NovelToon NovelToon

My Love My Bride

Prolog

Happy reading...

Di dunia bisnis yang digelutinya, nama Riky Salim kini mulai diperhitungkan. Mengawali karir sebagai asisten CEO Bramasta Corp, Riky menjadi sosok yang dapat diandalkan.

Kini ia menjabat sebagai CEO di salah satu anak perusahaan Bramasta Corp. Sebagai orang kepercayaan sekaligus sahabat Maliek Bramasta, Riky menjadi sosok bijaksana yang disegani.

Terlahir di salah satu keluarga pejabat pemerintah, tak lantas membuat Riky ingin menggeluti bidang yang sama dengan sang ayah. Ia lebih menyukai pekerjaannya saat ini dan terikat dengan ketiga sahabat karibnya.

Betapa tidak, selain bekerja di perusahaan Bramasta yang notabene milik ayahanda Maliek. Riky juga menikahi salah satu anggota keluarga Atmadja. Di mana dalam keluarga itu ada Alvin dan juga Rafael, yang juga sahabatnya.

Alena Atmadja, gadis yang dinikahi Riky saat usianya belum genap dua puluh tahun. Gadis polos yang manis namun cuek dalam penampilan dan juga pemikirannya.

Saat duduk di bangku sekolah menengah pertama, Alena sudah kehilangan ibunya. Hidup dengan ayah yang seorang kontraktor mau tak mau membuatnya berpindah-pindah.

Evan Atmadja ayahnya, sangat menyayangi dan menjaga Alena. Hingga di tahun terakhir sekolah menengah atas, ia mengetahui bahwa pria bernama Alvin merupakan kakaknya.

Kehadiran sosok Alvin membawa pengaruh besar dalam kehidupan Alena. Termasuk juga dalam kehidupan asmaranya.

Secara tidak langsung, Alvin mempertemukan Alena dengan pria yang kini menjadi suaminya. Pria yang merupakan sahabat karib Alvin itu merupakan sosok yang sempurna.

Riky merupakan seorang yang bijaksana juga tegas, dan tentunya dia bukan seorang casanova. Namun dibalik semua itu, ia juga pribadi yang baik serta humoris.

Perbedaan usia yang cukup jauh bukanlah penghalang bagi keduanya untuk menikah. Namun saat menjalani pernikahan, perbedaan itu terlihat nyata dalam sudut pandang yang cukup curam.

Riky dihadapkan pada dilema. Di satu sisi, ia dan keluarganya berharap akan kehadiran seorang anak yang tidak ditunda-tunda. Di sisi lain, ia juga mengerti akan keinginan dan cita-cita istrinya, Alena.

Selama menjalani pernikahan, pasangan ini menjalani long distance relationships. Alena tinggal di rumah keluarga Salim, sementara Riky di kota yang berbeda karena pekerjaannya.

Selama dua tahun lebih usia pernikahan mereka, semuanya berjalan sempurna dengan Riky yang selalu mengalah. Pria muda itu menyadari betul di usianya saat ini, Alena masih terbilang labil.

Riky tidak keberatan dengan Alena yang mengutamakan pendidikan. Namun seiring berjalannya waktu, ia juga menimbang keinginan orang tuanya yang ingin segera menimang cucu.

"Riky pulang saat Alena tidak dalam masa subur, Ma." Kilahnya.

"Kalau begitu tanyakan pada istrimu kapan masa suburnya dan saat itu juga kamu pulang atau Alena yang datang ke apartemenmu."

"Selain itu, Riky juga stress karena banyaknya pekerjaan. Dan menurut dokter itu mempengaruhi kualitas kesuburan Riky." Kilahnya lagi.

Selalu ada saja alasan yang ia kemukakan pada kedua orang tuanya. Tentu hal itu agar keduanya tidak berfikiran negatif terhadap Alena. Wanita yang sangat ia cintai.

Tidak dapat dipungkiri, terkadang ia juga merasa iri. Terutama saat keluarga besarnya berkumpul. Atau saat teman-temannya dengan bangga menceritakan anak mereka. Tak jarang ia merasa berkecil hati dan akhirnya lebih memilih menenggelamkan diri pada pekerjaannya saat ini.

Sebagai seorang anak, Riky tentu ingin memenuhi keinginan orang tuanya. Namun sebagai seorang suami, kebahagiaan istrinya adalah segalanya.

Riky ingin Alena bahagia. Karena selain sebagai cintanya, Alena juga pendamping hidupnya. Wanita yang akan menemaninya hingga maut memisahkan mereka.

***

Hai, jumpa lagi dengan author😊

My Love My Bride ini kisah lengkap Riky-Alena yang merupakan sekuel Permainan Takdir ya...

Untuk kalian yang belum baca kisah awal perjumpaan mereka, silahkan baca di Permainan Takdir 1&2.

Jangan lupa untuk selalu dukung author dengan tap favorit, like, komen dan juga bintang lima.

Terima kasih😊

tidak pulang

Happy reading...

I found a love for me

Oh darling, just dive right in and follow my lead

Well, I found a girl, beautiful and sweet

Oh, I never knew you were the someone waiting for me

Bunyi ponsel yang bergetar di atas nakas mau tak mau memaksa si empunya mengerjapkan mata. Dengan malas ia pun menjawab panggilan telepon tersebut.

"Selamat pagi, Istriku sayang! Matahariku, belahan jiwaku... Sudah bangun belum?"

Suara yang didengarnya menghadirkan seulas senyum di wajah manisnya.

"Selamat pagi juga, Arjunaku. Pagi-pagi Kak Riky udah gombalin istri. Sudah berangkat ke kantor?" tanya wanita itu yang tak lain adalah Alena dengan suaranya yang parau.

"Nggak apa-apa dong, asalkan jangan istri orang. Hmm, baru bangun ya? Aku lagi nyetir, Sayang. Aah, kopi ini jadi terlalu manis karena suaramu."

"Ish, apaan sih?" Kekehnya.

"Semalam tidur jam berapa?"

"Dini hari mungkin. Banyak tugas yang harus diserahkan besok," sahut Alena sambil menggaruk kepala. Ia menatap dengan tatapan nanar pada tugas-tugasnya yang masih berserakan di meja belajar.

"Jangan terlalu malam, Sayang. Berapa kali aku harus bilang?"

"Iya. Maaf, Kak." Sahutnya pelan.

"Sayang, maaf ya. Sepertinya nanti malam aku nggak bisa pulang. Besok aku harus bertemu klien di kota G. Mungkin nanti sore aku ke sana."

"Iya, nggak apa-apa. Lena juga masih banyak tugas," sahut Alena malas.

"Nggak marah kan?"

"Enggak. Alenanya juga lagi lampu merah," sahut Alena datar.

"Oke. Kalau begitu jangan lupa sarapan ya. Aku udah sampe kantor, bye sayang. I love you." Riky menutup panggilannya dengan suara kecupan yang bertubi-tubi.

"I love you too, Hubby." Batinnya.

Alena menundukkan kepalanya menatap layar ponsel yang sudah mati. Ini minggu kedua suaminya tidak pulang ke rumah. Mereka berdua belakangan ini memang sangat sibuk. Namun apa dia tidak mengerti betapa hati ini sangat merindukan kehadirannya?

Dengan malas Alena menuju ke kamar mandi. Bersiap untuk berangkat ke kampus.

***

Samar-samar terdengar obrolan di ruang makan. Mama Widiya sedang memberikan perintah pada salah satu asisten rumah tangganya. Sementara Papa sedang asik dengan berita di televisi sambil menikmati sarapan.

"Pagi, Pa!" Sapanya.

"Selamat pagi, Sayang." Sahutnya.

"Mau ada tamu, Ma?" Alena membuka lemari pendingin dan mengambil kotak susu UHT kesukaannya.

"Iya, nanti siang Ajeng datang. Tantemu minta dia tinggal di sini supaya tenang. Alena, berapa kali mama bilang, Nak. Pagi-pagi begini itu yang diminum susu hangat." Ujarnya.

"Enak ini, Ma. Seger..." Alena menuangkan susu itu ke dalam gelas dan meminumnya.

"Yang mau kuliah itu ya, Ma?"

"Iya. Riky pulang nggak nanti?"

Alena menggeleng pelan dan berlalu menaruh gelas kotornya di wastafel.

"Ya, sudah nggak apa-apa. Mungkin dia memang tidak bisa meninggalkan pekerjaannya. Mau belanja sama mama, Sayang?"

Alena mengerti ibu mertuanya itu sedang berusaha menghiburnya. Alena menghampiri wanita paruh baya itu dan memeluknya dari samping.

"Maaf, Ma. Alena banyak tugas. Malam ini Lena mau menginap di rumah Papa, boleh ya?" Pintanya.

Mama mendelik sambil menekuk wajahnya. Dengan berat hati ia mengangguk menyetujui permintaan menantunya tersebut.

"Terima kasih, Ma." Ucapnya dengan raut wajah senang. Alena mencium pipi Mama dan melambai pamit meninggalkan ruangan. Ia menghampiri Papa Salim dan mencium punggung tangannya.

Sepasang suami istri itu menatap punggung Alena sambil tersenyum. Keceriaan yang diperlihatkan membuat mereka menggeleng pelan.

"Dia itu lebih pantas jadi anak gadis kita ya, Ma." Ujarnya sambil meletakkan piring kosong di atas meja.

"Iya. Sampai-sampai mama nggak bisa marah sama Alena."

***

Waktu sudah menunjukkan tengah hari. Itu artinya sudah waktunya makan siang. Hal serupa juga berlaku untuk para karyawan Bramasta Corp. Untuk satu jam ke depan, mereka terlihat senang bisa terlepas dari beban pekerjaan.

Di salah satu ruangan gedung itu, seorang wanita berpenampilan seksi dengan setia menunggu perintah atasannya. Dalam keheningan, diam-diam ia mencuri pandang pada pria yang tengah berkutat pada berkas-berkas dihadapannya.

"Tolong fotocopy lembar ini dan ini. Berikan pada Andri. Setelah itu silahkan makan siang. Kita akan berangkat ke kota G dua jam dari sekarang."

"Baik, Pak. Oh iya, Pak Riky. Barangkali ada yang anda inginkan untuk makan siang? Saya bisa membelikannya," tawar Risa, sekretaris Riky.

"Tidak, terima kasih. Saya akan membelinya nanti."

"Pak Riky, saya bisa..."

"Silahkan keluar dari ruangan saya," titah Riky datar.

"Baik, Pak. Permisi," ucap Risa pelan.

Riky mengangguk pelan dan langsung merogoh ponselnya. Raut wajahnya yang semula menegang karena beban pekerjaan, kembali terlihat santai saat mendengarkan suara seseorang di seberang.

"Heh, itu pasti istrinya. Menyebalkan, kenapa pria kaya dan juga tampan itu harus memiliki istri? Bukankah lebih menyenangkan bila hanya bersenang-senang tanpa terikat dalam pernikahan," decih Risa pelan.

Wanita itu berlalu menuju lift. Baru beberapa minggu ia bekerja di perusahaan ini. Dan keberuntungan berpihak padanya karena menjadi sekretaris seorang CEO tampan seperti Riky.

Walaupun atasannya itu terkesan dingin, dan tegas. Tidak mengurangi pesonanya di mata setiap karyawan wanita. Sayangnya menurut yang ia dengar dari Andri, Pak Riky sudah beristri.

***

Riky melangkahkan kaki memasuki sebuah restoran yang terletak tidak jauh dari kantornya. Ia mebghampiri salah satu meja di mana seseorang sudah menunggunya.

"Sudah pesan?" Tanyanya.

"Sudah. Sesuai pesanan anda, Bos."

Riky menyeringai dan mengeluarkan ponselnya. Wajah Alena di layar ponsel selalu bisa mengalihkan perhatiannya.

"Nggak pulang lagi dong, Bos. Apa nyonya marah?"

"Enggak. Dia juga lagi sibuk," sahut Riky malas. Ia menoleh pada pelayan yang membawakan pesanan makan siangnya.

Andri tersenyum melihat raut wajah Riky yang terlihat lesu. Setelah minggu kemarin, atasannya ini harus kembali menahan rindu untuk satu minggu yang akan datang.

"Andri, kamu ikut saya ke kota G ya."

"Saya juga ikut? Kan sudah ada Risa," sahut Andri.

"Apa kamu sedang membantah? Kalau saya bilang ikut, kamu tahu apa artinya?" tanya Riky dengan tatapan yang menajam.

"A-artinya, saya harus ikut." Sahutnya pelan.

"Baguslah kalau kamu tahu," ujar Riky lega.

Mereka pun menikmati makan siang yang bisa dibilang sudah terlambat itu. Setelah makan siang, mereka berencana akan segera pergi ke kota G.

Di meja kerjanya, Risa sedang bersolek memperbaiki riasannya. Wanita itu bersemangat karena ini pertama kalinya ia akan pergi ke luar kota bersama Riky.

Deringan ponsel mengalihkan perhatiannya. Dan ternyata, Andri yang menghubunginya.

"Iya, Pak Andri?"

"Cepat turun, Ris. Kita pergi sekarang."

"Kita?" batin Risa.

"Baik, Pak. Saya akan segera turun," sahut Risa.

Setelah penggilan ditutup, Risa membuang kasar nafasnya.

"Hmm, kupikir akan pergi hanya berdua dengan Pak Riky. Ternyata Pak Andri juga ikut. Dasar penganggu," ujar Risa yang terlihat kesal sekaligus kecewa.

keseharian Alena

Happy reading...

Cicitan burung di cerahnya pagi menyemangati siapa saja yang memulai hari. Namun semangat itu nampaknya tak menular pada Alena yang masih terbaring di atas tempat tidurnya.

"Auntie, bangun! Mau ikut nggak ke rumah Opa Wira?" Pekikan Queena memekakan telinga Alena. Dengan malas Alena turun dan melangkah ke arah pintu kamarnya.

"Queen, bisa nggak sih kamu nggak teriak?" tanya Alena malas sambil menguap.

"Auntie dari tadi Queen pangil-panggil nggak ngejawab. Ya Queen teriak aja," sahut Queena sambil mengikuti Alena menuruni tangga.

"Pagi, Pa. Pagi Kak," sapa Alena pada Papa Evan dan Alvin juga Laura.

"Pagi, Sayang. Kebiasaan kamu kok belum berubah sih? Memangnya kamu nggak malu kalau bangun kesiangan begini di rumah mertuamu?"

Alena menggeleng pelan dan mengucapkan terima kasih pada Laura yang menghidangkan sarapan untuk mereka.

"Queena cantik, boleh Auntie minta tolong? Tolong ambilkan susu ya," pinta Alena.

"Auntie kan udah gede, kok masih minum susu?" tanya Queena sambil membuka lemari pendingin.

"Auntie ini masih dalam masa pertumbuhan. Kalo Auntie nggak minum susu, nanti bisa-bisa tumbuh ke samping, bukannya ke atas. Bahaya itu," kelakar Alena.

"Bahayanya apa, Auntie?" tanya Queena dengan raut wajah yang penasaran.

"Bahayanya, apa ya? Mmm oh itu, nanti Auntie bisa-bisa dimarahi sama Uncle Riky." Sahutnya asal.

"Kalau nggak mau tumbuh ke samping, ya tumbuh ke depan dong, Len."

"Tumbuh ke depan? Emang bisa, Kak?"

"Iya. Memangnya bisa, Dad?"

Alvin menatap gemas pada putrinya yang selalu ingin tahu banyak hal itu.

"Bisa, Sayang. Auntie nanti perutnya ke depan, jadi gendut karena ada Baby-nya."

"Auntie mau punya Baby? Asik, Queen jadi punya adik baru," pekik Queena senang.

Alena membulatkan matanya pada Alvin dan hanya kekehan ringan yang diberikan Alvin padanya. Evan dan Laura menggeleng pelan melihat hal tersebut.

"Mau ikut ke rumah Wira nggak?"

"Nggak, Pa. Alena mau ke kampus. Terus mau ke butiknya Kak Amie. Nanti sore pulang lagi ke rumah."

"Nggak nginep lagi di sini?" tanya Laura.

"Kasihan Mama, Kak. Kalau nggak ada Alena, Mama ngobrol sama siapa? Papa lebih suka membaca di ruangannya."

"Alena, pertimbangkan tentang memiliki anak. Kasihan mertuamu, mereka pasti ingin segera menimang cucu."

Mendengar ucapan papanya, Alena terdiam sesaat. Lalu kembali menyuapkan makanannya.

"Tanggung sebentar lagi, Pa. Satu tahun lagi," sahut Alena datar. Ia sudah mulai merasa bosan dengan permintaan tersebut.

***

Alena memarkirkan motor matic-nya di parkiran kampus. Ia terlihat menyapa beberapa orang yang ditemuinya. Alena pun berjalan menuju kantin, tempat biasa ia nongkrong bersama teman-temannya.

"Hai, Len! Sini, aku mau minta traktiran sama kamu," ujar Nindy, salah satu sahabatnya.

"Hmm, enak saja. Gantian dong, kan kemarin aku yang traktir kamu."

"Iya deh. Tapi es teh aja ya," sahut Nindy.

"Curang ah," delik Alena.

"Tumben kamu ke kampus di hari libur. Kak Riky nggak pulang lagi?"

Alena menggeleng malas.

"Ckck, kasihan. Pantas saja lemas, ternyata nggak ketemu suami. Jangan sampai jamuran ya." Kelakarnya.

"Bukan jamuran lagi, malah udah berakar panjang sampai ke inti bumi," timpal Alena asal.

"Apa yang sudah berakar?" tanya seorang pria yang langsung membungkam tawa kedua wanita itu.

"Itu, e..." Nindy melirik pada Alena, berharap bantuan dari sahabatnya itu.

"Pohon di rumah papaku. Iya, hehe. Pohonnya sudah tua jadi mungkin akarnya sudah sampai di inti bumi," sahut Alena kikuk.

"Oh, aku kira apa. Len, ke perpus yuk. Aku butuh banyak referensi nih. Tugasmu selesai nggak?" Tanyanya.

"Sedikit lagi, besok kan hari terakhir ngumpulinn. Kalo sampai lewat, bisa dikasih nilai F. Pak Dosen kan si raja tega," ujar Alena.

"Maka dari itu, ayo kita ke perpustakaan."

"Malas ah, kamu sama Nindy aja."

"Sorry ya, Ka. Aku nggak bisa. Cowokku nelepon," sahut Nindy yang memperlihatkan ponselnya.

"Ayo dong, Len. Sebentar saja," pinta Kamil.

"Oke. Nggak pake lama ya, aku mau nyicil tugas nih."

"Siap, Nyonya." Sahutnya.

Panggilan 'nyonya' di sematkan teman-teman Alena sejak ia menikah. Panggilan itu sebenarnya sebuah olokan karena diantara mereka, baru Alena yang sudah berumah tangga.

Alena terkenal supel. Ia memiliki teman hampir di setiap fakultas di kampusnya. Ia juga cukup aktif di organisasi mahasiswa yang ada di kampus tersebut.

Sesampainya di perpustakaan, Alena dan Kamil berjalan menyusuri lorong.

"Kamu cari ke sebelah sana, Ka. Setahuku buku-buku tentang hukum ada di sana. Aku mau ke sini ya," ujar Alena.

Kamil mengacungkan ibu jarinya. Dan berlalu mencari buku sesuai jurusannya. Ia dan Alena beteman di organisasi dan berbeda jurusan, karena Alena mahasiswi akuntansi.

Setelah menemukan buku yang cocok, Alena duduk di kursi yang tersedia di sana. Saat sedang asik membaca, deheman seseorang mengagetkannya.

"Eh kamu, Gam. Di sini juga," ujar Alena pelan.

"Sendiri?" tanya Agam.

"Sama Kamil. Kemana ya anak itu, kok belum kelihatan."

"Kamil anak hukum?"

"Iya. Memangnya aku kenal sama Kamil yang mana," sahut Alena datar.

"Tadi aku bertemu di depan. Dia sepertinya buru-buru," ujar Agam.

"Dasar dodol! Dia yang ngajak, dia juga yang ninggalin," dengus Alena kesal.

"Ya udah, biar aku aja yang nemenin."

"Terima kasih, Gam. Tapi aku sepertinya harus pergi sekarang. Mau cari Pak Dosen Killer. Mau nyicil tugas, bye..."

Alena berlalu hendak mengembalikan buku yang tadi dibacanya. Kedua alisnya tertaut menyadari Agam yang mengikutinya dari belakang.

"Kamu ngambil buku di sini, Gam? Bukannya kamu itu anak manajemen?"

"Ya kan sama hitung-hitungan. Kebetulan aja yang aku cari ada di sini. Sah-sah aja kan? Keluar yuk!"

Alena terperanjak dan menatap heran pada tangannya yang digenggam dan ditarik oleh Agam. Pria itu nampak cuek dengan tatapan beberapa orang yang berpapasan dengannya.

"Eh, bisa nggak tangan ini dikondisikan." Alena menepuk tangan Agam yang masih menggenggam tangannya.

"Oh maaf, Len. Lupa," sahut Agam kikuk.

"Lupa apa sengaja? Udah ah, aku mau cari Nindy aja." Alena berlalu dari hadapan pria itu dengan langkah besarnya. Agam hanya bisa menatap langkah Alena dengan seringaian terukir di wajahnya.

Sepulangnya dari kampus, Alena menyempatkan mampir ke butik Amiera. Selain ngobrol dan makan siang, Alena juga melihat-lihat beberapa baju hasil desain Amiera.

"Kak, Lena pulang ya." Ujarnya.

"Oke, lain kali ke sini lagi ya. Main juga ke rumah Daddy. Kak Mey sudah sering menanyakan kamu. Memangnya kamu nggak kangen sama Kakak Zein dan anak-anak?"

"Kangen dong. Iya deh nanti kalau ada waktu senggang. Pulang dulu ya!"

"Maaf nggak bisa nganter ke depan," ujar Amiera.

Alena mengacungkan ibu jarinya. Ia sengaja pulang karena tidak mau mengganggu Amiera yang kedatangan pelanggan.

Alena mengendarai motornya. Hari mulai sore dan jalanan juga mulai padat dengan kendaraan yang berlalu lalang. Sesampainya di rumah, Alena merasa heran karena suasana terdengar ramai dari luar.

"Oh iya ya, kan mama kedatangan saudaranya." Gumamnya.

"Sayang, sini! Kenalkan ini adik mama. Tante Hesty, mamanya Ajeng. Nah kalau yang itu baru, Ajeng. Hes, ini Alena. Istrinya Riky."

"Sore, Tante. Saya Alena."

"Sore. Kamu masih sangat muda, Len." Ujarnya.

"Iya ya. Riky pinter kan? Oh ya, Alena. Tante Hesty ini waktu kalian menikah sedang di luar negeri, jadi nggak bisa datang."

"Ooh..." Alena tersenyum kikuk.

"Sudah pulang, Sayang?"

Alena yang merasa mengenali suara itu langsung menoleh. Seketika raut wajahnya terlihat bahagia melihat pria yang sedang menuruni tangga.

"Kak Riky?" Setengah berlari Alena menghampiri suaminya. Riky merentangkan tangannya dan memeluk erat wanita yang masuk dalam pelukannya itu.

"Katanya nggak akan pulang," ujar Alena yang tersenyum malu.

"Aku rindu, Sayang." Sahutnya.

"Alena juga," bisik Alena yang kembali memeluk Riky.

Mama Widiya dan juga adiknya hanya bisa mengulumkan senyum melihat tingkah mereka. Lain halnya dengan Ajeng yang mendelik seolah tidak suka.

"Heh, lebay." Decihnya pelan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!