Lara
Lara adalah seorang gadis yang kini berumur 25 tahun, ia mempunyai tinggi badan standar layaknya wanita Asia pada umumnya, rambutnya yang hitam sebahu jarang terurai, ia hanya seorang wanita yang bekerja sebagai salah satu pelayan di salah satu restoran ternama, sudah sejak lima tahun yang lalu ia bekerja di sana, hingga ia sudah sangat
mengenal baik pemilik restoran tersebut, ia biasa di panggil tuan Alban, yang menurut Lara ia merupakan seorang kakek yang sangat baik hati.
Ayah Lara telah meninggalkan mereka sejak 6 tahun yang lalu, sejak itulah Lara merupakan tulang punggung bagi keluarganya, ia memiliki seorang Ibu, dan dua saudari perempuan, satu kakak perempuannya telah menikah, dan Adiknya berada di tingkat akhir sekolah SMA.
***
Rigo Syden Bexley
Ia biasa di sapa Rigo, berusia 25 tahun, Rigo mempunyai paras yang tampan, kulitnya putih tubuh yang tinggi dan kekar, Ia tidak mempunyai keturunan Eropa ataupun Amerika, tapi entah mengapa rupanya yang tampan membuat setiap orang mengira Rigo berasal dari kalangan mereka, ia hanya menetap sementara di Amerika untuk melanjutkan kuliahnya.
"Kembali lah ke indonesia, bantu ayahmu untuk mengurus perusahaan, kau adalah satu-satunya cucuku yang akan menjadi penerus dari perusahaan ini, apa kamu mau karyawan kita yang jumlahnya tidak sedikit ini terpaksa harus di rumahkan?" Ucap seorang laki-laki paruh baya dengan
"Dengan satu syarat!"
"Apa itu!"
"Biarkan aku memilih sendiri calon pendamping hidupku, dan aku tidak sedang berencana menikah dalam waktu dekat!"
"Tapi..!" Kakek Alban ragu.
"Kalau begitu Aku tidak mau!"
"Tut tu Tut" Bunyi ponsel di matikan secara sepihak.
Sepenggal percakapan antara kakek Alban dan Rigo melalui ponsel saat sedang merayu Rigo untuk segera pulang, beberapa bulan yang lalu.
***
Kala itu Kakek Alban tengah memasang foto sang cucu yang tengah memakai sebuah toga di kepalanya dan pelakat di genggam oleh tangannya, ia pasang di ruangan kantornya yang berada di restoran tersebut, Lara mengetuk pintu yang tidak tertutup itu dengan menggunakan satu tangannya, ia hendak memberikan sebuah Laporan penjualan Pada Tuan Alban.
Lara membelalakkan kedua matanya, saat mengetahui Tuan Alban memasang foto laki-laki yang tak asing baginya.
"Tuan!" Lara memanggil kakek Alban yang tengah sibuk menatap foto laki-laki tampan di hadapannya.
Tuan Alban melirik ke arah suara, "Kamu Lara."
"Apa itu putra tuan?" tanya Lara kepada tuan Alban.
"Bukan, dia cucuku!"
"Cucu?" Lara menarik kelopak matanya secara lebar.
"Iyah dia Cucuku satu-satunya, tampan bukan?"
"Iyah tuan, tampan, tampan sekali!" Lara menarik sudut bibirnya yang merah alami.
"Kamu menyukainya?" Tanya tuan Alban.
"Iyah aku sangat menyukainya!"
Lara tiba-tiba teringat masa SMA nya yang penuh keceriaan, Kala itu dirinya memergoki Rigo dan seorang teman laki-lakinya dengan mata mereka saling beradu, Lara mendengar dari arah belakang keributan para murid wanita menuju ke arah Rigo berada, tak ingin Pria Pujaannya di gosipkan yang tidak - tidak oleh orang lain, dengan sengaja Lara menarik kerah baju Rigo, hingga menghadap ke arahnya, kemudian Lara mencium Bibir Rigo secara kasar, Rigo seketika membelalakkan kedua matanya dan berusaha mendorong Lara, namun pegangan Lara padanya sangat kuat.
"Emmh!" Lara menghela nafas nya mencoba menghentikan ingatannya akan masa lalunya.
"Apa ini benar cucu Bapak?" tanya Lara dengan penuh keraguan.
"Benar, apa kamu mengenalnya?" tanya Lelaki tua yang tak lain adalah pemilik restoran tersebut dan sekaligus atasan Lara.
"Sepertinya Aku mengenalnya!" Jawab Lara sambil mengerutkan dahinya mencoba mengingat wajah yang Ada di foto terebut.
"Jelas sekali aku kenal Rigo, laki-laki yang akan membuat setiap wanita tak bisa mengalihkan pandangannya saat ia melangkahkan kaki di hadapannya, dan dengan tak tahu malunya menciumnya dengan sengaja!"
Lara ingat betul bagaimana ia mendambakan Rigo saat itu, ia juga tak kalah histerisnya saat melihat Rigo lewat di hadapannya.
"Apa waktu di sekolah dulu dia pernah memiliki seorang wanita?"
"Wanita?"
"Ya wanita, kekasih misalnya!"
"Entahlah, setahu aku tidak, bahkan ada yang mengatakan bahwa dia suka laki-!" Lara memelankan suaranya, baru menyadari jika ia telah salah berbicara.
"Maaf aku asal berbicara!" Lara menutup menepuk bibirnya dengan menggunakan tangannya.
"Kalau begitu, dekatilah dia!" Tutur kakek tua tersebut kepada Lara.
"Dekati?" Lara menyipitkan matanya saat mendengar perkataan Bosnya tersebut.
"Maksud Bapak?"
"Ya dekati dia layaknya seorang wanita, pastikan jika semua gosip yang ada di luar itu salah!"
"Aku akan memberikan Bonus yang besar jika kamu bisa mendekati dia, dan akan ada Bonus tambahan jika kamu bisa membuktikan jika gosip yang ada diluar itu tidak benar!"
"Jika gosip yang diluar itu benar tuan?"
"Aku tidak akan memberikan mu apapun!"
Lara terdiam sesaat.
"Tapi bagaimana aku bisa mendekatinya, aku bahkan tidak dekat dengannya tuan!"
"Terserah kepadamu, aku akan memberikan semua data pribadi nya kepada Mu, tetapi kamu tidak berhak memberikan data pribadi cucu kesayangan ku kepada siapapun!"
"Data pribadi tuan? apa Maksudnya?" Lara yang gagal memahami perkataan Bapak Tua yang ada di hadapannya kini.
"Kamu akan mengerti nanti setelah sekertaris ku memberikannya kepada Mu!"
"Tapi.. "
"Selama itu, kamu boleh tidak bekerja di sini!"
"Tapi aku..!"
"Tentu saja aku akan tetap memberikan gaji yang sama kepadamu!"
"Baik tuan!" Mendengar tawaran yang menggiurkan membuat ia langsung mengiyakan tawaran Tuan Alban, Lara menarik kedua sudut bibirnya dan melebarkan kelopak matanya penuh kegembiraan.
"Aku akan memberikan bonus tambahan Jika kamu bisa menaklukkannya!"
"Bonus?"
"Jika Memang benar dan kamu yang bisa merubahnya dan bahkan menikahinya, Bonusnya sangat besar!"
"Apa itu bisa membuat Adikku menyelesaikan kuliahnya tuan?"
"Tentu!"
"Apa itu bisa membuat hutangku Lunas tuan?"
"Hutang?" tanya tuan Alban
"Hutang ibuku!"
"Seberapa banyak hutang keluargamu akan aku lunasi!"
"Baik tuan aku akan mencoba!"
"Sambil menyelam minum air, toh aku kan juga suka sama Rigo." Lara terkekeh dalam hatinya.
"Besok cobalah temui dia dulu di Cafe Brown, Jam 08.00. pagi, dia suka sarapan di sana!"
"Emm." Jawab Lara penuh keraguan.
"Baiklah aku akan mencobanya."
***
Ke esokan paginya Lara sudah berada di lokasi tepat jam 08.00.
Lara masuk dengan ragu, ia memakai celana Jeans Hitam, kaos hitam, rambut di kucir mengenakan sebuah topi, ia kemudian berjalan ke arah Kasir untuk memesan sebuah minuman.
"Aku mau pesan, em, apa di sini ada susu?" Lara berkata sambil melirik ke segala arah, mencari Rigo berada, namun tidak terlihat satupun laki-laki yang ia kenal.
"Ada mba, Hot Gingger Milk!" Jawab kasir tersebut kepada Lara.
"Ya udah, itu aja satu!" Jawab Lara memesan sebuah minuman.
Setengah jam berlalu, namun tak terlihat Jejak Rigo berada, Minuman susu jahe yang ia pesan pun sudah habis tak bersisa, ia kini memainkan sebuah sedotan plastik yang menempel pada bibirnya.
"Apa tuan Alban sedang bercanda denganku, aku sudah satu jam menunggunya tapi dia belum datang!" Desah Lara yang mulai kesal karena Rigo tak kunjung datang.
Ia melirik ke arah luar yang terhalang oleh sebuah kaca dari balik kursinya, Lara melihat seorang Laki-laki tampan dengan setelan kemeja warna hitamnya yang di lengkapi dengan sebuah dasi merah bercorak, kaca mata hitamnya yang menempel menghalangi sorot matanya, membuat kesempurnaan tercipta di sana, saat pria
tersebut turun dari sebuah Mobil Mewah membuat Lara tak bisa mengedarkan pandangannya ke tempat lain.
"Wah tampan sekali laki-laki itu!" puji Lara menatap Pria tersebut.
Pria itu masuk kedalam Cafe yang sama dengan Lara, ia duduk terhalang oleh beberapa meja, namun Lara masih bisa menatapnya dengan bebas, Laki-laki tersebut membuka kacamata hitamnya, dan di letakan begitu saja di atas meja, saat laki-laki tersebut membuka kacamatanya, Lara membelalakkan kedua matanya, saat itu ia baru menyadari jika laki-laki tampan itu adalah Rigo.
Saat itu juga tanpa sebuah aba-aba Lara berjalan ke arah Rigo kemudian duduk tepat di hadapan Rigo, dengan bibir yang sengaja ia lebarkan, Lara tak henti menatap wajah tampan Rigo.
Rigo yang kala itu sedang memainkan ponselnya, mengalihkan pandangannya ke arah Lara, di sertai dengan sebuah kerutan di keningnya saat melihat seorang wanita duduk di hadapannya tanpa kata permisi.
Dengan sebuah tatapan tajam, Rigo menatap ke arah Lara.
"Hai," Sapa Lara dengan melambaikan satu tangannya.
Kini Ponsel yang dipegang oleh Rigo sudah tidak lagi menjadi sebuah perhatian matanya, kini matanya berpusat pada seorang wanita dengan senyuman lebar di bibirnya yang tengah duduk tepat di hadapannya.
Rigo membuat sebuah tatapan tajam ke arah Lara dengan tangan yang sengaja ia silangkan ke atas dada.
"Ada perlu apa Nona!" Rigo melakukan gerakan mengangkat dagunya secara perlahan ke atas.
"Em, em, Apakah kamu masih ingat padaku?" Tanya Lara sedikit ragu hendak memulai percakapan.
"Apa aku mengenalmu?" Tanya Rigo menampakkan raut muka masamnya kepada Lara.
"Em, !" Kebingungan terpancar di wajah Lara, perasaannya kini.
"Terlalu banyak wanita yang selalu berada di sampingku, mana mungkin aku mengingatnya!" Rigo berucap dengan segala kesombongannya.
"Dan asal kau tahu Nona, tempat duduk itu, sudah aku pesan untuk kekasihku, jadi minggir lah dari hadapanku, kau merusak pemandangan ku!" Ucap giro dengan menggerakkan satu tangannya sebagai isyarat agar Lara beranjak dari kursinya.
"Deg!" Mendengar perkataan Rigo membuat jantung Lara seakan berhenti berdetak untuk sesaat, belum pernah rasanya ia selama hidupnya di tolak secara langsung oleh seorang laki-laki.
"Baik, aku minta maaf sudah mengganggu waktumu!" ucap Lara sambil beranjak dari kursi duduknya, untuk kemudian ia kembali menduduki kursi yang ia duduki sebelumnya.
Lara masih menatap Rigo dengan penuh selidik dari balik kursinya, dengan sebuah minuman berada ditangannya.
"Sombong sekali laki-laki itu"
"Apa benar dia punya kekasih?"
15 menit telah berlalu, Lara masih menatap ke arah Rigo dengan penuh selidik, ia hanya fokus kepada Rigo yang kala itu masih terlihat santai dengan minumannya, mengabaikan sejumlah pasang mata yang menatap ke arahnya.
Tiba-tiba, Lara membelalakkan kedua matanya, saat seorang laki-laki dengan wajah yang tak kalah tampan darinya tiba-tiba duduk di hadapan Rigo, kursi yang sebelumnya ia duduki saat menyapa Rigo.
"Apa itu kekasihnya?" Lara bertanya dalam hatinya.
"Apa betul dia punya kelainan?" Lara kembali menatap ka arah Rigo, kali ini dengan menyipitkan kelopak matanya.
Lara mencoba mencuri dengar percakapan kedua laki- laki tersebut, namun jarak yang tidak terlalu dekat, ia tak bisa mendengar percakapan di antara mereka.
"Sepertinya usahaku akan sangat sulit!" Sambil berdesah kemudian menyeruput minuman di hadapannya.
Karena merasa gerah, Lara membuka topi yang ia kenakan, ia simpan di atas meja yang berada tepat di depannya.
"Drrt drrt drrt." Ponsel Lara tiba-tiba bergetar saat sedang menyeruput sebuah minuman susu miliknya dengan mata tak ia alihkan dari pandangan Rigo, dengan cepat ia mengangkatnya.
"Hallo!"
"Ibu?"
"Berapa yang ibu butuhkan?"
"Baik, aku akan segera mengirimkannya!"
Lara kemudian beranjak dari tempat duduknya, ia terlihat terburu-buru, sedikit berlari meninggalkan mejanya, kini Rigo sudah tidak menjadi perhatiannya lagi setelah ia menerima sebuah panggilan telepon dari sang ibu.
Saat Lara keluar meninggalkan Cafe tersebut, Rigo dari balik kursinya memusatkan matanya melihat ke arah Lara yang tengah berlari, Rigo yang kala itu sedang berbincang dengan seorang laki-laki di hadapannya, sejenak menghentikan percakapannya.
"Sampai ketemu lagi Go, semoga bisnis kita lancar!" Pamit pria yang ada di hadapannya sesaat sebelum meninggalkan Rigo sendirian.
"Mba, tolong tagihannya!" Ucap Rigo pada seorang pelayan yang menghampirinya saat Rigo memanggilnya beberapa saat lalu, setelah itu pelayan tersebut membawakan tagihan miliknya, biasanya ia tak pernah melihat total tagihan yang ada pada struk pembayarannya, entah mengapa saat itu matanya berhasil menatap sebuah tagihan yang ia rasa ia tidak memesannya.
"Mba, apa betul ini tagihan milik ku?"
"Aku rasa, aku tidak memesan ini!" Rigo menunjuk sebuah minuman yang bertuliskan Hot Gingger Milk.
"Itu pesanan seorang wanita yang duduk bersama anda tuan!" Jawab pelayan tersebut.
"Maksudmu wanita yang sebentar duduk di
hadapanku yang memakai sebuah topi?"
"Iya tuan!"
"Saya kira Anda kekasihnya!"
"Jaga bicara Mu Nona, aku tidak memiliki kekasih seperti itu!" Jawab Rigo sambil menatap ke arah pelayan tersebut dengan muka penuh emosi, tak terima pelayan tersebut menyebut Lara sebagai kekasihnya.
"Sialan!" Rigo menggebrak meja dengan menggunakan tangannya yang mengepal, tidak kencang namun berhasil membuat pelayan yang ada dihadapannya terlihat ketakutan.
"Dia menipuku, wanita kurang ajar!" Ucap Rigo tanpa memperdulikan seorang pelayan yang ada di hadapannya, Rigo kini merasa tidak terima jika wanita tersebut benar-benar telah mengambil sebuah kesempatan darinya.
"Maafkan saya tuan, wanita tadi pergi tanpa membayar tagihan terlebih dahulu, saya kira dia kekasih..!" Pelayan itu memotong pembicaraannya.
"Maaf tuan saya salah bicara!" Tutur pelayan yang salah berbicara kembali, ia kini sangat ketakutan melihat raut muka Rigo yang terlihat penuh emosi.
"Saya akan memperbaiki tagihannya!" Pelayan hendak mengambil tagihan untuk memperbaikinya.
"Sudahlah, biarkan saja begitu!" Rigo yang terlihat mengeraskan rahangnya namun dalam hatinya ia merasa kasihan dengan pelayan tersebut.
"Ba baik tuan!" Jawab pelayan cafe tersebut sambil sedikit menunduk.
"Aku akan membayarnya dengan sebuah aplikasi!" Jawab Rigo dengan memperlihatkan sebuah aplikasi pembayaran pada layar ponselnya.
"Baik tuan, mohon menunggu, saya akan membawakan mesin EDC nya tuan!"
Setelah itu Pelayan tersebut mengambilkan Sebuah mesin EDC untuk Pembayaran yang akan di lakukan oleh Rigo.
"Maaf tuan, Wanita tadi meninggalkan topi miliknya di meja!" Tutur pelayan tersebut sesaat setelah Rigo melakukan pembayaran, dan memberikan sebuah topi yang memang milik Lara yang tertinggal karena terburu-buru.
"Topi?" Rigo mengangkat salah satu alisnya.
"Iya tuan, saya permisi dulu!" Pamit pelayan hendak meninggalkan Rigo.
"Pergilah!" Kemudian pelayan itu berlalu meninggalkan Rigo yang masih tak mengalihkan pandangannya pada sebuah topi yang tergeletak di atas meja.
Setelah itu, Rigo mengambil topi tersebut kemudian bergegas meninggalkan Cafe untuk segera berangkat ke kantornya. Rigo menyimpan topi milik lara di dalam mobil miliknya tepatnya di masukkan ke dalam dashboard.
***
Lara yang sesaat lalu berlari meninggalkan Cafe, kini tengah berdiri menatap sebuah layar mesin ATM, tersirat sebuah kebingungan saat melihat sebuah kalimat tertera pada layar monitor, "Transaksi Gagal Saldo tidak mencukupi."
Lara menghela nafas yang panjang, sesaat melihat tulisan tersebut.
Setelah itu, Lara menekan sebuah tombol Cancel yang membuat Kartu Debit miliknya berhasil keluar, Lara melangkahkan kakinya dari Gallery ATM dengan sebuah ponsel menempel pada telinganya.
"Hallo!"
"Erika,?"
"Emh, aku mau minta tolong!"
"Bisa kah kamu meminjamiku uang?"
"Tut,Tut, Tut!" Suara ponsel di matikan satu arah.
"Huh!" Lara membuang Nafasnya yang sedari tadi ia tahan.
Ia menatap layar ponselnya kembali mencari sebuah nama yang tepat untuk ia telepon, setelah menemukannya, Lara menempelkan lagi layar ponsel tersebut pada telinganya.
"Hallo?"
"Joan?"
"Aku Lara!"
"Apa aku boleh minta tolong!"
"Bisa kah kamu meminjami aku uang?"
"Em, baiklah kalau begitu makasih banyak!"
Setelah percakapan yang kedua berhenti, Lara menelepon kembali salah satu nama yang ada di layar ponselnya.
"Hallo, Lena!"
"Tut, Tut, Tut!" belum juga Lara berbicara, panggilannya sudah di hentikan secara sepihak.
Lara menutup ponselnya, kemudian menjongkok kan badannya dengan muka menempel pada lututnya, ia menyembunyikan airmata yang terjatuh dari kedua mata nya. Lara tidak memperdulikan lagi beberapa pasang mata yang memperhatikan ke arahnya.
Lara yang menumpu kan kepalanya pada kedua lututnya, kini mencoba menghentikan tangisnya, ia menyeka kedua matanya kemudian menarik nafasnya sangat dalam kemudian membuangnya secara perlahan, Kini Lara meluruskan kaki nya dan berdiri.
Namun, saat bayang-bayang Ibunya melintas di dalam fikirannya, seketika ia menundukkan lagi kepalanya teringat permintaan sang ibu untuk segera mengirimkan sejumlah uang yang di butuhkan nya saat ini juga.
Lara mencoba mengecek kembali nomor-nomor kontak teman-teman nya yang ada di dalam ponsel miliknya.
"Sepertinya namaku sudah mereka blokir." Mengingat ia sering sekali meminjam uang pada teman-temannya tersebut. Kini matanya beralih pada sebuah catatan yang tertera layar ponselnya, di sana Lara mencatat, kepada siapa saja ia sudah meminjam uang, banyak yang sudah Lara lunasi walaupun dengan waktu yang tidak tepat, namun di sana juga terdapat nama-nama teman-temannya yang Lara masih belum membayar sejumlah hutangnya.
Lara memandang lurus kedepan dengan tatapan kosong mengingat kejadian memalukannya di masa lalu.
***
Suatu hari, di tempat kerjanya, ia di panggil tuan Alban kedalam ruang kerjanya.
"Lara duduklah." Ucap tuan Alban saat lara memasuki ruangan kerja tuan Alban.
"Baik tuan." Saat itu Lara merasakan ada sebuah emosi yang tersimpan dalam dada tuan Alban kepadanya.
"Coba Lihat Ini!" Tuan Alban memberikan ponsel miliknya, ia berikan kepada Lara agar lara bisa melihat isi pesan yang ada pada Aplikasi WA miliknya.
Seketika, Lara membulatkan kedua bola matanya melihat isi pesan pada sebuah aplikasi WA milik tuan Alban.
Lara menundukkan kepalanya karena merasa malu, Lara hanya terdiam tak memberikan penjelasan pada tuan Alban.
Isi Aplikasi Wa tersebut, "Dicari Ibu Lara No Ponsel 081xxxx, Lari dari Hutang, tidak ber itikad bayar hutang di aplikasi kami,Rp. 2.000.000 (Dua Juta Rupiah), lakukan pembayaran! hubungi 0812xxxx, Jika tidak ada pembayaran jangan salahkan kami, jika tidak ada pembayaran jangan salahkan kami, jika nomor Anda akan Kami jadi kan penagih selanjutnya."
"Kamu melakukan pinjaman di aplikasi online Lara?" Tanya tuan Alban sambil menatap tajam ke arah Lara, menunggu sebuah penjelasan dari seorang Lara.
"Maaf tuan!" Jawab Lara dengan kepalanya yang masih tertunduk.
"Kamu tahu Lara, sepetinya bukan Nomorku saja yang menerima aplikasi ini, tapi semua nomor yang ada pada ponsel milikmu." Tutur tuan Alban.
Seketika Lara membulatkan kedua bola matanya seakan tidak percaya di balik kepalanya yang masih tertunduk di hadapan tuan Alban, ia memutar kembali memory di kepalanya, saat pagi tadi Lara tiba di Restoran, semua teman-teman di restoran tempat ia bekerja bersikap tak biasanya, ada yang menatap iba, ada yang menatap risih ke arahnya.
"Apa yang kamu butuhkan hingga sampai meminjam uang tersebut melalui aplikasi Online itu?" Tanya tuan Alban seolah menginterogasi Lara yang tertunduk di hadapannya.
"Ma, maaf kan saya tuan!" Jawab Lara tak memberikan sebuah penjelasan kepada Tuan Alban, ia hanya meminta maaf atas apa yang dilakukannya.
"Berapa yang kamu pinjam?" Alban kembali bertanya, tak memperdulikan Lara yang meminta maaf kepadanya
"Sepuluh Juta tuan." Jawab Lara masih tak berani mengangkat kepalanya.
"Sisa hutangmu 10 juta?" Tuan Alban sedikit menaikan nada bicaranya.
"Bukan tuan, sisa hutang saya enam juta lagi."
"Kenapa kamu tidak membayar hutangmu?" tanya tuan Alban menginterogasi kembali Lara, namun sayang jika di tanya penyebabnya Lara tak pernah menjawabnya, Lara hanya terdiam sambil menundukkan kembali kepalanya lebih rendah.
"Kapan kamu Akan membayar hutangmu?" Tanya Tuan Alban kembali, dengan tatap tajamnya tak ia alihkan dari Lara yang kini masih berdiri di hadapannya dengan tak berani memandang ke arahnya.
"Saya berencana membayarnya setelah saya mempunyai uang yang cukup tuan!"
"Uang yang cukup?" kapan itu?" Tanya tuan Alban, Lara tak menjawab pertanyaan tuan Alban kembali, ia sendiri sebetulnya tidak tahu kapan ia mempunyai uang untuk membayar semua hutangnya.
"Apa yang sudah kamu lakukan dengan uang yang kamu pinjam itu?" Kali ini tuan Alban mencoba menanyakan hal yang lainnya kepada Lara saat pertanyaan sebelumnya tak mendapat jawaban.
"Maafkan saya tuan!" Sayangnya Tuan Alban yang begitu penasaran apa yang di lakukan Lara dengan uang pinjamannya tak mendapat jawaban kembali, tuan Alban menarik salah satu alisnya menatap ke arah Lara dengan tangannya mengepal ia gerak-gerakkan secara memutar, mencoba menebak apa yang ada di dalam fikiran Lara.
"Kau tahu Lara, aku tak ingin seorang yang bekerja denganku terlilit begitu banyak hutang, sekarang apa rencana mu, tapi aku sangat menyukaimu bagaimana semangatmu bekerja!" Tutur Tuan Alban membuat kedua kelopak mata Lara digenangi airmata, sekuat tenaga ia menahannya tak membiarkan air mata kesedihan itu mengaliri pipi mulusnya itu.
"Maaf kan saya tuan, jika itu maksud tuan, saya akan segera membereskan semua pekerjaan saya dan perlengkapan saya."
"Apa maksudmu? kamu ingin melarikan diri?" Ucap Tuan Alban. Lara saat itu salah mengartikan maksud perkataan tuan Alban.
"Maaf tuan, saya tidak mengerti maksud perkataan tuan!" Jawab Lara.
"Segera Lunasi hutangmu, di aplikasi online itu, aku akan meminjamkan kamu uang tersebut, dan kamu, jika ada keperluan, beritahu aku, jangan sembarang meminjam uang, apalagi dengan sebuah aplikasi yang Legalitasnya masih di ragukan itu!"
Saat itu dengan bantuan tuan Alban yang ia sudah anggap sebagai salah satu Manusia terbaik di dunia itu, Lara akhirnya terbebas dari jeratan pinjaman Online yang menimpanya, ia pun sudah melunasi hutangnya kepada tuan Alban dengan cara mencicil beberapa bulan saja, itupun di Lunasi begitu saja pinjaman Lara kepadanya dengan berdalih jika Lara sangat bagus dalam bekerja, jadi sebagai Apresiasinya Lara di bebaskan dari hutangnya kepada tuan Alban.
Namun sayangnya, hal itu tidak membuat Lara terbebas dari pinjaman hutang lainnya yang ia pinjam kepada teman-temanya, kesulitan yang di alaminya tak bisa membuatnya berhenti berhutang, namun karena perasaan malunya kepada tuan Alban, ia memutuskan untuk tidak meminjam pada Aplikasi Online.
Hari itu Lara memutuskan untuk kembali ke rumah kostnya menutup harinya dengan perasaan yang bercampur, perasaan bingung dan sedih, bingung kepada siapa harus meminta pertolongan, sedih karena semenjak kepergian ayah Nya semua cobaan seakan-akan datang mendepak pundaknya, begitu berat, ia hanya berharap semua cobaan ini segera berlalu dan segera ia mendapatkan senyumnya kembali setelah bertahun tahun.
***
Ke esokan harinya, Lara yang saat itu baru saja melangkah keluar dari kamar kosannya hendak melakukan aktivitas seperti biasanya, setelan Jeans Hitam dan kemeja berwarna Peach, Rambut sebahunya yang tak pernah lepas dari tali pengikat, serta sepatu Kets andalannya yang selalu menemani setiap langkah kakinya untuk keluar dari gerbang kostan miliknya.
Saat itu Lara baru saja menutup kembali gerbang kostan yang baru saja ia buka, matanya teralihkan dengan sebuah mobil Sport berwarna Hitam, dengan Seorang Laki-laki yang menyenderkan Badannya di depan pintu mobil tersebut, Lara melirik Laki-Laki tersebut sesaat kemudian ia mengalihkan pandangannya untuk berjalan kembali melangkahkan kakinya, namun saat sudah melangkahkan kakinya, Lara menengok Laki-laki tersebut kemudian berlari ke arahnya.
Senyuman lebar di bibir tipisnya ia sematkan saat berbalik badan menatap Laki-laki yang telah berdiri tepat di depan mobil hitam itu.
"Hai Rigo." Dengan Nafas tersendat-sendat Lara menyapa Laki-Laki yang tengah berdiri dengan sebuah kaca mata hitam yang menutupi matanya, Laki-laki tersebut mengalihkan pandangannya dari sebuah ponsel yang ia pegang saat Lara memanggil namanya, Laki-Laki itu adalah temannya sewaktu SMA dan cucu tuan Alban pemilik sebuah Restoran tempat ia bekerja, ia adalah Rigo.
Kacamata Hitamnya membuat ia menutupi sorot mata tajamnya saat menatap ke arah Lara. Rigo tak menjawab sapaan Lara, ia hanya terdiam.
"Kamu ngapain di sini Go?" Tanya Lara kembali dengan senyuman di bibirnya tak ia lepaskan begitu saja.
Lara menatap bangunan yang berdiri kokoh di depan matanya, dan sekaligus bangunan yang berada tepat di seberang Rumah Kostnya, bangunan tersebut merupakan sebuah Rumah Mewah dengan halaman yang Luas namun tak membiarkan semua orang bisa menatapnya dengan leluasa karena pagar yang menjulang menutupi ke indahan rumah tersebut.
"Ini rumah temanmu?" tanya Lara yang mencoba menebak.
Rigo masih terdiam tak menjawab pertanyaan-pertanyaan Lara.
"Beruntung sekali aku bertemu denganmu, aku baru saja mau berangkat, ini Rumah Kostku." Lara berkata sambil menunjuk bangunan di seberangnya yang merupakan rumah Kost tempat ia tinggal, ia tak menghiraukan Rigo yang tak perduli dengan apa yang di katakan nya.
Lara melihat Jam yang menempel pada tangannya, sudah cukup siang untuk ia tetap tinggal menyapa Rigo, kemudian Lara pun berpamitan untuk segera pergi.
"Aku berangkat dulu ya, sampai bertemu lagi Rigo!" Pamit Lara sambil melambaikan tangannya, setelah itu ia berlari meninggalkan Rigo yang sama sekali tidak mengeluarkan sebuah kata untuk merespon sapaan Lara.
Di balik kacamata hitamnya, Rigo menatap tajam ke arah Lara, kemudian menarik nafasnya dan berkata.
"Wanita menyebalkan!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!