NovelToon NovelToon

Istriku Kumel

Bab 1 Hilangnya Dodi

#Istriku_Kumel

#Bab_1

#Rate_17+

Saat itu dimana aku harus memberikan uang gaji kepada istriku, nominal yang aku berikan sekitar 5 juta.

Sebenarnya aku ingin memberikan uang ini untuk dia membeli baju dan ke salon, dan juga membeli alat mak-up.

Aku tidak ingin orang-orang memandang istriku yang tidak terurus itu, bahwanya aku yang tersalahkan karna memberi uang yang tidak cukup.

Segera ku panggil istri tercintaku dengan sebutan kata mamah, karna kami sudah di karuniai anak yang tampan, yang bernama Dodi.

"Mah," teriakku memanggil sang istri tercinta, dengan nada yang agak meninggi. Entah kenapa? Akhir-akhir ini ia menjadi sedikit lebay, dan kurang bergairah.

"Iyah pah." Terlihat sosok wanita lari tergopoh-gopoh mendengar teriakanku, aku yang memanggil dari tadi seakan kesal di buatnya.

"Lama sekali sih?" ucapku mendengkus kesal, seraya menatap tajam pada wajahnya. Aku yang melihat dia hanya menunduk tak menatap ke arah wajahku, seakan dia sudah tau bahwa aku sedang kesal.

"Maaf, pah, ta-di."

Segera mulut ini memotong pembicaraannya yang terbata-bata.

"Ah, sudah lah, banyak alasan, emang kamu nyah ajah lebay."

Nada bicaraku semakin tinggi melihat wanita yang menjadi istriku begitu kumel dan dekil, rasanya malas sekali melihat dia selalu berpenampilan layaknya ibu-ibu, tak seperti dulu, waktu pertama menikah, anggun wangi.

Yang selalu tampil cantik di depan suami, memakai dress menawan, dan baju yang terlihat rapi.

Berbeda jauh dengan yang sekarang.

Ku lihat raut wajahnya yang semakin hari semakin pudar, membuat diri ini semakin tak berselera. Ada apa dengan perubahannya saat ini?

"Yah sudah, ini gajihan papah, 5 juta buat sebulan ini, jangan lupa urus tuh wajah, beli baju, peralatan mak-up, muak rasanya melihat kamu kumel begitu." ucapku berlalu pergi meninggalkan wanita yang 4 taun menjalani bahterai rumah tangga.

Aku heran dengan Ami dia sebagai istri apa sih kerjaan yah, cuman ngurus 1 anak ko susah amat, apalagi penampilannya yang tak layak diperlihatkan.

Begitulah setiap ucapan yang aku lontarkan ketika hendak berangkat ke kantor, entahlah kurang apa diri ini, uang sudah aku berikan, belum lagi waktu itu sudah berniat mencarikan pembantu, tapi dia tak mau.

Akh, Ami, ada apa dengan kamu, uang 5 juta apakah masih kurang, sampai kamu tidak bisa mengurus dirimu sendiri.

Padahal semua biaya listrik dan cicilan sudah aku bayar, dan sisanya untuk dia mengurus diri.

Mulutku terus saja mengoceh ketika tengah mengendarai mobil. Penat lelah, setiap pagi harus mengoceh dengan mengomentari penampilannya. Aku sudah berusaha memberikan yang terbaik untuk dia namun hasilnya apa, dia seakan menghiraukan perkataanku.

**************

Sesampainya di kantor.

Langkah kaki ku seakan tak berselera menempelkan ke tempat dimana aku bekerja.

"Eh, pak Rudi, selamat pagi?" Sapa sosok seorang wanita yang adu,hay bodinya kata orang-orang di kantor, dia selalu di juluki ratu kantor, karna bodinya, yang begitu mempesona, namanya Sisi.

"Oh, yah, pagi juga!" Jawabku tanpa menoleh sedikit pun, ke arah wajahnya. Semenjak kejadian tadi pagi membuat aku tak berselera untuk bekerja.

Rasanya aku geram melihat wanita bernama Sisi itu, entahlah di mataku di tidak menarik seperti yang di ucapkan orang-orang kantor.

Apalagi dengan gaya yang begitu kecentilan, belum lagi baju yang begitu ketat menonjolkan buah dada yang begitu besar.

"Eh bego, ngelamun aja loe," ujar temanku Luky yang baru saja nongol.

"Apa sih loe," jawabku sedikit mendelik kesal.

"Kenapa sih loe? marah-marah ajah!" ucapnya penasaran, tak lupa dengan seyum khasnya yang sedikit bikin orang kesal.

"Ah, kepo." Aku membalas ucapanya dengan datar, tanpa menoleh sedikit pun ke arahnya.

Aku berlalu meninggalkan Luky dengan berjalan lebih cepat masuk ke dalam kantor.

Sedikit ku dengar Dodi berkata." Kayanya temen gue Rudi sedang PMS yah, sensi bener"

Sesaat ku hampiri meja dimana tempat aku bekerja. Berkas-berkas menumpuk seperti gunung yang mulai runtuh, aku yang terus mengoceh seperti tanpa titik dan koma, tanpa sadar berkata.

Pekerjaan menumpuk gak ada habis-habisnya, istri di rumah bukannya jadi semangat malah bikin buyar.

Ku tepuk-tepuk kepala yang pening ini memikirkan sang istri tercinta di rumah, kenapa dia menjadi seperti itu.

"Hay, pak Rudi?" Sapa Sisi yang dari tadi sudah ada di hadapanku.

Dia berdiri sembari membawa berkas-berkas kantor yang akan di serahkan kepadaku, terlihat dia terseyum manis, bibir tipis di padukan dengan lipstik berwarna merah merona, membuat hati semakin enek melihat wanita yang berdandan menor seperti itu.

Bukanya jantung yang berdetak kencang malah urat-urat tangan yang sudah siap mengepal, meninju bibirnya yang seksi itu. Biar terlihat mengembang.

"Sejak kapan kamu ada di sini?" Tanyaku menatap sinis wanita yang ada dihadapanku. Memang dia cantik, tapi kecantikannya terlalu berlebihan, dari segi make-up yang menor dan me_nonjol.

"Ih, bapak, ko ketus gitu sih." jawabnya sembari merangkul pundakku.

Aku bergidik ngeri saat dia merangkul pundakku, seakan kutu akan bersarang di bagian rambutku.

"Lepaskan, cepat keluar, dan taro saja berkas itu di atas meja." Teriakku kesal, karna tingkahnya yang semakin kurang ajar.

Dia pergi dengan melambaikan tangan, sambil menjulurkan lidahnya, lanyaknya seorang wanita penggoda.

Entah sejak kapan wanita itu menjulurkan lidah seperti ular berbisa saja. Yang akan menerkam mangsanya.

Rasanya ingin ku lempar wajahnya dengan vas bunga yang ada dihadapanku ini.

Baru saja wanita itu pergi, Hp-ku menyalah, sebuah pesan bertuliskan Istriku.

Saat layar Hp yang ku buka, aku tertohok dengan isi pesan itu bertuliskan.

[Pah Dodi ilang]

Bukan main aku di kejutkan dengan pesan dari istriku bahwa Dodi anakku hilang.

Urat Rahangku mulai ke luar.

Karna panik aku segera bergegas pulang, dan tidak menyelesaikan pekerjaan yang menumpuk, biarlah, yang terpenting anakku.

Kenapa? Ami begitu ceroboh, hanya mengurus satu anak saja.

"Eh loe mau ke_mana Rud."

Aku mendengar teriakan sahabatku, memanggil-manggil.

Namun, ku hiraukan karna di pikiranku teringat anakku, bagaimana kalau Dodi tidak ketemu.

Bisa-bisa aku mati kutu dibuat istriku ini.

Segera kutancapkan gas mobil, dengan membawa mobil kecepatan tinggi tanpa menoleh ke arah kiri kanan, hatiku sudah gundah mendengar bahwa anakku satu-satunya hilang.

Liat saja Ami, aku tidak akan tinggal diam kalau Dodi tak ketemu aku tak akan memaafkanmu.

Sial keadan di jalan sungguh membuatku prustasi, macet lagi.

Nak, mudah-mudahan kamu cepat ketemu oleh ibumu nak.

Segera ku telepon lagi Ami, tapi tak ada jawaban.

Kenapa gak di angkat sih, kamu kenapa si Am.

Segeraku parkirkan mobil di depan rumah.

Dan ...

Bab 2 Gelas Terjatuh

#Istriku Kumel

Rahasia di balik istri ku yang Kumel

#Bab 2

#Rate _ 17+

Sesampainya di depan rumah, terlihat istriku yang menangis tersedu-sedu. Rambut yang berantakan, baju yang sudah tak layak di pakai. Seperti orang yang baru di landa sakit jiwa.

Mataku membulat menatap wanita yang selama ini menjadi istriku, terduduk di tanah.

"Ada apa sebenarnya ini?" Tanyaku menghampiri Ami yang menangis. kenapa dia malah menagis seperti itu, harusnya dia mencari Dodi sampai ketemu, malah meraung-raung menagis seperti itu. Otak ini mulai terasa pusing melihat istriku yang seperti ini.

"Mas ..."

Dengan mulut yang mengagah, sembari air mata yang begitu membasahi pipi. Ami tiada henti menangis, sendirian di depan rumah.

Menatap ke arah wajahku. Entahlah, tidak ada rasa iba ketika melihat wanitaku ini.

"Kemana Dodi?" Tanyaku kesal. seketika rahangku mulai mengeras.

"Dodi hilang mas, tadi aku tinggalin dia di depan rumah, main sendirian, karna sibuk mencuci pakaian." ucapnya sesekali mengelap air mata dengan punggung tangannya. Pipinya begitu basah dengan air mata. Ku usap kasar rambutku. Membuat rahangku seketika mengeras

Kedua tanganku mulai mengepal, menahan emosi di jiwa, kenapa? Dia seceroboh itu.

Ami, Ami .. Akh serasa nafas ini tersumbat karna ke cerobohanya.

Aku geram di buatnya, bukanya aku sudah belikan dia mesin cuci masih saja dia mengosok cucian dengan tangan. Agar dalam pekerjaannya terasa ringan. Tak perlu cape-cape membilas baju

Tanpa sadar, tanganku melayang ke arah pipinya.

tamparan keras mendarat di pipi wajahnya.

Tangisanya terdiam, seketika. Ku atur nafasku ,sesak, rasa kecewa karna telah menapar istriku. Hatiku gaduh, bingung antara menyesal dan tidak.

Amarahku makin menggebu.

"Memang kamu ini engga becusnya, cuman ngurus anak satu saja, masih ga bisa." cecarku memarahi sang istri. Emosi ini sudah tak bisa terkendali, semua kata-kata kesalku terlontar di depan wajahnya.

Dia hanya terdiam, tanpa berkata-kata.

Setiap aku marahi, di selalu diam, bukanya langsung menyadari atas kesalahanya.

"Kenapa diam?" ucapku, yang tak tahan dengan tingkah wanita yang menjadi pendamping hidupku selama ini.

"Maaf Teh Ami, ini anaknya tadi lari-lari sendiri." ujar tetangga dekat rumahku membuat aku terkaget, ternyata Dodi ada di tangan Bu Lulu.

Tangisanku redup melihat anakku, sekarang ada di depanku.

Dengan sigap.

Aku langsung merangkul Dodi dan memeluk dia.

"Nak, untung kamu tidak apa-apa. Ayah takut kamu kenapa-kenapa."

"Tadi Dodi sendirian di depan rumah, lari-lari, lalu dia liat Ibu pergi ke warung, katanya mau ikut, ya sudah saya ajak, saya lupa bilang sama Teh Ami, habisnya saya teriak-teriak, gak ada jawaban," ucap Bu Lulu tetanggaku.

"Makasihnya Bu Lulu, saya tadi cemas, kiranya Dodi hilang," jawabku. menundukan kepala.

"Iyah, gak papa. Pak. Harusnya saya gak bawa sembarangan Dodi, Ya sudah saya pamit ya."

Bu Lulu pamit dan meninggalkan kami bertiga.

"Dodi sini nak." ucap istriku merangkul Dodi.

Kami segera bergegas memasuki rumah.

Terlihat sekali istriku yang begitu kelelahan, saat itu pun ku bantu semua pekerjaan rumah yang masih tertunda.

Entahlah, apa yang dia kerjakan dari tadi, cucian masih saja menumpuk, mainan berserakan, bau pesing dimana-mana, padahal sudah aku belikan pempes buat Dodi buat dipakaikan, kenapa tidak ia pakaikan pada Dodi.

Jadinyakan cucian numpuk, piring kotor berserakan. Sesekali ku tatap istriku, malas sekali menatapnya, tubunya bau pesing, rambutnya acak rambul, terlihat ia memakai baju daster yang sudah bolong-bolong. Percis seperti orang gila. Ada apa dengan istriku, sebegitukah dia sampai tak bisa menyenangkan mata suaminya ini.

"Bukannya papah bilang, biarkan Dodi pakai pempes, toh papah yang belikan pake uang pribadi papah," ucapku sembari membereskan mainan Dodi. Yang berserakan kemana-mana.

"Sayang pah, mending uangnya di tabung, kalau pakai mesin cuci juga boros listriknnya." jawab istriku sembari mengayun-ngayun Dodi agar tertidur.

Aku hanya mengeleng-geleng kepala, mendengar jawaban sang istri, alasan yang tidak masuk akal, istriku itu bodoh apa gimana dikasih yang enak pengennya yang cape, maunya apa sih. gumamku dalam hati.

"Mamah, jangan mikirin nabung, papah udah usahain buat nabung, tinggal mamah urus diri dan anak kita, jangan ngeribetin diri dengan terlalu berhemat lah," ucapku.

Istriku hanya terdiam, entahlah, setiap aku kasih tau dia hanya menjawab satu atau dua kata selanjutnya terdiam seperti orang bego.

Kulihat Dodi yang sudah terlelap tidur di pangkuan istriku, Dodi anakku masih berumur dua taun, masa dimana sedang aktip-aktipnya, aku selalu memaklumi Ami, kalau pekerjaannya di rumah belum selesai, ku bantu sebisa mungkin, setiap pulang kerja.

Namun, kenapa Ami, tidak menghargai layaknya aku sebagai suami. Apa dia sudah bosan, Akkh. Entahlah aku pusing memikirkan istriku ini. Bisa-bisa aku gila terus memikirkan kenapa Ami seperti itu.

Dodi mungkin sudah tertidur, aku harus pelan-pelan mengerjakan pekerjaan rumah. Agar anakku tak bangun. Kasian anakku.

Setelah Ami selesai menidurkan buah hatiku, ia pergi dengan berjalan pelan-pelan.

Seakan merasakan sesuatu.

Seakan meringis kesakitan, menahan sesuatu dengan tangannya kanannya.

Awalnya aku kasian, harus gimana lagi, dia susah sekali kalau aku kasih tau.

Prak ...

Ketika aku tengah mengepel lantai, suara gelas terjatuh, membuat Dodi yang terlelap tidur menjadi kaget dan menagis.

lap pel yang tengah aku pengang tanpa sadar langsung ku banting.

Segera kaki ini berlari menghampiri Dodi dan merangkulnya.

Menidurkannya lagi di pangkuanku, mengayun-ngayun secara perlahan.

"Maaf pah," ucapnya menatap polos ke arah wajahku.

Bola mataku membulat menatap sang istri dengan tatapan yang teramat kesal.

Hanya keheningan yang menyelimuti di rumah ini. Tidak ada ucapan yang terlontar. Hanya kesepian yang melanda kami.

"Bobo yah sayang."

Dodi terus saja menangis mungkin karna baru terlelap, ia langsung di kejutkan dengan suara gelas jatuh oleh ibunya. Ami istriku ini ceroboh nya kebangetan, benar-benar bikin aku steres.

Sabar ... Sabar ... Sembari mengelus dada menahan semua kekesalan di hati. Hanya ini yang bisa aku lakukan, tanpa harus membanting barang.

Dodi menatap wajahku, sembari bibirnya yang menahan tangis. Aku berusaha terseyum menatap wajah anakku ini. Wajah polosnya membuat hatiku tenang.

"Bobo yah sayang jangan nagis."

*********

Jangan lupa komen di bawah dan like cerita ini yah. Bakal terus up sampai tamat, dan akan lebih seru tentu dengan ceritannya.

Ada apa dengan Ami seorang istri yang tidak mau berdandan untuk sang suami, kenapa dia seperti itu. Rahasia apa yang selama ini dia sembunyikan hingga suaminya pun sampai tak mengetahuinya.

Ikuti terus ceritanya.

Bab 3 Suara Di Kamar mandi

#Istriku_Kumel

#Bab3

#Rate_17+

"Bisa engga sih kamu jadi istri, sehari ajah gak ceroboh, aku cape mah, lelah penat seharian kerja, belum ngurusin rumah yang berantakan setiap hari." teriaku memarahi wanita bekulit putih berambut lurus itu.

Dia terdiam, dan menangis.

Ah, kenapa sih bukanya merubah ke adaan malah nangis. Gumamku dalam hati.

Dia menunduk pandangan tanpa menoleh sedikit pun ke arahku, ada apa dengan wanita yang aku nikahi selama ini. Aku sangat mencintainya.

Sebeneranya aku tak kuasa terus memarahi sang istri, ada rasa sesak ketika mulut ini terus membentak wanita yang menjadi ibu dari anakku, tapi apa daya hatiku sudah kesal di buatnya.

Ahh, tak terasa aku mengayun anakku.

Dan akhirnya jagoan kecilku tertidur lagi di pangkuan papahnya ini. Huh, rasanya semua otot-otot tanganku sakit, bekerja dan membereskan rumah seakan tiada hentinya. ku lihat Ami yang sedang membereskan pecahan gelas yang tak sengaja ia jatuhkan.

Segera ia membereskan pecahan piring itu sedikit demi sedikit, Karna emosi, sudah ku hiraukan dia.

Biarkan lah dia membereskannya sendiri, masa segitu juga masih harus aku yang membereskan.

Aw ...

Terdengar Ami kesakitan, sekilas ku lirik dia dan terlihat darah mengalir dari tangannya.

Aku menggeleng-geleng kepala, sembari berkata.

"Makanya jangan ceroboh, sekarang papah mau pergi ke kantor, hari ini papah lembur, karna pekerjaanku masih banyak." ucapku bergegas meninggalkan istriku yang membereskan pecahan beling.

Dia tak berkata apa-apa, hanya fokus dengan pecahan beling yang ia bereskan.

Dengan sigap aku berusaha untuk mandi dan mengganti pakaianku, gara-gara panik aku lupa ijin, dengan terpaksa harus lembur hari ini juga.

Jam sudah menunjukan pukul 12:00 siang, seharusnya, waktunya jam kantor istirahat, Ah, sial hidupku, malah mengerjakan pekerjaan rumah, jadinya harus lembur di kantor.

Karna kesal, aku lupa mengisi perutku yang sudah keroncongan, dari tadi pagi aku belum mengisi perutku, karna Ami yang pemalas itu, tidak pernah menyediakan sarapan untuk suaminya ini.

Emosi sudah mengenai seluruh otak dan hatiku, kesal dan teramat kesal.

Bodo amat, dia sudah makan apa belum, memang dari tadi aku lihat dia belum memasak makanan apapun. Apa saja sih yang dia lakukan di rumah, sebegitunya istriku.

Apa harus aku yang menyediakan semuanya. Dari sarapan dan pekerjaan rumah, sedangkan dia hanya duduk bersantai begitu.

akhirnya jalanan tak sebegitu macet, aku memberhentikan mobil, di warung nasi dekat rumah. Sehingga aku bisa memesan makanan, dan menyuruh pelayan untuk mengantarkanya.

Bagaimana pun aku emosi kesal pada Ami, aku selalu ingat tentang kesehatannya. Apa lagi Dodi anakku. Aku takut mereka kenapa-napa.

Akhirnya perutku sudah keyang.

Saat sampai di kantor, keadaan sepi mungkin mereka pergi untuk beristirahat.

Ku rebahkan tubuh ini di atas kursi yang selalu aku duduk_ki saat bekerja.

Mengatur nafas karna rasa lelah yang begitu melanda tubuh ini.

"Heh, Rud, loe kemana ajah?" Tanya luky, menghampiri ruang kerjaku. Mahluk ini entah kenapa dia selalu datang tiba-tiba. Tanpa ku suruh juga dia selalu datang dan mengagetkanku.

"Habis bab!" Jawabku ketus, malas sekali berbicara tentang kejadian tadi pagi.

"Yah elah loe, bawaanya marah-marah saja, Ah ampun nih anak." ucap Luky menepuk-nepuk pundakku.

Aku yang tadi hanya fokus menatap layar leptop, menghiraukan ocehan pria bertubuh gendut di sampingku ini.

"Rud, loe liat ," ucap Luky menunjuk salah satu dari wanita yang tengah mengobrol.

"Emh." Mataku masih fokus melihat layar leptop di depan. Mengabaikan perkataanya.

"Loe taukan Si Sisi dan Si Sela, bodinya aduh_hay, liat bokongnya montong dan tetenya, uhuy mantap." ucap Luky sembari mengusap air liurnya, entah itu jatuh atau engga.

Mulut buayanya semua ke luar, parah juga nih anak, sudah punya bini. Matanya masih jelalatan.

"Emh." Aku terus saja menggabaikan ucapanya.

Biarkan dia berbicara sendiri.

"Eh loe, dari tadi emh ah emh, loe ambeien apa gimana? Dikit-dikit cuci mata lah, jangan kerja terus." teriaknya seakan tak suka kalau aku mengabaikannya.

"Adeuh, Ky, loe bikin gue darting dah, gue lagi pusing nih," kedua tanganku menjambak rambut seakan aku gila di buat ocehannya.

Wajahnya mendekat dan berbisik.

"Ya makanya, pas loe pusing gini, bukanya lebih enak menatap, cewek-cewek seksi kaya mereka, bikin segar mata."

Tawanya begitu renyah, seakan dia menikmati apa yang dia lihat.

"Ah loe, Asu ..." Bener-bener luky sahabatku ini memang otaknya harus diperbaiki. Sudah rusak parah. .

"Eh, emang benerkan." tawanya menggema di seluruh ruangan.

*******

"Sini deh." mulutku hampir mendekat ketelinganya. Membisikan dia agar sadar dari mata jelalatan dan pikiran kotornya

"Apa."

"Loe liat si Sisi dan si Sinta, kata loe mereka cewek seksi dan aduh_hay bodinya," ucapku sedikit tertawa kecil.

Luky hanya mengangguk-ngangguk kepala.

"Bibir merah, muka putih, baju ketat kaya gitu, kaya ondel-ondel tau."

"Astaga, mata loe, Rud, Cuman mata loe yang bermasalah di kantor ini." sahabatku Luky tertohok dengan perkataan yang aku lontarkan.

Dia mengeleng-geleng kepala, sembari memegang jidatku.

Ku hempaskan tanganya yang memegang jidat ini.

"Sudah pergi bikin gue pusing saja,"

Akhirnya Luky Pergi. Setelah ku usir, cuman dia sahabatku yang selalu ingin menghibur hati ini ketika lelah, karna masalah di rumah.

Hatiku sedikit lega, karna ucapan Luky sedikit menghibur, walau tidak sepenuhnya.

Jujur saja.

Aku tidak pernah membicarakan urusan rumah tanggaku pada orang lain, biarlah aku yang menyelesaikan semua masalah ini.

Pekerjaan yang menumpuk sedikit demi sedikit terselesaikan. Akhirnya.

Dan tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 07:21 malam, sebentar lagi berkas-berkas ini selesai dan bisa segera rehat di rumah.

Mulutku terus saja menguap. Menahan rasa kantuk. Lelah, letih yang kini tengah badan ini rasakan.

Ingin segera rehat di rumah, dan merebahkan tubuh di kasur. Apa daya jam yang belum menunjukan angka di mana waktunya untuk pulang ke rumah.

Karna rasa kantuk yang tak tertahankan, kaki ku melangkah menghampiri dapur kantor. Dengan sedikit malas, aku terus memaksakan diri. Ketika aku hendak pergi ke dapur kantor, untuk segera membuat kopi , baru saja langkah kaki melewati kamar mandi terdengar desahan dari dalam kamar mandi.

Siapakah itu

*********

Siapakah yang ada di dalam kamar mandi, apa Rudi akan mendobrak pintu kamar mandi itu.

Atau dia akan mengabaikan walau dia sudah mengetahui orang yang ada di dalam kamar mandi.

Jangan lupa like komen, ceritaku. Agar makin seru ceritanya. Dan penuh Rahasia.

Ikuti terus ceritanya, semakin seru dan semakin menghibur.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!