Terdengar langkah kaki yang cukup berat dari seorang pria dewasa. Pria yang memiliki wajah tampan serta netra hitam pekat, dan warna kulit tubuh yang terlihat sedikit gelap. Pria yang tampak berjalan, berkeliling melihat berbagai lukisan di sebuah galeri.
Pria berperawakan tinggi dan tegap itu, berhenti dan berdiri di depan sebuah lukisan.
"Boleh aku tau siapa yang membuat lukisan ini?" tanyanya dengan netra yang masih menatap lekat lukisan tersebut.
"Lukisan ini dibuat sendiri oleh pemilik galeri ini Tuan," jawab seorang wanita muda berusia sekitar 22 tahun.
"Bolehkah aku bertemu dengannya?" tanya pria itu lagi.
"Akan saya tanyakan terlebih dahulu, Tuan," ucap wanita itu, sembari pergi meninggalkan pria yang bertanya tadi.
Pria itu hanya diam, tidak memberikan respon apa pun terhadap perkataan wanita tadi.
Netra hitam tersebut masih menatap lekat lukisan yang ada di depannya, ada bulir bening yang jatuh tidak sengaja dari sudut mata pria asing tersebut.
"Apa benar ini nyata? aku menemukan mu," lirihnya.
Pria itu tampak menghapus bulir bening yang jatuh, mengenakan punggung tangan miliknya.
Tersirat kerinduan yang begitu dalam dari sorot netra hitam itu.
Tak lama setelah itu, terdengar langkah kaki yang mendekat ke arahnya.
Pria itu tampak menoleh sekilas, kemudian kembali menatap lukisan, setelah melihat siapa yang datang.
"Maaf, Tuan. Pemilik galeri ini tidak mau menemui siapa pun," ucap wanita yang diyakininya adalah penjaga galeri ini.
Pria itu menghela panjang napasnya, rasa kecewa tersirat jelas di wajah tampan itu.
Pria itu berlalu begitu saja meninggalkan wanita muda itu.
"Tunggu Tuan!" panggil wanita itu.
Entah kenapa, ada rasa bersalah ketika melihat wajah kecewa dari pria yang pergi begitu saja.
Pria itu menghentikan langkahnya. Kemudian berbalik ke belakang.
"Saya akan usahakan, jika Tuan ingin bertemu pemilik galeri ini," ujarnya
"Benarkah?" Tampak sedikit senyum tertarik di ujung bibir tipisnya itu.
Wanita itu tampak menganggukkan kepalanya.
" Tuan bisa datang lagi kesini besok," ujarnya lagi.
"Baiklah." Pria itu menjawab sekilas dan berlalu meninggalkan wanita itu.
"Siapa namamu, Tuan?" teriak wanita itu.
"Malik," jawab pria itu kemudian berlalu begitu saja.
...***...
"Apa orang itu sudah pergi?" tanya seorang wanita dewasa yang terlihat anggun.
"Sudah, Mbak. Tapi seperti nya dia mengenali Mbak," jawab wanita muda tadi.
Wanita itu hanya diam tidak menjawab apa pun yang dikatakan oleh Alira.Ya, wanita muda itu bernama Alira. Gadis yang bekerja di galeri ini sebagai penjaga galeri.
Sedangkan, wanita tersebut tampak menatap sendu foto yang ada di tangannya. Tersirat kerinduan yang amat dalam dari netra cokelat miliknya.
"Tuan tadi akan berkunjung lagi besok, Mbak." Alira mencoba membujuk wanita itu.
"Aku sudah bilang, aku tidak ingin bertemu siapa pun!" tegasnya.
"Malik. Tuan itu bernama Malik," ungkap Alira.
Jantungnya berdegup kencang ketika mendengar nama Malik.
Wanita itu mengalihkan pandangan, menatap lekat Alira yang berada di hadapannya. Mencoba bertanya lewat sorot mata. Seketika wanita itu memejamkan mata dan bersandar pada kursi kerja miliknya.
"Apa itu kau?" lirihnya pelan.
Alira pergi dari ruangan itu, ketika melihat wanita itu tidak memberikan respon apa pun. Alira berjalan pelan serta tak lupa menutup pintu ruangan.
Ya, wanita anggun itu memang terkenal dingin. Bahkan sangat tertutup dengan orang-orang di sekitarnya.
Tiga tahun sudah Alira berkerja di sana. Dari pertama galeri itu dibuat. Namun, Alira tidak pernah melihat wanita itu tersenyum sedikit pun.
Ada rasa penasaran di benaknya, tetapi Alira mencoba untuk tidak mencari tahu apa pun itu.
...***...
Wanita berusia 27 tahun itu tampak masih memejamkan matanya, mengingat kembali kenangan pahit di masa lalu.
Apa itu dirimu?
Ah tidak mungkin.
Sudah 5 tahun berlalu tapi kenapa baru sekarang?
Wanita menggeleng pelan, merasa tidak mungkin jika pria bernama Malik itu adalah pria yang pernah menjadi masa lalunya.
"Banyak orang bernama Malik di dunia ini. Mungkin ini hanya kebetulan." Yakinnya pada diri sendiri.
Wanita itu kembali memandang foto yang ada di dalam genggaman tangan.Tampak foto seorang gadis dan pemuda menggunakan seragam abu-abu, yang sedang tersenyum ke arah kamera.
Dia tersenyum mengingat kenangan masa SMA. Masa di mana kata orang-orang masa yang sangat membahagiakan.
Benar masa itu terasa sangat indah baginya, rasanya dia ingin terus berada di masa itu.
Kemudian tiba-tiba senyum itu lenyap seketika, berganti dengan bulir bening yang mengalir deras dari sudut matanya.
"Aku rindu padamu. Bahkan sangat rindu, tapi aku takut. Aku tidak pantas untukmu." Wanita itu terus terisak cukup lama, sampai terdengar napas yang sudah teratur. Dia tertidur dengan isak tangis.
...***...
Wanita berwajah cantik itu tampak mengerjapkan matanya berkali-kali, ketika merasa sinar matahari mulai terasa silau. Melihat sekelilingnya. "Ternyata aku ketiduran di galeri lagi," ucapnya sesaat kemudian.
Dia memang sering tertidur di galeri, ketika hatinya sedang sangat rapuh.
Wanita itu meregangkan otot-otot yang terasa pegal karena semalaman dia tertidur dengan posisi duduk, dengan kepala yang bertumpu pada tangannya.
Tiba-tiba terdengar suara pintu yang di buka.
Alira tampak memasuki ruangan tersebut. Dia ingin memastikan bahwa atasannya itu benar-benar masih ada di galeri.
"Mbak tidur di galeri lagi?" Alira bertanya ketika melihat atasannya itu berada di sana, masih dengan pakaian yang sama.
"Aku ketiduran di sini, Ra," ungkapnya.
"Mbak pulang aja, biar galeri aku yang jaga." Alira melihat jelas wajah wanita itu yang kelelahan.
Wanita itu pun mengangguk sembari menyambar tasnya, kemudian melangkah keluar ruangan.
"Nanti sore aku kembali lagi," ucapnya sebelum berlalu.
"Mbak kalau Tuan Malik datang lagi bagaimana?" teriak Alira.
Wanita hanya diam tidak memberi jawaban apa pun, dan berlalu pergi keluar galeri.
...***...
Alira melihat pria tinggi itu berjalan memasuki galeri. Dia merasa bingung harus menjawab apa.
Alira sudah berusaha, tetapi seperti biasa, pemilik galeri ini tidak mau bertemu siapa pun.
Pria itu berdeham. Tentu, hal tersebut langsung membuat lamunan Aliran buyar.
"Tu-Tuan." Gugup Alira, ketika tahu bahwa Tuan Malik sudah ada di depannya.
"Apa aku bisa menemuinya?" tanya Malik langsung.
"Mari Tuan saya antar keruangan pemilik galeri ini." Alira pergi mengantar Tuan Malik menuju ruangan itu.
Alira takut pemilik galeri itu akan marah, tetapi dia lebih takut melihat sorot netra hitam yang menatap tajam padanya tadi.
Alira membuka pintu ruangan itu mempersilahkan Tuan Malik untuk masuk mengikutinya.
"Tuan tunggulah sebentar. Pemilik galeri ini sedang pulang, mungkin sebentar lagi dia akan datang."
Malik menganggukkan kepala dengan mata yang fokus melihat sekeliling ruangan itu.
Ruangan yang tertata rapi, serta didominasi warna coklat muda itu terlihat begitu manis. Banyak lukisan yang terpajang di dinding coklat muda itu.
Hingga pandangan Malik terhenti pada sebuah lukisan yang di tutup kain putih, di pojok ruangan.
Malik mendekati lukisan itu. Dia merasa penasaran dengan lukisan itu.
"Maaf, Tuan. lukisan itu tidak boleh dilihat siapa pun." Alira berusaha mencegah Malik.
Malik berhenti tepat di depan lukisan, setelah mendengar larangan dari Alira.
"Tuan silahkan duduk. Saya akan keluar sebentar." Alira menunjuk kursi yang ada di ruangan itu.
Malik menganggukkan kepala, tanda dia mengerti akan perkataan Alira.
Melihat anggukkan kepala Tuan Malik, Alira pun segera pergi dari sana.
Malik masih penasaran dengan lukisan yang ada di depannya, sehingga dia ingin membuka kain berwarna putih itu.
Ketika tangannya sudah menyentuh kain itu, terdengar suara yang tidak asing di telinganya.
"Maaf permisi. Anda sudah dilarang untuk melihatnya bukan?" tanya seorang wanita dengan nada tegas.
Malik diam terpaku di tempatnya berdiri dengan posisi memunggungi sang pemilik suara.
Apa itu benar kau?
Aku mendengarmu lagi.
"Tuan bisa anda keluar sekarang?" tanya wanita itu sedikit kesal.
Malik masih bergeming, tubuhnya terasa kaku setelah mendengar suara yang delapan tahun dia rindukan.
Wanita itu tampak sangat kesal, ketika melihat tubuh pria asing yang tidak bergerak sama sekali.
Segera dia berjalan mendekati pria yang memunggunginya itu, kemudian membalikan tubuhnya.
Dan
...*****...
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian berupa like dan komentar nya.
Terima kasih yang sudah mampir
Dan jantung mereka berdua berdegup kencang untuk pertama kalinya, setelah 8 tahun.
Dua mata berbeda warna itu bertemu. Pandangan mereka terkunci satu sama lain.
Tersirat kerinduan yang begitu dalam dari keduanya.
Setelah cukup lama terpaku, wanita itu membuang pandangannya ke lain arah.
"Nay," lirih pria bernama Malik itu.
Wanita yang dipanggil Nay itu diam, bergeming sama sekali. Dia masih melihat ke arah lain, menghindari pandangan dari pria di hadapannya.
Ada rasa kecewa di hati pria bernama Malik itu.
Wanita yang dicarinya selama ini, berada tepat di depan matanya, tetapi lebih memilih untuk mengacuhkannya.
Wanita itu memejamkan matanya, tangannya meremas kuat dress yang sedang dikenakannya kini.
"Pergilah Tuan Malik," lirihnya.
"Aku tidak percaya ini Nay... Nayra ku mengusir ku?"
Ditatapnya wanita bernama Nayra itu dengan tatapan sendu.
"Pergilah! Ku mohon beri aku waktu," tegas Nayra.
"Nay tidakkah kau merasakan hal yang sama denganku?" tanya Malik.
Nayra semakin meremas kuat dress yang dikenakannya, menahan gejolak yang ada di dalam dirinya. Hatinya berkata dia begitu merindukan pria itu. Tapi, logikanya berkata lepaskan pria itu!
"Pergilah Tuan Malik! Aku tidak ingin bertemu siapapun!" bentak Nayra.
"Apa kamu benar-benar Nayraku? Kemana Nayraku 8 tahun yang lalu?" Malik merasa kecewa ketika Nayra membentaknya.
"Aku bukan Nayramu Tuan Malik! Jadi kumohon pergi dari sini!" Bentak Nayra lagi.
"Sungguh kamu bukan Nayra ku?" Malik tertawa hambar. "Bahkan aku masih mengenalimu setelah 8 tahun tidak berjumpa Nay?" tawa Malik seketika berubah sendu.
"8 tahun kita tidak bertemu Nay. Tidakkah kamu merindukan aku? Aku kembali untuk mu Nay. Tapi kamu menghilang entah kemana. 5 tahun Nay. 5 tahun aku mencari mu kemana-mana Nay. Apa kamu tidak merasakan hal yang aku rasakan selama ini Nay?" Malik mengatakan semua yang ingin dikatakannya.
Nayra menjatuhkan dirinya. Tubuhnya seketika terasa lemas. Sedari tadi Nayra mencoba untuk kuat, tapi sekarang dia sudah tidak dapat menahannya lagi.
Bukan dia tidak merindukan pria di hadapannya itu.
Rindu, bahkan Nayra sangat merindukan pria itu.
Seketika sekelebat ingatan di masa lalunya muncul kembali.
Nayra menangis sejadi-jadinya. Pertahanan diri yang selama ini dibuatnya seketika runtuh begitu saja.
"Pergilah Zein. Beri aku waktu," lirihnya.
Nayra berusaha menahan dirinya sendiri. Dia tidak ingin hilang kendali atas dirinya sendiri di depan Malik.
Ada sedikit rasa bahagia di hati Malik, ketika Nayra memanggilnya Zein. Dia rindu dengan panggilan itu.
Tapi tidak dipungkiri dia merasa bersedih melihat Nayra menangis seperti itu.
Wajah Nayra seketika berubah pucat pasi, keringat mengalir deras di wajahnya. Kenangan buruk 5 tahun lalu, kembali hadir dalam memori ingatannya.
Malik yang menyadari wajah pucat Nayra, langsung duduk mensejajarkan dirinya dengan Nayra.
Tangannya hendak menggapai tubuh Nayra.
"Tidak jangan menyentuhku!" teriak Nayra ketika melihat tangan Malik akan menyentuh tubuhnya.
"Nay kamu kenapa?" tanya Malik dengan wajah panik.
"Tidak ku mohon lepaskan aku." Nayra tampak sangat ketakutan.
"Nay ini aku... aku Zein mu." Malik merasa khawatir melihat kondisi Nayra yang tiba-tiba seperti itu.
Nayra bangun kemudian berjalan terhuyung-huyung menghindari Malik.
Melihat hal itu, sontak Malik langsung mencekal tangan Nayra.
"Lepaskan aku. Aku mohon," ucap Nayra dengan menangis ketakutan.
"Nay kamu kenapa?" Malik merasa ada yang tidak beres dengan Nayra.
"Lepaskan aku!" teriak Nayra yang melihat Malik masih menyentuh tangannya.
Nayra terduduk dia memegang erat kepalanya, menutup kedua telinganya, berusaha menghilangkan ingatan-ingatan yang ada di benaknya.
Tidak berhenti sampai di situ, Nayra juga menarik rambutnya dengan sangat kuat.
Malik merasa sangat khawatir melihat kondisi Nayra yang terlihat berantakan seperti itu. Tidak pernah sekalipun dia melihat Nayra seperti ini dalam hidupnya. Bahkan dulu di saat dia pergi, Nayra tidak seperti ini.
...***...
Alira mendengar keributan yang terjadi di dalam ruangan atasannya itu.
Kemudian dia segera berlari masuk kedalam ruangan itu.
Wajah Alira berubah seketika melihat Nayra sedang terduduk dengan kondisi memprihatinkan.
"Mbak Nayra kenapa?" Alira berjalan mendekati Nayra.
"Aku benci. Aku benci diriku!!" teriak Nayra dengan tangan yang masih menarik rambutnya.
"Hentikan Nay, kamu menyakiti dirimu!!" bentak Malik.
Dia ingin menyentuh Nayra. Tapi mengingat hal yang baru terjadi. Membuat Malik mengurungkan niatnya itu.
Melihat hal itu, Alira langsung memeluk Nayra. Dia merasa sangat khawatir melihat Nayra yang terlihat berantakan.
"Aku takut. Aku takut," lirih Nayra dalam pelukan Alira.
"Mbak tenang, di sini ada aku Mbak." Alira berusaha menenangkan Nayra.
Apa yang terjadi pada mu Nay?
Kenapa kamu seperti ini. Batin Malik sendu.
Pria itu merasa ada hal yang tidak diketahuinya dari kepergian Nayra.
Alira masih memperhatikan Malik dengan penuh tanda tanya di kepalanya.
...***...
Ruangan itu hening terasa seketika. Hanya terdengar suara tangisan Nayra.
Alira masih berusaha menenangkan wanita yang terkenal dingin itu. Dia tidak menyangka sosok Nayra yang dikaguminya menyimpan hal seperti ini.
Sedangkan Malik, pria itu masih berdiri tegap di tempatnya.
Dia bergeming sama sekali dari tempatnya. Pikirannya terus melayang, memikirkan apa yang sebenarnya terjadi dengan Nayra.
Mendengar suara tangis Nayra yang sudah tidak ada lagi, napasnya juga terdengar sudah teratur.
"Apa dia tertidur?" tanya Malik ketika mendapat tatapan dari Alira.
"Seperti nya begitu Tuan," jawab Alira.
Malik langsung mengambil Nayra dari pelukan Alira. Kemudian pria itu langsung menggendong tubuh Nayra ala bridal style.
Alira hanya diam ketika Malik mengambil alih tubuh Nayra. Dia ingin membantah, tapi dia merasa sangat takut.
"Ayo ikut aku!" titah Malik.
Alira langsung berjalan mengikuti Malik yang sedang menggendong Nayra.
Kamu tampak kurus Nay, tubuh mu sangat ringan.
Kemana Nayra ku yang chubby dulu.
Malik menatap sendu wanita yang ada dalam gendongan nya itu. Malik membawa Nayra keluar galeri, kemudian membawanya masuk ke dalam mobil.
Alira terpaku di depan pintu galeri, melihat Malik yang membawa masuk Nayra ke dalam mobil.
"Apa kau hanya akan diam saja di situ?" Malik bertanya tanpa menoleh ke arah Alira.
"Ma-maksud Tuan?" Alira tidak mengerti dengan ucapan Malik.
"Tutup galeri itu! Kemudian antar aku ke rumah Nayra." Tegas Malik.
"Ba-baik Tuan." Alira bergegas menutup galeri itu kemudian ikut masuk kedalam mobil Malik.
...***...
"Apa dia pernah seperti ini sebelumnya?" tanya Malik di dalam mobil.
"Tidak pernah Tuan, ini pertama kali nya saya melihat Mbak Nayra seperti ini." Alira berbicara hal yang dia ketahui.
"Berapa lama kau bekerja di galeri itu?" tanya Malik lagi.
"3 tahun Tuan. Dari pertama galeri itu dibuka." Alira merasa sesak napas berada di dalam mobil yang sama dengan Malik. Sebab sikap dingin yang ditunjukkan pria itu.
Aku akan mencari tahu apa yang terjadi dengan mu Nay. Batin Malik.
Malik mengambil ponselnya kemudian menghubungi seseorang.
"Cari tau apa yang terjadi dengan Nayra 5 tahun lalu. Sekarang aku ingin hasil yang memuaskan!" tegas Malik
...*****...
Jangan lupa tinggalkan jejak berupa like dan komentar nya ya.
Biar semangat Up nya.
Terima kasih
Malik telah sampai di depan rumah minimalis, yang diyakininya rumah milik Nayra.
Alira segera membuka pintu pagar rumah Nayra.
Gadis itu sudah beberapa kali berkunjung ke rumah ini, tidak heran jika dia sudah hafal seluk beluk rumah Nayra.
Malik mengedarkan pandangan nya, rumah yang terlihat kecil ini tampak begitu asri di matanya.
Berbagai jenis bunga memenuhi taman kecil yang berada di depan rumah Nayra.
Suara pintu terbuka membuyarkan lamunan Malik.
"Dimana kamar Nayra?" tanya Malik ketika sudah berada di dalam rumah itu.
"Di sana Tuan," tunjuk Alira pada salah satu kamar.
Malik membawa Nayra masuk ke dalam kamarnya.
Kamar yang didominasi warna abu-abu itu, menggambarkan dengan jelas bagaimana kehidupan Nayra selama ini.
Malik membaringkan tubuh Nayra di ranjang kecil yang khusus ditempati untuk 1 orang itu.
Matanya menatap sendu wajah wanita yang selama ini dirindukannya. Dia melihat tidak ada semangat yang dipancarkan dari wajah sayu itu.
"Kamu terlihat kurus sekarang. Aku tidak menyangka akan bertemu mu kembali Nay," kekeh Malik.
Tidak terasa bulir bening jatuh dari sudut matanya.
Pria berwajah dingin itu tampak sedang menangis.
Hanya Nayra yang mampu membuat hidupnya jadi seperti ini.
"Kemana Nayra ku yang dulu sangat ceria?" lirih pria itu.
Sakit, Malik merasa sakit melihat kondisi Nayra yang seperti ini. Tidak ada gairah hidup yang di pancarkan dari wanita itu.
Malik mendongakkan kepalanya ke atas langit langit, tangannya mengepal keras, tangisannya seketika lenyap begitu saja.
Aku tidak akan mengampuni orang yang telah membuat Nayra ku jadi seperti ini. Batin Malik.
...***...
"Tu-Tuan." Alira tiba tiba membuyarkan lamunan pria itu.
"Pulang lah! Aku akan menjaga Nayra," ucapnya tanpa menoleh sedikit pun.
"Ta-tapi Tuan." Alira merasa ragu jika harus meninggalkan orang asing dengan atasannya itu.
"Aku tidak akan menyakitinya, dia sangat berharga bagiku." Suara Malik terdengar sendu.
Alira melihat jelas raut wajah pria itu. Cemas, takut, khawatir, serta cinta tergambar jelas di wajah pria itu.
"Baik lah kalau begitu. Saya permisi Tuan."
Malik hanya mengangguk tanpa menoleh sedikit pun.
Matanya masih tertuju pada Nayra yang sedang terlelap.
Tiba tiba bayangan masa lalunya kembali muncul, mengingatkannya pada masa pertama kali bertemu Nayra.
FLASHBACK
Malik POV
Nama ku Zein Malik Abraham, orang orang biasa memanggil ku Malik. Kecuali orang orang terdekat ku, memanggilku dengan panggilan Zein.
Aku anak tunggal dalam keluargaku. Kedua orang tuaku adalah seorang dokter di salah satu rumah sakit besar di kota ku.
Mama ku adalah orang Turki yang sudah lama menetap di sini. Itu sebab nya mama ku memiliki wajah yang sangat cantik khas orang timur.
Wajah itu menurun padaku, wajah tampan, hidung mancung serta tubuh yang tinggi. Semua itu di wariskan oleh kedua orang tuaku.
Aku duduk di bangku kelas 2 SMA, di SMA favorit di kotaku.
Mama dan Papa menginginkan aku mendapat pendidikan yang sempurna, maka dari itu mereka menyekolahkan ku di sekolah itu.
...***...
Hari ini, papaku kembali dipindah tugaskan keluar kota.
Aku memang sudah terbiasa akan hal ini sedari kecil.
Tapi sekarang aku mulai bosan jika harus berpindah sekolah lagi.
"Kita berangkat besok pagi Ma." Itulah perkataan yang dikatakan papa ku malam ini.
"Lalu sekolah ku bagaimana Pa?" Aku mulai jengah dengan keadaan ini.
"Papa sudah menyelesaikan segala nya Zein, begitu sampai kamu bisa langsung sekolah."
Aku membuang kasar napas ku, aku ingin protes.
Aku sudah betah tinggal di kota ini, teman-teman ku juga banyak di sini.
Aku bergegas masuk ke dalam kamar ku. Diusia remaja seperti ini, sifat egois ku masih mendominasi.
Terdengar suara pintu yang terbuka, membuatku menoleh, untuk melihat siapa yang datang.
Ternyata Mama yang masuk kedalam kamar ku dengan tersenyum.
"Anak mama sudah besar kan?" tanyanya lemah lembut. Tangannya mengusap kepalaku
Aku hanya diam tidak merespon perkataan mama ku.
"Zein kamu harus mengerti, bukan kah kita sudah sering berpindah kota. Papa mu dokter yang sangat hebat, banyak rumah sakit berlomba-lomba ingin mempekerjakannya." Mama memberi pengertian kepada ku. "Lagipula Papa akan mengurus rumah sakit keluarga kita di sana," tambah mama lagi.
"Tapi Ma...."
"Zein tidak boleh egois. Masalah teman-teman, di sana juga kamu akan mendapatkan teman yang lebih banyak.
Mama yakin itu nak." Mama masih mengusap kepalaku.
Iya biarpun aku sudah duduk di bangku SMA, tapi terkadang aku masih manja kepada kedua orang tuaku. Mungkin karena aku anak tunggal, jadi mereka begitu memanjakanku.
"Iya ma," ucapku pelan.
Mama meninggalkan ku pergi keluar kamar dengan tersenyum.
Aku segera membereskan semua perlengkapan yang akan aku bawa besok. Setelah selesai aku segera pergi untuk mengistirahatkan tubuh ku.
...***...
Hari ini hari kedua aku tinggal di kota A, kota tempat orang tua ku dipindahkan.
Papa sudah mendaftarkan ku ke SMA favorit di kota ini.
Ini adalah hari pertama aku masuk sekolah.
Aku menatap gerbang sekolah yang menjulang tinggi di depanku, tanpa sadar seorang gadis menabrakku dari belakang.
"Ah maafkan aku. Aku tidak sengaja." Gadis itu berjongkok, dan mengambil buku-buku nya yang berceceran.
"Tidak apa apa. Aku juga salah melamun di tengah jalan." Aku segera membantunya mengambil buku buku tersebut.
"Terima kasih. Aku pergi dulu." Gadis itu berlalu dengan tersenyum manis kepadaku.
Aku merasakan hal aneh terjadi pada jantung ku, bagaimana tidak, hanya dengan melihat senyum saja sudah membuat jantungku berdegup kencang.
Aku masih menatap punggung gadis berwajah sedikit chubby itu, netra yang berwarna coklat, rambut hitam lurus, serta senyum yang begitu manis itu mampu membiusku seketika.
"Anak baru ya? Aku baru melihatmu di sini," tanya seorang pemuda seusiaku yang menyadarkanku.
"Eh iya aku baru masuk hari ini," jawabku.
"Ayo masuk. Kamu mau ku antarkan kemana? Pasti belum tau tentang sekolah ini kan." Dia tersenyum lebar.
Aku menganggukkan kepalaku, sembari mengikuti nya berjalan.
"Nah ini ruang kepala sekolah. Aku masuk ke kelas dulu," ucapnya kemudian berlalu begitu saja.
"Terima kasih," teriak ku.
Aku segera memasuki ruang kepala sekolah, untuk bertanya tentang letak di mana kelasku.
...***...
Koridor kelas tampak sepi, menandakan semua murid sudah berada di dalam kelas.
Kepala sekolah menyuruhku untuk menemui pak Bambang wali kelasku, kemudian aku pergi bersama pak Bambang menuju kelasku.
"Selamat pagi semua!" seru pak Bambang ketika sudah berada di dalam kelas.
"Pagi pak!" sahut semua murid
"Perkenalkan ini teman baru kalian. Ayo Malik perkenalkan dirimu!" perintah pak Bambang.
"Selamat pagi semua perkenalkan nama ku Malik," ucapku memperkenalkan diri.
"Wah gantengnya...."
"Aku mau dong jadi pacarnya...."
"Muka nya itu mirip pangeran arab...."
Dan bla bla bla. Seruan dari murid perempuan di kelasku.
"Sudah tenang semua!" tegas pak Bambang.
"Malik duduk di sana." Pak Bambang menunjuk salah satu bangku yang kosong.
Aku berjalan menuju tempat dudukku. Kemudian pandanganku bertemu dengan gadis yang menabrak ku di depan gerbang.
Lagi-lagi jantungku berdegup kencang.
Dia tersenyum lagi kepadaku, hal itu. membuat ku harus merasakan senam jantung beberapa kali.
"Duduk di sini saja." Tarik salah satu murid yang wajah nya terasa tidak asing bagiku.
"Tapi pak Bambang menyuruhku duduk di sana." Aku menunjuk tempat duduk yang berada di belakangnya.
"Ger... cepat pindah ke belakang sana bersama Doni.
Kasihan anak baru sepertinya, kalau harus terkontaminasi Doni dan juga dirimu," ucap anak itu sembari mengejek.
Anak yang duduk di sebelah nya itu berdiri, sembari mencebikan bibirnya. Aku hanya tersenyum melihat kejadian itu.
Aku merasa senang, karena sekarang aku duduk tepat di belakang gadis yang mencuri perhatianku itu.
...*****...
Terima kasih yang sudah mampir.
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian ya.😊
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!