang sejak lama menyukai Kak Albern. Kenapa sekarang heboh sendiri?" Lily yang notabene-nya adalah pihak yang diintrogasi malah terlihat santai.

Zivanna sedikit membulatkan matanya.

"Aku tahu kamu suka Kak Al, tapi aku kira hanya rasa suka yang biasa. Aku tidak pernah mengira rasa suka kamu sampai seperti itu."

Lily menoleh kearah Zivanna, lalu tertawa kecil.

"Kak Zi ini bicara apa, rumit sekali? Rasa suka biasa, suka yang seperti itu. Aku jadi agak bingung." Ujar Lily di sela kekehannya.

"Jangan bilang kamu sedang menjahili aku?" Zivanna tiba-tiba menatap Lily dengan penuh rasa curiga.

Lily semakin terkekeh melihat raut wajah Zivanna.

"Benar, kan? kamu pasti sedang menjahili aku." Dengus Zivanna agak kesal.

"Tidak, aku serius." Jawab Lily kemudian.

Zivanna kembali menoleh dengan mata membulat.

"Ayolah, Lily. Kamu jangan mempermainkan aku." Zivanna terlihat gemas dan sedikit putus asa. Seperti biasa, Lily selalu berhasil memanipulasinya.

"Kalau begitu, biar aku tanya satu hal pada Kak Zi." Lily terlihat mulai berbicara serius.

Zivanna tertegun sejenak.

"Oke, mau tanya apa?"

Lily terdiam selama beberapa saat.

"Kak Zi, apa Kakan keberatan kalau suatu hari nanti aku menikah dengan Kak Al dan menjadi Kakak ipar Kak Zi?" Tanya Lily kemudian.

Darrel langsung tersedak minuman yang di sesapnya. Sedangkan Zivanna terperangah dengan mata yang membulat sempurna.

"Are you kidding me?" Zivanna bergumam lirih.

"Aku serius." Jawab Lily dengan santai.

Zivanna tampak terkejut sampai-sampai membekap mulutnya sendiri dengan telapak tangannya.

"Lily, jika tidak ingin aku membuat rambutmu menjadi botak, aku harap kali ini kamu tidak sedang membuat prank."

Bersambung...

Jangan lupa like, komen dan vote

Happy reading❤❤❤

Cast

Hai gaess, demi melengkapi kehaluan ini agar semakin hakiki, emak bakal ngasih visual para tokoh di cerita ini.

Kuylahh....

Lily Bramasta, 21 tahun. Gadis tomboi yang dipaksa Mamanya untuk selalu tampil feminim. Ceria, berani dan jahil. Gadis yang cerdas, saking cerdasnya seringkali membuat orang galau dan kewalahan. Punya cita-cita yang sangat mulia, yaitu menjadi istri yang baik untuk Albern.😅

Albern Brylee, 30 tahun. Lelaki cerdas, matang dan dewasa yang punya segalanya, tapi tidak pandai dalam hal perasaan dan percintaan. Punya sikap yang datar dan membosankan, tapi punya sisi lembut yang hanya dia tunjukkan pada seseorang yang di cintainya saja. Jatuh cinta dengan seseorang sejak kecil, tapi berusaha untuk terus nenyembunyikannya.

Zivanna Brylee, 23 Tahun. Putri keluarga Brylee yang punya pembawaan anggun dan lembut, tapi bisa menjadi sangat cerewet karena Lily. Pandai menyembunyikan perasaan seperti Mamanya. Dan diam-diam menyukai Darrel.

Darrel, 22 tahun. Anak semata wayang Kara dan Dean, mantan asisten Aaron Brylee. Cuek dan dingin, tapi sebenarnya punya jiwa penolong sejati. Selalu ada di samping Zivanna karena sebenarnya dia bodyguard terselebung yang atur Nyonya Brylee.

Robbin, 21 tahun. Sepupu Lily, anak dari Clara dan Dave. Sering bersikap tak bersahabat, tapi sebenarnya peduli dan selalu membantu Lily (akan hadir di pertengahan cerita).

Jadi ceritanya Lily ini adalah jelmaan Carissa waktu jaman ngejar-ngejar Aaron. Tapi emak berusaha mengemas cerita ini dengan lebih segar dan memasukkan unsur komedi juga.

Semoga bisa menjadi cerita yang menyenangkan dan enak dinikmati.

Ikutin terus ceritanya, ya...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!